BAB I PENDAHULUAN. menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam upaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Undang - Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap tiap warga negara berhak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya

BABI PENDAHULUAN. Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara-negara lain di dunia khususnya Negara-negara ASEAN. Hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun menurut struktur, maka

B b a I P n e d n a d h a u h l u u l a u n 1 1 L t a a t r a Be B l e a l k a a k n a g n Pe P r e m r a m s a a s l a a l h a a h n

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mengupayakan agar siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dapat bertangung jawab pada masyarakat dan dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Andre Putrawan, Sri yulianti, Junaidi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. agar memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. melahirkan generasi-generasi bangsa yang berintelektual.

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Terhadap Gerak Benda Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para. komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Oleh : Muhamad Toyib K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan mulai dari taman. kanak-kanak sampai sekolah menengah atas.

BAB I PENDAHULUAN. penting: (1) sebagai kekuatan awal bagi siswa dalam merumuskan konsep, (2)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

2 matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik (Soviawati, 2011:84). Pemberian materi pembelajaran kepada siswa, pertama harus melihat dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan. Menurut Sutawijaya bahwa matematika mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Aisyah, 2008:3). Ilmu matematika

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran yang telah dipelajari mulai dari jenjang sekolah dasar. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Sampai saat ini, matematika merupakan salah satu mata

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan program pendidikan bermula pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah guru mendorong adanya kegiatan pembelajaran yang menuntut kemampuan peserta didik untuk berfikir, menggali informasi, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam upaya mewujudkan fungsi pendidikan sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia, perlu adanya peningkatan suaasana pembelajaran yang konstruktif bagi berkembangnya kemampuan pemahaman peserta didik sehingga dapat terwujud potensi-potensi yang sesuai dengan tantangan pembangunan nasional, untuk itu hakekat belajar dengan segala dimensinya merupakan hal mutlak yang harus dupahami oleh pendidik. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam upaya memahami ilmu pengetahuan lainnya. Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu masalah yang menuntut perhatian lebih dari para pendidik, karena pendidikan memegang peranan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia.peranan pendidikan menyebabkan matematika dijadikan mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan formal. Selama ini matematika diakui sebagai 1

mata pelajaran yang sulit dan yang tidak disukai siswa. Padahal matematika merupakan ilmu pengetahuan yang hamper selalu diterapkan setiap hari. Ruseffefendi (dalam Kriwandi, 2008) menyatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan memperdayakan. Proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru dan peserta didik di sekolah dasar masih belum memenuhi tujuan pendidikan yang diharapkan. Pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran matematika dapat dinilai salah satunya dari keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan memanfaatkan pemahaman ini untuk menyelesaikan persoalan dalam matematika maupun dalam ilmu-ilmu lain dan diukur dengan tes hasil belajar siswa. Maslah dalam pembelajaran matematika tampak dalam pembelajaran Soedjadi (dalam Suryanto, 2010) yang menyatakan bahwa sudah cukup lama kita semua terbenam dalam pembelajaran matematika yang bagi banyak orang terasa asing, formal, dan hanya bermain angka atau simbol yang sulit dan serba tak berarti, bahkan tidak sedikit yang merasa ketakutan untuk menghadapi pelajaran matematika. Untuk mengatasi masalah pembelajaran seperti itu, maka diperlukan inovasi di bidang pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika di sekolah juga disesuaikan dengan kekhasan bahan ajar denganpertimbangan tingkat perkembangan intelektual siswa. Menurut penelitian J.Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi dalam tiga fase Kurnia (dalam Kriswandani, 2008) yaitu : 2

1. Fase Pra-Operasional Pada fase ini siswa mempresentasikan tindakannya melalui pikiran dan bahasa tetapi proses berpikirnya belum didasari pada keputusan logis, Fase ini dicapai oleh anak pada usia 2-7 tahun. Pada fase ini anak mulai mampu menggunakan simbol-simbol dari benda-benda di sekitarnya tetapi masih sukar melihat hubungan-hubungannya. 2. Fase Operasi Konkrit Pada fase ini siswa mulai berfikir logis tetapi masih berorientasi dan terbatas pada kenyataan yang langsung dialami oleh siswa. Fase ini dicapai pada usia 7-11 tahun, yaitu usia SD. 3. Fase Operasi Formal Pada fase ini, siswa mulai dapat memikirkan objek yang tidak konkret. Siswa mampu berpikir logis dan menyelesaikan maslah dengan cara yang lebih baik dan kompleks daripada fase sebelumnya. Fase ini dicapai setelah anak berusia 11 atau 12 tahun. Tahap-tahap perkembangan anak dimulai dari tahap yang konkret menuju tahap yang abstrak.karena itu pembelajaran di sekolah harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak, yaitu dimulai dari hal-hal yang konkret kemudian mengarah pada hal-hal yang abstrak. Anak-anak usia SD (berumur sekiatr 7-11 tahun), menurut Piaget diklasifikasikan dalam tahap berfikir operasi konkret. Bagi anak yang berada pada tahap ini pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan 3

sensori (koordinasi alat indera). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghikang dari pandangannya, asal perpindahan terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya mulai matang (Herman Hudojo, 2003). Pada fase operasi konkret anak telah sanggup untuk banyak konsep matematika, namun mereka belum mampu untuk menyatakan secara formal matematis apa yang mereka lakukan walaupun mereka benar-benar mampu untuk berbuat berdasarkan aturan-aturan itu. Jadi, dalam mengajarkan konsep-konsep pokok, guru perlu pertimbangan untuk membantu anak itu secara berangsur-angsur dari berpikir konkret kearah berpikir secara konseptual dengan metode yang sesuai dengan perkembangan intelektual anak (Nasution, 2005). Siswa perlu dilibatkan secara aktif dan berinteraksi langsung dengan objek-objek nyata yang relevan dengan kehidupannya sehari-hari sehingga siswa dapar mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Menurut Fowler (dikutip Muslich, 2009), matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika, sehingga pemahaman 4

siswa tentang konsep sangat lemah dan akan berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika yang akan diperoleh. Banyaknya kesulitan dalam mempelajari matematika mnurut Trianto (2008) berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa, hal ini disebabkan oleh proses pembelajaran yang cenderung teacher centered sehingga siswa menjadi pasif. Siswa dianggap cangkir kosong dan guru akan mengisinya tanpa peduli kemampuan yang dimiliki siswa. Freudenthal (Suryanto, 2010) menyatakan bahwa penyelesaian persoalan pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik bermula dari situasi berupa persoalan konstektual yang nyata, siswa diarahkan agar menemukan pengetahuan matematiknya dengan menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran matematika realistik potensial untuk mengajarkan ketrampilan penyelesaian persoalan kepada siswa. Salah satu upaya agar proses pembelajaran matematika dapat dirasakan bermakna oleh siswa adalah dengan menerapkan pendekatan matematika realistik (PMR). Pendekatan matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan pada keterampilan proses (process of doing mathematics) seperti berdiskusi, berkolaborasi, dan berargumentasi dengan guru dan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) dan siswa mampu menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok (Zulkardi, 2001). Pendekatan matematika realistik yang 5

diterapkan dalam proses pembelajaran matematika membuat siswa tidak menerima secara langsung konsep dan rumus matematika yang diberikan oleh guru melalui penjelasan. Akan tetapi siswa membangun sendiri pemahaman konsep matematika melalui hal-hal yang sudah diketahui. Hal ini mengantarkan siswa untuk melakukan kegiatan diskusi, kolaborasi, interpretasi, dan berargumentasi dengan guru dan teman sekelasnya. Menurut Sutawijaya (dalam Kriswandani, 2008), model pembelajaran realistik menuntun siswa untuk berpikir menggunakan pengalamannya mulai dari obyek nyata yang bersifat konstektual bagi siswa melalui skema atau model kea rah yang abstrak. Berbekal kemampuan dan pengalaman dalam pendidikan dari tingkat sebelumnya, siswa dituntun untuk mempunyai pemikiran secara logis, rational, kritis, cermat, efisien, dan efektif. Berpikir logis didasarkan pada manipulasi/penelitian obyek-obyek nyata dan kemampuannya dalam menunjukkan keterkaitan hubungan dengan pengalaman empiris/peristiwa yang langsung dialami dengan pelajaran yang berlangsung.selain itu, melalui model ini, siswa dapat belajar matematika dari alam/lingkungan di sekitarnya sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika yang notabene merupakan pelajaran yang abstrak atau pembelajaran konvensional. Hal hal di atas melatar belakangipeneliti untuk melakukan penelitian pembelajaran dengan judul Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Penjumlahan di Kelas 2 SDI Daarul Fikri Jetis Kabupaten Malang. 6

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang ada, yaitu bagaimana pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap hasil belajar pada materi penjumlahan di kelas 2 SDI Daarul Fikri Jetis Kabupaten Malang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap hasil belajar matematika materi penjumlahan pada siswa kelas 2 SDI Daarul Fikri Jetis Kabupaten Malang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya, dan pembelajaran Matematika pada khususnya. b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang pembelajaran Matematika dengan pendekatan Matematika Realistik di bangku Sekolah Dasar. 7

2. Manfaat Praktis a) Bagi guru, untuk memberikan informasi kepada guru matematika untuk memilih alternatif, dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendidikan realistik untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan dijadikan masukan bagi guru matematika dalam peningkatan kualitas pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran realistik. b) Bagi siswa, untuk meningkatkan kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir positif dalam mengembangkan dirinya di tengahtengah lingkungan dalam meraih keberhasilan mengajar atau prestasi belajar yang optimal. c) Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pedoman penelitian selanjutnya. d) Bagi peneliti Dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar dikemudian hari dan menambah pengetahuan peneliti. E. Batasan Masalah Untuk menghindari kesalah fahaman dalam penafsiran tentang penelitian ini maka penulis perlu memberikan penegasan istilah atau devinisi operasional pada judul skripsi ini sebagai berikut: 1. Pendekatan Matematika Realistik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajran matematika sehingga dapat 8

mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Seperti halnya pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam Pendekatan Matematika Realistik juga diperlukan upaya mengaktifkan siswa. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara (1) Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar (2) Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkontruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. 2. Pembelajaran Matematika merupakan proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien yang harus dikuasai oleh siswa kelas 2 SDI Daarul Fikri Jetis Kabupaten Malang. 9