PENGARUH VARIASI DIAMETER PULLY ALTERNATOR KONVENSIONAL TERHADAP PENGISIAN PADA TOYOTA KIJANG 5K

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menstart mobil, menyalakan lampu body dan wiper. Serta ketika berjalan

BAB V SISTEM PENGISIAN (CHARGING SYSTEM)

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI

ALTENATOR. Gambar 1. Altenator

ANALISA SISTEM PENGISIAN DAN TROUBLE SHOOTING PADA TOYOTA KIJANG 5K

PENINGKATAN KOMPETENSI PENGUKURAN SISTEM PENGISIAN DENGAN PENERAPAN ALAT PERAGA SISTEM PENGISIAN BERBASIS KERJA RANGKAIAN

TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI SISTEM PENGISIAN PADA MOBIL TOYOTA KIJANG INNOVA 1TR-FE. Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Program Diploma III

BAB II LANDASAN TEORI

Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor

TROUBLE SHOOTING DAN PENGUJIAN SISTEM PENGISIAN PADA TOYOTA KIJANG INNOVA 1TR-FE

BAB III PEMBUATAN PERAGA KELISTRIKAN PADA MOBIL TOYOTA KIJANG 5 K. untuk menghasilkan mesin serta dipertahankan agar tetap hidup.

RANCANG BANGUN SIMULASI SAFETY STARTING SYSTEM PADA MOBIL L300 ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dari eksperimen yaitu berupa tegangan out put

SISTEM PENGISIAN DAIHATSU ESSPAS TAHUN 1991

BAB IV PENGUJIAN ALAT

ENGINE STAND SISTEM PENGISIAN MESIN BENSIN EMPAT SILINDER

TROUBLE SHOOTING PADA SISTEM PENGAPIAN CDI - AC SEPEDA MOTOR HONDA ASTREA GRAND TAHUN Abstrak

ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN. A. Judul : Pengaruh Alternator Dan Accumulator Paralel. Terhadap Energi Listrik Yang Dihasilkan Dari

PENGARUH DIAMETER KAWAT DAN JUMLAH LILITAN SPULL ALTERNATOR TERHADAP ARUS DAN TEGANGAN YANG DIHASILKAN SKRIPSI

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

PENGGUNAAN IGNITION BOOSTER

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Rekondisi dan modifikasi

PENGARUH VARIASI BAHAN DAN JUMLAH LILITAN GROUNDSTRAP TERHADAP MEDAN MAGNET PADA KABEL BUSI SEPEDA MOTOR

PENGARUH PEMASANGAN DUA CDI DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP OUTPUT DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

ABSTRAKSI A. Judul : Pengaruh Alternator Dan Accumulator Paralel Terhadap Energi Listrik Yang Dihasilkan Dari Putaran Mesin Motor Matic Untuk Penerang

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN

PERAWATAN DAN PERBAIKAN SISTEM PENGISIAN HONDA ACCORD TAHUN 1979

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Sistem Pengisian Sepeda Motor

Upaya Peningkatan Unjuk Kerja Mesin dengan Menggunakan Sistem Pengapian Elektronis pada Kendaraan Bermotor

NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN SEPEDA STATIS SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF MENGGUNAKAN SEPUL SEPEDA MOTOR

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SYNCHRONOUS GENERATOR. Teknik Elektro Universitas Indonesia Depok 2010

SISTEM PENGISIAN DAN TROUBLE SHOOTING PADA MESIN MITSUBISHI LANCER 4 G13

Tabel 4.1. Komponen dan Simbol-Simbol dalam Kelistrikan. No Nama Simbol Keterangan Meter analog. 1 Baterai Sumber arus

BAB III METODE PENELITIAN

SISTIM PENGAPIAN. Jadi sistim pengapian berfungsi untuk campuran udara dan bensin di dalam ruang bakar pada.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MEMPERBAIKI GANGGUAN MOTOR STARTER ELEKTRIK SEPEDA MOTOR HONDA ASTREA GRAND 100 CC TAHUN 1997

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS MASALAH. ditemukan sistem pengisian tidak normal pada saat engine tidak dapat di start

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan

MODUL 10 DASAR KONVERSI ENERGI LISTRIK. Motor induksi

SEPEDA STATIS SEBAGAI PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK ALTERNATIF DENGAN PEMANFAATAN ALTERNATOR BEKAS

ANALISIS PENGARUH VARIASI CDI TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR HONDA VARIO 110cc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

LAPORAN PRAKTIKUM MESIN LISTRIK MESIN DC MOTOR DC PENGUATAN TERPISAH

ECS (Engine Control System) TROOT024 B3

SISTEM PENGISIAN SIRKUIT SISTEM PENGISIAN

BAB III METODE PELAKSANAAN. Yamaha Mio di Laboratorium, Program Vokasi Universitas Muhammadiyah

PERANCANGAN MESIN LISTRIK PEMOTONG RUMPUT DENGAN ENERGI AKUMULATOR ABSTRAKSI

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

Pengaruh Penggunaan Busi Terhadap Prestasi Genset Motor Bensin

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Medan Area

TUGAS AKHIR TROUBLESHOOTING DAN PENGUJIAN SISTEM STARTER PADA TOYOTA KIJANG INNOVA ENGINE 1 TR-FE

Imam Mahir. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka, Jakarta

TUGAS PERTANYAAN SOAL

PENGUJIAN PERFORMANCE MOTOR LISTRIK AC 3 FASA DENGAN DAYA 3 HP MENGGUNAKAN PEMBEBANAN GENERATOR LISTRIK

MESIN LISTRIK. 2. JENIS MOTOR LISTRIK Motor berdasarkan bermacam-macam tinjauan dapat dibedakan atas beberapa jenis.

PERBEDAAN DAYA PADA MESIN PENGAPIAN STANDAR DAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER

GENERATOR DC HASBULLAH, MT, Mobile :

TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI SISTEM STATER TOYOTA KIJANG INOVA 1TR-FE. Disusun Dalam Rangka Penyelesaian Studi Diploma Tiga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Troubleshooting Sistem Pengapian Dan Pengisian Sepeda Motor. 1. Cara Kerja Sistem Pengapian Sepeda Motor Yamaha Mio

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. stand dari pengapian ac dan pengisian dc yang akan di buat. Dalam metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

PEGARUH SISTEM PEMBAKARAN TERHADAP JENIS DAN KONSENTRASI GAS BUANG PADA SEPEDA MOTOR

3/4/2010. Kelompok 2

TOPIK 5 PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

BAB IV SISTEM PENGAPIAN (IGNITION SYSTEM)

APLIKASI ELEKTROMAGNET

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 2.2 Prinsip Kerja Mesin Bensin

KINERJA GENSET TYPE EC 1500a MENGGUNAKAN BAHAN PREMIUM DAN LPG PENGARUHNYA TERHADAP TEGANGAN YANG DIHASILKAN

Perlengkapan Pengendali Mesin Listrik

Oong Hanwar (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang

BAB III METODE PENELITIAN

TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL MOTOR BAKAR GASOLINE EMPAT SILINDER 4 TAK

PEMANFAATAN TENAGA PUTARAN KIPAS AIR CONDISIONER ( AC ) UNTUK MENDAPATKAN ENERGI LISTRIK.

BAB I DASAR-DASAR KELISTRIKAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 7.1. Sistem starter pada kendaraan

SISTEM STATER ELEKTRIK

Gambar 3.1. Diagram alir percikan bunga api pada busi

I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi

Oleh: Nuryanto K BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

DASAR DASAR KELISTRIKAN DAIHATSU TRAINING CENTER

DAMPAK KERENGGANGAN CELAH ELEKTRODE BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 TAK

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MOTOR DC. Karakteristik Motor DC

S I L A B U S. KODE : TE 302 JUMLAH SKS : 2 SEMESTER : 3 PROGRAM STUDI / PROGRAM : Teknik Elektro / D-3 PRA SYARAT : : Chris Timotius, Ir.

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dibidang otomotif dari waktu kewaktu terus mengalami

3.2 Tempat Penelitian 1. Mototech Yogyakarta 2. Laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

OPTIMASI DAYA MESIN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MESIN TOYOTA SERI 5K MELALUI PENGGUNAAN PENGAPIAN BOOSTER

PERANCANGAN POWER BANK DENGAN MENGGUNAKAN DINAMO SEPEDA SEDERHANA

Transkripsi:

PENGARUH VARIASI DIAMETER PULLY ALTERNATOR KONVENSIONAL TERHADAP PENGISIAN PADA TOYOTA KIJANG 5K Muhadrin 1, Kadir 2,Muhammad Hasbi 3 1 Alumni Sarjana Teknik S-1 Mesin, Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo 2,3 Dosen Pembimbing Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Email: jurnal.enthalpy.uho@gmail.com ABSTRACT The purpose of this study is to determine the effect of variations in the large diameter alternator pulley current and voltage generated at a predetermined speed and compare the rotation each alternator pulley diameter used are 63, 68, and 78 mm. The research method used in this research is by measuring the amperage and voltage output of the alternator in every rotation in 1000, 00, 1600, 1900, 2200, 2500, and 2800 rpm. Measurements were performed 3 times and be averaged. So this pulley diameter variation testing on diameter pulley 68 mm can be used for an alternative, but with that will not long last because the examiner did not measure the temperature of the heat contained in rotor coil and the stator coil. At low rpm, diameter pulley of 78 mm issued a voltage of.3 V and 12 A, at average rpm show alternator output 14.1 V and 14.5 V at high speed on a steady current of 10 A. Pulley diameter 68 mm, from the low rpm on the voltmeter reads voltage of.4 V, 10 A, average rpm being read 14.2 V and high rpm 14, 7 V. A 63 mm diameter pulley low rpm voltmeter output is.8 V, average rpm was 14.3 V and.1 V. Keywords : Conventional charging system, pulley, regulator ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi diameter pully alternator terhadap besar arus dan tegangan yang dihasilkan pada kecepatan yang telah ditentukan dan mengetahui perbandingan putaran masing-masing diameter pully alternator yang digunakan yaitu 63, 68, dan 78 mm. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengukur ampere dan tegangan output dari alternator dalam setiap putaran 1000, 00, 1600, 1900, 2200, 2500, dan 2800 rpm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan diambil rata-ratanya. Maka dari pengujian variasi diameter pully ini pada diameter pully 68 mm bisa digunakan untuk alternatif, tapi dengan syarat bahwa tidak akan tahan lama dikarenakan penguji tidak mengukur suhu panas yang terdapat pada rotor coil dan stator coil. Diameter pully 78 mm pada putaran rendah mengeluarkan tegangan,3 V, dan 12 A, putaran sedang output alternator terbaca 14,1 V dan pada putaran tinggi 14,5 V pada arus stabil 10A. Diameter pully 68 mm, dari putaran rendah tegangan pada voltmeter,4 V, 10 A, putaran sedang terbaca 14,2 V dan putaran tinggi 14,7 V. Keluran ampere tetap stabil 10 A. Diameter pully 63 mm putaran rendah voltmeter terbaca,8 V, putaran sedang 14,3 V dan putaran tinggi,1 V, dengan amperemeter terbaca 10 A. Kata kunci : system pengisian konvensional, pully, regulator PENDAHULUAN Sistem tenaga listrik merupakan salah satu sumber listrik yang terdapat pada kendaraan. Setiap mesin mobil selalu membutuhkan tenaga listrik untuk menstart mobil, menyalakan lampu body dan wiper. Serta ketika berjalan dimalam hari untuk menghidupkan lampu. Oleh karena itu di dalam mobil dibutuhkan suatu komponen yang biasa mengisi battery sehingga dapat dipakai terus menerus tanpa takut kehabisan tenaga listrik. Dengan kata lain setiap kendaraan harus dilengkapi sistem pengisian yang terdiri dari alternator yang menghasilkan tenaga listrik sesuai putaran mesin yang dihubungkan oleh v-belt. Sistem pengisian yang terdapat pada mobil Toyota Kijang seri 5K adalah type kovensional 30

dengan menggunakan regulator mekanik. Berbeda dengan sistem pengisian pada kendaraan pengeluaran terbaru yang menggunakan IC, regulator mekanik membatasi tegangan yang masuk ke battery dengan memutus dan menghubungkan arus sehingga kurang efektif. Alternator yang baik adalah harus mengeluarkan arus dan menyuplai pada batery berkisar,8 14,8 volt, dengan tegangan batery 12 V. Di pasaran, spare part untuk pully alternator kadang ukurannya berbeda dengan spare part yang asli. Perbedaan diameter pully alternator ini mempengaruhi putaran yang dihasilkan sehingga mempengaruhi sistem pengisian pada kendaraan dengan type konvensional. Dari permasalahan ini, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengangkat judul Pengaruh Diameter Pully Alternator Terhadap Sistem Pengisian Pada Kijang 5K, dan diharapkan menjadi solusi permasalahan di lapangan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi diameter pully alternator terhadap besar arus dan tegangan yang dihasilkan pada kecepatan yang telah ditentukan dan mengetahui perbandingan putaran masingmasing diameter pully alternator yang digunakan yaitu 63, 68, dan 78 mm. gulungan yang banyak. Sehingga memungkinkan induksi listrik yang cukup besar. Arus yang dihasilkan oleh rotor dan stator masih berupa arus AC dan disearahkan oleh enam diode. Gambar 1. Sistem Pengisian Konvensional (PT. Toyota Astra Motor Fundamentals of Electricity Step 2) 3. Voltage Regulator Fungsi regulator adalah mengatur besar kecilnya arus listrik yang masuk ke dalam rotor coil, sehingga arus yang dihasilkan dari stator coil akan tetap konstan atau sama menurut harga yang telah ditentukan walaupun putaran mesin berubahubah. Selain daripada itu regulator juga berfungsi untuk mematikan lampu pengisian, lampu tanda pengisian akan secara otomatis mati apabila alternator sudah menghasilkan arus listrik. TEORI DASAR 1. Motor Bensin Motor bensin ( spark ignition) adalah suatu tipe mesin pembakaran dalam ( Internal Combustion Engine) yang dapat mengubah energi panas dari bahan bakar menjadi energi mekanik berupa daya poros pada putaran poros engkol. Energi panas diperoleh dari pembakaran bahan bakar dengan udara yang terjadi pada ruang bakar (combustion chamber) dengan bantuan bunga api yang berasal dari percikan busi untuk menghasilkan gas pembakaran. Berdasarkan siklus kerjanya motor bensin dibedakan menjadi dua jenis yaitu motor bensin dua langkah dan motor bensin empat langkah. 2. Sistem Pengisian Konvensional Pembangkit listrik pada alternator menggunakan prinsip induksi yaitu perpotongan atara penghantar dengan garis-garis gaya magnet. Besarnya arus induksi tergantung pada kekuatan medan magnet, jumlah konduktor pemotong mesin medan magnet dan kecepatan perpotongan. Kerja sebuah alternator adalah medan magnet berputar (rotor) sedangkan penghantar (stator) diam. Alternator kumparan penghantar statis dipasang pada rangkaian disebut stator, medan magnet disebut motor yang bergerak di tengah stator. Stator terdiri dari konduktor yang gulungan kawat dengan Gambar 2. Regulator Dua Titik (PT. Toyota Astra Motor Fundamentals of Electricity Step 2) 4. Prinsip Kerja Sistem Pengisian a. Kunci kontak On, mesin mati. Bila kunci kontak dihidupkan (ON), maka arus field coil dari battery akan mengalir ke rotor. Pada saat itu juga arus dari battery mengalir kelampu indicator dan lampu menyala. Secara keseluruhan mengalirnya arus listrik sebagai berikut. 31

Gambar 3. Cara Kerja Rangkaian Pengisian pada Posisi Mesin Mati (New Step 1, 1995 : 634) Arus yang ke field coil. Terminal (+) battery fusible link kunci kontak (IG switch) fuseterminal IG regulator point PL1 point PL0 terminal F regulator terminal F alternator brush slip ring rotor coil slip ring brush terminal E alternator massa body. Akibatnya rotor terangsangdan timbul kemagnetan yang arus selanjutnya disebut arus medan (field current). Arus ke lampu indicator Terminal (+) battery fusible link kunci kontak (IG switch) fuse lampu CHG terminal L regulator titik kontak Po titik P1 terminal E regulator massa body. Akibatnya lampu indikator (lampu CHG) akan menyala. b. Mesin Dari Kecepatan Rendah ke Cepatan Sedang Po magnet coil dari voltage regulator terminal E regulator massa body. Akibatnya pada coil voltage regulator timbul kemagnetan yang dapat mempengaruhi posisi dari titik kontak (point) PLo. Dalam hal ini PLo akan tertarik dari PL1 sehingga pada kecepatan sedang PLo akan mengambang (seperti pada gambar rangkaian). Arus yang ke field (field current) Terminal B alternator IG switch fuse terminal IG regulator pointpl1 point PL2 resistor R terminal F regulator terminal F alternator rotor coi l terminal E alternator massa body. Output current Terminal B alternator battery dan beban massa body. c. Mesin dari Kecepatan Sedang ke Kecepatan Tinggi Bila putaran mesin bertambah, voltage yang dihasilkan oleh kumparan stator menjadi naik, daya gaya tarik dari kemagnetan kumparan voltage regulator menjadi lebih kuat. Dengan gaya tarik yang lebih kuat, field current yang ke rotor akan mengalir terputusputus (intermittently), akan tetapi selama mesin berputar tinggi arus dapat megalir ke rotor coil. Dengan kata lain, gerakan titik kontak PLo dari voltage regulator kadangkadang membuat hubunagan dengan dengan titik kontak PL2. Bila gerakan titik kontak PLo pada regulator berhubungan dengan titik kontak PL2, field coil akan dibatasi. Bagaimanapun juga, point PLo dari voltage relay tidak akan terpisah dari point P2, sebab tegangan neutral terpelihara dalam sisa flux dari rotor. Aliran arusnya sebagai berikut : Gambar 4. Cara Kerja Rangkaian Pengisian Pada Posisi Kecepatan Sedang (New Step 1, 1995 : 634) Tegangan netral Terminal N alternator terminal N regulator magnet coil dari voltage relay terminal E regulator massa body.akibatnya pada magnet coil pada voltage relay akan terjadi kemagnetan dan dapat menarik titik kontak Po dari P1 dan selanjutnya Po akan bersatu dengan P2 dengan demikian lampu pengisian (charge) jadimati. Tegangan yang keluar (output voltage) Terminal B alternator terminal B regulator titik kontak P2 titik kontak Gambar 5. Cara Kerja Rangkaian Pengisian Pada Posisi Kecepatan Tinggi (New Step 1, 1995 : 634) Voltage Neutral ( tegangan netral) Terminal N alternator terminal N regulator magnet coil dari voltage relay terminal E regulator massa body. Output Voltage Terminal B alternator terminal B regulator point P2 point Po 32

magnet coil dari N regulator terminal E regulator. Tidak ada arus ke Field Current Terminal B alternator IG switch fuse terminal IG regulator resistor R terminal F regulator terminal F alternator rotor coil point Plo point PL2 ground (no F.C) terminsl E alternator massa (F current). Bila arus resistor R mengalir terminal F regulator rotorcoil massa, akibatnya arus yang ke rotor ada, tetapi jika PLo menempel PL2 maka arus mengalir ke massa sehingga arus yang ke rotor coil tidak ada. Output Current Terminal B alternator battery / load massa METODE PENELITIAN Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah tachometer, avometer, vernier caliper, hydrometer, kamera, dan kunci ring. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah mobil Toyota Kijang 5K dan 3 buah pully masing-masing dengan diameter 63 mm, 68 mm, dan 78 mm. Prosedur Penelitian Adapun prosedur dari penelitian ini yang akan dilakukan dengan pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Memeriksa alat dan bahan dalam keadaan baik dan siap digunakan. 3. Lepaskan kabel terminal B alternator dan hubungkan pada kabel negatif amperemeter. 4. Hubungkan kabel positif amperemeter pada terminal B regulator. 5. Hubungkan kabel positif voltmeter pada terminal B alternator. 6. Hubungkan kabel negatif voltmeter dengan massa. 7. Lakukan pengukuran dengan variasi 3 diameter pully dengan variasi putaran mesin 1000, 00, 1630, 1900, 2200, 2500, dan 2800 rpm. 8. Catat hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Rata-Rata Arus Dan Tegangan Penelitian Mesi n Tega ngan (V) Aru s (A) Teg ang an (V) Aru s (A) Teg ang an (V) Aru s (A) 1000,8 10,4 10,3 12 00 14,3 10 14 10 14 10 1600 14.3 10 14,1 10,9 10 1900 14.3 10 14,2 10 14,1 10 2200 14.7 10 14,6 10 14,5 10 2500,0 10 14,5 10 14,4 10 2800,1 10 14,7 10 14,5 10 17 11.8 14.3 14.3 14.3 14.7.1 10 10 10 10 10 10 10 9 800 1800 2800 Puli 63 mm Arus Gambar 6. Grafik dengan diameter pully 63 mm 17 11.8 14.3 14.3 14.3 14.7.1 10 10 10 10 10 10 10 9 800 00 1800 2300 2800 Puli 63 mm Arus Gambar 7. Grafik dengan diameter pully 68 mm 14.9 14.1 14.5 14.4 14.5 14.3 12 11 10 12 10 10 10 10 10 10 9 800 1800 2800 Puli 78 mm Arus Gambar 8. Grafik dengan diameter pully 78 mm Tabel 1. Puta ran Data arus dan tegangan rata-rata pada penelitian Diameter Pully Alternator 63 mm 68 mm 78 mm 33

.5 14.5 14.5 800 1800 2800 Puli 63 mm Puli 68 mm Puli 78 mm Gambar 9. Grafik gabungan pully diameter 63, 68, dan 78 mm Contoh Perhitungan Dan Perbandingan Putaran Pully Mesin Dan Pully Alternator Pully 1 = 63 mm; Pully mesin = 143 mm 1000 rpm => x x 63 = 143000 = 2269 Pully 2 = 68 mm; Pully mesin = 143 mm 1000 rpm => x x 68 = 143000 = 2102 Pully 3 = 78 mm; Pully mesin = 143 mm 1000 rpm => x x 78 = 143000 = 1833 Tabel 2. Perbandingan Putaran Pully Mesin dan Pully Alternator Putaran Putaran Pully Alternator (rpm) Mesin 63 mm 68 mm 78 mm 1000 2269 2102 1833 00 2950 2734 2383 1600 3632 3365 2933 1900 43 3996 3483 2200 4994 4626 4033 2500 5674 5257 4583 2800 6356 5888 53 Putaran Pully Alternator (rpm) 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 1000 00 2000 2500 3000 Puli 63 mm Puli 68 mm Puli 78 mm Gambar 10. Grafik perbandingan putaran pully alternator Pembahasan Dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian variasi diameter pully pada alternator pada Kijang 5K. Tegangan output alternator konvensional yang disebutkan pada buku pedoman reparasi sekitar,8 14,8 volt. Hal tersebut sebenarnya bisa diperbaiki dengan menyetel kekerasan pegas penahan moving point dari voltage regulator sehingga bisa mencapai tegangan standart. Alternator konvensianal dengan voltage regulator berbentuk moving point sangat rentan terhadap naik turunnya tegangan, sehingga voltage regulator telah mengatur tegangan yang dibangkitkan oleh alternator agar tetap konstan akan tetapi pada kenyataannya tegangan yang dihasilkan tidak tetap atau berubah - ubah. Kemagnetan yang timbul di voltage regulator terjadi karena adanya arus dari terminal B alternator yang mengalir pada kumparan voltage regulator yang akhirnya menarik moving point. Kemagnetan pada voltage regulator tidak terjadi begitu saja. Ketika arus dialirkan menuju kumparan voltage regulator, kemagnetan yang terjadi secara bertahap, dan saat arus berkurang kemagnetan pada voltage regulator berkurang secara bertahap pula. Apabila titik kontak pada voltage regulator berubah dari sisi kontak dari putaran tinggi kesisi kontak putaran rendah maka terjadilah penurunan tegangan. Ketika titik kontak hingga merubah hasil dalam penambahan atau pengurangan perlawanan dari kerja pada putaran tinggi tertinggal di dalam kumparan dan akibatnya output alternator menurun. Efek panas juga berpengaruh kinerja voltage regulator. Hal tersebut disebabkan kumparan voltage regulator terdiri dari kumparan magnet yang bila temperaturnya naik, tahanannya akan bertambah dan akan terjadi pengurangan gaya tarik. Panas yang timbul tersebut diakibatkan arusyang melewati kumparan. Karena permasalahan ini mengakibatkan tegangan yang keluar dari alternator menjadi lebih tinggi. Untuk mengantisipasi hal tersebut dalam voltage 34

regulator digunakan bimetal atau resistor atau bahkan kedua-duanya. Pengisian konvensional tidak terlalu tahan pada getaran dan temperature yang tinggi yang bisa mempengaruhi kinerja voltage regulator. Sistem pengisian juga memerlukan penyetelan karena moving point terbakar akibat arus yang mengalir. Sistem pengisian konvensional juga memiliki kelemahan saat putaran tinggi yaitu titik kontak yang seolah mengambang karena pengaturan tegangan, hal tersebut menimbulkan efek pada putaran tinggi sistem pengisian ini output alternatornya putus-putus pada putaran tinggi secara teratur. Keunggulan dari pengisisan konvensional bila terjadi kerusakan masih bisa diprebaiki, tidak terlalu tahan getaran dan temperatur tinggi bisa mempengaruhi kinerja voltage regulator, harga suku cadangnya tidak terlalu mahal. Pembacaan grafik pada gambar 8 dengan diameter pully 78 mm adalah pada saat awal mesin distarter pada amperemeter menunjukan 12 A dengan putaran rendah (1000 rpm) dan mengeluarkan tegangan,3 V. Tapi pada putaran keatas ampere meter terbaca 10 A dan tetap stabil sampai putaran yang ditentukan dalam penelitian yaitu 2800 rpm, pada putaran sedang (1900 rpm) output alternator terbaca 14,1 V dan pada putaran tinggi (2800 rpm) terbaca 14,5 V. Dilihat dari grafik, output pada alternator akan semakin naik apabila putaran mesin bertambah. Keluaran tegangannya pun masih dalam batas standartnya yaitu,8-14,8 V. Kejanggalan yang terjadi pada grafik diatas ampermeter naik sedangkan voltage turun padahal pada grafik diameter pully 68 dan 63 mm lainnya amperemeter tetap stabil dari putaran rendah sampai tinggi. Terjadinya hal tersebut banyak faktor yang mempengaruhi antara lain battery tidak bisa menyimpan arus dengan baik, karena berat jenis air accu tidak sesuai speknya yaitu 1,25-1,29. Hambatan kabel pada sambungan kabel yang terjadi pada output alternator terhadap kinerja dan performa mesin serta system analisa yang dilakukan. Uraian grafik dari gambar 7, variasi diameter pully 68 mm, dari putaran rendah (1000 rpm) tegangan yang terbaca pada voltmeter,4 V, putaran sedang (1900 rpm) terbaca 14,2 V dan putaran tertinggi (2800 rpm) 14,7 V. Keluran amperemeter dari putaran bawah sampai tinngi tetap stabil yaitu 10 A. Tegangannya pun akan naik sesuai dengan bertambahnya putaran mesin, maka dari itu dari percobaan atau eksperimen dapat menyimpulkan bahwa pada diameter pully 68 mm dapat dipakai apabila pully standartnya Kijang sudah sulit untuk dijumpai pada toko-toko. Uraian grafik dari gambar 6 dengan variasi diameter pully 63 mm, pada putaran rendah (1000 rpm) voltmeter terbaca,8 V, putaran sedang (1900 rpm) terbaca 14,3 V dan putaran tinggi (2800 rpm),1 V. Dan amperemeter pun terbaca 10 A dari putaran mesin 1000 rpm sampai 2800 rpm, hal itu menunjukan bahwa amperemeter tetap stabil hingga putaran mesin yang paling tinggi dalam pengambilan data. Dari hasil data tersebut telah dilakukan selama tiga kali percobaan dan diambil rata-ratanya. Dari variasi diameter pully 78mm, 68 mm, dan 63 mm. Dengan hasil data yang diperoleh maka pully yang dapat digunakan adalah dengan diameter pully 68 mm, karena terlihat pada grafik putaran 2800 rpm keluaran daripada output alternator hanya 14,7 V. Dibanding dengan diameter pully lainnya outputnya hamper mendekati speknya pada Toyota Kijang yang berkisar,8-14,8 V. Padahal jika keluaran dari output melebihi speknya kemungkinan akan dapat mengakibatkan over charge. Maka data pengujian variasi diameter pully ini signifikan pada diameter pully 68 mm, tapi dengan satu syarat bahwa tidak akan tahan lama dikarenakan penguji tidak mengukur suhu panas yang terdapat pada rotor coil dan stator coil. Karena panas pada alternator dapat membuat terbakarnya lilitan yang terdapat pada stator coil dan rotor coil. Dari grafik pada gambar 9 diatas dapat dilihat perbedaan variasi diameter pully dari pembacaan voltmeter dan amperemeter dengan putaran mesin yang berbeda. Dan jika dibandingkan dengan dengan grafik putaran mesin dan alternator, pully alternator dengan diameter terkecil memiliki putaran dan tegangan paling tinggi diantara pully alternator yang lain. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keluaran output bervariasi dengan putaran mesin 1000-2800 rpm. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap pengaruh variasi diameter pully alternator konvensional terhadap pengisian, dengan putaran mesin 1000, 00, 1600, 1900, 2200, dan 2800 rpm dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Perbandingan dari hasil keluaran dari output alternator secara jelas terlihat dalam putaran mesin, ketika putaran mesin bertambah dengan kelipatan 300 rpm. Secara jelas perubahan output dari pully yang standartnya (78 mm) tetapi dengan diameter pully yang berbeda (68 mm dan 63 mm). Dengan hasil output pada alternator adalah sebagai berikut : diameter pully 78 mm putaran rendah,3 V. Putaran sedang 14,1 V dan putaran tinggi 14,5 V. Diameter pully 68 mm, putaran rendah pada voltmeter terbaca,4 V. Putaran sedang 14,2 V dan putaran tertinggi 14,7 V. Diameter pully 63 mm, putaran rendah voltmeter terbaca,8 V 35

putaran sedang terbaca 14,3 V dan putaran tinggi voltmeter terbaca,1 V. Perbedaan tegangan yang dihasilkan oleh alternator ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah putaran rotor yang diputar oleh pully alternator yang berbeda, dan semakin kecil pully yang digunakan maka semakin tinggi pula putaran dan arus yang dihasilkan. Saran Jika suatu saat mobil anda rusak pada pully alternatornya, dan ternyata pully untuk kendaraan anda tidak ada suku cadangnya anda bisa menggantinya dengan pully dengan diameter yang lebih kecil dari standartnya. Dan telah dilakukan uji coba diameter pully dari 63 mm dan 68 mm dengan cara membandingkan diameter pully standartnya 78 mm. Dari hasil penelitian yang memenuhi syarat adalah 68 mm dan ini hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat karena peneliti tidak mengukur suhu pada alternator ketika variasi diameter pully alternator. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta. Daryanto, 2002, Sistem Kelistrikan Mobil, Jakarta : Bumi Akasara. Poerwadarminta, W.J. S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Tokheim, Roger L, 1990. Electronik Digital. Jakarta : Erlangga. SolihRohyana, 1999. Bagian Bagian Mesin. Jakarta : Erlangga. Sri Wurdiatmoko, 2006. Analisis Sistem Pengisian dan Trouble Shooting Pada Toyota Kijang 5K. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Semarang Yayat Supriatna Sumarsono, 1998, Listrik Otomotif 1, Bandung : Angkasa. Derato. 1984. Automotive Diagnosis and Tune Up. United state of America : Gregg Division Mc Graw Hill 36