BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
* Kriptografi, Week 13

VIDEO By y N ur N ul ur Ad A h d ay a a y n a ti t 1

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

Penerapan Steganografi Video Dengan Metode Discrete Cosine Transform

APLIKASI PENGAMANAN DATA TEKS PADA CITRA BITMAP DENGAN MENERAPKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KERANGKA BANGUN MULTIMEDIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Stenografi dan Watermarking. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENGGUNAAN METODE LSB DALAM MELAKUKAN STEGANOGRAFI PADA MEDIA GAMBAR DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

BAB 2 LANDASAN TEORI

MULTIMEDIA. Kompresi Video Semester Gasal 2008/200 S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO /2009 PROGRAM STUDI. Oky Dwi Nurhayati,, ST, MT

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB II LANDASAN TEORI. Masalah keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015

EKSPLORASI STEGANOGRAFI : KAKAS DAN METODE

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

IMPLEMENTASI VISIBLE WATERMARKING DAN STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT PADA FILE CITRA DIGITAL

ijns.org Indonesian Journal on Networking and Security - Volume 5 No 3 Agustus 2016

PENERAPAN STEGANOGRAFI PADA SEBUAH CITRA

Digital Right Management of Multimedia

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara

Gambar (image) merupakan suatu representasi spatial dari suatu obyek, dalam pandangan 2D atau 3D.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengirimkan pesan, tetapi juga bisa menggunakan layanan yang tersedia di

BAB 2 LANDASAN TEORI

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

PEMROGRAMAN MULTIMEDIA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

BAB 2 LANDASAN TEORI

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

TEKNIK PENYEMBUNYIAN CITRA DIGITAL PADA FILE VIDEO DENGAN METODE END OF FILE SKRIPSI ATIKA SARI ALAM NASUTION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Digital Watermarking 1

BAB II LANDASAN TEORI

Digital Watermarking

FORMAT FILE VIDEO. 1. ASF ( Advanced Streaming Format / Advanced System Format )

BAB I PENDAHULUAN. paling populer di dunia. Internet memiliki banyak fasilitas dan kemudahan

Perbandingan Steganografi pada Citra Gambar Graphics Interchange Format dengan Algoritma Gifshuffle dan Metode Least Significant Bit

BAB I PENDAHULUAN. mengirim pesan secara tersembunyi agar tidak ada pihak lain yang mengetahui.

BAB II LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL

PENERAPAN ALGORITMA IMAGE TINTING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL REGION MERGING

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II. DASAR TEORI 2.1 CITRA DIGITAL

TUGAS SEKURITI KOMPUTER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Steganografi Untuk Penyisipan Data Teks Ke dalam Citra Digital. Temmy Maradilla Universitas Gunadarma

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring perkembangan teknologi, berbagai macam dokumen kini tidak lagi dalam

KEAMANAN JARINGAN. Jaringan Komputer

KERANGKA BANGUN MULTIMEDIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KONSEP PENYANDIAN FILE JPEG DENGAN MENGGUNAKAN METODE LSB

APLIKASI STEGANOGRAFI UNTUK MENJAGA KERAHASIAAN INFORMASI MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk

Gambar 2.1 Contoh citra biner

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

Penyisipan Citra Pesan Ke Dalam Citra Berwarna Menggunakan Metode Least Significant Bit dan Redundant Pattern Encoding

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia digital saat ini membuat lalu lintas pengiriman data elektronik

Studi Perbandingan Metode DCT dan SVD pada Image Watermarking

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

Bab 4. Video. Pokok Bahasan : Tujuan Belajar : Definisi Video

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. JUDUL PENELITIAN Kriptografi dengan algoritma vernam chiper dan steganografi dengan metode end of file (EOF) untuk keamanan data .

karya seseorang tersebut adalah hasil pembajakan. Permasalahan di atas, membawa perubahan cara pandang peneliti terhadap metode yang digunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Analog

APLIKASI ALGORITMA SEMI FRAGILE IMAGE WATERMARKING BERDASARKAN PADA REGION SEGMENTATION

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Optimasi Konversi String Biner Hasil Least Significant Bit Steganography

TINJAUAN PUSTAKA. Kriptografi

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Steganografi adalah seni dan ilmu menulis atau menyembunyikan pesan tersembunyi dengan suatu cara sehingga selain si pengirim dan si penerima, tidak ada seorang pun yang mengetahui atau menyadari bahwa ada suatu pesan rahasia. Sebaliknya, kriptografi menyamarkan arti dari suatu pesan, tapi tidak menyembunyikan bahwa ada suatu pesan. Kata steganografi (steganography) berasal dari bahasa Yunani steganos, yang artinya tersembunyi atau terselubung, dan graphein, menulis sehingga kurang lebih artinya "menulis (tulisan) terselubung". Teknik ini meliputi banyak sekali metode komunikasi untuk menyembunyikan pesan rahasia. Metode ini termasuk tinta yang tidak tampak, microdots, pengaturan kata, tanda tangan digital, jalur tersembunyi dan komunikasi spektrum lebar.( Munir, 2006 ) Pengertian lain dari Steganografi, yaitu sebuah teknik penyembunyian pesan rahasia, yang biasanya sebuah pesan yang disisipi (diekstrak) kedalam suatu media sebagai pembawa pesan. ( Long Truong, 2002 ). Kini, istilah steganografi termasuk penyembunyian data digital dalam file-file komputer. Contohnya, si pengirim mulai dengan file gambar biasa, lalu mengatur warna setiap pixel ke-100 untuk menyesuaikan suatu huruf dalam alphabet (perubahannya begitu halus sehingga tidak ada seorangpun yang menyadarinya jika ia tidak benar-benar memperhatikannya).

Pada umumnya, pesan steganografi muncul dengan rupa lain seperti gambar, artikel, daftar belanjaan, atau pesan-pesan lainnya. Pesan yang tertulis ini merupakan tulisan yang menyelubungi atau menutupi. Contohnya, suatu pesan bisa disembunyikan dengan menggunakan tinta yang tidak terlihat diantara garis-garis yang kelihatan. Teknik steganografi meliputi banyak sekali metode komunikasi untuk menyembunyikan pesan rahasia (teks atau gambar) didalam file-file lain yang mengandung teks, image, bahkan audio tanpa menunjukkan ciri-ciri perubahan yang nyata atau terlihat dalam kualitas dan struktur dari file semula. Metode ini termasuk tinta yang tidak tampak, pengaturan kata, tanda tangan digital, jalur tersembunyi dan komunikasi spektrum lebar. Tujuan dari steganografi adalah merahasiakan atau menyembunyikan keberadaan dari sebuah pesan tersembunyi atau sebuah informasi. Dalam prakteknya kebanyakan diselesaikan dengan membuat perubahan tipis terhadap data digital lain yang isinya tidak akan menarik perhatian dari penyerang potensial, sebagai contoh sebuah gambar yang terlihat tidak berbahaya. Perubahan ini bergantung pada kunci (sama pada kriptografi) dan pesan untuk disembunyikan. Orang yang menerima gambar kemudian dapat menyimpulkan informasi terselubung dengan cara mengganti kunci yang benar kedalam algoritma yang digunakan. Pada metode steganografi cara ini sangat berguna jika digunakan pada cara steganografi komputer karena banyak format file digital yang dapat dijadikan media untuk menyembunyikan pesan. Format yang biasa digunakan diantaranya : 1. Format image : bitmap (bmp), gif, pcx, jpeg, dll. 2. Format audio : wav, voc, mp3, dll. 3. Format lain : teks file, html, pdf, dll. Kelebihan steganografi dari pada kriptografi adalah pesan-pesannya tidak menarik perhatian orang lain. Pesan-pesan berkode dalam kriptografi yang tidak disembunyikan, walaupun tidak dapat dipecahkan, akan menimbulkan kecurigaan. Seringkali, steganografi dan kriptografi digunakan secara bersamaan untuk menjamin keamanan pesan rahasianya.

Sebuah pesan steganografi (plaintext), biasanya pertama-tama dienkripsikan dengan beberapa arti tradisional, yang menghasilkan ciphertext. Kemudian, covertext dimodifikasi dalam beberapa cara sehingga berisi ciphertext, yang menghasilkan stegotext. Contohnya, ukuran huruf, ukuran spasi, jenis huruf, atau karakteristik covertext lainnya dapat dimanipulasi untuk membawa pesan tersembunyi; hanya penerima (yang harus mengetahui teknik yang digunakan) dapat membuka pesan dan mendekripsikannya. Perbedaan antara steganografi dengan watermarking terlihat pada pesan yang disembunyikan. Jika pada steganografi pesan rahasia disembunyikan di dalam media penampung dimana media penampung tersebut tidak berarti apa-apa (hanya sebagai pembawa), maka pada watermark justru media penampung tersebut dilindungi kepemilikannya dengan pemberian label hak cipta (watermark). Selain itu, jika pada steganografi kekokohan (robustness) data tidak terlalu penting, maka pada watermarking kekokohan watermark merupakan properti utama seba watermark tidak boleh rusak atau hilang meskipun media penampungnya dimanipulasi. (Munir, 2006). 2.2 Watermarking Watermarking merupakan suatu bentuk dari steganography (ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan suatu data pada data yang lain), dalam mempelajari teknik-teknik bagaimana penyimpanan suatu data (digital) kedalam data host digital yang lain (istilah host digunakan untuk data atau sinyal digital yang ditumpangi). (Scheineider, 1994). Watermarking (tanda air) ini agak berbeda dengan tanda air pada uang kertas. Tanda air pada uang kertas masih dapat kelihatan oleh mata telanjang manusia (mungkin dalam posisi kertas yang tertentu), tetapi watermarking pada media digital disini dimaksudkan tak akan dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah digital seperti komputer, dan sejenisnya.

Watermarking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data dan informasi tertentu (baik hanya berupa catatan umum maupun rahasia) kedalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran), dan mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu. Watermarking berkembang seiring perkembangan zaman dengan munculnya watermarking pada media digital atau disebut dengan digital watermarking. Digital watermarking dapat dijalankan pada berbagai media digital seperti citra digital, file suara, dan video. Salah satu prinsip dalam digital watermarking adalah informasi yang disisipkan pada media digital tidak boleh mempengaruhi kualitas media digital tersebut. Jadi pada citra digital, mata manusia tidak bisa membedakan apakah citra tersebut disisipi watermark atau tidak. Demikian pula jika diterapkan pada file suara atau musik, telinga manusia tidak bisa mendengar sisipan informasi tadi. Sehingga pada digital watermarking terdapat persyaratan bahwa digital watermark atau informasi digital yang disisipkan dalam media digital haruslah imperceptible atau tidak terdeteksi oleh sistem penglihatan manusia (Human Visual System) atau sistem pendengaran manusia (Human Auditory System). Digital watermark sendiri adalah sebuah kode identifikasi yang secara permanen disisipkan kedalam data digital dengan membawa informasi yang berhubungan dengan perlindungan hak cipta dan otentikasi data. Watermarking ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metoda watermarking ini dapat diterapkan pada berbagai media digital. 2.2.1 Sejarah Watermarking Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda-air dengan cara

menekan bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas dikeringkan terbentuklah suatu kertas yang ber-watermark. Kertas ini biasanya digunakan oleh seniman atau sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi tanda-air tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni diatasnya adalah milik mereka. Ide watermarking pada data digital (sehingga disebut digital watermarking) dikembangkan di Jepang tahun 1990 dan di Swiss tahun 1993. Digital watermarking semakin berkembang seiring dengan semakin meluasnya penggunaan internet, objek digital seperti video, citra, dan suara yang dapat dengan mudah digandakan dan disebarluaskan. (Munir, 2006). 2.2.2 Jenis Watermarking Digital Watermarking ini dibagi menjadi empat jenis berdasarkan media digital yang disisipi, yaitu: 1. Text Watermarking Watermark disisipkan pada media digital jenis dokumen atau teks. 2. Image Watermarking Watermark disisipkan pada citra digital. 3. Audio Watermarking Watermark disisipkan pada file audio digital seperti mp3, mpeg, dsb. 4. Video Watermarking Watermark disisipkan pada gambar bergerak atau disebut dengan video digital. 2.2.3 Tipe Watermark Tipe watermark pada dasarnya terbagi menjadi dua (Ariyus, 2009), yakni : 1. Visible Disebut tipe visible jika suatu watermark bisa dilihat dengan mata telanjang. Tipe ini sangat kuat walaupun tidak menjadi bagian dari image. Watermark itu sangat

jelas kelihatan dan sangat sulit dihapus. Contoh yang paling nyata dari visible watermark adalah logo identifikasi televisi yang terdapat di sudut atas televisi. Watermark agak transparan dan dipindahkan dari rekaman secara permanen. 2. Invisible Invisible watermark bertujuan mengidentifikasi kepemilikan atau pembuktian integritas dari image atau informasi. Invisible watermark tidak bisa dilihat, tetapi bisa diekstrak menggunakan metode komputasi. Kadang-kadang, invisible watermark menyimpan informasi rahasia. Untuk mengekstrak invisible watermark, dibutuhkan password yang sering disebut watermark key. Ada beberapa alasan pemakaian invisible watermark, antara lain: a. Proff of Ownership (bukti kepemilikan): Selain bisa digunakan sebagai tanda pengenal kepemilikan (owner identification) seperti disebutkan di atas watermarking juga bisa digunakan sebgaia pembuktian kepemilikan. Pembuktian kepemilikan itu diperlukan saat dua orang memperebutkan hak kepemilikan atau menyatakan bahwa data digital tersebut adalah miliknya. Jadi, untuk membuktikannya bisa digunakan watermarking. Tentu saja itu memerlukan usaha yang sulit. b. Pendistribusian lebih aman: keamanan dalam pendistribusian. Oleh karena watermark tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, kemungkinan untuk dicurigai sangatlah kecil. 2.2.4 Karakteristik Watermarking Ada beberapa karekteristik yang diinginkan dari penggunaan watermark pada suatu dokumen (Ariyus, 2009), diantaranya: 1. Tidak terdeteksi (Imperceptible) : memberikan karakteristik watermark agar sebisa mungkin tidak terlihat atau berbeda dengan dokumen aslinya. Hal itu tidak dimaksudkan untuk mengubah status dokumen yang bernilai tinggi secara hukum maupun komersial. 2. Robustness : karakteristik ini tergantung pada aplikasi watermark itu sendiri, apabila digunakan sebagai identifikasi kepemilikan/copyright, watermark harus

memiliki ketahanan terhadap berbagai macam modifikasi yang mungkin bisa dilakukan untuk mengubah/menghilangkan copyright. Jika digunakan untuk mengautentifikasi content, watermark sebisa mungkin bersifat fragile sehingga bila isinya telah mengalami perubahan, maka watermark juga akan mengalami perubahan/rusak. Dengan begitu, bisa terdeteksi adanya usaha modifikasi terhadap isi. 3. Security : Teknik watermark harus bisa,mencegah usaha-usaha untuk mendeteksi dan memodifikasi informasi watermark yang disisipkan kedalam dokumen. Kunci watermark menjamin bahwa hanya orang yang berhak saja yang bisa melakukan hal tersebut. Namun, aspek tersebut tidak bisa mencegah siapa pun untuk membaca dkumen yang bersangkutan. 2.2.5 Aplikasi Watermarking Watermarking sebagai suatu teknik penyembunyian data pada data digital lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan (Scheineider 1994) seperti : 1. Tamper-proofing Watermarking digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasikan atau alat indikator yang menunjukkan data digital (host) telah mengalami perubahan dari aslinya. 2. Feature location Menggunakan metoda watermarking sebagai alat untuk identifikasikan isi dari data digital pada lokasi-lokasi tertentu, seperti contohnya penamaan objek tertentu dari beberapa objek yang lain pada suatu citra digital. 3. Annotation/caption Watermarking hanya digunakan sebagai keterangan tentang data digital itu sendiri. 4. Copyright-labeling Watermarking dapat digunakan sebagai metoda untuk penyembunyikan label hak cipta.

2.2.6 Trade Off dalam Watermarking Semua aplikasi dari watermarking menuntut hal-hal (parameter) yang berbeda dari penerapan metoda watermarking. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam penerapan metoda watermarking antara lain: 1. Jumlah data (bitrate) yang akan disembunyikan. 2. Ketahanan (robustness) terhadap proses pengolahan sinyal. Terdapat suatu trade-off diantara kedua parameter (bitrate dan robustness) tersebut dengan Invisibly (tidak tampak). Bila diinginkan robustness yang tinggi maka bitrate akan menjadi rendah, sedangkan akan semakin visible, dan sebaliknya semakin invisible maka robustness akan menurun. Jadi harus dipilih nilai-nilai dari parameter tersebut agar memberikan hasil yang sesuai dengan kita inginkan (sesuai dengan aplikasi). Adapun hubungan antara bitrate, robustness, invisibility dan trade off seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Hubungan antara bitrate, robustness, invisibility dan trade off Adapun penjelasan dari Gambar 2.1 di atas adalah sebagai berikut : misalkan suatu data asli diubah (ditambah atau dikurangi) sesedikit mungkin dengan maksud memberikan efek invisible yang semakin tinggi, maka dengan adanya sedikit proses pengolahan digital saja, perubahan tadi akan berubah/hilang. Dengan demikian dikatakan robustness rendah, tetapi invisibility tinggi.

Struktur dari Watermarking Penerapan watermarking pada data digital seperti text, citra, video dan audio, dilakukan langsung pada jenis data digital tersebut (Misalnya untuk citra dan video pada domain spasial, dan audio pada domain waktu) atau terlebih dahulu dilakukan transformasi kedalam domain yang lain. Berbagai transformasi yang dikenal dalam pemrosesan sinyal digital seperti FFT (Fast Fourier Transform), DCT (Discrete Cosine Transform), DWT (Discreate Wavelet Transform). Penerapan watermarking pada berbagai domain mempengaruhi berbagai parameter penting dalam watermarking. Sistem watermarking terdapat 3 sub-bagian yang membentuknya (Jain 1989) yaitu: 1. Penghasil label watermark 2. Proses penyembunyian label 3. Menghasilkan kembali label watermark dari data yang terwatermark. Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan kedalam data digital yang ingin di-watermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan: 1. Teks biasa : Label watermark dari teks biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam teks yang kemudian dipecahkan atas bit-perbit. Kelemahan dari label ini adalah kesalahan pada satu bit saja akan mengahasilkan hasil yang berbeda dengan teks sebenarnya. 2. Logo atau citra atau suara : Berbeda dengan teks, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar.

Pelabelan Hak Cipta dengan Watermarking Masalah hak cipta dari dahulu sudah menjadi hal yang utama dalam segala ciptaan manusia, ini digunakan untuk menjaga originalitas atau kreatifitas pembuat akan hasil karyanya. Hak cipta terhadap data-data digital sampai saat ini belum terdapat suatu mekanisme atau cara yang handal dan efisien, dikarenakan adanya berbagai faktorfaktor tadi (faktor-faktor yang membuat data digital banyak digunakan). Ada beberapa cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah pelabelan hak cipta pada data digital, antara lain: 1. Header Marking Dengan memberikan keterangan atau informasi hak cipta pada header dari suatu data digital. Adapun kelemahan cara ini adalah dengan menggunakan software sejenis Hex editor, orang lain dengan mudah membuka file yang berisi data digital tersebut, dan menghapus informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan sejenisnya yang terdapat didalam header file tersebut. 2. Visible Marking Merupakan cara dengan memberikan tanda hak cipta pada data digital secara eksplisit. Penandaan secara eksplisit pada data digital, memang memberikan sejenis tanda semi-permanen, tetapi dengan tersedianya software atau metoda untuk pengolahan, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran, tanda yang semi permanen tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya. 3. Encryption Mengkodekan data digital kedalam representasi lain yang berbeda dengan representasi aslinya (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) dan memerlukan sebuah kunci dari pemegang hak cipta untuk mengembalikan ke representasi aslinya. Penyebaran data digital dengan kunci untuk decryption tidak dapat menjamin penyebarannya yang legal. Maksudnya setelah data digital terenkripsi dengan kuncinya telah diberikan kepada pihak yang telah membayar otoritas (secara legal), maka tidak dapat dijamin penyebaran data digital yang telah terdekripsi tadi oleh pihak lain tersebut.

4. Copy Protection Memberikan proteksi pada data digital dengan membatasi atau dengan memberikan proteksi sedemikian rupa sehingga data digital tersebut tidak dapat diduplikasi. Proteksi jenis ini biasanya dilakukan secara hardware, seperti halnya saat ini proteksi hardware DVD, tetapi kita ketahui banyak data digital saat ini tidak dapat diproteksi secara hardware (seperti dengan adanya internet) atau dengan kata lain tidak memungkinkan dengan adanya proteksi secara hardware. Gambar 2.2 terlihat perbedaan antara data digital yang diberi proteksi (gambar asli) dengan data digital yang sudah diduplikasi dengan menghapus proteksi yang sudah ada. (a) Gambar 2.2 Gambar asli dan gambar yang telah dihapus tulisannya. (b) Watermarking sebagai metoda untuk pelabelan hak cipta dituntut memiliki berbagai kriteria (ideal) sebagai berikut agar memberikan unjuk kerja yang bagus: 1. Label Hak Cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal, dst, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku. 2. Data terlabel tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. 3. Pelabelan yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel.

2.2.9 Proses Watermarking dan Verifikasi Watermarking Proses watermark kedalam citra disebut encoding. Pada gambar 2.3 memperlihatkan sebuah encoding yang melakukan penyisipan watermark. Encoding menerima masukan berupa citra, watermark, dan kunci. Encoding menghasilkan citra berwatermark. Citra asal dan citra ber-watermark hamper mirip secara statistik, atau secara visual mempunyai persepsi yang sama. (Munir, 2006). Gambar 2.3 Proses penyisipan watermark pada citra digital Verifikasi watermark dilakukan untuk membuktikan status kepemilikan citra digital yang disengketakan. Verifikasi watermark terdiri atas dua sub-proses, yaitu ekstraksi watermark dan pembandingan. Proses ekstraksi watermark disebut juga decoding, bertujuan mengungkap watermark dari dalam citra. Decoding dapat mengikutsertakan citra asal (yang belum diberi watermark) atau tidak sama sekali, karena beberapa skema watermarking memang menggunakan citra asal dalam proses decoding untuk meningkatkan unjuk kerja yang lebih baik. Proses pembandingan bertujuan membandingkan watermark yang diungkap dengan watermark asli dan memberi keputusan tentang watermark tersebut. Proses verifikasi watermark ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Proses verifikasi watermark pada citra digital

2.2.10 Watermarking pada Media Digital Sebagian besar penelitian, publikasi, dan aplikasi di bidang watermarking ditujuan untuk citra digital. Namun, watermarking juga dapat diterapkan pada jenis multimedia lain seperti suara (misalnya musik MP3), video, dan teks. Sedangkan watermarking pada video digital harus sedemikian rupa sehingga peralihan gambar dari satu frame ke frame lainnya harus tetap baik dan tidak terlihat dimodifikasi. Karena video digital ukurannya relatif besar dari pada citra, maka watermark yang disisipkan dapat lebih banyak. Khusus watermarking pada data audio, kehati-hatian perlu dilakukan pada perancangan algoritma watermarking-nya, karena suara lebih sensitif dari pada gambar. Hal ini berarti suara digital lebih mudah rusak bila ditambahkan watermarking. Saat ini, Microsoft sedang meneliti untuk mengembangkan sistem watermarking untuk audio digital, yang akan dimasukkan kedalam media player Windows. Dengan sistem watermarking ini, data seperti informasi lisensi disisipkan kedalam musik/lagu; media player tidak akan memainkan file audio yang memuat watermark yang salah. Terakhir, watermarking pada dokumen teks menggunakan metode yang berbeda dari pada 3 media lainnya. Salah satunya dengan menyisipkan spasi antara dua buah kata atau antara dua buah kalimat didalam dokumen. (Munir, 2006) 2.3 Metode EOF(End Of File) Metode EOF (End Of File) merupakan salah satu teknik yang menyisipkan data pada akhir file. Teknik ini dapat digunakan untuk menyisipkan data yang ukurannya sama dengan ukuran file sebelum disisipkan data ditambah dengan ukuran data yang disisipkan kedalam file tersebut. Dalam teknik EOF, data yang disisipkan pada akhir

file diberi tanda khusus sebagai pengenal start dari data tersebut dan pengenal akhir dari data tersebut. Metode EOF merupakan sebuah metode yang diadaptasi dari metode penanda akhir file (end of file) yang digunakan oleh sistem operasi windows. Dalam sistem operasi windows, jika ditemukan penanda EOF pada sebuah file, maka sistem akan berhenti melakukan pembacaan pada file tersebut. Prinsip kerja EOF menggunakan karakter / simbol khusus ctrl-z yang diberikan pada setiap akhir file. (Wicaksono, 2007) Ctrl-z merupakan sebuah substitute character (karakter substitusi) berupa sebuah karakter ASCII dengan nilai 26. Karakter ini biasanya digunakan pada sistem operasi DOS untuk menandakan akhir dari sebuah penginputan data. Dengan berkembangnya sistem operasi windows, penggunaan karakter ini dikembangkan untuk menandakan akhir dari sebuah file. EOF memiliki sebuah karakteristik unik yang tidak dimiliki karakter ASCII lainnya. Karakter ini merupakan satu-satunya karakter yang bersifat redundant bits, dimana setiap penambahan karakter ini pada sebuah file tidak akan mengubah nilai atau ukuran file tersebut. Karakteristik inilah yang menyebabkan ctrl-z dipilih sebagai penanda dari sebuah akhir file karena sifat null (kosong) yang dimilikinya. Sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya dibidang steganography, EOF digunakan sebagai salah satu metode dalam melakukan watermarking (penyembunyian data digital kedalam data digital lainnya). Pemilihan EOF sebagai salah satu metode steganography ini didasari oleh hal-hal berikut ini : 1. Karakteristik Unik EOF Steganography merupakan sebuah teknik yang berkaitan erat dengan redudant bits. Sebagian besar teknik steganography yang berkembang memiliki sifat redundant bits agar hasil steganography yang dihasilkan tidak merubah data awal yang digunakan. EOF memiliki karakteristik ini pada karakter ctrl-z yang digunakannya.

2. Kemudahan Melakukan Steganalysis Steganalysis merupakan suatu cara dalam melacak keberadaan pesan rahasia yang disisipkan melalui proses steganography. Dengan meletakkan pesan rahasia setelah karakter ctrl-z, algoritma pelacakan pesan akan semakin mudah, karena yang perlu dilakukan adalah membaca isi data pada posisi ctrl-z diletakkan. 3. Kerahasiaan Payload Dalam steganography, payload (informasi yang disembunyikan) harus terjaga kerahasiaannya. Karena sistem operasi akan berhenti membaca isi sebuah file pada saat menemukan karakter ctrl-z, maka pesan yang disisipkan tidak akan pernah terbaca. Hal ini akan menghasilkan tingkat kerahasiaan yang tinggi pada pesan tersebut. EOF menggunakan redundant bits sebagai tempat menyembunyikan pesan pada saat dilakukan kompresi data, dan kemudian menggunakan kelemahan indera manusia yang tidak sensitif sehingga seakan-akan tidak ada perbedaan yang terlihat antara sebelum atau sesudah pesan disisipkan. Sebagai contoh, akan disisipkan sebuah pesan pada sebuah citra digital dengan dimensi 120 x 160 pixel. Maka pesan akan ditempatkan pada baris ke 121 sampai selesai sesuai dengan panjang dari pesan yang disisipkan. Setiap baris akan memetakan pesan sebanyak 160 karakter (sesuai dengan ukuran citra) hingga seluruh pesan disisipkan seluruhnya. Gambar 2.5 terlihat antara citra yang disisipi pesan dengan citra yang tidak disisipi pesan. (a) Gambar 2.5 Citra sebelum disisipi pesan dan Citra setelah disisipi pesan (b)

Adapun algoritma dari metode EOF ini adalah sebagai berikut : 1. Baca informasi file, tentukan dimana posisi karakter ctrl-z berada. 2. Tandai posisi ctrl-z sebagai awal baris penyisipan pesan. 3. Sisipkan pesan dimulai dari posisi ctrl-z hingga akhir pesan. 4. Sisipkan ctrl-z kedua pada akhir pesan. Dengan menyisipkan sebuah pesan setelah karakter ctrl-z (end of file), pada saat file tersebut dieksekusi, pesan yang disisipkan tidak akan terbaca oleh sistem. Hal ini disebabkan oleh karena sistem hanya akan membaca isi dari sebuah file dimulai dari karakter awal file tersebut hingga sistem menemukan karakter ctrl-z (end of file). Teknik EOF tidak akan mengubah isi awal dari file yang disisipi. Sebagai contoh, jika akan menyisipkan sebuah pesan kedalam sebuah file dokumen, isi dari dokumen tersebut tidak akan berubah. Ini yang menjadi salah satu keunggulan metode EOF dibandingkan metode steganografi yang lain. Karena disisipkan pada akhir file, pesan yang disisipkan tidak akan bersinggungan dengan isi file, hal ini menyebabkan integritas data dari file yang disisipi tetap dapat terjaga. (Sukrisno, 2007) Namun, metode EOF tidak dapat menyisipkan pesan yang berukuran jauh lebih besar dari media yang akan disisipi. Metode ini juga akan mengubah besar ukuran file sesuai dengan ukuran pesan yang disisipkan kedalam file awal. 2.4 Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut, hal tersebut diilustrasikan pada gambar dibawah ini. Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB).

2.4.1. Citra RGB RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang-nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit bilangan biner yang digunakan oleh mesin komputer. Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis warna. Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai sebuah vektor di ruang 3 dimensi yang biasanya dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan dalam bentuk tiga bilangan, yaitu komponen-x, komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah vektor dituliskan sebagai r = (x,y,z). Untuk warna, komponen-komponen tersebut digantikan oleh komponen R(ed), G(reen), B(lue). Jadi, sebuah jenis warna dapat dituliskan sebagai berikut: warna = RGB (30, 75, 255). Putih = RGB (255,255,255), sedangkan untuk hitam = RGB (0,0,0). Bentuk Representasi warna dari sebuah citra digitial dapat dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Representasi Warna RGB Pada Citra Digital

2.4.2 Format Citra Digital Citra Digital memiliki beberapa format yang memiliki karakteristk tersendiri. Format pada citra digital ini umumnya berdasarkan tipe dan cara kompresi yang digunakan pada citra digital tersebut. Ada empat format citra digital yang sering dijumpai, antara lain : 1. BMP BMP merupakan format Gambar yang paling umum dan merupakan format standard windows. Ukuran filenya sangat besar karena bisa mencapai ukuran Megabytes. File ini merupakan format yang belum terkompresi dan menggunakan sistem warna RGB (Red, Green, Blue) di mana masing-masing warna pixelnya terdiri dari 3 komponen R, G, dan B yang dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka dengan berbagai macam software pembuka Gambar seperti ACDSee, Paint, Irvan View dan lain-lain. File BMP tidak bisa (sangat jarang) digunakan di web (internet) karena ukurannya yang besar. Ukuran-ukuran bitmap dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 sesuai dengan nama field masing-masing. Tabel 2.1 Bitmap Info Header Nama Field Ukuran dalam byte Keterangan bftype 2 Mengandung karakter BM yang mengidentifikasikan tipe file bfsize 4 Memori file bfreserved1 2 Tidak dipergunakan bfreserved1 2 Tidak dipergunakan bfoffbits 4 Offset untuk memulai data pixel Tabel 2.2 Bitmap Core Header Field Name Size in Keterangan Bytes bcsize 4 Memori Header

bcwidth 2 Lebar Gambar bcheight 2 Tinggi Gambar bcplanes 2 Harus 1 bcbitcount 2 Bits per pixels 1,4,8 atau 24 Karakteristik BMP yang penting adalah jumlah warna yang dapat disimpan dalam BMP tersebut. Ini ditentukan oleh banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan setiap titik dari bitmap BMP menggunakan satuan bpp (bit per pixel). Dalam Windows dikenal bitmap dengan 1, 4, 8, 16, dan 24 bit per pixel. Jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam suatu bitmap adalah sebanyak 2 n, dimana n adalah banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan satu titik dari bitmap. (Murni, 1992). 2. Joint Photographic Expert Group (JPEG) Format JPEG merupakan format yang paling terkenal sampai sekarang ini. Hali ini karena sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja), dan bersifat portable. File ini bisa digunakan di web (internet). Format file ini dikembangkan oleh C-Cube Microsystems untuk memberikan sebuah metode yang efisien untuk menyimpan citra dengan jumlah warna yang sangat banyak seperti foto kamera. Perbedaan utama antara format JPEG dengan format citra yang lainnya adalah bahwa file JPEG menggunakan metode lossy untuk proses pemampatannya. Pemampatan secara lossy akan membuang sebagian data citra untuk memberikan hasil kompresi yang baik. Hasil file JPEG yang didekompres tidak begitu sesuai dengan citra aslinya, tetapi perbedaan ini sangat sulit dideteksi oleh mata manusia. Sebelum sebuah file gambar JPEG diproses oleh komputer untuk ditampilkan, komputer memerlukan sebuah penanda (marker) sebagai penanda identitas gambar tersebut. Marker inilah yang menandakan bahwa file gambar tersebut merupakan file gambar dengan format JPEG.

Penanda ini disebut dengan SOI (Start Of Image) atau lebih sering disebut dengan header JPEG. Header JPEG memiliki beberapa komponen yang merepresentasikan informasi mengenai file gambar tersebut. Komponen informasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu fg_jpeghead dan fgi_jpeghead. Kedua bagian komponen ini membentuk sebuah header JPEG yang terdiri dari 7 offset. Adapun informasi yang tersimpan dalam offset-offset ini seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.3 Offset Header JPEG Offset Ukuran Keterangan Offset 0 2 SOI JPEG, berupa bilangan heksa desimal 2 2 Berisi informasi mengenai lebar dari file gambar 4 2 Berisi informasi mengenai tinggi dari file gambar 6 1 Berisi informasi mengenai komponen-komponen file JPEG 7 1 Berisi informasi komponen faktor sampling untuk komponen 1 8 1 Berisi informasi komponen faktor sampling untuk komponen 2 9 1 Berisi informasi komponen faktor sampling untuk komponen 3 3. Graphics Interchange Format (GIF) Format GIF ini berukuran kecil dan mendukung gambar yang terdiri dari banyak frame sehingga bisa disebut sebagai gambar animasi (gambar bergerak). Format ini sering kali digunakan di internet untuk menampilkan gambar-gambar di web. Resolusi display dapat dilihat pada tabel 2.4 dan sesuai dengan kebutuhan memorynya masingmasing. Tabel 2.4 Resolusi Display dan Kebutuhan Memory Standar Resolusi Warna Kebutuhan memori/frame (bytes) VGA 640 x 480 8 bit 307.2 KB XGA 640 x 480 1024 x 768 16 bit 8 bit 614.4 KB 786.432 KB

SVGA 800 x 600 1024 x 768 1024 x 768 16 bit 8 bit 24 bit 960 KB 786.432 KB 2359.296 KB Jika suatu Gambar disimpan maka yang disimpan adalah array 2D di mana masing-masing merepresentasikan data yang berhubungan dengan pixel tersebut. Array{x,y] = warna pixel. Setiap pixel dapat mempunyai informasi tambahan yang berhubungan dengan pixel tersebut. Masing-masing Gambar juga memiliki informasi tambahan seperti lebar X panjang Gambar, kedalaman Gambar, pembuat, dan lainlain. 4. WMF WMF merupakan file grafis standard Windows yang biasanya digunakan pada clipboard sebuah grafis. Format file ini menyimpan semua komponen dari suatu grafis beserta dengan atribut-atributnya seperti garis (line), warna (color), pola (pattern), teks (text), dan atribut teks (text attributes). Adapun jenis Gambar file WMF yang telah ditingkatkan dari segi kualitas grafisnya yaitu EMF (Enhanced Meta File). 2.4.3 Citra Grayscale Dalam komputasi, suatu citra digital grayscale atau greyscale adalag suatu citra dimana nilai dari pixel merupakan sample tunggal. Citra yang ditampilkan dari citra jenis terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas yang terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra hitam-putih, dimana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu hitam dan putih saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Perbedaan antara citra grayscale serta citra hitam dan putih terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Citra grayscale dan Citra hitam putih Citra grayscale seringkali merupakan perhitungan dari intensitas cahaya pada setiap pixel pada spectrum elektromagnetik single band. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Format ini sangat membantu dalam pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. 2.5 Video Digital Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Video Digital adalah berkas komputer yang digunakan untuk menyimpan kumpulan berkas digital seperti video, audio, metadata, informasi, pembagian chapter, dan judul sekaligus, yang dapat dimainkan atau digunakan melalui perangkat lunak tertentu pada komputer. Representasi sinyal video meliputi 3 aspek, yaitu Representasi Visual. Tujuan utamanya adalah agar orang yang melihat merasa berada di scene (lokasi) atau ikut berpartisipasi dalam kejadian yang ditampilkan. Oleh sebab itu, suatu gambar harus dapat menyampaikan informasi spatial dan temporal dari suatu scene, yang dapat dilakukan dengan cara :

1. Vertical Detail dan Viewing Distance Aspek rasio adalah perbandingan lebar dan tinggi, yaitu 3:4. Tinggi gambar digunakan untuk menentukan jarak pandang dengan menghitung rasio viewing distance (D) dengan tinggi gambar (H) = D/H. Setiap detail image pada video ditampilkan dalam pixel-pixel. 2. Horizontal Detail dan Picture Width Lebar gambar pada TV konvensional = 4/3 x tinggi gambar. 3. Total Detail Content Resolusi vertikal = jumlah elemen pada tinggi gambar, Resolusi horizontal = jumlah elemen pada lebar gambar x aspek rasio. Total pixel = pixel horizontal x pixel vertikal. 4. Perception of Depth Dalam pandangan / penglihatan natural, kedalaman gambar tergantung pada sudut pemisah antara gambar yang diterima oleh kedua mata. Pada layar flat, persepsi kedalam suatu benda berdasarkan subject benda yang tampak. 5. Warna Gambar berwarna dihasilkan dengan mencampur 3 warna printer RGB (Merah, Biru, Hijau). Properti warna pada sistem broadcast : a. Luminance Brightness = jumlah energi yang menstimulasi mata grayscale (hitam/putih), Pada televisi warna luminance tidak diperlukan. b. Chrominance adalah informasi warna. Hue (warna) = warna yang ditangkap mata (frekuensi). Saturation = color strength (vividness) / intensitas warna. Cb = komponen U dan Cr = Komponen V pada sistem YUV. 6. Continuity of Motion Mata manuisa melihat gambar sebagai suatu gerakan kontinyu jika gambargambar tersebut kecepatannya lebih besar dari 15 frame/detik. Untuk video motion biasanya 30 frame/detik, sedangkan movies biasanya 24 frame/detik. 7. Flicker Untuk menghindari terjadinya flicker diperlukan kecepatan minmal melakukan refresh 50 cycles/s.

Format Video Digital Sebuah video digital terdiri dari frame-frame yang mana frame-frame tersebut dikompres menjadi sebuah file komputer yang hanya dapat dijalankan menggunakan sebuah perangkat lunak multimedia player. Berdasarkan bentuk-bentuk kompresan dari file video digital tersebut, banyak bermunculan format-format video digital yang ditawarkan kepada pengguna dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adapun beberapa contoh dari format video digital yang sering dijumpai antara lain : 1. AVI (Audio Video Interleave) AVI merupakan format video dan animasi yang digunakan windows dan berekstensi AVI. Sebagian besar authoring pada windows mendukung format AVI juga didukung oleh Netscape. Kekurangan penggunaan AVI pada playback adalah pemakaian Macintosh, SGI dan Sun harus mengubah file ke format lain untuk playback. Format AVI memang masih kurang canggih, berbasis track dan kemampuan dalam melakukan sinkronisasi dengan Quick Time kurang bagus, codec untuk Quick Time pada windows lebih berkembang daripada codec untuk AVI. 2. MPEG (Motion Picture Expert Group) MPEG merupakan file terkompresi lossy yang biasanya digunakan untuk format VCD dengan audio berformat MP3. 3. RMVB (Real Media Variable Bitrate) RMVB adalah sebuah format video digital yang dibuat oleh RealNetworks, Inc, yang memiliki kecepatan bit variabel perpanjangan dari multimedia container RealMedia format. RMVB biasanya digunakan untuk konten multimedia yang tersimpan secara lokal. File menggunakan format ini memiliki ekstensi file. RMVB. Kelebihan dari format RMVB adalah RMVB meninggalkan Bit Rate dan menggunakan Variable Bit Rate untuk kompres data video.

4. MKV (Matroska Video) MKV adalah salah satu format video yang mungkin sering dijumpai di internet. MKV merupakan alternatif format video selain beberapa format video digital seperti AVI, MPEG, 3GP, RMVB dimana masing-masing memiliki sifat dan kualitas yang berlainan. 5. WMV (Windows Media Video) WMV adalah adalah format file video terkompresi yang dikembangkan oleh Microsoft. WMV, awalnya dirancang untuk aplikasi Internet Streaming, sebagai pesaing untuk RealVideo. File video digital dengan format WMV (*.wmv) menggunakan format pembawa ASF milik Microsoft. Berkas ini dapat dijalankan oleh perangkat lunak multimedia player seperti Windows Media Player, MPlayer, VLC media player atau Media Player Classic. 6. FLV (Flash Video) Flash Video (FLV) adalah video dengan format flash movie yang digunakan di Internet. FLV biasanya menjadi format standar yang digunakan oleh Youtube, Google Video, Reuters.com, Yahoo!Video, MySpace, dan lain-lain. File video digital dengan format FLV biasanya ukurannya jauh lebih kecil daripada video digital yang menggunakan format MPEG atau AVI. Namun tentu saja kualitas dan resolusi video digital dengan format FLV lebih rendah darpada jenis video digital lainnya. Untuk memutar file dengan format FLV maka dibutuhkan sebuah codec khusus. 7. 3GP (Third Generation Project) Format video 3GP merupakan format video untuk mobile phone dengan kompresi yang tinggi sehingga memiliki ukuran yang kecil namun dengan kualitas gambar yang cukup lumayan. File 3GP adalah adalah bentuk simple atau ringkas dari format MPEG-4 Part 14 (MP4), yang dibuat untuk memperkecil besar dari ukuran file dan bandwidth sebuah telpon genggam. Format video 3gp sekarang banyak sekali digunakan, karena file video dengan format ini (3GP) memiliki ukuran yang kecil dan cocok sekali bila ingin menyimpan. koleksi video pada perangkat handphone.