BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

I. PENDAHULUAN. sedang mengalami kehancuran maka mulai timbul tindak pidana dengan modus

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PELAKU PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

TINJAUAN PUSTAKA. akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. A. Ketentuan Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak mempunyai kesalahan. Seseorang yang melakukan perbuatan pidana dapat dipidana apabila dia mempunyai kesalahan, dan kapankah seseorang dapat dikatakan mempunyai kesalahan? Hal inilah yang akan dibicarakan dalam masalah pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban oleh orang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Pada hakikatnya pertanggung jawaban pidana merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu. 1 Kesepakatan menolak tersebut dapat berupa aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis yang lahir dan berkembang dalam masyarakat. Masalah pertanggung jawaban pidana berkaitan erat dengan dengan unsur kesalahan. Dalam Undang-undang no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 6 ayat (2) disebutkan: tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang 1 Chairul huda, 2011, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Kencana, Jakarta, hal. 71. 18

19 mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Dilihat dari ketentuan Pasal tersebut dapat jelas bahwa unsur kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan seseorang, yaitu, berupa penjatuhan pidana. Walaupun unsur kesalahan telah diterima sebagai unsur yang menentukan sebuah pertanggungjawaban dari pembuat tindak pidana, tetapi dalam hal mendefinisikan kesalahan oleh para ahli masih terdapat perbedaan pendapat, Pengertian tentang kesalahan dengan sendirinya menentukan ruang lingkup pertanggungjawaban pembuat tindak pidana 2. Adanya pandangan yang berbeda mengenai definisi kesalahan maka mengakibatkan adanya perbedaan penerapan. Berikut beberapa pendapat dari para ahli mengenai definisi kesalahan: a) Mezger memberikan definisi kesalahan sebagai keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat pidana. b) Simons mengartikan kesalahan sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungan terhadap perbuatannya, berdasarkan psikis itu perbuatannya dicelakakan kepada pembuat. c) Van Hamel mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, perhubungan antara keadaan jiwa si pembuat dengan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan jawab dalam hukum. d) Pompe berpendapat, pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahannya, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum adalah perbuatannya. Segi dalamnya yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan. 3 2 Ibid, hal. 74. 3 Muladi dan Dwidja priyatno, 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana, Jakarta, hal. 70

20 Dari beberapa pengertian para ahli di atas, kesalahan dapat dibagi dalam pengertian berikut: a) Kesalahan psikologis: menurut sudarto pada kesalahan psikologis, kesalahan hanya dipandang sebagai hukum psikologis (batin) antara si pembuat dengan perbuatannya. 4 Yang dilihat dalam kesalahan psikologis ini adalah batin dari pelaku, berupa kehendak atas perbuatannya. b) Kesalahan normatif: pada kesalahan normatif kesalahan seseorang tidak ditentukan berdasarkan batin si pembuat saja, disamping itu terdapat penilaian normatif perbuatannya. Penilaian normatif adalah penilaian dari luar mengenai hubungan antara pembuat dan perbuatannya. 5 Penilaian dari luar tersebut merupakan penilaian yang terdapat dalam masyarakat. Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa, Kesalahan mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pencelaan yang dimaksud adalah pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk menentukan adanya kesalahan seseorang harus memenuhi beberapa unsur, yaitu: 1. adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, 4 Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, hal. 72 5 Ibid. hal. 73

21 2. hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) yang disebut sebagai bentuk kesalahan 3. tidak ada alasan penghapusan kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. 6 2.1.1. Kemampuan Bertanggung Jawab Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai kondisi batin yang normal atau sehat dan mampunya akal seseorang dalam membeda - bedakan hal-hal yang baik dan yang buruk atau dengan kata lain mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu faktor akal dan faktor kehendak. Akal yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, sedangkan kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas sesuatu yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. 7 Keadaan batin yang normal atau sehat ditentukan oleh faktor akal pembuat yang dapat dilihat dari akalnya mampu membeda - bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Kemampuan pembuat untuk membeda - bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, menyebabkan yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana, ketika melakukan tindak pidana. dapat dipertanggung 6 Ibid. 7 Mahrus Ali, 2011, Dasar - Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 171

22 jawabkan karena akalnya yang sehat dapat membimbing kehendaknya untuk menyesuaikan dengan yang ditentukan oleh hukum, padanya diharapkan untuk selalu berbuat sesuai dengan yang ditentukan hukum. 8 Mengenai kemampuan bertanggung jawab, simons mengartikannya sebagai suatu keadaan psikis, yang membenarkan adanya penerapan suatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya. 9 Seseorang yang dikatakan mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, apabila; 1. ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum 2. ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.. 10 Dalam KUHP, ketentuan mengenai kemampuan bertanggung jawab diatur dalam buku I bab III Pasal 44 ayat (1) yang berbunyi: barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Dilihat dalam Pasal 44 ayat (1) dijelaskan bahwa seseorang yang jiwanya cacat atau terganggu tidak dapat dipidana, hal ini disebabkan karena orang tersebut tidak mampu menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan 8 Ibid. 9 Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, hal.95 10 Muladi dan Dwidja priyatno, Op.cit. hal. 74

23 hukum serta tindakan yang dilakukan diluar dari kesadarannya, maka orang tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 2.1.2. Hubungan Batin Antara Pembuat dengan Perbuatannya Mengenai hubungan batin antara pembuat dengan perbuatannya, keinginan dalam melakukan suatu perbuatan pidana muncul dari keadaan batin si pembuat yang kemudian pikirannya mengarahkan dirinya untuk melakukan perbuatan tersebut atau tidak. Dalam hukum pidana penggunaan pikiran yang kemudian mengarahkan pembuatnya melakukan tindak pidana, disebut sebagai bentuk kesalahan yang secara teknis disebut dengan kesengajaan. 11 Mengenai pengertian kesengajaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tahun 1809 dicantumkan Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh Undangundang. 12 Jadi dapat dikatakan bahwa, sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja, menghendaki perbuatannya dan mengetahui serta menyadari perbuatannya. Dalam hukum pidana kesengajaan umumnya diklasifikasikan menjadi 3, yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai keharusan, dan kesengajaan sebagai kemungkinan. 11 Chairul Huda, Op.cit hal. 107 hal. 13 12 Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,

24 a. Kesengajaan sebagai maksud. Dalam bentuk kesengajaan ini, pembuat menghendaki sesuatu, ia bertindak dan menciptakan suatu akibat yang sesuai dengan apa yang dikehendakinya. 13 Maka dapat dikatakan pembuat sebelumnya sudah mengetahui akibat dari perbuatannya dan memang menghendaki akibat tersebut terjadi. b. Kesengajaan sebagai kemungkinan. Dalam kesengajaan ini, pembuat mengetahui bahwa perbuatannya mempunyai jangkauan untuk dalam keadaan-keadaan tertentu akan terjadi suatu akibat. 14 Dapat diartikan seorang pembuat sebelum melakukan perbuatannya telah membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari perbuatannya, namun perbuatan tersebut tetap dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. c. Kesengajaan sebagai kepastian. Kesengajaan sebagai kepastian dapat terjadi bila seseorang menghendaki sesuatu namun terhalang oleh keadaan, namun untuk memenuhi kehendaknya ia harus menyingkirkan penghalang tersebut, yang merupakan peristiwa pidana tersendiri. 15 Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan, pembuat menghendaki suatu tujuan tertentu yang dapat berupa peristiwa pidana ataupun bukan, namun untuk mencapai tujuannya tersebut pembuat harus melakukan sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi tujuan utamanya. Dalam bentuk kesengajaan ini terdapat dua 13 Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, 1986, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 42 14 Chairul Huda, op.cit, hal. 110 15 Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, loc.cit.

25 akibat yaitu, akibat yang memang menjadi tujuan dan akibat yang tidak diinginkan namun harus dilakukan untuk mencapai tujuannya. Sedangkan kealpaan, dapat terjadi ketika pembuat tidak menggunakan pikiran atau pengetahuannya dengan baik. Pada umumnya kealpaan dibedakan menjadi 2: a) Kealpaan dengan keasadaran: dalam hal ini pelaku membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, namun walaupun ia berusaha mencegah, toh timbul juga akibat tersebut. b) Kealpaan tanpa kesadaran: dalam hal ini pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedangkan seharusnya ia memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat. 16 2.1.3. Alasan Penghapus Kesalahan atau Alasan pemaaf Dalam unsur yang ketiga disebutkan tidak ada alasan penghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. Mengenai hal ini, ada kalanya dalam keadaan tertentu seseorang tidak dapat berbuat lain yang berujung pada terjadinya tindak pidana meskipun tidak diinginkannya. Dan ada kalanya terjadinya tindak pidana tidak apat dihindari oleh seseorang, karena sesuatu hal yang berasal dari luar dirinya, faktor tersebut menyebabkan orang tersebut tidak dapat menghindari perbuatan pidana tersebut yang mengakibatkan kesalahannya menjadi terhapus. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, untuk menetukan adanya kesalahan adalah adanya kemampuan bertanggung jawab dari si pelaku, kesengajaan dan tidak adanya alasan pemaaf, sedangkan suatu perbuatan dapat dipertanggung jawabkan apabila si pembuat kesalahan menyadari perbuatannya 16 Leden Marpaung, op.cit, hal. 26.

26 melawan hukum dan perbuatan tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran dari si pelaku. 2.2. Tindak Pidana Penadahan 2.2.1. Pengertian Tindak Pidana Penadahan Kamus hukum memberikan pengertian penadahan dengan melihat kata dasarnya, penadahan berasal dari kata tadah yang artinya menampung/menerima yang selanjutnya berkembang menjadi menadah yang artinya menampung barang asal delik. 17 Mengenai penadahan Satochid Sartanegara mengatakan Tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak mungkin ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatannya. 18 Penadahan dapat dikatakan delik pemudahan, karena dengan adanya penadahan, memudahkan seseorang melakukan kejahatan, salah satunya adalah pencurian, dengan adanya seseorang yang menadah maka memudahkan orang mencuri karena adanya tempat dalam menyalurkan barang hasil curiannya. Tindak pidana penadahan telah diatur dalam Bab XXX dari buku II KUHP sebagai tindak pidana pemudahan, pengertian tindak pidana penadahan 17 Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Cet. I, (selanjutnya disingkat Andi Hamzah IV) hal. 412 18 P.A.F. Lamintang, 1989, Delik - Delik Khusus Kejahatan - Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Cet. I, Sinar Baru, Bandung, hal. 337

27 menyangkut kelakuan dan kesalahan pelaku ditentukan dalam Pasal 480 KUHP yang menyatakan: Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah: 1. barang siapa membeli, menyewa, menukarkan, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan suatu benda, yang diketahui atau patut harus diduga diperoleh dari kejahatan; 2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil suatu benda yang diketahuinya atau sepatutnya dapat diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. Untuk perbuatan tersebut dapat dikatakan tindak pidana penadahan, maka cukup satu saja dari jenis perbuatan yang tersebut yang di buktikan. Elemen penting dari Pasal ini adalah seseorang patut mengetahui atau menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan. 19 Jadi seseorang tersebut tidak perlu mengetahui dengan pasti dari kejahatan apa barang itu berasal tetapi ia cukup menduga bahwa barang tersebut berasal dari hasil kejahatan. 2.2.2. Unsur unsur Pasal 480 KUHP Berdasarkan isi dari Pasal 480 KUHP maka dapat dijabarkan unsurunsur mengenai tindak pidana penadahan: A. Unsur-unsur subjektif: 1. Yang diketahui 2. Patut dapat diduga Unsur subjektif menunjukkan batin sebagai kesalahan dari si pelaku berupa kesengajaan dan kealpaan yang dirumuskan dengan yang diketahui dan patut dapat diduga. Kesengajaan dirumuskan dengan kata yang diketahui 19 R.Soesilo, 1986, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea Bogor, hal. 315.

28 yang berarti pelaku mengetahui dengan benar barang tersebut berasal dari hasil kejahatan. Sedangkan kealpaan dirumuskan dengan kata patut dapat diduga yang berarti pelaku dengan pengetahuan dan pemikirannya dapat menduga bahwa barang tersebut merupakan hasil kejahatan. Mengenai unsur subyektif Pendahan, P.A.F. Lamintang menyatakan: kejahatan ini mempunyai dua unsur yang berbeda yaitu dolus atau kesengajaan dan culpa atau ketidaksengajaan. Jadi apakah seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja telah melakukan penadahan, orang tersebut tetap dapat dituntut karena melanggar Pasal 480 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini. 20 B. Unsur-unsur objektif: Unsur objektif dari Pasal 480 KUHP merupakan bentuk atau jenis perbuatan pidana yang telah disebutkan di dalam penjelasan Pasal 480 KUHP yaitu: Membeli, Menyewa, Menukar, Menerima gadai, Menerima sebagai hadiah atau pemberian, bermaksud untuk memperoleh keuntungan, Menjual, Menyewakan, Menggadaikan, Mengangkut, Menyimpan, Menyembunyikan. Seperti yang dikatakan diawal, untuk dapat dikatakan penadah cukup satu saja yang dibuktikan dari perbuatan yang telah disebutkan. Dalam unsur objektif Pasal 480 KUHP terdapat dua jenis kejahatan, yang pertama adalah membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Dan yang kedua adalah dengan bermaksud memperoleh keuntungan yaitu menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan, dan menyembunyikan 20 Ibid. hal. 374.

29 sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Kejahatan yang kedua secara jelas dikatakan dengan bermaksud memperoleh keuntungan maka haruslah dibuktikan apakah perbuatan-perbuatan menjual, menyewakan dan sebagainya itu benarbenar telah didorong oleh keinginan untuk mendapat keuntungan, sedangkan unsur tersebut tidak terdapat didalam kejahatan pertama. wajar seseorang mau membeli, menyewa dan sebagainya sesuatu benda yang berasal dari kejahatan itu, pada umumnya dengan maksud untuk mendapat keuntungan. Wirjono Prodjodikoro mengatakan: maksud untuk mendapat untung merupakan unsur dari semua penadahan. 21 Dan karena itu, maka unsur dengan maksud memperoleh keuntungan itu tidak perlu dibuktikan. Dalam unsur obyektif Pasal 480 ayat (2) dinyatakan adanya maksud untuk menarik keuntungan dari hasil suatu benda, Berdasarkan Pasal 480 Ayat (2) KUHP, penadah adalah barang siapa yang mengambil untung dari barang atau uang yang menggantikan barang-barang yang langsung diperoleh dengan kejahatan, dapat dikatakan bahwa suatu barang yang secara langsung diperoleh dengan pencurian atau penggelapan dan sebagainya, telah dijual atau sudah ditukarkan dengan barang lain atau uang curian yang sudah dipergunakan untuk membeli suatu barang dan seseorang yang memperoleh bagian dari uang hasil penjualan barang yang dicuri atau digelapakan, maka seseorang yang mengambil untung dari uang atau barang yang menggantikan barang - barang yang langsung 21 Wirjono Prodjodikoro, 1980, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet. III, PT. Eresco, Jakarta-Bandung, hal. 64.

30 diperoleh dengan kejahatan itu, telah melakukan tindak pidana dari Pasal 480 Ayat (2) KUHP. 22 22 Ibid, hal. 63