BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP PELANGGARAN ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan Juvenile (remaja), pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dalam maupun luar negeri mudah diakses oleh setiap individu, khususnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosional, responbilitas (tanggung jawab) dan sosiabilitas. 1

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menanggulangi masalah kenakalan remaja disekolah, maka penulis mengambil

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa peralihan antara masak kanak kanak dengan masa dewasa. Yang

BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA. A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Misaka Galiza, 2003), hlm Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 85.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Rakhman Firdaus, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan sikap yang dimiliki oleh manusia yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara kita Indonesia sejak dua tahun belakangan ini banyak dihembusi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

KODE ETIK PSIKOLOGI. Etika dan Moral, Kode Etik Psikologi, Psikolog dan ilmuwan psikologi, Layanan Psikologi, Etika dalam Eksperimen Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dewasa. Remaja memiliki beberapa karakter yang khas, salah satunya

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, namun cenderung rasa penasaran itu berdampak negatif bagi remaja,

BAB V PEMBAHASAN. A. Langkah-langkah Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi. Dampak Negatif Internet (Facebook) pada Peserta Didik MIN

BAB I PENDAHULUAN. konselor yang berusaha menolong atau membimbing dan konsele yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Tidak dipungkiri banyak kasus kekerasan yang terjadi di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Berapa banyaknya orang tua yang mengeluh, bahkan bersusah hati, karena anak-anaknya yang telah remaja itu menjadi keras kepala, sukar diatur, mudah tersinggung, sering melawan dan sebagainya. Bahkan ada orang tua yang benar-benar panik memikirkan kelakuan anak-anaknya yang telah remaja, seperti sering bertengkar, membuat kelakuan-kelakuan yang melanggar aturan atau nilai-nilai moral dan norma-norma agama (Daradjat, 2010, hlm. 81). Segala persoalan dan problema yang terjadi pada remaja-remaja itu, sebenarnya bersangkut-paut dengan usia yang mereka lalui, dan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan di mana mereka hidup. Dalam hal itu, suatu faktor penting yang memegang peranan yang menentukan dalam kehidupan remaja adalah agama. Tapi sayang sekali, dunia modern kurang menyadari betapa penting dan hebatnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia, terutama pada orangorang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa, di mana umur remaja terkenal dengan umur goncang, karena pertumbuhan yang dilaluinya dari segala bidang dan segi kehidupan (Daradjat, 2010, hlm. 82). Dari paparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa betapa penting dan hebatnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia terutama pada umur remaja. 1

2 Karena masa remaja itu adalah masa di mana seseorang ingin mencoba sesuatu yang baru. Selain itu juga, rasa penasaran yang sangat tinggi dalam diri mereka itu mulai muncul. Segala persoalan yang telah terjadi pada diri remaja juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan di sekitarnya. Apabila seseorang itu hidup di lingkungan yang etika nya baik maka akan terbawa kepada etika yang baik pula. Begitu juga sebaliknya apabila seseorang itu hidup di lingkungan yang etika nya kurang baik maka akan terbawa tidak baik pula. Maka dari itu, faktor yang sangat mendominasi bagi kehidupan seseorang adalah faktor lingkungan sekitar. Suatu permasalahan yang sering muncul di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan remaja, pendidikan, dan pergaulan masyarakat. Di kota-kota besar, permasalahan seperti itu merupakan sesuatu yang harus diperhitungkan bila menginginkan kehidupan sosial masyarakat yang harmonis. Bila melihat remaja di kota-kota besar, kita merasakan kekhawatiran dan kengerian yang luar biasa, terutama bila kita melihat sekumpulan remaja berseragam sekolah di pusat-pusat keramaian yang tidak jelas tujuannya (Syafaat dkk, 2008, hlm. 1). Kehidupan remaja kita saat ini sering dihadapkan pada berbagai masalah yang amat kompleks yang tentunya sangat perlu mendapat perhatian kita semua. Salah satu masalah tersebut adalah semakin menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral remaja dalam praktik kehidupan, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sekitarnya, yang mengakibatkan timbulnya sejumlah efek negatif di masyarakat yang akhir-akhir ini semakin merisaukan. Efek tersebut misalnya, semakin maraknya penyimpangan di berbagai norma kehidupan, baik agama maupun sosial, yang terwujud dalam bentuk-bentuk perilaku antisosial seperti tawuran, pencurian, pembunuhan, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya (Syafaat dkk, 2008, hlm. 2). Masalah remaja merupakan topik pembicaraan di berbagai negara, terutama pada tahun 1985. Tahun tersebut telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

3 sebagai Tahun Pemuda Internasional. Sampai saat ini, masalah remaja masih tetap menjadi salah satu fokus perhatian bagi setiap bangsa di dunia (Syafaat dkk, 2008, hlm. 2). Suatu kenyataan bahwa etika telah mulai redup di dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan di sekolah telah terreduksi, menjadi penyampaian pengetahuan saja, tidak lagi mendidik karakter. Sehingga saat ini siswa lebih banyak menghafal ketimbang memperoleh pendidikan karakter yang baik. Mendidik bukan lagi sebagai suatu seni yang dilandasi dengan hati dan kasih sayang yang selalu muncul adalah wajah seram pendidik yang siap memberikan hukuman. Contohnya adalah siswa yang tidak sopan terhadap gurunya, siswa tersebut berani melawan saat guru sedang menasehati dan memberikan hukuman kepada siswa tersebut, karena telah melanggar tata tertib yang telah diberlakukan oleh pihak sekolah. Peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan etika itu tidak lagi menjadi landasan pendidikan Akhlāq dan moral yang menjadi dasar dari pembentukkan karakter. Arifin (2012, hlm. 47) menegaskan bahwa dalam pergaulan hidup bermasyarakat, diperlukan sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pergaulan tersebut diperlukan untuk menjaga kepentingan masingmasing agar kehidupan manusia menjadi aman, tenteram, terlindungi, terjamin sesuai dengan norma yang berlaku, dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. Sistem pergaulan yang dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial tertentu itulah yang disebut dengan etika. Sebagai ilmu, etika diartikan sebagai refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia. Etika memuat tentang apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang baik, dan apa yang buruk. Dengan adanya etika, perilaku-perilaku yang baik diatur berdasarkan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. Etika sangat memengaruhi kehidupan manusia. Etika akan memengaruhi tindakan manusia karena berperan membantu manusia untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dan apa yang harus dihindari. Segala aspek

4 kehidupan manusia akan diwarnai oleh etika yang dimilikinya (Arifin, 2012, hlm. 49). Ali (2007, hlm. 29) mengungkapkan bahwa kata etika berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat kebiasaan. Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu atau filsafat. Oleh karena itu, standar baik dan buruk adalah akal manusia. Dalam pengertian di atas etika ditekankan pada arti niai-nilai dan normanorma etis yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya di dalam berkehidupan bermasyarakat. Di dalam kehidupan sosial bermasyarakat warga dituntut untuk mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh masyarakatnya sebagai aturan, tata nilai, serta larangan. Semakin kompleks kehidupan masyarakat semakin banyak aturan adat, larangan yang diperuntukan bagi warganya. Begitu pula dalam dunia pendidikan dimana siswa tidak terlepas dari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Di mana adanya suatu peraturan maka apabila ada yang melanggar peraturan yang telah dibuat harus menerima konsekuensi yaitu bentuk hukuman yang telah ditetapkan pula oleh pihak sekolah. Maka dari itu siswa harus mematuhi peraturan atau tata tertib yang telah diterapkan di dalam sekolah. Apabila siswa melanggar peraturan yang dibuat oleh sekolah maka siswa tersebut harus menerima konsekuensi atau akibat dari perbuatan nya sendiri. Tetapi sebelum peraturan sekolah itu diberlakukan sebaiknya pihak sekolah harus bekerja sama dengan orang tua siswa mengenai peraturan yang akan diberlakukan dan sanksi apa yang akan siterima oleh siswa apabila melanggar tata tertib yang akan diberlakukan. Untuk menanamkan etika yang baik sebagai makhluk sosial, individu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup dan melangsungkan hidupnya

5 dengan baik. Dukungan sosial yang terdiri atas dukungan keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah akan memberikan dampak bagi kehidupan seseorang. Sebab, dengan adanya dukungan sosial, seseorang akan lebih merasakan bahwa hidupnya bermakna dengan orang-orang yang ada di sekitarnya bahwa mereka peduli dan menyayanginya sehingga ia dapat tetap survive menjalani kehidupan. Salah satu bentuk dukungan sosial tersebut adalah dukungan sosial teman sebaya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat dibutuhkan, terutama bagi para remaja. Sebab, sebagian besar waktu yang mereka punya, mereka habiskan di lingkungan teman sebaya seperti berada di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Jalaluddin (2002, hlm. 75) bahwa tingkat religiusitas pada remaja akan berpegaruh terhadap perilakunya. Apabila remaja memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, maka remaja akan menunjukkan perilaku ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, remaja yang memiliki tingkat religiusitas rendah, mereka akan menunjukkan perilaku ke arah hidup yang jauh dari religius pula. Hal ini berarti remaja memiliki potensi untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau kenakalan-kenakalan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Bagi anak remaja, sangat diperlukan danya pemahaman, pendalaman, serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianut. Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa anak-anak remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama, bahkan mungkin lalai menunaikan perintah-perintah agama (Syafaat dkk, 2008, hlm. 3). Situasi dan kondisi lingkungan masyarakt kita, jika dilihat saat ini sangat rentan bagi tumbuhnya perilaku agresif dan menyimpang di kalangan remaja. Hampir setiap hari kita saksikan dalam realitas sosial, perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja, seperti menurunnya tatakrama sosial dan etika moral dalm

6 praktik kehidupan sekolah dan masyarakat yang mengarah pada akses negatif, yang pada dasarnya tidak sesuai dengan nilai-nilai agama sebagaimana terangkum dalam Akhlāq karimah. Kita saksikan pula, pada kenyataan sekarang ini mulai dirasakan melemahnya keteladanan guru dan orang tua di mata anak, siswa, dan remaja, sehingga cenderung mencari identifikasi pada sumber-sumber lain untuk dicontoh dan ditiru (Syafaat dkk, 2008, hlm. 4). Dari paparan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa religiusitas memiliki peranan penting dalam perilaku seseorang. Seseorang yang kurang membekali dirinya dengan arahan dan bimbingan keagamaan dalam kehidupannya, maka dengan kondisi seperti itu akan menjadi salah satu penyebab berkembangnya perilaku seseorang yang akan berdampak pada setiap perbuatannya. Agama adalah unsur yang paling penting dalam diri seseorang. Apabila keyakinan beragama telah menjadi bagian integral dalam kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Bila substansi keberagamaan adalah beriman, bertakwa, dan berakhlāq mulia, kita amati hal-hal yang berseberangan dengan kriteria keberagamaan. Para siswa begitu mudah terkena sugesti negatif dan begitu mudah marah. Tawuran pelajar akhir-akhir ini merupakan fenomena yang sudah biasa. Adelina Hasyim melalui Tesis Magisternya di IKIP Bandung/UPI (1988) tentang tindakan pelanggaran etis menemukan, bahwa sekolah-sekolah yang kaya dengan nuansa dan pembelajaran agama berpengaruh positif terhadap perilaku moral para siswanya. Dengan mengambil sampel 5 Madrasah Aliyah (MA) dan 5 SMA di Sumatera Selatan Adelina Hasyim menyimpulkan bahwa, responden siswa SMA lebih banyak melakukan pelanggaran etis ketimbang responden siswa Madrasah Aliyah (Rahmat, 2012, hlm. 5). Menurut data yang diperoleh peneliti berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMAN 14 Bandung, menurut guru Pendidikan Agama Islam (PAI),

7 guru Bimbingan Konseling (BK), dan Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan bahwa etika siswa secara umum merosot hal ini dikarenakan banyak nya pengaruh dari lingkungan terutama teman sebaya, keluarga, teknologi, dan budaya dari luar. Selain itu juga banyak sekali siswa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah kelas XII, dan kelas XI. Adapun kelas X tetapi hanya beberapa siswa saja karena siswa kelas X masih ada rasa takut untuk melakukan pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran yang sering muncul dilakukan oleh siswa SMAN 14 ini adalah cara berpakaian tidak sesuai, terlambat ke sekolah, meninggalkan KBM, adapun siswa yang merokok di WC, rambut gondrong. Selain itu, aturan Salat jum at di sekolah pun mereka langgar dengan cara kabur melewati pintu pagar samping sekolah. Berdasarkan dengan uraian dari latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai Pengaruh Religiusitas Terhadap Pelanggaran Etika. Sehingga peneliti ingin mengetahui secara rinci dengan melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Religiusitas Terhadap Etika Pada Siswa Kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 SMA Negeri 14 Kota Bandung. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran religiusitas siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung? 2. Bagaimana gambaran pelanggaran etika pada siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung? 3. Apakah ada pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika pada siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran religiusitas pada siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung. 2. Gambaran pelanggaran etika pada siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung. 3. Pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika pada siswa kelas XI MIA 4 dan XI IIS 2 di SMAN 14 Bandung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan khazanah keilmuan pendidikan Islam, terutama berkaitan dengan religiusitas dan etika. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang tertarik dengan masalah pelanggaran etika siswa. 2. Manfaat Praktis Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama pihak-pihak yang berhubungan dengan dunia pendidikan yakni : a. Bagi civitas akademik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khususnya bagi para calon guru Pendidikan Agama Islam tentang pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika siswa SMA dan manfaatnya dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. b. Bagi mahasiswa Program Ilmu Pendidikan Agama Islam, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya penelitian tentang pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika siswa SMA.

9 c. Bagi sekolah Sebagai bahan pertimbangan penyusun kebijakan penanganan pelanggaran tata tertib sekolah dan mekanisme penanganan penyimpangan perilaku secara khusus pelanggaran etika yang dapat mempengaruhi siswa-siswa lain. d. Bagi guru pembimbing (konselor) informasi tentang pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika siswa dapat menjadi dasar dan bahan pertimbangan dalam pencegahan perilaku pelanggaran etika dengan meningkatkan religiusitas yang ada dalam diri siswa sehingga mereka mampu mengarahkan dan membentuk jiwa keberagamaan yang mantap dan dinamis serta dapat mencegah terjadinya perilaku pelanggaran etika. e. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam memahami pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika siswa SMA. f. Bagi Penulis, penelitian ini sebagai acuan untuk memperluas pemikiran dan pengalaman penulisan karya ilmiah sekaligus menjadi acuan dan refleksi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap pelanggaran etika siswa SMA. E. Sistematika Penulisan Agar pembahasan dalam penelitian ini mengarah pada maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut : 1. BAB I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II berisi tentang uraian landasan teori yang relevan sebagai pendukung dasar pemikiran dan pemecahan masalah, kerangka berfikir dan hipotesis. 3. BAB III berisi tentang langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian dan penulisan skripsi yaitu desain penelitian, partisipan,

10 populasi dan sampel, instumen penelitian, prosedur penelitian dan analisis data. 4. BAB IV berisi tentang keseluruhan data dari hasil penelitian. Memaparkan hasil pengelolaan data berdasarkan metode yang telah ditetapkan serta analisis data yang dilakukan. Hasil analisis ini kemudian dilakukan pembahasan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dari lapangan. 5. BAB V berisi tentang kesimpulan dari hasil peneliti dan saran-saran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipahami oleh para pembaca berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.