KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang. Negara. Pegawai Negeri merupakan tulang punggung Pemerintahan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

Muchamad Ali Safa at

KEKUATAN HUKUM PERDA

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB III PENUTUP. Kemandirian Difabel, maka dapat disimpulkan sebaga berikut:

ABSTRAKSI. Kata Kunci: Efektivitas, Pengawasan, Izin Gangguan, Tempat Hiburan Malam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

4. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan

WALIKOTA BUKITTINGGI

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Pemda) adalah menjamin kepastian hukum, menciptakan, serta memelihara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

Awal dibentuknya adalah untuk mengembalikan wibawa pemerintah daerah yang carut marut karena kondisi Pemerintahan Republik Indonesia yang masih belia.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

B. Struktur Organisasi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan.

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

Pengujian Peraturan Daerah

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN. yang berhasil dalam bidang pekerjaan, umumnya mempunyai kedisiplinan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah dan

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008

PROFIL SATPOL PP KABUPATEN BINTAN TAHUN kerja daerah yang memiliki tipe A, yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

2011, No Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Re

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

Transkripsi:

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Secara operasional Peraturan Daerah 18 Tahun 2005 tentang IMB belum diimplementasikan secara efektif. Hal ini dipengaruhi oleh faktorfaktor yaitu adalah faktor peraturan perundang-undangan (Perda) yaitu lemahnya aspek sosiologis dalam peraturan daerah karena kurang sosialisasi, faktor aparat yaitu petugas penegak hukum sebagai lembaga penegakan hukum perda IMB belum berfungsi secara optimal, dan faktor kesadaran hukum masyarakat yaitu kurangnya taraf kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut di antaranya penjabaran Perda melalui peraturan teknis atau petunjuk pelaksanaan, aparatur pemerintah yang profesional, dukungan dari masyarakat dan terpenuhinya fasilitas yang mendukung terlaksananya kegiatan tersebut. Kata Kunci : Implementasi Perda IMB Pada dasarnya hukum merupakan serangkaian norma atau kaidah kaidah yang berisi tentang segala sesuatu yang harus dilakukan serta sekaligus mengatur segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Hukum merupakan suatu kaidah yang di tetapkan oleh otoritas yang sah dan juga berisi tentang kaidah sanksai bagi siapapun yang tidak mengindahkan bahkan melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya. Dengan demikian akan timbul suatu sifat imperatif/memaksa yang merupakan suatu kesatuan dengan keberadaan hukum. Begitu pula dengan peraturan daerah sebagai salah satu bentuk peraturan perundang undangan yang merupakan manifestasi nyata dari keberadaan hukum, merupakan suatu kaidah yang di tetapkan oleh otoritas yang sah dalam hal ini adalah pemerintah daerah serta mempunyai sanksi yang akan dikenakan bagi siapa saja yang melanggarnya sebagai suatu ketentuan yang bersifat memaksa sehingga mempunyai ciri ciri hukum secara mutlak. Menurut UUD 1945, pemerintah pusat memberikan suatu keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah guna menghadapi INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 102

perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri, serta persaingan global. Atas dasar pola pikir tersebut di atas, legislatif telah menetapkan suatu undang undang yang selaras dengan iklim reformasi yakni undang undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (UU PEMDA). Undang undang ini pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk mendukung pembangunan nasional. Oleh karena itulah, sebagai wujud nyata dari adanya dukungan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, maka melalui UU PEMDA telah tercipta suatu mekanisme kekuasaan pemerintahan daerah yang pada hakikatnya memerlukan suatu kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional dan berkeadilan. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk menetapkan suatu peraturan daerah tentang retribusi. Hal tersebut pada dasarnya merupakan suatu kewenangan di bidang hukum yang mencerminkan adanya inisiatif pemerintah daerah yang terlihat dari proses ditetapkannya suatu peraturan daerah tanpa harus menunggu pengesahan dari pemerintah pusat terlebih dahulu. Pada hakikatnya hal tersebut adalah dalam rangka untuk mewujudkan kemandirian daerah, dimana tanggung jawab yang besar dalam hal pengaturan dibidang perundang undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan untuk kepentingan masyarakat daerahnya. Dengan demikian, setiap produk hukum daerah yang sifatnya mengatur akan dapat langsung diundangkan sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang mempunyai daya mengikat yang selanjutnya ditempatkan dalam lembaran daerah. Oleh karena itu, berdasarkan UU PEMDA, akan diketahui bahwa pada dasarnya pemerintah daerah berwenang untuk menetapkan suatu produk hukum bagi tiap-tiap daerah yang bersangkutan, dimana yang dimaksud dengan produk hukum tersebut adalah suatu peraturan daerah yang dapat ditetapkan tanpa menunggu adanya izin/pengesahan dari pemerintah pusat. Namun demikian, kewenangan dibidang hukum yang dimiliki pemerintah daerah sehubungan dengan penetapan suatu peraturan daerah pada hakikatnya bukanlah kewenangan tanpa batas karena produk hukum yang akan ditetapkan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan di atasnya. Dengan demikian pemerintah pusat tetap mempunyai kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap setiap produk hukum yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Salah satu bentuk peraturan daerah yang bersifat mengatur adalah Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 18 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Perda retribusi IMB). Peraturan ini merupakan INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 103

upaya pemerintah daerah Kota Gorontalo untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan di Kota Gorontalo serta upaya untuk menghimpun potensi dana dari masyarakat sebagai pendapatan asli di daerah. Perda retribusi IMB ini sebagaimana halnya dengan produk peraturan perundang-undangan lainnya adalah dilengkapi dengan perangkat sanksi yang mengikat bagi warga masyarakat. Dalam hal penegakan hukum, pemerintah Kota Gorontalo diberi kewenangan untuk melaksanakannya, termasuk dalam hal penegakan hukum mengenai IMB, sehingga secara mutlak harus berusaha menegakkannya demi terwujudnya wibawa hukum yang mencerminkan wibawa pemerintahan daerah sebagai suatu daerah yang mendapatkan otonomi yang luas dan penuh berdasarkan undang-undang. Namun demikian, sampai sekarang implementasi terhadap Perda IMB di Kota Gorontalo belum berjalan secara efektif. Tidak efektifnya ketentuan mengenai IMB di Kota Gorontalo disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Subtansi Hukum Substansi atau materi dari suatu produk peraturan perundangan merupakan faktor yang cukup penting untuk diperhatikan dalam penegakkan hukum, tanpa substansi atau materi yang baik suatu peraturan perundangan sangat sulit bagi aparatur penegak hukum untuk dapat menegakkan peraturan perundangan secara baik pula, dan hal tersebut sangat ditentukan atau dipengaruhi ketika proses penyusunan suatu peraturan perundangan dilakukan. Suatu produk peraturan perundangan dapat dikatakan baik apabila halhal yang diatur dalam peraturan perundangan tersebut dirumuskan secara jelas, tegas, sistematis dan mudah untuk dimengerti oleh semua pihak, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bagi setiap orang yang membaca peraturan perundangan tersebut. Untuk menilai keberlakuan Perda IMB secara yuridis, maka berdasarkan Stufenttheori dari Hans Kelsen (Budiman N.P.D Sinaga, 2004 :18) bahwa sistem hukum hakikatnya merupakan sistem hirarki yang tersusun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi, semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya semakin abstrak dan umum sifatnya norma yang dikandungnya. Dan semakin rendah peringkatnya semakin nyata operasional sifat norma yang dikandungnya. Hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber, dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi (lex superior derogate lex inferiori), sifat bertentangan dari hukum yang lebih rendah akan mengakibatkan INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 104

batal demi hukum. Stufentheori ini juga telah menjiwai sistem hukum Indonesia sebagaimana Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Secara hirarkhi peraturan perundang-undangan nomor 32 tahun 2004 dikatakan sebagai undang-undang organik yaitu diperintahkan pembentukannya oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya (attributie van wetgevingsbevoegdheid), dalam hal ini pasal 18 ayat (7) UUD 1945 yang berbunyi susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam Undang-undang. Sehubungan dengan komponen subtansi dalam upaya mengimplementasikan Peraturan Daerah nomor 18 tahun 2005 tentang retribusi izin mendirikan bangunan, maka diperlukan upaya pengkajian yang lebih intensif terhadap hal subtansi larangan maupun sanksi dalam upaya mewujudkan pelaksanaan perda tersebut yan pada intinya peraturan mengenai larangan-larangan dan sanksisanksi dalam perda tersebut harus didukung pula dengan pengaturan hak dan kewajiban sehingga masyarakat dapat mentaatinya terutama bagi yang belum memiliki izin bangunan. Paul dan Dias dalam (Esmi, 2005:105-106) mengajukan syarat-syarat yang harus dipenuhui untuk mengefektifkan hukum, antara lain yaitu, pertama: Mudah tidaknya makna aturan-aturan itu untuk ditangkap dan dipahami. Kedua: Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan. Melihat kondisi bahwa sebagian besar masyarakat Kota Gorontalo belum memahami subtansi retribusi izin mendirikan bangunan sebagaimana ditentukan dalam perda Nomor 18 Tahun 2005, hal ini menunjukan syarat luasnya kalangan dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum sebagaimana dikemukakan Paul dan Dias adalah belum terpenuhi. Konsekuensi logisnya adalah bahwa untuk mengharapkan partisipasi masyarakat yang intesif dan efektif dalam kondisi masyarakat yang seperti itu adalah tidak mungkin. Akhirnya dengan pengaturan yang jelas dan terinci terhadap Perda melalui Keputusan Kepala Daerah akan mengeliminir perbedaan pemahaman antara pemerintah daerah dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan kebijakan publik. Keputusan Kepala Daerah tidak selalu mempunyai sifat atau berbentuk peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah mempunyai kewenangan membuat ketetapan (beschikking) dan peraturan kebijaksanaan (beleidregels atau pseudowetgeving) seperti pembuatan juklak dan juknis. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 105

Dengan demikian perda ini merupakan suatu faktor yang mendasari bagaimana perda terbentuk dan apakah isi perda itu sendiri. Proses pembentukan perda yang baik akan selalu melibatkan peran serta aspirasi masyarakat sebagai bahan pertimbangan utama. Dalam pembentukan perda, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan serta kepentingan masyarakat luas sebagai bentuk kepedulian akan terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan tetap berpedoman pada tertib hukum yang telah ada. Dengan pola pembentukan perda yang memperhatikan aspirasi masyarakat sebagai pertimbangan utama, akan terbentuk suatu tertib hukum yang bersifat responsif dan akomodati, yang mampu menerjemahkan kebutuhan dan kepentingan rakyat serta harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik masing masing daerah sebagai faktor penunjang bagi kelancaran pelaksanaan perda. Dengan demikian, setiap rancangan perda haruslah merupakan suara rakyat yang harus diperjuangkan dan dilaksanakan sebagai amanat rakyat yang menghendaki terlaksananya tertib hukum berkeadilan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Struktur Hukum Peranan aparatur penegak hukum juga tidak kalah pentingnya dalam menentukan tingkat keberhasilan penegakkan suatu peraturan perundangan, baik buruknya aparatur penegak hukum dapat menentukan baik buruknya pula suatu penegakkan peraturan perundangan. Suatu peraturan perundang yang baik terkadang tidak dapat ditegakkan secara baik, apabila yang menegakkan peraturan perundangan tersebut adalah aparatur penegak hukum yang tidak baik atau cakap. Dan hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya rendahnya tingkat pemahaman dari aparatur penegak hukum terhadap substansi suatu peraturan perundangan. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang ditetapkan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur (Esmi, 2005 :30). Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin yang menggerakan sistem hukum. Maka efektifnya hukum itu sangat ditentukan oleh struktur pelaksana hukum tersebut. Peraturan Daerah nomor 18 tahun 2005 tentang retribusi izin mendirikan bangunan di kota Gorontalo adalah upaya Pemerintah Daerah dalam mewujudkan pendapatan asli daerah, yang pada akhirnya akan dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 106

Ruang lingkup struktur hukum dapat diistilakan sebagai Penegak Hukum adalah mencakup mereka secara langsung maupun tidak langsung berkecimpung dibidang penegakkan hukum. Menurut Soekanto (1983: 19) Secara sosiologi penegakkan hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (rule). Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Jika dilihat dari segi struktur hukum, maka dalam upaya mengimplementasikan perda nomor 18 tahun 2005 tentang retribusi izin mendirikan bangunan maka perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a) Pemerintah Kota Gorontalo dalam hal ini instansi terkait harus mempunyai political will untuk melaksanakan perda tersebut; b) Perlu dilakukan pengkajian lebih komrehensif terhadap Perda dengan melibatkan masyarakat secara luas berkaitan dengan subtansi hukum yang berisi sanksi-sanksi, hak dan kewajiban masyarakat, karena masyarakat yang akan terkena dampak langsung dari kebijakan yang dibuat tersebut, dan kewajiban pemerintah untuk memberikan kepastian hukum serta dilanjutkan dengan sosialisasi secara intensif agar masyarakat memperoleh pemahaman yang jelas; c) Pemerintah Daerah harus membuat aturan pelaksanaan dari perda tersebut untuk memperjelas secara teknis mekanisme kerja sehingga dapat memberikan jaminan bagi aparat yang akan menjalankan tugasnya; d) Bagi aparat pelaksana perlu ditunjang dan didukung sarana dan prasarana yang memadai serta biaya yang cukup. Kultur Hukum Faktor kultur hukum tidak dapat diabaikan begitu saja dalam menentukan sukses atau tidaknya penegakkan suatu produk peraturan perundangan, meskipun materi suatu peraturan perundangan itu baik, dan dilengkapi oleh aparatur hukum yang cakap dalam menegakkannya, tanpa adanya budaya hukum yang kondusif di masyarakat rasanya akan sangat sulit bagi suatu produk peraturan perundangan dapat berjalan secara efektif. Sedangkan budaya hukum itu sendiri tercermin dalam sikap warga masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut oleh masyarakat Dalam upaya mengefektifkan penerapan hukum, maka perlu dipahami pula kekuatan-kekuatan sosial yang melingkupinya. Karena sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat norma-norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil dari pada suatu proses sosial. Kekuatan-kekuatan sosial itu akan selalu berusaha untuk masuk dan mempengaruhi setiap proses pembentukan dan pelaksanaan hukum. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 107

Penegakkan hukum terhadap masyarakat bertujuan untuk mencapai kedamaian dan ketentraman di masyarakat, oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan hukum. Dilihat dari sudut sosial budaya, masyarakat Gorontalo sendiri masih memiliki karakteristik paternalistik sehingga sangat enggan untuk melakukan kritik-kritik terhadap pemimpinnya. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari kuatnya nuansa kultural dalam kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan keberadaan perda nomor 18 tahun 2005 tentang retribusi izin mendirikan bangunan, merupakan suatu upaya pemerintah daerah dan DPRD Kota Gorontalo untuk mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah yang bersumber dari partisipasi masyarakat melalui izin membagun. Selain itu Kota Gorontalo sebagai ibukota Provinsi dengan adanya perda tersebut dapat diwujudkan penataan kota dan bangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harapan masyarakat. Oleh karena itu kaedah-kaedah hukum yang terkandung dalam perda tersebut harus mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang ada dalam masyarakat dan disertai dengan sanksi tegas, dan jika perlu dapat dipaksakan oleh lembaga atau aparat yang berwenang agar supaya diikuti oleh masyarakat. Keberadaan masyarakat disebut sebagai faktor penentu utama karena pada hakikatnya suatu penyusunan perda yang baik haruslah berasal dari kebutuhan dan kepentingan rakyat yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, serta perkembangan yang sosial yang ada. Di sisi lain, kondisi masyarakat yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan serta adanya perbedaan status yang masih hidup dalam masyarakat, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan suatu perda. Karakter masyarakat juga termasuk faktor penting yang menentukan keberhasilan pelaksanaan perda karena faktor ini merupakan suatu faktor yang menentukan ketaatan masyarakat terhadap perda sebagai salah satu tertib hukum yang harus dilaksanakan. Menurut Soekanto (1983 :5) secara konsepsional, inti dan arti penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah dan pengejawantahan dari sikap dan tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih kongrit. Nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan penjabaran secara kongrit lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran itu dalam bentuk kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan, perintah, kewajiban, larangan bahkan sanksi. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 108

Simpulan Substansi hukum yang terdapat dalam Perda tentang IMB di Kota Gorontalo, bersifat belum responsif terhadap masyarakat sebagai wajib IMB. Secara subtansi apabila Peraturan Daerah nomor 18 tahun 2005 Tentang Retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Gorontalo dapat dijabarkan secara rinci melalui peraturan pelaksanaan maupun petunjuk teknisnya, sehingga dapat mempermudah pengaturannya bagi penegak maupun aprat dalam melaksanakan tugasnya di lapangan serta masyarakat sebagai obyek dari perda tersebut dapat mengetahui dan mematuhi. Struktur hukum, dalam hal ini aparat pemerintah, belum efektif dalam melaksanakan tugasnya Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2005 Tentang Retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Gorontalo adalah merupakan tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum, dalam hal ini satuan polisi pamong praja (Satpol PP dan instansi terkait lainnya), sehingga dengan penegakkan secara konsisten dan konsekuen dapat memberikan ketertiban bagi masyarakat terutama bagi yang bangunan rumah yang belum memiliki IMB. Kultur Hukum atau Pengetahuan dan pemahaman hukum masyarakat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas penegakan perda IMB. Peraturan Daerah nomor 18 tahun 2005 Tentang Retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Gorontalo merupakan pencerdasan bagi masyarat terutama yang belum memiliki IMB. Dengan demikian perda tersebut dapat memberikan kesadaran bahwa setiap peraturan yang dibuat oleh pemerintah hanya sematamata untuk kepentingan bersama. Saran Memperbaiki dan melengkapi faktor-faktor yang mempengaruhi Perda IMB, salah satunya adalah dengan Mengefektifkan Peraturan Daerah tentang IMB melalui penerapkan sanksi yang lebih berbobot untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat terutama pemilik bangunan. Meningkatkan Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang IMB, untuk membangun Kesadaran hukum masyarakat Kota Gorontalo dalam kegiatan mendirikan bangunan. Melakukan Upaya-Upaya dengan peningkatan pengawasan sebagai instrumen kontrol bagi aparat pemerintah sebagai pelaksana dilapangan, Penerapan pola pembinaan yang tepat dan berdaya guna dengan Pendisiplinan yang manusiawi; serta keteladanan dari pengambil kebijakan. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 109

DAFTAR PUSTAKA Esmi Warrasih. 2005 Pranata Hukum:Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang : PT Suryandaru Utama. Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung., 1985, Pokok Pokok Perpajakan, Liberty, Yogyakarta., 2002, Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1984. Permasalahan Hukum di dalam Masyarakat. Alumni: Bandung. Syarif, Hidayat. Persoalan Mendasar Implementasi Otonomi Daerah, Harian Umum Media Indonesia tanggal 23 Februari 2000. Warsito Utomo, 1997. Peranan Dan Strategi Peningkatan Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otooomi Daerah. Dalam Jurnal ilmu Sosial Dan Iimu Politik, Volume 1. Sumber lainnya Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Daerah nomor 18 tahun 2005 Tentang Retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Gorontalo. INOVASI, Volume 8, Nomor 3, September 2011 ISSN 1693-9034 110