BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

dokumen-dokumen yang mirip
APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1 DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUDONO

CATATAN PERKEMBANGAN. vital. posisi semi fowler. tenang.

K35-K38 Diseases of Appendix

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR

BAB IV PEMBAHASAN. memberikan asuhan keperawatan terhadap Ny. A post operasi sectio caesarea

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

CATATANPERKEMBANGAN. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) WIB (skala nyeri : 8)

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB II TINJAUAN TEORI. Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan secara pasti tekanan darah arteri

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

BAB III ANALISA KASUS

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

BAB II KONSEP DASAR. normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CATATAN PERKEMBANGAN. Implementasi Keperawatan. Mengevaluasi tingkat mobilitas klien Mendorong partisipasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I KONSEP DASAR A.

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

BAB III TINJAUAN KASUS. 16 Februari dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN A DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: DIARE DI RUANG MINA RS PKU HUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

Infeksi melalui traktus genital pasca persalinan suhu 38 C terjadi antara hari 2-10 post partum

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB III TINJAUAN KASUS. Post Operasi 29 Mei 2010 jam WIB 3 jam post operasi. Register : , Diagnosa Medis : Apendisitis Akut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I KONSEP DASAR. cedera (Sjamsuhidajat, 1997). Trauma abdomen terbagi menjadi jenis : Trauma


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang mengunakan cara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katub ileocekal. (Long, 1996 ). Appendiktomi adalah pemotongan lumen appendiks yang tersumbat oleh fekalit atau yang lain.( Long, 1996). Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang.( Adityarini, 1996 ). Post operasi appendiktomi adalah masa dimana klien telah mengalami operasi pengangkatan appendik.( Long, 1996 ). Jadi post op appendiktomi adalah peradangan appendiks yang sudah membengkak, mengakibatkan nyeri, dan terjadi infeksi dan dilakukan operasi pengangkatan appendiks. Post op laparatomi appendiktomi adalah pembedahan perut untuk pemotongan lumen appndiks yang tersumbat. B. Etiologi Appendiksitis disebabkan infeksi pada dinding appendiks oleh mikroorganisme yang berasal dari :

1. Dalam lumen appendiksitis disebabkan adanya obstruksi oleh : fekalit, benda asing, cacing, tumor, stenosis, perlengketan, spasme otot sphincter, perbatasan appendiks dan secum, hiperplasi folikel limfoid. 2. Perluasan peradangan organ-organ sekitarnya, misal: adnexitis, limfaditis (E.Colli, Stapilococcus, kuman-kuman yang sering ditemukan). C. Gambaran Klinik Pada appendiksitis tanda dan gejala yang muncul adalah nyeri atau perasaan tidak enak pada epigastrium, umbilikus kemudian di regio iliaka kanan diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah. Gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney, kemudian diikuti dengan timbulnya spasme otot, nyeri lepas, rigiditas dan distensi lokal. Pada appendiksitis biasanya ditemukan tanda Rovsing, psoas, dan obsturator positif. Selain itu juga terdapat demam ringan, leukositosis moderat dan konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah (Sylvia A, 1995) Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri (Mansjoer, 2000). D. Patofisiologi Appendiksitis merupakan suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan

lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing, tumor, striktur karena fibrosis akibat peradangan dari neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks menjadi terbendung. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intraluminal. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding appendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut stadium gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendiksitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Mansjoer, 2000). E. Pathway Hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing Tumor, peradangan neoplasma Obstruksi lumen appendiks Menyumbat saluran mukosa appendiks Keterbatasan elastisitas dinding appendik Peningkatan intraluminal

Aliran limfe terhambat Terjadi edema, diapedesis bakteri dan ulterasi mukosa Appendiksitis akut Sekresi mukus meningkat Tekanan harus meningkat Obstruksi vena &edema bertambah Perluasan peradangan Aliran arteri terganggu Terjadi nrkrosis, gangren dan perfurasi Dinding appendiks Appendictomy Pembedahan Anesthesi - Kurang informasi - Tidak ada pengalaman pembedahan Terputusnya mkontinuitas jaringan Menekan pusat Pernafasan Bising usus Knowledge defisit Resiko infeksi Ggg pola tidur Nyeri otot Ggg aktivitas RR Pola nafas tdk efektif Mual, muntah Intake oral Perubahan nutrisi < dr kebutuhan (Mansjoer, 1999) F. Pemeriksaan Penunjang Kekurangan volume cairan Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml ) dengan peningkatan jumlah neutrofil. Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada appendiksitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrat appendikularis (Mansjoer, 2000).

G. Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah : 1. Perforasi Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi. 2. Peritonitis Peritonitis merupakan salah satu akibat perforasi. 3. Abses appendiks Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau nanah di daerah pelvis dan berkembang menjadi rongga yang berisi nanah. 4. Pileflebitis ( tromboflebitis septik vena portal) Mengakibatkan demam tinggi, panas dingin, menggigil dan ikterus. H. Penatalaksanaan Medis 1. Sebelum operasi a. observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis seringkali masih belum jelas. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b. Intubasi bila perlu

c. Antibiotik 2. Operasi appendiktomi 3. Pasca operasi Dilakukan observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Baringkan pasien dalam posisi fowler. I. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan a. Pre Operasi 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan efek sekunder terhadap peradangan appendiks (Carpenito, 1998). Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kriteria hasil: 1) Pasien mengungkapkan hilangnya nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan 2) Pasien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri b. Intervensi : 1) Kaji terhadap faktor yang menurunkan toleransi nyeri 2) Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri 3) Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri 4) Kolaborasi dengan individu untuk memulai tindakan mengurangi nyeri secara non-invasif yang cocok 5) Berikan analgesik untuk menurunkan rasa nyeri yang optimal

6) Kaji respon terhadap tindakan penurunan rasa sakit 7) Ajarkan kepada individu dan keluarga tentang tindakan untuk mengurangi rasa nyeri secara non-invasif (relaksasi, distraksi dan masase) 2. Ansietas atau kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian pre dan post operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan (Barbara Engram, 1999) a. Tujuan : Mendemonstrasikan hilang dari ansietas. b. Kriteria hasil: 1) Pasien mengungkapkan pemahaman tentang kejadian pre dan post operasi. 2) Pasien melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup. 3) Ekspresi wajah rileks, kurang bicara. c. Intervensi: 1) Jelaskan apa yang terjadi selama periode pre dan post operasi, termasuk test laboratorium pre operasi, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pre operasi, tinggal di ruang pemulihan dan program post operasi. 2) Informasikan pada pasien bahwa obat nyeri tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri. 3) Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum nyeri menjadi nyeri berat.

4) Ajarkan dan usahakan pasien untuk tarik nafas dalam, berbalik turun dari tempat tidur. 5) Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan. 6) Tegaskan penjelasan-penjelasan dari dokter. 7) Jika pasien sedang menjalani pengobatan rutin, hubungi dokter untuk menentukan pengobatan yang harus dihentikan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peritonitis sekunder terhadap appendiks ruptur (Barbara Engram, 1998). a. Tujuan : Mendemonstrasikan tak ada manifestasi peritonitis. b. Kriteria hasil : Tak ada manifestasi peritonitis c. Intervensi: 1) Monitor TTV, bising usus, ukuran abdomen, kualitas nyeri. 2) Beritahu dokter dengan segera dan siapkan pembedahan sesuai program bila manifestasi perforasi terjadi penghentian nyeri tibatiba, beberapa menit kemudian nyeri terjadi lagi disertai distensi abdomen, abdomen kaku, takikardi, takipnea, muntah. 3) Pertahankan puasa, berikan terapi IV sesuai program, siapkan pasien pada pembedahan sesuai program. 4) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler, pertahankan tempat tidur agak fleksi. 5) Jelaskan bahwa obat nyeri tidak dapat diberikan sampai penyebab nyeri telah terindentifikasi.

6) Hindari pemberian enema. b. Post Operasi 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terhadap efek anesthesi (Ulrich, 1990) a. Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif. b. Kriteria hasil : 1) Tidak ada sesak nafas 2) Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal 3) AGD dalam batas normal c. Fokus Intervensi : 1) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas 2) Monitor AGD abnormal 3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki pola nafas 4) Atur posisi semi fowler 5) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan 6) Kolaborasi untuk pemberian O2 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan (Doengoes, 1999) a. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang b. Kriteria Hasil: 1) Klien menyatakan bahwa nyeri berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan 2) Skala nyeri 3-5

3) Ekspresi wajah tenang dan rileks 4) Klien dapat istirahat dengan tenang c. Fokus Intervensi : 1) Observasi nyeri, catat lokasi, karakteristik dan beratnya (skala 0-10), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. 2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler. 3) Dorong ambulasi diri. 4) Alihkan perhatian klien untuk mengurangi rasa nyeri. 5) Kolaborasi tentang : Pemberian analgesik dan pemberian kompres es pada abdomen. 3. Kurangnya kebutuhan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah sekunder terhadap efek anesthesi (Doengoes, 1999). a. Tujuan : kebutuhan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan dengan adekuat b. Kriteria hasil : 1) Turgor kulit baik 2) Tanda-tanda vital stabil 3) Pengeluaran urine adekuat 4) Pengisian kapiler refill kurang dari 2 detik 5) Membran mukosa basah c. Fokus intervensi: 1) Monitor tanda-tanda vital 2) Observasi turgor kulit, membran mukosa, dan pengisian kapiler

3) Monitor input dan output, catat warna urine, konsistensi dan berat jenis 4) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus 5) Berikan minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan diet sesuai toleransi 6) Lakukan oral hygiene dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir 7) Kolaborasi tentang pemberian cairan intra vena dan elektrolit 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan intake per oral (Doengoes, 1999). a. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi b. Kriteria hasil : 1) Klien mau menghabiskan makanannya 2) Kunjungtiva tidak anemis 3) Berat badan meningkat atau dalam batas normal c. Fokus intervensi: 1) Observasi pola makan klien 2) Kaji faktor-faktor penyebab klien tidak mau makan 3) Motivasi klien untuk makan sedikit tapi sering 4) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik selera makan pasien 5) Timbang berat badan pasien setiap hari 6) Kolaborasi tentang pemberian roboransia

7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit yang tepat 5. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan peningkatan bakteri sekunder terhadap luka dan insisi bedah (Doengoes, 1999). a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. b. Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi. c. Fokus intervensi : 1) Monitor tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. 2) Observasi tanda dan gejala infeksi 3) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka, dan adanya eritema 4) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik 5) Kolaborasi tentang pemberian antibiotik sesuai indikasi 6) Kolaborasi tentang pemberian irigasi dan drainase bila diindikasikan 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada luka operasi atau ketidaknyamanan (Ulrich, 1990). a. Tujuan : klien dapat mencapai jumlah tidur yang optimal b. Kriteria hasil : 1) Klien dapat istirahat dengan nyaman 2) Tidak ada tanda-tanda mengantuk, menguap, lingkaran hitam di sekitar mata dan tangan tidak tremor c. Fokus Intervensi :

1) Kaji tanda dan gejala gangguan tidur 2) Kaji pola istirahat tidur klien 3) Lakukan tindakan untuk meningkatkan tidur: Hindari tidur lama sepanjang hari Lakukan tindakan untuk mengatasi nyeri atau ketidaknyamanan Anjurkan klien untuk melakukan relaksasi sebelum tidur Hindari intake minuman tinggi cafein Penuhi kebutuhan kenyamanan dan kehangatan pasien Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum tidur 4) Pertahankan ketenangan dan kenyamanan lingkungan 7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri, mual dan muntah (Ulrich, 1990). a. Tujuan : Klien akan mencapai aktivitas fisik maksimal dalam batas yang ditentukan b. Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi c. Fokus intervensi: 1) Lakukan tindakan untuk meningkatkan aktivitas fisik 2) Lakukan tindakan untuk memperbaiki intoleransi aktivitas: Pertahankan pembatasan aktivitas sesuai order Bantu klien dalam melakukan aktivitas 3) Lakukan tindakan untuk mengurangi nyeri 4) Lakukan tindakan untuk mencegah mual dan muntah

8. Defisit knowledge berhubungan dengan salah interprestasi informasi (Doengoes, 1999). a. Tujuan : Klien mengetahui proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi b. Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan c. Fokus intervensi: 1) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, seperti mengangkat berat, olah raga, seks, latihan dan menyetir 2) Diskusikan perawatan luka, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan atau pengikat 3) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, misalnya peningkatan nyeri, edema atau eritema luka, adanya drainase dan demam