BAB I PENDAHULUAN. perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ibnu (1994 : 29), bahwa pembangunan daerah adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat seutuhnya, untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak. hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin (Bastian:2001).

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan dearah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dewasa ini, perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi, khususnya kendaraan bermotor telah mengalami pertumbuhan yang sangat besar. Inovasi atau penemuan baru pada teknologi alat transportasi pun semakin banyak bermunculan. Para produsen saling berlomba-lomba dan bersaing untuk dapat menguasai pasar dengan memasarkan produk-produk kendaraan bermotor mereka ke masyarakat luas, sehingga penawaran akan kendaraan bermotor tersebut pun menjadi sangat banyak. Seiring dengan hal tersebut, pertumbuhan penduduk juga semakin banyak dan sulit untuk dikendalikan, terutama di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan (lihat Grafik 1.1). Dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sebesar 1,49% per tahun (Badan Pusat Statistik, 2012), maka sejak tahun 2000 hingga 2010 tersebut jumlah penduduk Indoneisa telah mengalami peningkatan kurang lebih 15%, yaitu sekitar 30 jiwa juta lebih. Dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat tersebut, maka diperkirakan permintaan terhadap kendaraan bermotor pun juga akan meningkat. 1

Jumlah Penduduk (jiwa) Grafik 1.1: Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia (1971-2010) 250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 119.208.229 147.490.298 237.641.326 206.264.595 194.754.808 179.378.946 50.000.000 0 1971 1980 1990 1995 2000 2010 Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) Keberadaan kendaraan bermotor telah menjadi bagian yang sangat vital bagi masyarakat saat ini. Dengan adanya kendaraan bermotor telah memudahkan mobilitas masyarakat, membuat efisien dan efektif dari setiap kegiatan masyarakat. Ria dan Legowo (2010) menambahkan bahwa kendaraan bermotor tersebut tidak hanya sebagai sarana transport, tetapi juga dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Sehingga masyarakat akan sangat membutuhkan keberadaan kendaraan bermotor tersebut. Selain karena kebutuhan, kepemilikan kendaraan bermotor tersebut menjadi salah satu alat ukur derajat seseorang di masyarakat, sehingga bagi sebagian masyarakat secara tidak langsung mereka akan berlombalomba untuk membeli kendaraan bermotor hanya untuk menunjukkan kemampuan atau derajat perekonomian mereka. Dari hal-hal tersebut maka permintaan akan kendaraan bermotor akan semakin meningkat. 2

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dari setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk Indonesia yang juga cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan dan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang dipasarkan akan membuat harga jualnya semakin menurun sehingga masyarakat pun akan semakin mudah untuk mendapatkannya. Semakin banyaknya pihakpihak yang menawarkan jasa kredit kendaraan bermotor dengan syarat yang tidak terlalu sulit dan terjangkau bagi masyarakat, juga membuat masyarakat akan semakin mudah untuk mendapatkan kendaraan bermotor tersebut. Selain hal tersebut, kurangnya fasilitas yang memadai, kenyamanan dan keamanan yang kurang dari kendaraan atau alat transportasi umum juga membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Tabel 1.1: Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Indonesia (2000-2011) (unit) Tahun Mobil Bus Truk Sepeda Jumlah Penumpang Motor 2000 3.038.913 666.280 1.707.134 13.563.017 18.975.344 2001 3.189.319 680.550 1.777.293 15.275.073 20.922.235 2002 3.403.433 714.222 1.865.398 17.002.130 22.985.183 2003 3.792.510 798.079 2.047.022 19.976.376 26.613.987 2004 4.231.901 933.251 2.315.781 23.061.021 30.541.954 2005 5.076.230 1.110.255 2.875.116 28.531.831 37.623.432 2006 6.035.291 1.350.047 3.398.956 32.528.758 43.313.052 2007 6.877.229 1.736.087 4.234.236 41.955.128 54.802.680 2008 7.489.852 2.059.187 4.452.343 47.683.681 61.685.063 2009 7.910.407 2.160.973 4.452.343 52.767.093 67.336.644 2010 8.891.041 2.250.109 4.687.789 61.078.188 76.907.127 2011 9.548.866 2.254.406 4.958.738 68.839.341 85.601.351 Sumber: Badan Pusat Statistik (2013), diolah 3

Dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di masyarakat, maka akan berakibat pada jumlah konsumsi bahan bakarnya pula. Bahan bakar kendaraan bermotor pun akan semakin banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengoperasikan kendaraan bermotor tersebut. Mengingat pentingnya keberadaan kendaraan bermotor di masyarakat, membuat bahan bakar minyak atau BBM, baik jenis premium, solar, pertamax atau yang lainnya mejadi komoditi yang vital pula di masyarakat. Sehingga dengan adanya peningkatan harga BBM yang dilakukan pemerintah, diperkirakan jumlah konsumsi oleh masyarakat tidak mengalami penurunan yang signifikan. Apabila dilihat dari penjelasan di atas, bahwa jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan pentingnya peran dari BBM tersebut, jumlah konsumsi BBM malah bisa semakin meningkat. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar tersebut dapat berpengaruh pada daerah, yaitu akan mempengaruhi penerimaan Pendapatan Daerah-nya. Pendapatan Daerah merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (Halim, 2004). Salah satu sumber dari Pendapatan Daerah tersebut adalah dari pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Dengan adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut, penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) tentunya akan mengalami peningkatan juga. Sedangkan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor tersebut akan meningkatkan penerimaan dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan 4

Bermotor (PBB-KB) yang akan dipungut oleh Pemerintah Daerah Dati I (Provinsi). Kemudian dari hasil penerimaan pajak tersebut, sebagian akan diserahkan kepada Daerah Dati II (Kabupaten/Kota) yang bersangkutan, yaitu sebesar 70% untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan 30% untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 94 ayat 1) sebagai Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi Kepada Kabupaten/Kota yang merupakan salah satu struktur Pendapatan Daerah. Namun peningkatan penerimaan pajak tersebut tidak akan terasa apabila sistem perpajakan tidak dapat mengambil manfaat dari adanya peningkatan penerimaan pajak-pajak tersebut, misalkan sistem perpajakan sangat tidak efisien dan efektif (Mahi, 2005). Oleh karena itu, pemungutan pajak yang dilakukan pun harus efektif dan efisien. Dengan berlakunya Undang-undang yang baru tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, terdapat peningkatan tarif dari pajak-pajak daerah tersebut. Untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor yaitu dari paling tinggi 5% menjadi paling tinggi 10%, dan untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yaitu dari paling tinggi 10% menjadi paling tinggi 20%. Selain itu, terdapat perluasan basis pajak yang sudah ada, yaitu untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diperluas hingga kendaraan Pemerintah. Dengan demikian, Pemerintah Daerah semakin memiliki peluang untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Daerah-nya yang menjadi salah satu struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja 5

Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan dari Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan oleh Peraturan Daerah (Rositawati, 2009). Sehingga dengan peningkatan dari pajak-pajak yang disebutkan di atas, akan menjadikan rencana keuangan APBD tersebut menjadi lebih mampu untuk menjalankan fungsinya dan mengurus rumah tangga daerah itu sendiri sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diberikan. Otonomi daerah yang telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2001 telah membuat Pemerintah Daerah menjadi lebih mandiri dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri. Dengan otonomi daerah tersebut, berarti Pemerintah Daerah dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan daerah telah diberikan kewenangan yang utuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah (Rosalina, 2008). Pemerintah Daerah tidak perlu menunggu keputusan dari Pemerintah Pusat untuk mengatasi tuntutan dari masyarakat tersebut, sehingga dengan adanya otonomi daerah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Menurut Nataludin seperti yang dikutip oleh Nurhayati (2008) juga menegaskan bahwa ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan Pemerintah Daerah menjadi lebih besar. Mithneck (1991) dalam Rosdiana (2009) 6

juga menambahkan bahwa kemandirian fiskal merupakan suatu hal mutlak agar program-program pemerintah dapat terealisasi. Selain itu, ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat dapat menyebabkan perubahan dalam perencanaan ataupun pelaksanaan anggaran daerah, apalagi jika terjadi keterlambatan alokasi dana dari pusat ke daerah (Mahi, 2005). Fajar (2006) dalam Rosdiana (2009) mengemukakan bahwa sejak dimulainya Tax Reform 1983, Indonesia sangat mengandalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu berkreasi untuk mencari/menggali potensi sumber-sumber penerimaan keuangannya, terutama dari sektor pajak. Dalam hal ini, Kabupaten Bantul yang merupakan daerah otonom juga akan mengurangi kertergantungannya kepada pemerintah pusat, yaitu dengan menggali potensi sumber-sumber Pendapatan Daerahnya semaksimal mungkin dan meningkatkan Pendapatan Daerahnya. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki julukan sebagai Kota Pelajar. Dengan adanya julukan tersebut membuat banyak pelajar dari berbagai wilayah di Indonesia yang menimba ilmu di DIY sehingga akan meningkatkan kendaraan bermotor yang ada di DIY. Sejak tahun 2003, pemerintah provinsi DIY telah melakukan pendataan terhadap kendaraan yang berasal dari luar daerah DIY, dan juga himbauan kepada para pemilik kendaraan yang berasal dari luar DIY tersebut diharapkan dapat melakukan mutasi kendaraannya ke dalam wilayah administrasi provinsi DIY, 7

sehingga hal tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan daerahnya yang berasal dari pajak-pajak seperti yang telah disebutkan di atas. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Provinsi DIY setelah Kabupaten Sleman (lihat Tabel 1.2). Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, seperti penjelasan di atas bahwa peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor, maka akan membuat kendaraan bermotor yang ada di Kabupaten Bantul juga berjumlah banyak. Tabel 1.2: Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi DIY, 1971-2010 (Jiwa) Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk 1971 1980 1990 2000 2010 Kulonprogo 370.629 380.685 372.309 370.944 388.869 Bantul 568.618 634.442 696.905 781.013 911.503 Gunungkidul 620.085 659.486 651.004 670.433 675.382 Sleman 588.304 677.323 780.334 901.377 1.093.110 Yogyakarta 340.908 398.192 412.059 396.711 388.627 D.I.Yogyakarta 2.488.544 2.750.128 2.912.611 3.120.478 3.457.491 Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah Sehubungan dengan hal tersebut, maka pajak-pajak di Kabupaten Bantul, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi sumber penerimaan pajak yang sangat potensial. Lalu bagaimanakah pertumbuhan ketiga pajak tersebut? Apakah ketiga pajak yang merupakan pajak provinsi tersebut akan berpengaruh secara signifikan pada pendapatan daerah di Kabupaten Bantul? Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap 8

pertumbuhan PKB, BBNKB dan PBBKB di Kabupaten Bantul dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, yaitu 2006 hingga 2012, dan mencari tahu apakah pertumbuhan ketiga pajak tersebut akan berpengaruh secara signifikan atau tidak pada pendapatan daerah di Kabupaten Bantul. 1.2 Rumusan Masalah Kabupaten Bantul merupakan daerah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di 17 Kecamatan. Dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada, yaitu sekitar 1.015.465 jiwa ("Profil Kabupaten Bantul," 2012), tentu kendaraan pribadi juga akan sangat banyak. Di zaman modern seperti ini, hampir setiap orang memiliki minimal 1 (satu) unit kendaraan. Dari hal tersebut, permintaan kendaraan dan konsumsi bahan bakarnya tentu akan sangat besar sehingga pajak-pajak yang dipungut pun jumlahnya banyak. Apabila dilihat dari penjelasan pada bagian sebelumnya, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak-pajak yang memiliki potensi atau peluang yang cukup besar dalam berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Daerah. Ria dan Legowo (2010) menegaskan dalam artikelnya bahwa salah satu jenis pajak daerah yang merupakan pendapatan daerah yang besar adalah dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Dalam hasil penelitiannya, Yuniarti dan Sumirah (2003) menyebutkan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terbesar di DIY berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Pajak-pajak tersebut merupakan pajak 9

yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi, namun akan dibagikan kepada daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang akan dimasukkan sebagai Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi Kepada Kabupaten/Kota, sebagai salah satu bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, sehingga penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bantul pun akan meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian bagaimana pertumbuhan pajak dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah pada lingkup kabupaten/kota saja. Pada akhirnya penelitian ini akan menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012? 2. Seberapa besar tingkat efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012? 3. Seberapa besar pengaruh atau kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Pendapatan Dearah di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012? 1.3 Tujuan Penelitian Perumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 10

1. Mengukur dan menganalisis pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012. 2. Mengukur dan menganalisis tingkat efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012. 3. Menghitung secara empiris seberapa besar pengaruh atau kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Pendapatan Dearah di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka meningkatkan penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, atau untuk pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan Pendapatan Daerah 11

sehingga dapat berpengaruh positif terhadap pembangunan daerah dan juga pembangunan nasional. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai perpajakan dan masalah-masalahnya, sehingga dapat memahaminya dan membangun tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak terhadap peningkatan Pendapatan Daerah di Kabupaten Bantul. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan dan sumber informasi tambahan dalam melakukan penelitianpenelitian selanjutnya dengan tema yang sama, atau hanya dijadikan sebagai sumber bacaan saja. 1.5 Sistematika Penelitian Skripsi ini memiliki enam bab yang berurutan dan tersusun secara sistematis yaitu sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II Gambaran Umum Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum dari Kabupaten Bantul, profil, letak geografis, keuangan daerah, pendapatan daerah, dan gambaran umum mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor khususnya di Kabupaten Bantul. 12

BAB III Telaah Literatur Bab ini membahas lengkap teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Teori teori ini didapatkan dari buku, literature dan internet. Teori yang dibahas meliputi teori terkait Perpajakan terutama Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta teori-teori terkait Pendapatan Daerah. BAB IV Metodologi Penelitian Bab ini menjelaskan bagaimana penelitian ini akan dilakukan, objek dan ruang lingkup penelitian, cara pengumpulan data, dan bagaimana cara menganalisis data tersebut. BAB V Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan tentang proses analisis data, hasil analisis data, dan pembahasan mengenai hasil perhitungan yang diperoleh dari analisis data tersebut. BAB VI Penutup Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian. Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran dari peneliti. 13