II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

Hubungan antara Inflasi dan Jumlah Uang Beredar

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mankiw, 2006: 145). Ini tidak berarti bahwa harga harga berbagai macam

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Perlunya inflasi dikendalikan rasanya tidak perlu dipertanyakan lagi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

INFLATION. Izza Mafruhah, SE, MSi

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. beberapa hasil penelitian terdahulu: Penelitian Nugroho dan Basuki (2012) dengan judul Analisis Faktorfaktor

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap kestabilan kegiatan perekonomian. Di negara seperti indonesia sering

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

III. KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi pada tahun 1997 dan 1998 yang melanda negara negara

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

Suku Bunga dan Inflasi

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

Ekonomi. untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini. Dibuat oleh:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggambarkan bahwa telah terjadi inflasi (Rahardja Manurung, 2001) :

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. ekspor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kajian/landasan teoritis, studi empiris terkait sebelumnya atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Hubungan Harga Minyak dan Inflasi Mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dijelaskan oleh Blanchard (2006). Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus (persamaan 2.1). Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga. P = ( 1 + µ ) W (2.1) W = P e F(u, z) (2.2) Keterangan : P = tingkat harga µ = markup W = upah nominal P e = ekspektasi harga u = tingkat pengangguran z = variabel lainnya Kerangka kerja kurva permintaan dan penawaran agregat sangat penting dalam memengaruhi keseimbangan tingkat output dan inflasi. Secara khusus, penggunaan kurva permintaan dan penawaran agregat dapat juga untuk menjelaskan pengaruh kebijakan ekonomi dan guncangan eksternal terhadap keseimbangan tingkat output dan harga. Kurva permintaan agregat adalah kurva yang mewakili sisi permintaan yang menggambarkan bagaimana pengaruh dari harga terhadap output. Sementara, kurva penawaran agregat adalah kurva yang menggambarkan pengaruh dari output terhadap tingkat harga (Blanchard, 2006). Persamaan untuk penawaran agregat adalah: = e Y P P ( 1 + µ ) F 1, z.. (2.3) L Keterangan : P = tingkat harga P e = ekspektasi harga W = upah nominal µ = markup u = tingkat pengangguran z = variabel lainnya

18 Dari persamaan (2.3) secara eksplisit dapat dilihat bahwa variabel-variabel yang dapat memengaruhi tingkat harga adalah ekspektasi harga, markup dan output. Perubahan ekspektasi harga dan pertumbuhan output akan memengaruhi harga melalui peningkatan upah nominal sehingga tentu saja adanya kenaikan upah nominal akan mendorong terjadinya kenaikan harga. Disamping upah nominal, markup juga merupakan variabel yang memengaruhi harga secara langsung, dengan demikian, jika perusahaan menaikkan markup, maka harga akan ikut naik. Kurva permintaan agregat menunjukkan kombinasi dari tingkat harga dan tingkat output dimana pasar barang dan pasar uang secara simultan dalam keseimbangan. Dalam perekonomian terbuka, kurva permintaan ditentukan oleh posisi keseimbangan di pasar barang (IS), keseimbangan di pasar uang (LM), dan pasar internasional melalui balance of payment (BoP). Dengan adanya variabel kebijakan moneter dan fiskal maka jika terjadi kenaikan tingkat harga akan menyebabkan penurunan real money stock yang dapat menurunkan output. Tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya akan menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, konsumsi minyak yang tinggi diperkirakan akan menyebabkan inflasi. Inflasi ini termasuk demand pull inflation yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Pengertian kenaikkan permintaan agregat seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli ekonomi. Pergeseran kurva permintaan agregat yang disebabkan adanya kebijakan moneter dan fiskal adalah berdasarkan model Keynesian. Sedangkan pergeseran kurva permintaan agregat yang disebabkan oleh faktor

19 moneter yaitu perubahan uang beredar adalah berdasarkan model klasik. Dengan kata lain, golongan moneterist menganggap permintaan agregat mengalami kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan, menurut golongan Keynesian, kenaikkan permintaan agregat dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, atau ekspor bersih, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang beredar. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. Kenaikan harga minyak dunia dapat memicu terjadinya inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan) merupakan salah satu jenis inflasi menurut asalnya yaitu imported inflation. Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Inflasi ini dapat menular baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh satu jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-

20 pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Sebagai contoh, imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestik inflation diikuti dengan demand pull inflation, dsb. Cost push inflation yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya kurva penawaran agregat ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva penawaran agregat bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha. Selain itu, faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negaranegara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Selain itu, hubungan harga minyak dan inflasi dapat dijelaskan dengan kurva Phillips. Mankiw (2007) menyatakan bahwa kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan yaitu inflasi yang diharapkan, pengangguran siklis, dan guncangan penawaran. Koefisien β menggambarkan efek pengangguran terhadap inflasi dengan asumsi inflasi yang diharapkan konstan. Ketika pengangguran di atas tingkat alamiahnya maka inflasi lebih rendah daripada inflasi yang diharapkan. Sebaliknya, ketika pengangguran di bawah tingkat alamiahnya maka inflasi lebih tinggi daripada inflasi yang diharapkan..... (2.4) Dimana: π = Inflasi π e = Inflasi yang diharapkan = Pengangguran siklis (penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah) ν = Guncangan Penawaran

21 Guncangan penawaran yang memperburuk seperti kenaikan harga minyak dunia menunjukkan nilai positif pada v dan menyebabkan kenaikan inflasi. Ini juga disebut inflasi dorongan biaya (cosh push inflation) karena guncangan penawaran yang memperburuk adalah peristiwa-peritiwa tipikal yang mendorong ke atas biaya produksi. Sebaliknya, guncangan penawaran yang bermanfaat, seperti persediaan minyak yang melimpah yang menyebabkan turunnya harga minyak, membuat v negatif dan menyebabkan turunnya inflasi. Menurut Mankiw (2007), guncangan pada penawaran agregat dapat menyebabkan fluktuasi ekonomi. Guncangan penawaran adalah guncangan pada perekonomian yang bisa mengubah biaya produksi barang serta jasa yang memengaruhi harga yang dibebankan perusahaan kepada konsumen. Guncangan penawaran kadang-kadang disebut guncangan harga karena memiliki dampak yang langsung terhadap tingkat harga. Contoh dari guncangan harga antara lain organisasi kartel minyak internasional. Dalam membatasi persaingan, produsen minyak utama bisa meningkatkan harga minyak dunia. Peristiwa tersebut merupakan guncangan penawaran yang memperburuk (adverse supply shock) yang berarti meningkatkan biaya dan harga. Sebaliknya, guncangan penawaran yang menguntungkan antara lain bubarnya kartel minyak internasional yang berarti mengurangi biaya dan harga. Peningkatan harga minyak pada jangka pendek menyebabkan penurunan output dan peningkatan tingkat harga. Sepanjang waktu, output turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi. Menghadapi guncangan penawaran yang memperburuk, pembuat kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat, seperti bank sentral, memiliki pilihan sulit di antara dua pilihan. Pilihan pertama adalah mempertahankan permintaan agregat konstan yang menyebabkan output dan kesempatan kerja lebih rendah dari tingkat alamiah dan terjadi stagflasi (kombinasi dari kenaikan harga dan penurunan output). Secara bertahap harga akan turun untuk mencapai full employment pada tingkat harga lama. Tetapi akibat dari proses ini adalah resesi yang parah. Pilihan kedua adalah memperluas permintaan agregat untuk membawa perekonomian ke arah tingkat alami secara lebih tepat. Dalam hal ini Bank Sentral dikatakan mengakomodasi guncangan penawaran. Hal ini menyebabkan tingkat harga secara permanen lebih tinggi. Dan tidak ada jalan

22 untuk menyesuaikan permintaan agregat baik untuk mempertahankan employment maupun mempertahankan tingkat harga yang stabil (Gambar 13).. full Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 13. Mengakomodasi Guncangan Penawaran yang Memperburuk 2.1.2 Hubungan Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik. Peningkatan pada tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Sepanjang waktu, output turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi. Dalam jangka pendek, kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan tingkat harga, sehingga menurunkan stok uang riil yang mengarah pada penurunan permintaan dan output. Dalam jangka menengah, kenaikan harga minyak menyebabkan penurunan upah riil yang dibayar oleh perusahaan sehingga meningkatkan tingkat pengangguran alamiah dan selanjutnya menurunkan tngkat output alamiahnya. Peningkatan harga minyak dunia juga akan menyebabkan peningkatan pada harga barang-barang domestik karena sebagian besar perusahaan di dalam negeri masih menggunakann minyak sebagai bahan baku untuk produksi. Peningkatan harga barang domestik ini akan menyebabkan nilai tukar riil domestik terhadap dolar Amerika mengalami depresiasi (melemah). Nilai mata uang domestik yang terdepresiasi dapat meningkatkan daya saing barang domestik karena harga barang domestik menjadi lebih murah dibanding dengan harga barang luar negeri. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap barang domestik akan mengalami peningkatan. Selain itu, nilai tukar yang terdepresiasi akan menyebabkan surplus pada neraca perdagangan (trade balance) karena

23 peningkatan ekspor bersih. Pada akhirnya, peningkatan ekspor akan menyebabkan peningkatan pada output (PDB). Harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan perusahaan mengubah rencana investasi, membatalkan beberapa proyek investasi, atau mengganti peralatan dengan penggunaan energi yang lebih sedikit. Peningkatan harga minyak juga membagi pendapatan dari konsumen minyak ke produsen minyak. Produsen minyak mungkin membelanjakan lebih sedikit daripada konsumen minyak yang kemudian menyebabkan penurunan dalam permintaan konsumsi. Sebaliknya, konsumen minyak mungkin membelanjakan lebih banyak daripada produsen minyak yang kemudian menyebabkan peningkatan dalam permintaan konsumsi. Karena beberapa efek menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dan lainnya menggeser kurva permintaan agregat ke kiri maka efeknya saling meniadakan dan permintaan agregat tidak bergeser (tetap). Dengan permintaan agregat konstan, dalam jangka pendek, hanya kurva penawaran agregat yang bergeser seperti terlihat pada Gambar 14. Tingka Harga (P) P P A AS AS A A AS AD Y n Y Y n Output (Y) Sumber: Blanchard, 2006 Gambar 14. Efek Dinamis Peningkatan Harga Minyak Perekonomian bergerak sepanjang kurva AD dari A ke A dan output turun dari Y ke Y. Kenaikan harga minyak menyebabkan perusahaan meningkatkan harganya. Peningkatan tingkat harga ini selanjutnya menyebabkan penurunan permintaan dan output. Meskipun output jatuh, tingkat output alamiah juga makin jatuh. Di titik A, output Y masih di atas tingkat output alamiah baru Y n sehingga kurva penawaran agregat terus bergeser ke atas. Perekonomian bergerak terus sepanjang kurva AD dari A ke A. Pada titik A, output sama

24 dengan tingkat output alamiah baru yang lebih rendah Y n dan tingkat harga lebih tinggi daripada sebelum terjadi guncangan harga minyak. Pergeseran penawaran agregat memengaruhi output tidak hanya pada jangka pendek tapi juga pada jangka menengah. Jika permintaan agregat tidak konstan, maka seberapa besar penurunan atau peningkatan output tergantung dari seberapa besar guncangan harga minyak yang menggeser kurva penawaran agregat dan seberapa jauh kebijakan fiskal dan moneter menggeser kurva permintaan agregat. Mekanisme transmisi yang diperlihatkan oleh Gambar 13 juga merupakan salah satu jenis inflasi karena dorongan biaya (cost push inflation). 2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Mankiw (2007) menjelaskan hubungan transaksi dan uang atau pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam persamaan kuantitas (quantity equation). Teori kuantitas uang adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : 1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral. 2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori kuantitas uang (quantity theory of money) menunjukkan hubungan antara transaksi dan uang melalui persamaan kuantitas (quantity equation): MV = PT... (2.5) Keterangan: M = Jumlah Uang Beredar (money supply) V = Perputaran uang transaksi (transaction velocity of money) P = Tingkat harga dari suatu transaksi T = total transaksi selama periode waktu tertentu

25 Persamaan ini berguna karena menunjukkan bahwa jika satu dari variabelvariabel itu berubah maka satu atau lebih variabel lainnya juga harus berubah untuk menjaga kesamaan. Misalnya jika jumlah uang beredar (M) meningkat dan perputaran uang (V) tidak berubah maka baik harga atau jumlah transaksi harus meningkat. Dalam kenyataannya, persamaan di atas mengandung masalah yaitu karena jumlah transaksi sulit diukur. Untuk memecahkan masalah ini maka jumlah transaksi (T) diganti dengan output total dalam perekonomian (Y). transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak perekonomian berproduksi maka semakin banyak barang dibeli dan dijual. Namun demikian kedua variabel tersebut tidak sama. Tetapi nilai uang dari transaksi proporsional terhadap nilai uang dari output. Jika Y menyatakan jumlah output dan P menyatakan harga satu unit output maka nilai uang dari output adalah PY. Sehingga persamaan kuantitas menjadi: MV = PY...... (2.6) Karena Y juga merupakan pendapatan total maka V dalam persamaan kuantitas ini disebut perputaran pendapatan uang (income velocity of money). Perputaran pendapatan uang menyatakan berapa kali uang masuk ke dalam pendapatan seseorang dalam periode waktu tertentu. Teori uang, harga dan inflasi menjelaskan apa yang menentukan seluruh tingkat harga perekonomian. Teori tersebut memiliki tiga unsur yaitu: 1. Faktor-faktor produksi dan fungsi produksi menentukan tingkat output Y 2. Jumlah Uang beredar (M) menentukan nilai output nominal (PY). Hal ini berdasarkan persamaan kuantitas dengan asumsi perputaran uang adalah tetap. 3. Tingkat harga P adalah rasio dari nilai output nominal (PY) terhadap tingkat output (Y). Karena tingkat inflasi adalah perubahan persentase dalam tingkat harga, teori tingkat harga ini juga merupakan teori tingkat inflasi. Sehingga persamaan kuantitas ditulis dalam bentuk perubahan persentase, yaitu: %M + %V = %P + %Y... (2.7)

26 Perubahan persentase dalam kuantitas uang M berada di bawah pengawasan bank sentral. Perubahan persentase dalam perputaran V mencerminkan pergeseran dalam permintaan uang dan jika perputaran diasumsikan konstan maka perubahan persentase dalam perputaran adalah nol. Perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi. Perubahan persentase dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi (given). Pada akhirnya analisis ini menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi. Jadi, teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral (yang mengawasi jumlah uang beredar) memiliki kendali tertinggi atas inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2007). M juga bisa disebut agregat moneter, V adalah kecepatan dari agregat moneter, P adalah tingkat harga agregat, dan Y adalah PDB riil. Kecepatan agregat moneter biasanya direpresentasikan sebagai fungsi dari suku bunga karena permintaan uang sensitif terhadap opportunity cost terhadap biaya memegang uang. Harga energi merupakan salah satu komponen dalam perhitungan tingkat harga agregat sehingga perubahan harga energi dapat memengaruhi tingkat harga agregat secara langsung. Namun demikian, cara langsung ini tidak dapat menghasilkan perubahan yang permanen pada tingkat harga agregat. Dalam persamaan kuantitas uang, perubahan harga energi tidak bisa berdampak secara permanen terhadap tingkat harga kecuali PDB, monetery agregat atau kecepatannya diubah. Perubahan harga energi dapat berdampak permanen terhadap tingkat harga agregat dengan cara mengubah PDB riil. Peningkatan harga energi mengindikasikan peningkatan kelangkaan input produksi ini dan mengurangi PDB riil. Netralitas uang menyatakan jika salah satu di antara M, V, atau PDB dianggap konstan, perubahan PDB riil akan memengaruhi tingkat harga agregat. Penurunan PDB riil akan meningkatkan tingkat harga agregat dengan persentase yang sama.

27 Dalam kasus kenaikan harga minyak, maka dalam jangka pendek, kenaikan harga minyak akan mendorong kenaikan pada tingkat harga. Selanjutnya kenaikan tingkat harga akan menurunkan stok uang riil yang menyebabkan penurunan permintaan dan output. Hubungan antara stok uang riil dan output dapat dijelaskan melalui persamaan permintaan agregat, dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Permintaan barang dalam hal ini output proporsional terhadap stok uang riil. Mekanisme dalam model IS-LM yaitu penurunan stok uang riil menyebabkan peningkatan suku bunga, peningkatan suku bunga menyebabkan penurunan pada permintaan barang dan selanjutnya menurunkan output.... (2.8) 2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu Dampak kenaikan harga minyak terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 2000-an berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1970- an. Pada tahun 1970-an, kenaikan harga minyak menyebabkan inflasi tinggi, resesi, produktivitas rendah, dan tingkat pertumbuhan rendah atau negatif. Kenaikan harga minyak pada awal tahun 2000-an menyebabkan peningkatan infasi namun relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1970-an dan pertumbuhan ekonomi dunia tetap kuat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Unalmis et al. (2009). Mulai tahun 1970-an, guncangan harga minyak dunia telah memberi kontribusi terhadap resesi global selama tiga puluh tahun terakhir. Hamilton (1983) menyimpulkan bahwa hampir semua resesi di Amerika Serikat sejak akhir perang dunia kedua diawali dengan kenaikan harga minyak dunia yang tinggi. Secara historis, gangguan di pasar minyak mengakibatkan distorsi ekonomi baik di negara industri maupun negara-negara berkembang. Sejak tahun 1972, akibat dari harga minyak yang tinggi telah terkait dengan resesi, inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah dan produktivitas rendah. Peningkatan harga minyak mendorong resesi di Amerika Serikat. Penelitian lain menunjukkan bahwa harga minyak yang tinggi terkait dengan tingkat inflasi yang tinggi di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa (Leblanc and Chinn, 2004). Pada tahun 2000-an,

28 dampak kenaikan harga minyak menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Limin et al. (2010) dan Apriani (2007) menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China dan Indonesia. 2.2.1 Harga Minyak dan Inflasi Penelitian yang dilakukan Aisen dan Veiga (2003 dan 2005) menunjukkan bahwa perubahan tahunan harga minyak mempunyai tanda yang positif seperti yang diharapkan dan secara statistik signifikan memengaruhi inflasi. Selain itu, perdagangan luar negeri yang merupakan persentase PDB mempunyai koefisien yang positif yang menunjukkan bahwa semakin besar derajat keterbukaan terhadap perdagangan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi. Sehubungan dengan kinerja ekonomi, hasilnya seperti yang diharapkan: pertumbuhan PDB riil, nilai tukar efektif riil mempunyai tanda yang negatif. Hal ini sesuai dengan intuisi bahwa inflasi berhubungan dengan pertumbuhan yang rendah dan undervalued nilai mata uang. Overvaluation riil dari mata uang menurunkan inflasi. Efek marjinal dari pertumbuhan PDB riil per kapita dan tingkat U.S. Treasury Bill lebih tinggi: bila tingkat U.S. Treasury Bill naik satu persen, tingkat inflasi meningkat sekitar tiga persen, dan ketika tingkat pertumbuhan PDB per kapita riil naik satu titik lebih tinggi, inflasi turun minimal dua persen. Apriani (2007) melakukan penelitian mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi dan output di Indonesia. Hasil analisis dengan menggunakan metode VAR selama periode 1990-2006 menunjukkan hasil bahwa dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil, dan jumlah uang beredar adalah positif. Olomola dan Adejumo (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil, dan jumlah uang beredar di Nigeria dengan menggunakan metode vector autoregression (VAR). Penelitian ini menggunakan data kuartalan dari tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan harga minyak dunia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar riil namun tidak memengaruhi output dan inflasi di Nigeria. Selain itu, ditemukan bahwa kenaikan harga minyak dunia meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan

29 karena nilai tukar riil di Nigeria mengalami apresiasi yang berdampak pada sektor perdagangan. Dengan menggunakan periode waktu yang lebih panjang dan Negara yang berbeda, Al-Salman et al. (2008) menganalisis dampak jangka pendek dari perubahan harga minyak terhadap siklus bisnis dari Negara G-7 dengan hanya menggunakan analisis uji kointegrasi dan uji Granger Causality. Data yang digunakan adalah data kuartalan meliputi periode 1970:1 2006:4. Dalam studi ini ditemukan beberapa fakta sebagai berikut terdapat netralitas jangka pendek GDP riil terhadap perubahan harga minyak di Italia, Jepang, dan Inggris. Namun demikian, minyak berdampak nyata terhadap perekonomian Negara G-7 lainnya, khususnya Jerman dan Perancis. Di lain pihak, perubahan kebijakan pemerintah telah memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh tingginya harga minyak di Jepang, Italia, dan Perancis. Selain itu, karakteristik perekonomian AS, Inggris, Jerman dan Kanada telah membentuk peran pengaruh minyak pada siklus bisnis mereka. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa ada pengaruh waktu perubahan harga minyak pada siklus bisnis di beberapa perekonomian G-7. Sato et al. (2009) melakukan studi Identifying Shocks in Regionally Integrated East Asian Economies with Structural VAR and Block Exogeneity. Dalam studi ini ditemukan bahwa guncangan harga minyak dunia semakin penting dalam memengaruhi stabilitas pertumbuhan output riil di Asia Timur, terutama dalam perekonomian Cina, Hong Kong, Singapura dan Thailand. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan ketergantungan pada pasokan minyak dunia yang terkait dengan terjadinya industrialisasi di negara-negara tersebut. Hasil dari dekomposisi varian dari inflasi menunjukkan bahwa guncangan harga minyak dunia merupakan sumber penting dari fluktuasi harga di sebagian besar perekonomian, diikuti oleh shock Amerika Serikat. Pengaruh Cina pada tingkat harga dalam negeri adalah persisten, dan sebagian besar dicatat di Hong Kong, yang merupakan cerminan dari tingkat integrasi ekonomi yang tinggi di antara kedua perekonomian.

30 2.2.2 Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian Limin et al. (2010) menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China sementara penelitian Apriani (2007) juga menghasilkan kesimpulan yang sama hanya beda objek penelitian yaitu di Indonesia. 2.2.3 Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Hasil penelitian Fisher et al. (2002)menyimpulkan bahwa: (i) inflasi yang lebih tinggi cenderung lebih tidak stabil, (ii) di negara-negara dengan inflasi tinggi, terdapat hubungan yang kuat antara keseimbangan fiskal dan seigniorage baik dalam jangka pendek dan jangka panjang; (iii) inflasi inersia menurun seiring dengan meningkatnya rata-rata inflasi; (iv) inflasi tinggi terkait dengan kinerja makroekonomi yang buruk. Hasil penelitian Edison (2002) menyimpulkan bahwa inflasi yang tinggi berhubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Arai et al. (2002) menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung pandangan bahwa inflasi pada umumnya berbahaya terhadap pertumbuhan PDB. Di sisi lain, ada korelasi negatif antara inflasi intra-negara dan pertumbuhan selama periode yang diteliti yang disebabkan oleh guncangan harga minyak yang positif. Sedangkan Aisen dan Veiga (2010) menganalisis dampak ketidakstabilan politik terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan System-GMM estimator untuk model data panel dinamis. Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi menghasilkan efek pertumbuhan yang negatif dan secara statistik signifikan.

31 Tabel 3. Rekapitulasi Penelitian-penelitian Terdahulu Lainnya No. Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Hasil 1. Crude Oil and Stock Markets: Stability, Instability, and Bubbles J. Isaac Millera and Ronald A. Ratti (2009) Department of Economics, University of Missouri a cointegrated vector error correction model with additional regressors Harga minyak mentah dunia Pasar saham internasional Indeks pasar saham saham merespon negatif terhadap kenaikan harga minyak dalam jangka panjang 2. The Effect of Oil Price Shocks on the Czech Economy Kamil Dybczak, David Voňka, Nico van der Windt (2008) CNB Working Paper Series CGE Table IO o Kenaikan harga minyak CzechK 20 persen menyebabkan: o Penurunan tingkat GDP 1,5 persen (jangka pendek) dan 0,8 persen (jangka panjang) o Penurunan pertumbuhan GDP tahunan jangka pendek sebesar 0,3 pp o Inflasi sekitar 0,4 pp per tahun (jangka pendek) 3. On The Influence Of Oil Prices On Stock Markets: Evidence From Panel Analysis In GCC Countries Mohamed El Hedi Arouri and Christophe Rault (2010) Economic Research Forum (ERF) Teknik kointegrasi panel bootstrap dan metode seemingly unrelated regression (SUR) Harga minyak Pasar saham Negaranegara Teluk/Gulf Corporation Countries (GCC) o Terdapat bukti adanya kointegrasi antara harga minyak dan pasar saham di negara-negara GCC o Hasil SUR menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak memiliki dampak positif pada harga saham, kecuali di Arab Saudi

32 No. Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Hasil 4. The Macroeconomic Effects Of Oil Price Shocks: Why Are The 2000s So Different From The 1970s? Olivier J. Blanchard and Jordi Galí (2007) Center for Energy and Environmental Policy Research VAR Harga minyak nominal (dollars) Inflasi (IHK, PDB deflator, upah) Kuantitas (PDB dan tenaga kerja) o Efek guncangan harga minyak telah berubah dari waktu ke waktu, dengan efek yang makin kecil terhadap harga dan upah, serta pada output dan kesempatan kerja. o Respon dari inflasi yang diharapkan terhadap guncangan minyak telah menurun secara substansial seiring waktu. 5. The Effects of Uncertainty about Oil Prices in G-7 Don Bredin, John Elder, Stilianos Fountas UCD Geary Institute Discussion Paper Series a structural VAR modified to accommodate multivariate GARCH in mean CPI, Industrial Production, harga minyak (dalam mata uang domestik) Suku bunga domestik jangka pendek Urutan: Inflasi, tingkat pertumbuhan produksi industri, tingkat pertumbuhan harga minyak dan suku bunga o Ketidakpastian harga minyak telah memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap produksi industri di empat dari negara-negara G-7 (Kanada, Perancis, Inggris dan Amerika Serikat) o Analisis Impulse-respons menunjukkan bahwa dalam jangka-pendek baik guncangan minyak positif dan negatif dapat berkontraksi. Hasil ini membantu menjelaskan mengapa jatuhnya harga minyak secara mendadak pada pertengahan tahun 1980-an gagal menghasilkan ekspansi yang cepat di G-7, dan mengapa harga minyak terus meningkat dari tahun 2003-2007 tidak menginduksi resesi.

33 No. Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Hasil 6. Do oil price shocks matter? Evidence for some European countries Cuñado, Juncal & Pérez de Gracia, Fernando (Dec 2000) University of Navarra Granger causality, VAR, Trivariate VAR Model Harga minyak Consumer Price Indexes (CPI) Industrial Production Indexes (IPI) o Harga minyak memiliki efek permanen terhadap inflasi dan berdampak jangka pendek tetapi asimetris terhadap tingkat pertumbuhan produksi o Perubahan harga minyak berdampak terhadap tingkat pertumbuhan IPI o Adanya efek asimetris dalam dampak kenaikan harga minyak pada kegiatan ekonomi. Faktanya, jika harga minyak meningkat memiliki efek negatif dan signifikan terhadap tingkat pertumbuhan IPI, namun hasil sebaliknya tidak berlaku untuk penurunan harga minyak. o Harga minyak memengaruhi kegiatan ekonomi bahkan ketika tingkat inflasi dimasukkan ke dalam regresi.

34 2.3. Kerangka Pemikiran Harga energi dunia, terutama yang berbasis fosil seperti minyak bumi terus bergejolak dan cenderung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Gejolak harga energi dunia ini tentunya akan berimbas pada aktivitas perekonomian hampir di seluruh negara di dunia tak terkecuali negara-negara ASEAN+3 yang dikaji dalam penelitian ini. Peranan energi yang cukup besar di wilayah ASEAN+3 membuat perekonomian negaranegara tersebut menjadi cukup sensitif terhadap gejolak harga energi dunia yang tentunya akan berimbas pada gejolak harga energi dalam negeri dan pada gilirannya memengaruhi kinerja perekonomian di negara-negara tersebut. Guncangan harga minyak dunia memberikan dampak besar pada kondisi makroekonomi khususnya negara-negara ASEAN+3 yang umumnya merupakan negara pengimpor minyak. Dampak tersebut antara lain pengurangan subsidi terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pada akhirnya menimbulkan peningkatan harga-harga komoditi lain. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap sehingga kesejahteraan masyarakat sulit dicapai. Dalam penelitian ini, kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan peningkatan inflasi dan penurunan output. Hubungan antara harga minyak dunia dengan tingkat inflasi adalah positif. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga. Kenaikan harga minyak dunia sebagai guncangan penawaran yang memperburuk (adverse supply shock) akan menyebabkan kenaikan biaya dan harga umum. Hubungan antara harga minyak dunia dengan pertumbuhan ekonomi adalah negatif. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik. Peningkatan pada tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Sepanjang waktu, output turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi. Dalam jangka pendek, kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan tingkat harga, sehingga

35 menurunkan penawaran uang riil yang mengarah pada penurunan permintaan dan output. Dalam jangka menengah, kenaikan harga minyak menyebabkan penurunan upah riil yang dibayar oleh perusahaan sehingga meningkatkan tingkat pengangguran alamiah dan selanjutnya menurunkan tingkat output alamiahnya. Fluktuasi Harga Energi Dunia Permasalahan Energi Dunia Aktivitas Perekonomian Dunia Tingginya Konsumsi Energi Dunia ASEAN+3 Aktivitas Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 Fluktuasi Harga Minyak Konsumsi Minyak ASEAN+3 Inflasi Tahun Sebelumnya Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya Suku Bunga Pendidikan Keterbukaan Perdagangan INFLASI OUTPUT Implikasi Kebijakan Gambar 15. Kerangka Pemikiran

36 Inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap inflasi. Peningkatan pada tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Jika permintaan agregat dipertahankan konstan maka peningkatan harga minyak pada jangka pendek menyebabkan penurunan output. Selain itu, kenaikan tingkat harga akan menurunkan stok uang riil yang menyebabkan penurunan permintaan dan output. 2.4 Hipotesis Penelitian 1. Guncangan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap inflasi dan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. 2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap inflasi di negara-negara ASEAN+3. 3. Inflasi tahun sebelumnya akan berpengaruh positif terhadap inflasi di negaranegara ASEAN+3 serta pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3.