ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

GAMBARAN ARSITEKTUR DAN TEKNIK KONSTRUKSI CAŅḌI SIMANGAMBAT, KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BENTUK DAN FUNGSI BATU ANGKA TAHUN DI WILAYAH TROWULAN

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

Struktur Atas & Pasangan Batu Bata. Ferdinand Fassa

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

Perkembangan Arsitektur 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN. penggambaran proses budaya masa lalu (Binford, 1972: 78-79). 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

Pertemuan X & XI Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

KUMPULAN BENDA-BENDA KOLEKSI BERDASARKAN JAMAN/MASA DARI MUSEUM BULELENG

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB VI HASIL RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA BEJIJONG KECAMATAN TROWULAN MOJOKERTO DAN KEBEBERDAAN CANDI BRAHU

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

Bab IV Simulasi IV.1 Kerangka Simulasi

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

PERTEMUAN IX DINDING DAN RANGKA. Oleh : A.A.M

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Pelestarian Cagar Budaya

Cagar Budaya Candi Cangkuang

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

PENEMUAN SEBUAH CANDI BATA DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH THE FINDING OF BRICK CONSTRUCTED TEMPLE IN THE NORTHERN COASTAL OF CENTRAL JAVA

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT..

87 Universitas Indonesia

Jurnal Imajinasi Vol XI No. 2 - Juli Jurnal Imajinasi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

INTERAKSI KEBUDAYAAN

DINDING DINDING BATU BUATAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

b. Komponen D2 Berat komponen adalah 19,68 kg Gambar 65. Komponen D1 Gambar 66. Komponen D2

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

PERCANDIAN PADANGLAWAS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KENDALA YANG DIALAMI SELAMA PROSES PERANCANGAN PANEL DINDING RINGAN BERBAHAN BOTOL PLASTIK

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

Pelestarian Lingkungan Candi dengan Memadukan Teknik Penanggulangan Banjir Studi Kasus Candi Blandongan di Kawasan Batujaya Kabupaten Karawang

di JAW A TE N GAH S E LATAN

PENINGGALAN KEBUDAYAAN MASA KLASIK (HINDU-BUDHA) DI KABUPATEN WONOSOBO SEKITAR ABAD VII - IX

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA >

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

Desain Mainan Edukasi Balok Modul untuk Anak Usia 8-12 Tahun Bertema Candi

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

Laporan Tugas Akhir Rekayasa Nilai Pembangunan RS Mitra Husada Slawi 29

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

Beberapa Temuan Penting di Komplek Percandian Batujaya a. Votive Tablet Votive tablet yang ditemukan ini seluruhnya dalam kondisis fragmentaris.

PEMBOROSAN BIAYA PEMBANGUNAN AK1BAT PENULANGAN YANG TIDAK SESUAI ATURAN TEKNIK. Tri Hartanto. Abstrak

Panduan Praktis Perbaikan Kerusakan Rumah Pasca Gempa Bumi

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL

Transkripsi:

ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil survey juga terdapat indikasi yang kuat bahwa di sekitar kawasan Situs Sitinggil pada masa lampau berdiri pula sebuah bangunan berciri masa Hindu- Budha (Klasik) yang terbuat dari bahan batu bata. Berdasarkan pada pengamatan dan perbandingan bentuk batu bata yang ditemukan, dapat diinterpretasikan bahwa kemungkinan besar batu bata tersebut merupakan fragmen-fragmen bagian dari bangunan suci (candi). A. Keletakan Berdasarkan pada hasil survey dan ekskavasi dalam penelitian ini, belum ditemukan adanya struktur batu bata yang masih sesuai dengan konteks aslinya (in situ). Sehingga, sampai penelitian ini berakhir belum dapat diketahui keletakan, denah maupun tata ruang candi bata yang ada di sekitar kawasan Situs Sitinggil tersebut. Penelitian di masa yang akan datang, khusus terfokus pada candi bata tersebut diharapkan mampu membantu merekonstruksi berbagai permasalahan di atas yang belum sempat terjawab dalam penelitian tahap ini. B. Transformasi Berbagai proses transformasi yang sangat cepat di kawasan Situs Sitinggil dan sekitarnya ikut berperan cukup besar dalam degradasi kualitas dan kuantitas data arkeologi yang ditemukan. Transformasi yang disebabkan oleh faktor budaya (C- Transform) merupakan faktor yang sangat dominan disamping transformasi yang disebabkan oleh factor alam (N-Transform). Kegiatan penambangan tanah untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batu bata dilakukan cukup intensif oleh masyarakat lokal. Hasil dari kegiatan tersebut adalah banyaknya lubang-lubang hasil penambangan di sekitar kawasan Situs Sitinggil. Pada saat yang bersamaan, batu bata yang ditemukan waktu kegiatan penambangan tanah berlangsung ikut teraduk sehingga mengaburkan konteks aslinya. Selain itu, menurut informasi masyarakat, konsentrasi batu

bata yang ditemukan di berbagai tempat di sekitar kawasan Situs Sitinggil dikumpulkan dari dalam tanah oleh masyarakat ketika mereka mencangkul di sekitar tempat tersebut. Namun, pada sekitar tahun 70-an sebagian besar batu bata yang berkualitas cukup baik telah dihancurkan untuk dibuat semen merah, karena harganya sedang tinggi. Sisanya berupa fragmen yang tidak ikut dihancurhan, dikumpulkan dan dibiarkan tersebar di berbagai tempat tersebut. C. Aspek Teknologi Berdasarkan pada informasi dari staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Purworejo, sebagian batu bata yang berelief telah diamankan ke Museum Tosan Aji, Purworejo. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan peninjauan ke museum tersebut guna pelacakannya lebih jauh serta membantu rekonstruksi sejarah candi bata tersebut. Namun, berdasarkan sisa-sisa batu bata yang masih ditemukan di sekitar kawasan Situs Sitinggil, dapat diketahui bahwa terdapat dua jenis batu bata sebagai komponen dari bangunan candi, yaitu batu isian dan batu luar (kulit). Berbeda dengan batu luar, batu isian dicirikan dengan bentuknya yang polos. Hal ini disebabkan oleh fungsinya yang secara teknis sebagai batu pengisi antar batu bidang luar, sehingga tidak ditemukan motif hias pada sisi-sisinya. Biasanya pada bangunan candi dari bahan batu andesit dan batu putih tidak dilakukan penyambungan (perekatan) antar batu isian, karena secara teknis batu isian hanya berfungsi konstruksif sebagai pengisi struktur kaki dan pondasi, pengisi dinding ruang dan penyangga struktur atap. Kemungkinan besar metode ini juga diterapkan pada bangunan candi dari bahan batu bata di Situs Sitinggil, karena pada batu bata isian di situs tersebut tidak ditemukan adanya takikan pada sisi-sisinya. Batu luar biasanya dicirikan dengan bentuk motif hias tertentu pada salah satu sisinya. Kenampakan fisik ini berhubungan dengan fungsinya secara arsitektural yaitu sebagai batu luar bangunan candi yang dihias dengan nuansa kedewaan. Biasanya pada bangunan candi dari bahan batu andesit dan batu putih, ciri lain dari batu luar adalah ditemukannya takikan (kuncian). Hal ini disebabkan karena batu luar secara teknis juga berfungsi sebagai batu pengunci. Namun pada bangunan candi di Situs Sitinggil, sebagian besar batu luarnya tidak memiliki takikan, hanya beberapa batu luar saja yang

dilengkapi dengan takikan. Hal ini kemungkinan besar berhubungan dengan teknologi penyambungan antar batu pada pembangunan candi tersebut, yaitu dengan menggunakan metode campuran batu bertakik dan batu gosok. Secara teknis, metode takikan dilakukan dengan membuat (memahat) pasangan tonjolan-cekungan (takikan) pada batu luar candi secara berkesinambungan, sehingga keseluruhan batu luar tersebut berhubungan antara yang satu dengan lainnya. Metode takikan dilakukan secara horizontal untuk mengikat batu yang berada pada lapis yang sama, maupun secara vertikal untuk mengikat batu antara satu lapisan dengan lapisan lain di atasnya dan di bawahnya. Biasanya takikan vertikal berbentuk lebih sederhana dari pada takikan horizontal, karena takikan vertikal cukup dengan memanfaatkan berat bangunan untuk mengencangkan takikan sederhana, sedangkan takikan horizontal mengandalkan bentuk takikan yang lebih rumit untuk menjaga agar letak batuan tidak bergeser. Takikan vertikal berfungsi untuk menjaga struktur candi dari gerakan ke samping (horizontal) yang dapat menyebabkan renggangnya struktur antar batuan sehingga menyebabkan runtuhnya bagian atap candi. Sedangkan, takikan horizontal berfungsi untuk menjaga struktur candi dari gerakan ke atas-bawah (vertikal) yang dapat menyebabkan melesaknya atau terangkatnya salah satu bagian candi sehingga menyebabkan instabilitas bangunan. Pada fragmen candi bata yang ditemukan di sekitar kawasan Situs Sitinggil, kedua jenis metode takikan horizontal dan vertikal ini juga ditemukan. Padahal kedua jenis metode takikan tersebut lazimnya digunakan pada bangunan candi yang terbuat dari bahan batu andesit maupun batu putih. Sehingga muncul dugaan bahwa arsitektur bangunan candi bata muncul pada masa lebih kemudian mengikuti metode pembangunan candi batu andesit maupun batu putih. Kemudian pada masa yang lebih muda, bangunan dari bahan batu bata biasanya metode penyambungan antar batuannya lebih dominan menggunakan metode gosok, seperti yang masih diterapkan pada bangunan Pura di Pulau Bali hingga saat ini. Metode gosok secara teknis dilakukan dengan cara sedikit membasahi kedua permukaan batu bata yang akan sambungkan. Tahap selanjutnya adalah saling menggosokan kedua permukaan batu bata hingga muncul lendir di antara keduanya.

Kemudian kedua batu bata digosokan dengan kuat sekali lagi untuk terakhir kalinya dan posisinya dipaskan pada tempat perekatan yang diinginkan. Pada saat seluruh batu bata yang disambungkan telah kering, maka dengan sendirinya seluruh batu bata tersebut telah saling menempel (menggigit).karena adanya pori-pori di antara batu bata yang terbentuk oleh metode penggosokan. Kemungkinan besar metode gosok juga dilakukan pada batu isian dan batu luar candi bata di Situs Sitinggil, karena metode penyambungan ini dinilai lebih efisien dari pada pembuatan takikan antar batu. Namun jejak dari penggunaan metode gosok agak sulit diamati pada batu bata yang tersisa di situs ini, selain alur-alur bekas penggosakan yang telah aus menipis. Kesulitan pengamatan tersebut disebabkan karena tidak digunakannya spesi pada saat penggosokan diantara kedua batu bata yang disambungkan seperti yang dilakukan pada masa belakangan ini. D. Dimensi Formal (Bentuk) Berdasarkan pengamatan mengenai motif hias pada batu luar yang ditemukan di sekitar kawasan Situs Sitinggil, maka motif hias tersebut dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis, antara lain yaitu ; pelipit, sisi genta (ojief), belah rotan (half round), simbar (antefik), teratai (padma), dan motif hias sulur-suluran (flora). Selain itu juga terdapat temuan beberapa batu bata dengan penampang setengah lingkaran yang belum dapat diketahui fungsinya, serta batu bata dengan lubang ditengahnya yang diperkirakan berfungsi sebagai saluran air (jaladwara). Berdasarkan pada hasil klasifikasi batu luar tersebut, maka dapat diperkirakan bentuk profil candi bata di kawasan Situs Sitinggil. Namun karena sifat data arkeologis yang sangat fragmentaris dan konteksnya yang tidak in situ, maka bentuk keseluruhan candi bata tersebut secara tiga dimensi belum dapat direkonstruksi. E. Pertanggalan Relatif Selain berfungsi untuk merekonstruksi bentuk profil bangunan candi, motif hias yang tertera pada batu bata juga berfungsi untuk membantu interpretasi pertanggalan relatif. Hal ini dilakukan karena prasasti berangka tahun yang dapat digunakan sebagai pertanggalan absolut dan berhubungan langsung dengan masa ketika candi tersebut masih berada dalam konteks budaya (konteks sistem) tidak diemukan. Metode pertanggalan relatif dilakukan dengan cara melakukan perbandingan (analogi) antara berbagai elemen

motif hias yang ditemukan pada bata fragmen candi di sekitar kawasan Situs Sitinggil dengan motif hias dari candi lainnya yang memiliki pertanggalan jelas (absolut), seperti misalnya Candi Prambanan (Prasasti Çiwagrha, Çaka/ Masehi) dan Candi Sewu.(Prasasti Manjusrigrha, Çaka/ Masehi). Berdasarkan perbandingan dengan kedua candi tersebut, dapat diketahui bahwa motif hias sulur-suluran (flora) pada bata fragmen candi yang ditemukan di Situs Sitinggil mirip dengan motif hias serupa pada bagian kaki candi induk di kompleks Candi Prambanan dan candi perwara di kompleks Candi Sewu. Selain itu, sisi genta (ojief) dan belah rotan (half round) yang ditemukan di Situs Sitinggil merupakan elemen motif hias dari periode akhir masa klasik awal, seperti yang ditemukan juga di kedua candi pembanding tersebut. Sehingga dapat diperkirakan bahwa candi bata di Situs Sitinggil berasal dari periode akhir masa klasik awal atau sekitar Abad IX Masehi. F. Motif Keagamaan Sampai penelitian tahap ini berakhir belum ditemukan adanya artefak ikonografis yang dapat menunjukan pada ciri agama tertentu, sehingga informasi mengenai motif keagamaan yang berkaitan dengan fungsi candi bata di sekitar kawasan Situs Sitinggil belum dapat direkonstruksi. Sayang sekali, arca batu di toponim Kalireco dan arca logam yang pernah ditemukan di sekitar Situs Sitinggil oleh masyarakat lokal, sudah tidak dapat dilacak kembali pada penelitian ini. Besar harapan pada penelitian di masa yang akan datang dapat mengungkap beberapa permasalahan penting yang belum mampu dijawab dalam penelitian ini.