LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 Judul Penelitian : 99m Tc-Dietilkarbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis: Evaluasi Non-Klinis Fokus Bidang penelitian: Nasional Strategis Bidang Teknologi Kesehatan dan Obat Lokus (MP3EI) : KORIDOR NON EKONOMI Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian Lembaga Pelaksana Penelitian Nama Koordinator Drs. Djatmiko, M.Sc. Peneliti Utama Prof. Dr. Aang Hanafiah Ws. Nama Lembaga/Institusi PTNBR Unit Organisasi BATAN Alamat Jl.Tamansari 71 Bandung 40132 Telepon/Faksimile/e-mail hanafiah@batan.go.id Jangka Waktu Kegiatan : 8 bulan Biaya : Rp. 0.000.000,00 Kegiatan (baru/lanjutan): Lanjutan Bandung, 10 September 2012, Peneliti Utama Koordinator /Kepala Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-BATAN Prof.Dr. Aang Hanafiah Ws. NIP. 19480726 197602 1 001 Drs. Djatmiko, M.Sc. NIP. 19570205 198210 1 001 Menyetujui : Deputi Bidang Penelitian Dasar dan Terapan Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan NIP. 19621106 198611 1 001 i
DAFTAR ISI halaman LEMBAR PENGESAHAN. i DAFTAR ISI ii EXECUTIVE SUMMARY.. iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Pokok Permasalahan 3 C. Maksud dan Tujuan Kegiatan.. 3 D. Metodologi Pelaksanaan.. 4 D.1. Lokus Kegiatan.. 4 D.2. Fokus Kegiatan.. 4 D.3. Ruang Lingkup... 4 D.4. Bentuk Kegiatan. 4 BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan. 6 A.1. Perkembangan Kegiatan.. 6 A.2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan 7 B. Pengelolaan Administrasi Manajerial. 7 B.1. Perencanaan Anggaran 7 B.2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran 8 B.3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset. 8 B.4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial.. 8 BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA A. Metode Pencapaian Target Kinerja 9 A.1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian.. 9 A.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian. 10 A.3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian... 10 B. Potensi Pengembangan ke Depan. 21 B.1. Kerangka Pengembangan ke Depan. 21 B.2. Strategi Pengembangan ke Depan. 21 ii
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program... A.1. Kerangka Sinergi Koordinasi... A.2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi A.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi. B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa.. B.1. Kerangka dan Sinergi Pemanfaatan.. B.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan. B.3. Perkembangan Pemanfaatan.. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan A.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran... A.2. Metode Pencapaian Target Kinerja A.3. Potensi Pengembangan ke Depan. A.4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program A.5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa... B. Saran B.1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan. B.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek. DAFTAR PUSTAKA... LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL dan HASIL PENGELOLAANNYA.. LAMPIRAN... 26 26 27 35 iii
EXECUTIVE SUMMARY Penyakit yang disebut Lymphatic Filariasis atau elephantiasis, atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah telah menginfeksi lebih dari 120 juta orang di 80 negara, termasuk Indonesia, dan lebih dari 40 juta dari mereka mengalami ketidak mampuan bekerja (disability) di samping gangguan nilai estetika. Karena jumlah penderita filariasis cukup signifikan dengan memberikan dampak menahun yang sangat mengganggu, maka penyakit ini mendapat perhatian dan penanganan serius dari Kementerian Kesehatan RI, khususnya Bidang Pelayanan dan Penanganan Penyakit Menular. Tidak hanya skala nasional, WHO-pun telah mencanangkan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020. Permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua pihak dalam memberantas penyakit infeksi filariasis adalah terlambatnya penyakit ini terdiagnosis atau terdeteksi lebih awal. Masyarakat tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi penyakit ini. Metode deteksi dini yang spesifik dan akurat sangat dibutuhkan. Senyawa bertanda 99m Tc-Dietilkarbamazin-citrat telah berhasil dibuat dan telah dilaporkan dalam Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) 2011 dengan memberikan karakteristik fisikokimia yang cukup baik. Namun demikian, seperti halnya pengembangan obat baru (drug discovery/drug development), berbagai persyaratan farmasetik dan keamanan bagi pengguna menjadi barometer keberhasilan penelitian ini. Karena itu, tujuan kegiatan penelitian yang dilakukan dalam insentif PKPP 2012 ini lebih difokuskan pada perolehan data in-vitro dan in vivo 99m Tc- Dietilkarbamazin ( 99m Tc-DEC), terutama dari aspek non klinis untuk meyakinkan keberterimaan dan kepercayaan para pengguna. Aspek fisiko-kimia seperti stabilitas, tingkat kemurnian, dan syarat farmasetik lainnya, serta kajian farmakologis, seperti uji farmakokinetika, toksikologi, sterilitas, a-pirogenitas, kesesuaian dosis diagnostik dan rute pemberian, adalah parameter penting yang dikaji. Beberapa metode uji, terutama yang terkait dengan aspek farmakologis, diselaraskan dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan farmakope. Di samping itu, telah dilakukan pula proses pencitraan (imaging) dengan kamera gamma, baik pada hewan uji maupun pada penderita volunteer. iv
Dari pengamatan uji stabilitas, sediaan yang disimpan selama 7 bulan dalam bentuk kit kering, masih menunjukkan efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian di atas 90%, dan tetap stabil secara fisiko-kimia maupun biologis. Namun demikian, sediaan 99m Tc-DEC harus digunakan segera setelah disiapkan, dan disarankan untuk tidak disimpan lebih dari 2 jam setelah direkonstitusi dengan larutan perteknetat. Pengaruh peningkatan volume larutan 99m Tc-perteknetat yang ditambahkan pada saat rekonstitusi, walaupun sedikit menurunkan efisiensi penandaan, namun masih dalam batas yang diizinkan (>90%). Walaupun demikian, untuk kenyamanan pasien, volume yang diberikan sebaiknya diupayakan sesedikit mungkin. Data uji toksisitas, juga menunjukkan sediaan 99m Tc-DEC aman digunakan. Hasil uji biodistribusi pada tikus putih percobaan galur Wistar, menunjukkan bahwa akumulasi sediaan terbesar ditemukan dalam sistem limfatik, terutama pada kelenjar popliteal, lumbar dan mesentrik. Dari kurva kinetika diperoleh nilai waktu paruh (T ½ ) biologis masing-masing sebesar ±40 menit baik pada tikus normal maupun pada tikus terinfeksi pasca pemberian intra-dermal, dan sebesar 29,7 menit apabila diberikan secara intra-vena. Pencitraan dengan kamera gamma pasca penyuntikan melalui rute intra-dermal dan intra-vena pada volunteer penderita filariasis (studi preklinis), menunjukkan gambaran positif bahwa sediaan 99m Tc-DEC terakumulasi pada target organ. Namun demikian, mengingat kelemahan pada pemberian intra-dermal yang memberikan rasa sakit dan tidak mudah dalam membedakan sumbatan filaria dan sumbatan fisik lainnya seperti pada teknik limfoskintigrafi, maka rute penyuntikan intra-vena menjadi pilihan. Hasil inovasi sederhana ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya untuk mendeteksi keberadaan penyakit filariasis dan dunia kesehatan di Indonesia, serta berharap dapat membantu mempercepat capaian roadmap perkembangan kit diagnostik pengendalian penyakit menular (ARN 2005-20), serta program WHO The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020. Penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu atas jalinan kerjasama yang baik antara team peneliti, Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, serta para dokter dan staf terkait di Bagian Kedokteran Nuklir Rumahsakit Hasan Sadikin Bandung. v