BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sebagian besar corak kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang berdampak perubahan dalam undang-undang pajak

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang APBN menurut uu nomor 17 tahun 2003 pasal 1 adalah rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. baru telah membuka jalan bagi munculnya reformasi diseluruh aspek kehidupan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumbersumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai segala kebutuhannya. Tidak terkecuali

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat di dalam Undang Undang Dasar tahun 1945, yaitu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

ANALISIS EFEKTIFITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KPP PRATAMA SERPONG TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penerimaan negara yang saat ini sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. alinea keempat yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia dan. sendi-sendi kehidupan seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber utama penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu penerimaan Pemerintah, Pajak dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah (budgeter), maupun untuk meningkatkan kegiatan masyarakat. Alokasi pajak untuk pembangunan prasarana, dan perbaikan kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Pelaksanaan pembangunan di segala bidang berlangsung secara berkesinambungan dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah Pusat melalui otonomi daerah memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk sepenuhnya mengatur rumah tangganya sendiri termasuk dalam hal pengelolaan keuangan untuk membiayai keperluan daerah. Salah satu pajak yang merupakan penerimaan negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan pada mereka yang mendapatkan manfaat dari bumi dan bangunan serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. PBB dalam hal bumi merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan, pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia sudah termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Bangunan adalah konstruksi teknik yang dibangun di atas tanah atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau 1

2 perairan, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal, tempat berusaha atau tempat yang dapat diusahakan. Peraturan yang mengatur PBB adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1945 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995, serta Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). PBB juga diatur dalam Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri Keuangan. PBB merupakan pajak pusat yang dikelola secara bersama-sama Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan Pemerintah Daerah (Pemda). Sistem PBB mempunyai sifat kebendaan atau pajak kebendaan, dimana dalam pemungutannya tidak memperhatikan keadaan pribadi wajib pajaknya melainkan hanya memperhatikan objek pajaknya saja. Selama ini sistem perpajakan, khususnya pajak kebendaan dan kekayaan tumpangtindih mengakibatkan banyak terjadinya kesalapahaman sehingga diperlukannya pembaharuan sistem perpajakan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang sebagaian besar penerimaannya menjadi pendapatan daerah yang antara lain digunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh masyarakat. Fasilitas tersebut dibiayai melalui Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan masyarakat. Pajak bumi dan bangunan merupakan penyumbang terbesar terhadap pendapatan daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan

3 otonomi daerah pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak pusat untuk kegiatan pembiayaan dan pembangunan bagi pemerintah daerah saat ini. Pajak pusat yang sebagian penerimaannya telah diberikan kepada pemerintah daerah antara lain pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan. Pembagian penerimaan pajak pusat pemerintah daerah merupakan contoh penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia. Permasalahan tentang pajak merupakan hal yang tidak mudah untuk dipecahkan sebab menyangkut kepentingan negara dan masyarakat, disatu pihak pemerintah berusaha agar mendapatkan penerimaan yang diperoleh dari rakyat sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran pajak sedangkan pemerintah juga harus memperhatikan kondisi ekonomi rakyat jangan sampai pajak yang harus dibayar menjadi suatu beban berat bagi rakyat. Maka diperlukan suatu sistem dan perhitungan pajak yang jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat sehingga diwujudkan keikutsertaan dan kegotongroyongan masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak dalam ketentuannya menjadi bagian dari pendapatan APBN, sehingga semua pendapatan yang berkaitan dengan pajak secara langsung disetor ke kas Negara. Intervensi pemerintah pusat kepada daerah sangat penting, guna mengoptimalkan penerimaan pajak baik PBB maupun PPh dan PPn. Pemerintah Provinsi Gorontalo berkewajian untuk mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajaknya, begitupula Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas yang sama. Pembagian kewenangan dimaksudkan untuk mendorong agar pendapatan

4 pajak dapat dioptimalkan. Kota Gorontalo adalah salah satu daerah yang memiliki pendukung terbesar dari semua daerah yang ada di Provinsi Gorontalo, hal ini mengindikasikan penerimaan PBB di Kota Gorontalo juga relatif akan mengalami peningkatan. Tabel 1 di bawah ini merupakan presentase (%) capaiaan target dan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Kota Gorontalo. Tabel 1: Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) APBD Kota Tahun Gorontalo 2006-2011 APBD Capaian Anggaran Target Realisasi ( % ) 2006 7.140.661.000 9.451.031.760 132,36 % 2007 9.420.000.000 10.731.769.938 113,93 % 2008 10.733.929.000 8.937.781.043 82,14 % 2009 10.045.152.000 8.369.238.895 83,32 % 2010 4.4680.674.323 3.453.879.477 73,79 % 2011 4.868.921.162 3.760.000.797 77,22 % Sumber: Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kota Gorontalo 2012 Berdasarakan data di atas terlihat dari tahun 2008 hingga tahun 2011 realisasi PBB tidak mencapai target yang diinginkan, tetapi dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal ini yang menjadi penyebab masih kurangnya kontribusi PBB dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana perimbangan sehingga dianggap tidak cukup menopang pendapatan daerah. Berdasarkan hal tersebut terlihat adanya kaitan antara besar pengaruh kontribusi penerimaan pajak dengan pendapatan daerah karena Pajak merupakan

5 salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah. Masalah yang telah dihadapi oleh pemerintah Kota Gorontalo adalah lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat maka sangat mempengaruhi kesejahteraan daerah tersebut dan adanya potensi yang besar untuk penerimaan pajak daerah di Gorontalo namun belum mendapat perhatian dari pemerintah untuk pengembangannya. Kontribusi PBB sangat berpengaruh terhadap kelangsungan, berbagai pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana perimbangan dikarenakan dana perimbangan termasuk dalam pajak pusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sari (2010) yang berjudul Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Bandung, menunjukan bahwa rasio efektivitas pajak bumi dan bangunan Kota Bandung periode 2004-2006 sudah efektif dengan persentase tahun 2004 mencapai 136,50%, 2005 mencapai 130,03% dan tahun 2006 mencapai 169,49%. Kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah tahun 2004 sebesar 3,80%, tahun 2005 sebesar 3,75% dan tahun 2006 sebesar 3,34%. Simpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut adalah penerimaan pajak bumi dan bangunan Kota Bandung periode dari 2004-2006 selalu efektif meskipun terjadi fluktuasi. Penelitian ini merujuk pada penelitian Sari (2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sari (2010) yaitu pada lokasi penelitian, dimana penelitian ini

6 akan dilakukan pada pemerintah Kota Gorontalo sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada pemerintah Kota Bandung, selain itu penelitiana ini hanya menguji kontribusi PBB terhadap penerimaan pendapatan daerah. Berdasarkan urain di atas, maka penelitian ini diformulasikan dengan judul Pengaruh Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah (Studi Kasus Di Kota Gorontalo). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarakan uraian di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yakni semakin menurunya tingkat realisasi Pendapatan PBB di Kota Gorontalo mengakibatkan lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada pemerintah daerah Kota Gorontalo? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kontribusi penerimaan PBB terhadap pendapatan daerah di Kota Gorontalo.

7 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai pengembangan ilmu akuntansi khususnya akuntansi perpajakan yang berhubungan dengan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan daerah. Selain itu, diharapkan pula dapat menjadi bahan acuan/referensi bagi peneliti selanjutnya yang meneliti obyek penelitian yang sama dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang didasarkan pada potensi sesungguhnya sehingga kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Gorontalo.

8