ANALISIS PENERAPAN PID CONTROLLER PADA AVR (AUTOMATIC VOLTAGE REGULATOR) Indar Chaerah Gunadin Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin Abstrak Perubahan daya reaktif yang disuplai ke beban oleh sebuah pembangkit merupakan suatu hal yang pasti terjadi, kondisi ini harus dijaga agar pembangkit tetap bekerja dalam kondisi stabil. Perubahan daya reaktif tersebut harus diimbangi dengan mengubah tegangan output pembangkit tersebut, dalam hal ini dengan mengatur penguatan dari pembangkit, dimana semua proses pengaturan tegangan tersebut dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan Automatic Voltage Regulator (AVR). Oleh karena itu, dalam studi kestabilan pembangkit, diperlukan penentuan batas settingan konstanta-konstanta yang terdapat pada pembangkit tersebut, yang dapat dihitung secara matematis dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh sehingga diperoleh range settingan salah satu konstanta yaitu konstanta amplifier (K A ). Selain itu dengan menggunakan program MATLAB yang digunakan untuk memperlihatkan grafik tanggapan pembangkit untuk setiap perubahan settingan konstanta-konstanta pembangkit Kata Kunci: AVR, KA, PID Pengaturan tegangan dilakukan akibat terjadinya perubahan kebutuhan daya reaktif pada beban, dimana perubahan daya ini merupakan suatu hal yang sudah pasti terjadi. Untuk menangani hal tersebut diatas, maka parameter-parameter pembangkit tersebut harus ada yang dapat diubah-ubah agar pembangkit tetap beroperasi dengan baik dengan tetap tetap menyuplai beban dalam kondisi aman dan stabil. Saat ini telah ada sebuah peralatan yang mampu mengatur parameter-parameter pembangkit tersebut dan bahkan sudah dapat bekerja secara otomatis. Salah satu jenis peralatan tersebut yaitu AVR (Automatic Voltage Regulator) yang sedemikian rupa mampu mengatur nilai tegangan yang dibangkitkan oleh suatu pembangkit. Berkembangnya permanfaatan teknologi komputer dengan dibuatnya software-software yang mampu mendukung segala bidang khususnya dibidang kelistrikan. Salah satu dari software tersebut yaitu MATLAB yang dapat digunakan untuk membuat simulasi dan menganalisa sebuah peralatan tanpa menyentuh peralatan tersebut. Bahkan mampu menampilkan respon sebuah peralatan apabila diberikan input dan jika input tersebuat diubah-ubah. Pada prakteknya, daya reaktif yang disuplai generator ke beban, terus mengalami perubahan. Hal ini akan menyebabkan tegangan output (tegangan pada terminal generator) harus diubah-ubah untuk menjamin generator tersebut tetap stabil dalam mengkompensasi kebutuhan daya pada beban tersebut. Untuk mengatur besar kecilnya tegangan output (Vt) yaitu dengan mengatur besar GGL induksi (E) yang dibangkitkan, dengan cara mengubah besarnya fluks rotor (φ) dimana besarnya fluks rotor tergantung dari besar arus penguatan sehingga dapat dikatakan bahwa untuk mengubah tegangan output dapat dilakukan dengan mengubah arus penguatan. Apabila tegangan output naik melebihi tegangan yang semestinya maka arus penguatan harus dikurangi sehingga tegangannya kembali turun. Sebaliknya apabila tegangan output turun maka arus penguatan harus dinaikkan agar tegangannya kembali normal. Pada sistem pengaturan arus penguatan ini, terdapat dua kondisi yang mungkin terjadi yaitu: a. Under Excitation Kondisi under excitatoin yaitu suatu kondisi generator yang penguatannya kurang (kurang
diperkuat) sehingga akan mencatu arus mendahului ke sistem. Hal ini dapat ditinjau menurut GGM/fluks dari reaksi jangkar. Ketika generator kurang diperkuat maka ia harus memberikan arus mendahului ke sistem karena arus mendahului akan menghasilkan fluks jangkar yang akan memperkuat fluks rotor. Adapun notasi vektor untuk kondisi under excitatoin sebagai berikut: tegangan keluaran generator dengan cara mengontrol arus penguatan dari generator tersebut. Sebuah AVR bekerja dengan melibatkan beberapa bagian dari suatu generator/pembangkit. Model sederhana dari sebuah AVR pada sebuah generator yang sistem penguatannya menggunakan sebuah generator DC tipe shunt ditampilkan seperti gambar berikut: Gambar 1 Diagram vektor kondisi under excitatoin b. Over Excitation Kondisi over excitatoin yaitu suatu kondisi generator yang penguatannya terlalu besar (terlalu diperkuat) sehingga akan mencatu arus tertinggal ke sistem. Ketika generator terlalu diperkuat maka ia harus memberikan arus tertinggal ke sistem karena arus tertinggal akan menghasilkan fluks jangkar yang akan melawan fluks rotor untuk mengurangi penguatan yang terlalu besar. Adapun notasi vektor untuk kondisi over excitatoin sebagai berikut: Gambar 3 Model AVR a. Amplifier Amlipfier/ penguatan dari sistem eksitasi dapat berupa penguatan megnetik, penguatan putaran, atau penguatan elektronik. Amplifier dapat direpresentasikan sebagai K A dengan konstanta waktu T A, yang dalam model matematisnya seperti persamaan berikut: Gambar 2 Diagram vektor kondisi over excitatoin 1. AVR (Automatic Voltage Regulator) AVR (Automatic Voltage Regulator) adalah suatu perangkat yang dipasang pada generator yang dapat bekerja secara otomatis mengatur tegangan atau amplitudo gelombang yang dihasilkan oleh agar generator tetap stabil. AVR bekerja dalam mengatur Nilai konstanta waktu (T A ) sangat kecil yaitu berkisar antara 0.02 sampai 0.1 detik. b. Exciter Eksitasi yang biasa digunakan dalam sebuah generator terdapat beberapa tipe mulai yang menggunakan generator DC sampai yang tipe modern dengan menggunakan SCR sebagai penyearah untuk menghasilkan daya DC. Eksitasi dapat direpresentasikan sebagai K E dengan konstanta waktu
T E, yang dalam model matematisnya seperti persamaan berikut: 1. Generator Tegangan terminal sebuah generator sangat tergantung pada bebannya. Dalam bentuk linear, relasi fungsi tegangan terminal dengan tegangan medan dapat direpresentasikan sebagai K G dengan konstanta waktu T G dan fungsi transfernya sebagai berikut: 2. Sensor Sensor terdiri atas transformator tegangan (PT) dan sebuah penyearah. Sensor dapat direpresentasikan sebagai K R dengan konstanta waktu T R dan fungsi transfernya sebagai berikut: Prinsip kerja dari AVR yaitu sebagai berikut: Tegangan keluaran generator mulanya diturunkan dengan menggunakan PT (Potential Transformer) atau trafo tegangan kemudian disearahkan. Hasil penyearahan lalu dibandingkan dengan tegangan referensi (Vref) apabila terjadi perbedaan maka AVR akan memerintahkan amplifier untuk menaikkan atau menurunkan arus penguatan generator DC sehingga tegangan output dari generator tersebut juga berubah. Jika tegangan output generator DC berubah maka arus penguatan generator sinkron juga berubah, akibatnya tegangan keluaran generator kembali stabil. Adapun blok diagram sebuah AVR seperti gambar berikut: Gambar 4 Blok diagram AVR 2. Pengendali PID (Proportional Integral Derivated) Pengendali PID (Proportional Integral Derivated) sebenarnya terdiri dari tiga jenis pengendali yang saling dikombinasikan yaitu pengendali P (Proportional), pengendali I (Integral), dan pengendali D (Derivative). Masing-masing memiliki parameter tertentu yang harus disetting untuk dapat beroperasi dengan baik yang disebut dengan konstanta. a. Pengendali P (Proportional) Pengendali Proportional memiliki keluaran yang sebanding dengan besarnya sinyal kesalahan/ error. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keluaran pengendali Proportional merupakan perkalian antara konstanta proportional (Kp) dengan sinyal masukannya. Perubahan pada sinyal masukannya menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya. Secara eksperimen, penggunaan pengendali Proportional harus memperhatikan ketentuanketentuan berikut: 1. Jika nilai Kp kecil, pengendali Proportional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat. 2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantapnya. 3. Namun jika nilai Kp diperbesar hingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan
sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi. b. Pengendali I (Integral) Pengendali Integral berfungsi menghasilakan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan maka keluaran akan tetap seperti sebelum terjadi perubahan masukan Secara eksperimen, penggunaan pengendali Integral memiliki karakteristik-karakteristik berikut: 1. Keluaran pengendali membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga cenderung memperlambat respon. 2. Jika sinyal kesalahan nol maka keluaran pengendali akan bertahan pada nilai sebelumnya. 3. Jika sinyal kesalahan tidak bernilai nol maka keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai konstanta Integral (Ki). 4. Konstanta Integral (Ki) yang bernilai besar akan mempercepat hilangnya offset, tetapi akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengendali. c. Pengendali D (Derivative/Differential) Perubahan yang mendadak pada masukan dari pengendali Derivative akan mengakibatkan perubahan yang sangat cepat dan besar. Secara eksperimen, penggunaan pengendali Derivative memiliki karakteristik-karakteristik berikut: 1. Pengendali ini tidak akan menghasilkan keluaran apabila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu maka keluaran yang dihasilkan pengendali tergantung pada nilai konstanta Derivative (Kd) dan laju perubahan simyal kesalahan. 3. Pengendali Derivative mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga pengendali ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum kesalahan bertambah besar, sehingga dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, meskipun tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Dapat dikatakan bahwa masing-masing pengendali P, I, dan D memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga jika digabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengendali Proportional plus Integral plus Derivative atau biasa disebut pengendali PID, maka akan saling menutupi. Elemen-elemen pengendali P,I, dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar. DATA DAN HASIL PENELITIAN Berikut ini adalah data Parameter AVR yang berasal dari manual book dari generator yang dijadikan sebagai objek penelitian. Tabel 1. Data konstanta generator pada PLTG GE Gain Time Constant K A = 1325 T A = 0.02 second K E = 1 T E = 0.5 second K G = 1 T G = 1 second K R = 1 T R = 0.025 second Sumber : PT. PLN (PERSERO) WILAYAH VIII SULSELTRABAR SEKTOR TELLO UNIT PLTG Dari data parameter AVR, jika dibuat dalam bentuk blok diagram AVR akan menjadi: Gambar 6 Blok diagram hasil penelitian
dimana nilai parameter KA adalah variabel, namun konstanta K A yang digunakan pada mesin sekarang sebesar 1325. Adapun bentuk penyederhanaan diagram blok AVR diatas sebagai berikut: Menurut kriteria kestabilan Routh maka: Gambar 7 Penyederhanaan Blok diagram sehingga persamaan fungsi alih loop tertutupnya: dimana: Dari data yang diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk fungsi alih kalang terbuka GH(s) menjadi maka model matematika sederhananya menjadi untuk disubstitusikan kepersamaan 4.1, maka persamaan di atas ditambahkan dengan konstanta 1 (satu) sehingga diperoleh persamaan karakteristik sistem sebagai berikut: Untuk memperoleh range nilai K A dimana syarat suatu sistem stabil jika pada kolom 1 bernilai positif ( > 0 ): B 1 = 6011.334-168.66 K A > 0-168.66 K A > - 6011.334 - K A > - 35.642 K A < 35.642 dan C 1 = 4000 + 4000 K A > 0 4000 K A > - 4000 K A > - 1 Sehingga range nilai untuk K A : -1< K A < 35.642 substitusi persamaan diatas Dari hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh kemudian nilai tersebut
disimulasikan dengan menggunakan MATLAB sebagai berikut: Untuk K A = 22 a. Tanpa pengendali PID Gambar 11. Hasil simulasi untuk K A = 22 dengan pengendali PID Hasil simulasi yang diperoleh pada settingan parameter Kp = 0.0272, Ki = 0.0191, dan Kd = 0.018, secara lengkapnya seperti tabel berikut: Gambar 8 Blok Diagram Simulasi MATLAB tanpa pengendali PID Tabel 2. Hasil simulasi MATLAB Untuk K A = 22 No Konstan ta KA Tanpa Pengontolan PID Overshoot Time maksimum Dengan Pengontolan PID Overshoot Time maksimum Gambar 9 Hasil simulasi MATLAB untuk K A = 22 tanpa pengendali PID b. Dengan pengendali PID Penambahan pengendali PID pada blok diagram simulasi AVR dengan settingan seperti gambar berikut: 1 1 0,52 3,95 1 563,9 2 10 1,3 7,25 1 31,95 3 20 1,6 10,21 1 12,5 4 22 1,68 14,5 1 10,15 5 30 1,7 32,5 1,01 13,26 6 36 Tidak tercapai kestabilan Tidak tercap ai kesta bilan 1,025 11,85 7 1325 Tidak Tidak dapat dapat dijala dijalankan nkan 1,2 8,9 SIMPULAN Gambar 10. Model simulasi MATLAB dengan pengendali PID Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut : 1. Penentuan nilai konstanta amplifier (K A ) pada sebuah AVR (Automatic voltage Regulator) hendaknya mengacu pada batasan nilai yang
diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode kriteria kestabilan Routh, yaitu pada range -1 < KA < 35,642. Pemberian konstanta amplifier (K A ) yang paling baik yaitu pada settingan K A = 1 (tanpa pengendali PID), dimana pada settingan tersebut diperoleh waktu stabil tercepat dengan tingkat osilasi (transient) yang paling rendah. 2. Penambahan pengendali PID (Proportional, Integral, dan Derivative) akan mampu mengurangi bahkan menghilangkan osilasi (transien) yang terjadi pada pembangkit dengan settingan parameter Kp, Ki, dan Kd yang tepat yaitu pada settingan parameter Kp = 0.0272, Ki = 0.0191, dan Kd = 0.018 dengan nilai K A = 22, dimana pada settingan tersebut sistem tidak mengalami transien sedikitpun dan waktu stabil yang paling cepat. DAFTAR PUSTAKA Arismunandar, A, Kuwahara. 1988. Teknik Tenaga Listrik Jilid 1. PT Pradnya Paramita, Jakarta Fitzgerald, A.E., Charles Kingsley, Jr, Stephen D Umans. 1997. Mesin-Mesin Listrik Edisi 4. Erlangga, Jakarta. Glover, J.D, M. Sarma. 1994. Power System Analysis And Design, 2 nd edition. PWS publishers, Boston. Kadir, Abdul,. 1986. Pengantar Teknik Tenaga Listrik. LP3ES. Jakarta Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol Automatik, Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta Stevenson, William D, Jr. 1994. Analisis Sistem Tenaga, Edisi Ketiga. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Malang. Sumanto. 2000. Mesin Sinkron. Andi, Yogyakarta