POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

dokumen-dokumen yang mirip
OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

III. METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB III. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

III. METODE PENELITIAN

SMP NEGERI 3 MENGGALA

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE Jalur Interpretasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara)

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB III METODE PENELITIAN

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEANEKARAGAMAN MAMALIA DI PEGUNUNGAN SCHWANER, KALIMANTAN BARAT BIDANG KEGIATAN: PKM AI.

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 ( 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB IV METODE PENELITIAN

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB. I. PENDAHULUAN A.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi


KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

Transkripsi:

1 POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Amri Muhammad Saadudin, Gamma Nur Merrillia Sularso, Connie Lydiana Sibarani, Adam Febbryansyah Gucci Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK Mamalia memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan suatu ekosistem hutan menuju hutan klimaks atau seimbang. Berhubungan dengan salah satu fungsi dari Taman Nasional sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman satwa, maka perlu upaya pengelolaan yang baik untuk menjaga agar keberadaan satwa di dalam Taman Nasional tetap lestari. Tujuan penelitian ini memberikan data dan informasi keanekaragaman jenis mamalia di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, menyediakan data acuan keanekaragaman jenis mamalia dalam rangka menunjang pengembangan ekowisata, merekomendasikan jalur interpretasi pengamatan yang berpotensi ditemukannya jenis-jenis mamalia endemik dan khas, dan merekomendasikan upaya pengelolaan kawasan lestari dan berkelanjutan bagi pihak pengelola Taman Nasional. Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Pada tanggal 6-14 Agustus 2008. Pengamatan keanekaragaman mamalia dilakukan dengan metode transek jalur, pengamatan cepat dan wawancara. Pengamatan dilakukan pada malam hari, menjelang pagi dan menjelang sore hari. Keanekaragaman mamalia di lokasi pengamatan tergolong sedang (H = 1-3). Laju perjumpaan yang cukup tinggi diharapkan dikembangkan menjadi program interpretasi ekowisata pengamatan mamalia. Jalur yang dapat digunakan yaitu jalur 1, 3 dan 4. Ekowisata mamalia ini dapat dibagi menjadi ekowisata minat khusus seperti kegiatan pengamatan orang utan (orang utan watching) dan kegiatan pengamatan atraksi owa ungko, lutung merah dan owa kelawat (wilderness attraction of owa ungko, lutung merah and owa kelawat). Upaya pengeloaan hutan secara lestari dapat dicapai dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar hidupnya tergantung dengan sumberdaya hutan. Kata kunci: mamalia, keanekaragaman, ekowisata PENDAHULUAN Latar Belakang Mamalia merupakan salah satu clas dalam kingdom animalia yang memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi maupun dalam susunan saraf dan tingkat intelegensianya. Mamalia dari kata mammilae artinya kelenjar

2 susu, hanya satwa dari klas ini yang memiliki kelenjar susu. Ciri lain mamalia yaitu terdapatnya rambut (hair) pada kulitnya (Vaughan, 1978). Mamalia memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan suatu ekosistem hutan menuju hutan klimaks atau seimbang. Berhubungan dengan salah satu fungsi dari Taman Nasional sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman satwa, maka perlu upaya pengelolaan yang baik untuk menjaga agar keberadaan satwa di dalam Taman Nasional tetap lestari. Untuk mendukung pengelolaan mamalia yang baik maka diperlukan data-data mengenai potensi mamalia yang terdapat di kawasan. Oleh karena itu diadakan inventarisasi potensi mamalia untuk mendapatkan data terbaru dan data seri mengenai potensi mamalia sebagai upaya untuk membantu pengelolaan mamalia secara lestari, khususnya dalam rangka pengembangan ekowisata di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Memberikan data dan informasi keanekaragaman jenis mamalia di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. 2. Menyediakan data acuan keanekaragaman jenis mamalia dalam rangka menunjang pengembangan ekowisata. 3. Merekomendasikan jalur interpretasi pengamatan yang berpotensi ditemukannya jenis-jenis mamalia endemik dan khas. 4. Merekomendasikan upaya pengelolaan kawasan lestari dan berkelanjutan bagi pihak pengelola Taman Nasional. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini yaitu: 1. Menjadi salah satu masukan bagi Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dalam rencana pengelolaan kawasan berkelanjutan untuk mendukung kelestarian mamalia di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. 2. Keanekaragaman jenis mamalia dapat dikembangkan menjadi paket ekowisata pengamatan yang dapat menghasilkan pemasukan baik bagi pengelola maupun masyarakat sekitar Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. METODE PENGAMATAN Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan di TNBBBR yang terletak di Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pengambilan data dilaksanakan di blok hutan TNBBBR pada kilometer 37, 41, dan 54 yang terletak di wilayah Propinsi Kalimantan Barat pada tanggal 6-14 Agustus 2008. Alat dan Bahan

3 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah: 1. Binokuler 2. Kompas Brunton 3. Meteran 4. Tali rafia dan tambang 5. Kamera foto 7. Senter dan baterai 8. Patok 9. Tally sheet 10. Buku panduan lapang mamalia Jenis Data yang dikumpulkan Studi keanekaragaman jenis mamalia yang dilakukan yaitu meliputi jenis dan jumlah individu jenis, penyebaran dan pemanfaatan mamalia oleh masyarakat lokal. Metode Pengambilan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data di lapangan adalah : Pengamatan Langsung Metode Transek Jalur (Strip Transect). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Data yang dikumpulkan berdasarkan pada perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada pada lebar jalur pengamatan. Pengamatan dilakukan pada periode pagi hari (pukul 05.30-08.00 WIB), sore hari (pukul 16.00-18.00 WIB) dan malam hari (pukul 21.00-23.00). T o P 1 S 1 T S 2 Arah lintasan Gambar. Inventarisasi mamalia dengan metode jalur Keterangan : To = titik awal jalur pengamatan, Ta = titik akhir jalur pengamatan, P = posisi pengamat, S = posisi satwa liar.

4 Pengamatan cepat (Rapid Assesment). Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus. Pengamat cukup mencatat jenis-jenis mamalia yang ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan sebagaianya. Wawancara Pengambilan data dengan metode wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai masyarakat sekitar atau petugas lapangan mengenai keberadaan dan jenis-jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan serta lokasi penyebarannya. Keterangan dari masyarakat atau petugas akan diverifikasi atau ditinjau ulang oleh peneliti untuk menjamin kebenaran informasi yang disampaikan masyarakat atau petugas lapang. Analisa Data Indeks keanekaragaman jenis (H ) Ludwig dan Reynold (1988) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon Wiener dengan rumus : n H = - pi ln pi; dimana pi = i=1 Keterangan : H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Untuk menentukan keanekaragaman jenis mamalia, maka digunakan klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wieners seperti tabel 1 berikut : Tabel. Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Nilai indeks Shanon- Wiener Kategori

5 > 3 1 3 < 1 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah Analisis Deskriptif Selain analisis kuantitatif, beberapa hal yang terkait dalam bahasan dideskripsikan secara deskriptif. Analisis deskriptif meliputi potensi keanekaragaman mamalia yang menunjang pengembangan ekowisata dan pengelolaan kawasan berbasis manajemen kolaborasi untuk pemanfaatan berkelanjutan. HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman jenis dan penyebaran jenis mamalia Sebanyak 28 jenis mamalia ditemukan selama penelitian di TNBBBR, yang terdiri atas 14 suku. Jenis yang umum dijumpai adalah owa kelawat (Hylobates muelleri), owa ungko (Hylobates agilis) dan lutung merah (Presbytis rubicunda). Berdasarkan perhitungan Indeks Keanekaragaman, didapatkan Keanekaragaman jenis mamalia tertinggi terdapat di jalur 1 (H = 1,94), jalur 3 (H = 1,44), jalur 4 (H = 1,02), dan yang terendah di jalur (H = 0,82). Secara umum, keanekaragaman mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan termasuk kategori kenekaragaman sedang (H = 1-3), penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin beranekaragam jenis mamalia maka semakin banyak jumlah jenis yang dapat dijumpai di suatu jalur. Jika penelitian ini diteruskan untuk jangka lama (5 tahun), akan diketahui kondisi fluktuasinya apakah stabil, menurun atau meningkat (Alikodra, 1993). Penyebaran mamalia di jalur 1,3, dan 4 lebih luas dibandingkan jalur 2. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah individu tiap jenis pada ketiga jalur ini lebih banyak dan lebih merata dibandingkan di jalur 2. Seperti pada jalur 3 ditemukan lebih dari 1 kelompok owa ungko dan lutung merah. Bila diasumsikan pengunjung TN Bukit Baka Bukit Raya berjalan sejauh 1 kilometer pada jalur 3 maka kemungkinan besar pengunjung tersebut dapat melihat minimal 1 kelompok dari kedua jenis tersebut. Kestabilan komunitas mamalia di ketiga jalur ini lebih besar dibandingkan jalur 2. Hal ini menunjukkan bahwa semakin beranekaragam jenis mamalia di suatu habitat maka akan terbentuk komunitas yang stabil. Komunitas mamalia yang stabil ini ditunjang oleh perbedaan relung ekologi (niche) atau peran suatu jenis dalam suatu komunitas. Walaupun jenis mamalia yang dijumpai didominasi oleh frugivora dan insectivora yang memiliki jenis pakan yang hampir sama tetapi terdapat perbedaan dalam metode dan lokasi berburu serta waktu makan yang berbeda. Seperti pada jalur 1, ditemukan owa

6 kelawat dan orang utan pada pohon yang sama tapi mereka mengambil daun pakan di strata tajuk yang berbeda. Jalur Interpretasi Pengamatan Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat lokal dan dari hasil pengamatan, pada jalur 1, 3, dan 4 dapat dijumpai orang utan, owa ungko, lutung merah dan owa kelawat merupakan satwa endemik dan dilindungi yang sangat menarik untuk dijadikan obyek wisata. Orang utan termasuk satwa soliter dan sangat peka terhadap kehadiran manusia sehingga sulit dijumpai secara langsung. Namun pada jalur 1, satwa tersebut memiliki tingkat perjumpaan yang lebih tinggi dibandingkan ketiga jalur lainnya. Hal ini tampak jelas dengan ditemukannya sarang-sarang orang utan di atas pohon disekitar jalur tersebut. Sedangkan owa kelawat, lutung merah dan owa ungko merupakan satwa yang mengelompok dan cenderung berada dalam kelompok besar yang berjumlah 6-8 individu per 1 kelompok. Kedua jenis ini dijumpai diseluruh jalur pengamatan, bahkan di jalur 2 dan 3 ditemukan masing-masing 2 kelompok besar. Sehingga tingkat perjumpaan kedua jenis ini merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis mamalia lain yang ada di seluruh jalur pengamatan. Keempat jalur ini dapat dijadikan sebagai jalur interpretasi pengamatan untuk wisata minat khusus. Rekomendasi Pengelolaan Keunikan yang dimiliki masing-masing jenis mamalia seperti orang utan, beruang madu, owa ungko, lutung merah dan owa kelawat menjadikan mamalia sebagai salah satu daya tarik wisata berwawasan lingkungan yaitu ekowisata. Status perlindungan dan kelangkaan jenis mamalia ini di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya menjadi nilai jual bagi pengembangan ekowisata. Selain itu, intensitas perjumpaan mamalia juga dapat menjadi peluang tambahan untuk dikembangkan menjadi obyek wisata pengamatan atraksi satwa dengan obyek utama satwa endemik dan dilindungi seperti orang utan, owa kelawat, lutung merah dan owa ungko. Alikodra (1986) mengemukakan bahwa pengunjung Taman Nasional akan merasa puas jika dalam kunjungannya berhasil menikmati atraksi alam terutama melihat satwa liar. Kegiatan ekowisata dengan obyek satwa khas seperti orang utan, owa kelawat, lutung merah dan owa ungko ini merupakan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional yang dapat menunjang peningkatan pemasukan daerah Kalimantan Barat. Kegiatan pengamatan mamalia di alam bebas sangat mendukung pemasukan daerah Kalimantan Barat namun belum menjadi sorotan publik. Selain itu, pemanfaatan sejenis ini merupakan bentuk pemanfaatan non-eksploitatif sehingga prinsip perlindungan masih dapat dijaga dan dipertahankan. Wisata mamalia ini dapat dibagi menjadi wisata-wisata minat khusus seperti kegiatan pengamatan orang utan (orang utan watching) dan kegiatan pengamatan atraksi owa ungko dan owa kelawat (wilderness attraction of owa ungko, lutung merah and owa kelawat) akan menjadi wisata minat khusus yang dipilih karena tantangannya. Wisata ini dapat dirancang hampir serupa dengan kegiatan safari yang ditawarkan di Taman Safari Bogor namun lebih menarik karena dilakukan di alam bebas.

Strategi pengelolaan perlu dilakukan oleh Pihak Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya untuk menunjang kegiatan orang utan watching dan wilderness attraction of owa ungko, lutung merah and owa kelawat tersebut. Peningkatan laju perusakan hutan di Indonesia khususnya di Kalimantan makin meningkat dari tahun ke tahun sehingga hal ini patut diperhitungkan dalam pengelolaan pariwisata alam secara nasional, khususnya di daerah Kalimantan Barat. Pariwisata berkelanjutan merupakan pengelolaan seluruh sumber daya alam secara tepat sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, dan estetika bagi wisatawan dan daerah penerima dapat terpenuhi disamping pemeliharaan integritas budaya, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistempendukung kehidupan (Alikodra 2004). Dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus dirancang suatu perencanaan dan program pengelolaan yang baik dan terarah sehingga dampak negatif yang ditimbulkan pengunjung dapat dihindarkan atau diperkecil (Soedargo dkk. 1989). Langkah awal yang harus dilakukan dalam orang utan watching dan wilderness attraction of owa ungko, lutung merah and owa kelawat adalah perbaikan habitat di keempat jalur interpretasi tersebut. Perbaikan habitat ini penting untuk mengoptimalkan kombinasi komponenkomponen habitat seperti makanan, air, pelindung dan ruang hidup satwa. Pengelolaan habitat dan populasi merupakan pengembangan yang paling efektif, selain itu melalui pola pengelolaan kehidupan satwa liar dapat memudahkan pengunjung dalam menikmati kehidupan satwa di alam bebas (Alikodra 1986). Kegiatan orang utan watching dan wilderness attraction of owa ungko, lutung merah and owa kelawat memerlukan langkah pengembangan yang sesuai. Perbedaan ukuran dan peran masing-masing satwa dalam habitat membutuhkan pertimbangan matang dalam program perencanaan dan pengelolaannya. Dalam pelaksanaannya, menurut Alikodra (1986) perlu ada teknik pengamatan kehidupan satwa liar dialam yang praktis untuk dikembangkan sesuai dengan perilkau daerah pergerakannya. Jenis-jenis primata dapat dirangsang untuk datang ke areal pembinaan makanan (feeding site) (Alikodra 1986). Orang utan, owa kelawat, lutung merah dan owa ungko merupakan satwa frugivora sehingga untuk merangsang kehadirannya dengan menyediakan area yang dapat dijadikan sebagai area pakan buah-buahan. Dalam pengelolaan harus melibatkan masyarakat sekitar. Kesepakatan dalam pengelolaan harus dicapai agar otoritas kawasan tetap terjaga. Pengelolaan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan co-management, yaitu pengelolaan kolaboratif antara pengelola dengan masyarakat. Adanya keuntungan langsung (tangible) yang dapat dirasakan dan dimanfaatkan masyarakat sekitar akan meningkatkan rasa kepemilikan kawasan tersebut. Rasa kepemilikan inilah yang dapat mendorong kesadaran masyarakat sekitar untuk ikut serta dalam mengelola kawasan secara lestari. Pemanfaatan sumberdaya alam menggunakan kearifan tradisional masyarakat sekitar merupakan tipe pemanfaatan yang lebih baik karena sumberdaya alam yang dimanfaatkan hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Syamsul (1996) keikutsertaan masyarakat yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pengunjung. Menurut hasil survei pada umumnya, kegiatan ini akan lebih menguntungkan dibandingkan usaha tambahan lain, sehingga kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat sekitar dapat mengalami peningkatan yang signifikan. 7

8 KESIMPULAN Mamalia yang ditemukan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya berjumlah 28 jenis yaitu di kilometer 37, 41, dan 54 yang terletak di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Jenis mamalia yang dapat dijumpai dan merupakan satwa endemik yang dilindungi yaitu owa kelawat, owa ungko, lutung merah dan orang utan. Jalur yang dapat dijadikan sebagai jalur interpretasi wisata minat khusus pengamatan orang utan, owa kelawat, lutung merah dan owa ungko yaitu jalur pengamatan di kilometer 37,41, dan 54 di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Pengelolaan huta secara lestari dapat dicapai dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar hidupnya masih tergantung dengan sumberdaya hutan. UCAPAN TERIMAKASIH Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan eksplorasi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Terimakasih kepada Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc sebagai Pembina HIMAKOVA dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc sebagai dosen pembimbing dalam pengamatan dan penulisan ilmiah. Iwan Kurniawan, Indra Zulkarnain, M. Yunus Ardian, Afroh Mansyur, M. Fajri Husein, dan Rafika sebagai anggota tim pengamatan di Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) HIMAKOVA. DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1986. Kemungkinan Pengembangan Atraksi Satwa Liar Bagi Pengunjung Taman Nasional. Media Konservasi 1(16):20-23 Alikodra H.S. 1993. Konservasi Burung Wader Migran di Jawa. Media Konservasi 4(2):77-81. Alikodra H.S. 2004. Wisata Berwawasan Lingkungan. Media Konservasi 10(2):93-97. Ludwig JA and JF Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A Primer on Methods and Computing. New York : John Wilwy and Sons. Syamsul. 1996. Manfaat Kegiatan Rekreasi Alam Taman Wisata Bantimurung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Skripsi. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Vaughan, T.A. 1978. Mammalogy. Sec Ed. W.B. Saunders Company. Philadelpia.