BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

STANDAR OPERATION PROCEDURE (SOP) BID PROPAM POLDA BENGKULU TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN BERKALA

BAB IV PENYELESAIAN KASUS ANGGOTA POLRI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBERKASAN PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI POLRI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBERKASAN PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI POLRI

BUPATI KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA A KERJA POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KONAWE UTARA

IMPLEMENTASI PERATURAN KODE ETIK POLRI DALAM PENANGANAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELANGGAR KETENTUAN PIDANA (Studi di Kepolisian Resor Kota Medan)

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

2016, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR SEKSI PROPAM POLRES LOMBOK TIMUR Nomor : R /01/I/ 2016

DATA PIRANTI LUNAK SEKSI PROPAM POLRES SUMBAWA TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN UPAYA PAKSA TERHADAP ANGGOTA POLRI PELAKU TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM POLRES JAYAPURA KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN ACEH TIMUR

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANJAR

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi sebagai polisi mempunyai nilai penting dalam menentukan tegaknya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penegakan Disiplin bagi Anggota Polri yang Melakukan Pelanggaran di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN BIDANG HUKUM POLDA NTB

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BAUBAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) TENTANG PENYELIDIKAN DI LINGKUNGAN SIPROPAM POLRES BIMA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

LAPORAN BULANAN BIDKUM POLDA KEPULAUAN RIAU BULAN JUNI 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum dan pelanggaran hukum dapat dikatakan merupakan satu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

NO. JENIS/ SERIES ARSIP RETENSI KETERANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

ETIKA PROFESI SATPAM

LKIP Biro Rena Polda NTB PENDAHULUAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK NDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN MARET DIBANDING BULAN FEBRUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuann hukum, maka hilanglah sifat

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Transkripsi:

33 BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH 3.1 Organisasi Polda Jawa Tengah Sesuai dengan keputusan Kapolri No. Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Organisasi tingkat Polisi Daerah (Polda). Kepolisian Negara Republik Indonesia Polda Jawa Tengah disingkat Polda Jateng adalah badan pelaksana utama kewilayahan Polda Jateng yang berkedudukan dibawah Kapolda. Tugas pokoknya adalah melaksanakan pemeliharaan keamanan dan ketertibana masyarakat, penegakkan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas lain dalam wilayah hukumnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan serta kebijaksanaan yang berlaku dalam organisasi Polri. Pelaksanaan tugas tersebut dilaksanakan sesuai dengan fungsi kepolisian yang diembannya yaitu fungsi preventif dan represif di wilayah hukum Polda Jawa Tengah. Sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 bahwa pelaksanaan peran dan fungsi Kepolisian wilayah negara Repubik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengaturan tersebut ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang mempertimbangkan tentang kepastian hukum dan penyesuaian dengan kepentingan pelaksanaan tugas kepolisian yang terkait. Peraturan pemerintah tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia, di mana pembagian wilayah ditetapkan dalam rangka melaksanakan fungsi dan peran kepolisian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Wilayah Polda Jawa Tengah terletak disebelah utara laut Jawa, sebelah selatan Polda DIY, sebelah barat Polda Jawa Barat, dan sebelah timur Polda Jawa Timur. Polda Jawa Tengah mempunyai 1 (satu) Polwiltabes, 1(satu) Poltabes, 5 33

34 (lima) Polwil dan 35 (tiga puluh lima) Polres. Jumlah personil Polri sekitar 30.000 lebih, dengan jumlah anggota PNS sebanyak 2.200 orang Bagan Struktur Organisasi Polda Jawa Tengah (Lampiran) 3.2 Struktur Organisasi Bidang Pembinaan Hukum Berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : Kep /54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005, yang menempatkan Bidang Pembinaan Hukum sebagai unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf yang dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan bantuan dan nasehat hukum, serta penerapan dan penyuluhan hukum dan HAM, pemberian nasehat dan pertimbangan hukum berkenaan dengan masalah-masalah hukum dalam pelaksanaan tugas Polri, termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya dan pengemban fungsi kepolisian lainnya. Guna mewujudkan tuntutan masyarakat terhadap peran Polri Polda Jawa Tengah, maka pengembangan dan pembinaan kekuatan Polri ditujukan kepada upaya peningkatan kemampuan anggota Polri dalam memelihara dan meningkatkan perlindungan, pelayanan, dan pengayoman masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang hidup tentram dan damai. Berkaitan dengan tugas dan fungsi Polri, pemerintah memberikan kewenangan untuk merampas sementara hak asasi manusia yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Disamping itu undang-undang juga telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk melakukan perbaikan dengan memberikan koreksi mengenai tugas dan tanggungjawab Polri yang tidak dilaksanakan dengan baik terutama anggota Polri yang dilapangan. Dengan adanya peluang yang dimiliki oleh masyarakat tersebut Polri dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya masih banyak yang melakukan pelanggaran dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-udangan

35 yang berlaku maupun Peraturan Kapolri yang telah ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi baik dalam diri anggota yang bertugas maupun faktor dari luar dirinya. Bidang Pembinaan Hukum sebagai pembina hukum yang mempunyai salah satu tugas menyelenggarakan bantuan dan nasehat hukum, memegang peranan penting bagi anggota yang sedang menghadapi masalah hukum dalam menjalankan tugas di lapangan baik sebagai terlapor atau tersangka karena perbuatannya termasuk dalam tindak pidana, pelanggaran disiplin maupun pelanggaran kode etik Polri. Disinilah peranan Bidang Pembinaan Hukum sangat dibutuhkan sebagai wujud dari pelayanan, perlindungan dan pengayoman terhadap anggotanya dengan memberikan bantuan advokasi terhadap kesatuan, anggota Polri maupun keluarga besar Polri. Tugas Pokok Bidang Pembinaan Hukum dirumuskan dalam Keputusan Kapolri nomor : 07/I/2005 sebagai berikut : a. Membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan hukum dan HAM yang meliputi bantuan dan nasehat hukum, penerapan dan penyuluhan hukum dan turut serta dalam pembinaan hukum/peraturan daerah. b. Menyelenggarakan fungsi : a) Pembinaan fungsi Binkum dalam lingkup Polda b) Penyelenggaraan bantuan dan nasehat hukum serta penerapan dan penyuluhan hukum HAM c) Pemberian nasehat dan pertimbangan hukum berkenaan dengan masalah-masalah hukum dalam pelaksanaan tugas polri, termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya termasuk pengemban fungsi Kepolisian lainnya. Bidang Pembinaan Hukum Polda Jawa Tengah dipimpin oleh seorang Kepala Bidang Pembinaan Hukum yang berpangkat Komisaris Besar Polisi (KOMBES) yang memiliki personil berjumlah 24 orang yang masuk dalam Sub bidang penerapan dan Penyuluhan Hukum berjumlah 6 orang terdiri dari 1 (satu)

36 orang berpangkat AKBP, 1 (satu) orang berpangkat AKP, 4 (empat) orang anggota PNS Gol. III, sedangkan yang masuk dalam sub bidang bantuan dan nasehat hukum berjumlah 10 orang terdiri dari 5 (lima) orang berpangkat AKBP, 3 (tiga) orang berpangkat Kompol, 1 (satu) orang berpangkat AKP, 1 (satu) orang PNS Gol III. Jumlah 7 (tujuh) orang personil lainnya bertugas dalam bidang administrasi dan keuangan. Untuk memudahkan dalam memahami pelaksanaan tugas Bidbinkum perlu mengetahui struktur organisasi Bidkum sebagai berikut : Lihat lampiran II 3.3 Struktur Organisasi Provos Berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : Kep /54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tigkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005, Provos merupakan bagian dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) sebagai unsur pelaksana staf khusus Polda yang berada dibawah Kapolda yang dalam melaksanakan tugasnya membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi, pengamanan internal, penegakkan disiplin, dan ketertiban di lingkungan Polda, termasuk pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggota Polri/PNS termasuk pemberian rehabilitasi sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Bidpropam sesuai dengan Kep/54/IX/2004 menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan/ perumusan kebijakan Kapolda dalam bidang pembinaan fungsi pengawasan umum, pembinaan profesi, pengamanan internal dan pembinaan disiplin dalam lingkungan Polda. b. Penyelenggaraan pembinaan profesi, yang meliputi penilaian akreditasi profesi dan pembinaan/penegakkan etika profesi, termasuk pengauditan dari segi etika profesi terhadap proses investigasi kasus (ekternal/internal) yang dilaksanakan oleh unit-unit organisasi Polri

37 yang diadakan atau mendapat sorotan publik, serta audit investigasi serta penyelenggaraan sekretariat Komisi Kode Etik Kepolisian dalam lingkungan Polda. c. Pembinaan/penyelenggaraaan pengamanan internal yang meliputi personil, materiil, kegiatan dan bahan keterangan. d. Pembinaan/penyelenggaraan pembinaan dan penegakkan disiplin dan tata tertib. e. Pemberian pelayanan dalam penerimaan laporan/pengaduan warga masyarakat tentang sikap dan tindakan anggota Polri/PNS. f. Pengendalian dan monitoring terhadap penanganan laporan / pengaduan warga masyarakat oleh satuan-satuan dalam lingkungan Polda dan pelaksanaan rehabilitasi terhadap anggota Polri/PNS, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bidpropam terdiri dari : a. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan disingkat Urmintu. a) Urmintu dipimpin oleh Kepala Urusan Administrasi dan ketatausahaan disingkat Kaurmintu yang bertanggungjawab kepada Kabidpropam b) Urmintu bertugas menyelenggarakan urusan administrasi, urusan ketatausahaan dan urusan dalam, termasuk pelayanan keuangan, dilingkungan Rowaspropam. c} Urmintu adalah unsur pelayanan pada Bidpropam yang berada dibawah Kabidpropam b. Seksi Pelayanan Pengaduan disingkat Siyanduan yang bertugas menerima laporan/pengaduan masyarakat dan memonitoring penanganannya. c. Seksi Rehabilitasi disingkat SieRehab yang bertugas melaksanakan registrasi/penelitian terhadap proses penanganan kasus dan menyiapkan proses/keputusan rehabilitasi bagi anggota/pns Polri yang tidak terbukti melakukan pelanggaran atau pengampunan / pengurangan hukuman bagi personel yang sedang/telah

38 melaksanakan hukuman (disiplin/administratif ) dengan baik serta memantau proses pelaksanaan hukuman dan menyiapkan keputusan pengakhiran hukuman bagi personil yang telah melaksanakan hukuman (pidana). d. Subbid Pembinaan Pertanggungjawaban Profesi disingkat Subbidprofesi bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan pertanggungjawaban profesi, yang meliputi penilaian akreditasi, pembinaan dan penegakkan etika profesi termasuk audit investigasi serta penyelenggaraan kesekretariatan Komisi Kode Etik Polri. e. Sub Bidang Pengamanan Internal : bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi pengamanan internal, yang meliputi pengamanan personil, materiil, kegiatan dan bahan keterangan dalam lingkungan Polda. f. Subbid Provos bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi provos yang meliputi pembinaan disiplin, penegakkan hukum dan penyelesaian perkara pelanggaran disiplin. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Subbid Provos dibantu oleh Kepala Sub Bagian Pembinaan Disiplin disingkat Kasubbagbinplin, yang dibantu oleh kanit 1 dan kanit 2, sedangkan Kepala sub bagian Penegakkan Hukum disingkat Kasubbaggakkum dibantu kanit 1, kanit 2, dan kanit 3 Tugas dari Kasubbagbinplin adalah membina dan menyelenggarakan penegakkan disiplin anggota Polri dan PNS Polda, sedangkan tugas dari Kasubbaggakkum adalah membina dan menyelenggarakan penegakkan hukum bagi anggota yang melakukan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana yang selanjutnya diserahkan kepada Reskrim untuk dilakukan penyidikan dan penyelidikan. Wewenang Provos sebagaimana tercantum dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003 adalah (a) melakukan pemanggilan dan pemeriksaan; (b) membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan penegakkan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik

39 Indonesia; (c) menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah Ankum; (d) melaksanakan putusan Ankum. Provos Polda Jawa Tengah beranggotakan 89 orang yang terbagi dalam 2 (dua) sub bidang yaitu Bidang Pembinaan Disiplin dan Bidang Penegakkan Hukum. Bagi anggota penegakkan hukum, mereka kebanyakan telah mengikuti pendidikan mengenai penyidikan dan pernah bertugas di Reskrim sebelumnya, sehingga sangat menunjang dalam pelaksanaan tugas sebagai penegak hukum. Bagan Struktur Organisasi Provos (Lampiran) 3.4 Data kasus KDRT Data kasus baik disiplin, pidana maupun KDRT, yang masuk pada Bidang Pembinaan Hukum setiap tahunnya kurang lebih 320 kasus yang harus ditangani oleh Bidang Pembinaan Hukum dalam pemberian saran pendapat hukum, disamping itu untuk kasus yang memerlukan advokasi yaitu pendampingan di peradilan setiap tahunnya sebanyak 162 kasus. Kasus-kasus tersebut merupakan laporan / pengaduan dari korban dan masyarakat serta temuan dari anggota Polri sendiri. Karakteristik dari kasus penelantaran keluarga yang terjadi di Polda Jawa Tengah dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu : Penelantaran ringan, Penelantaran sedang, dan Penelantaran berat. Penelantaran ringan yaitu pelaku meninggalkan keluarganya dalam waktu kurang lebih satu bulan karena meninggalkan tugas akibat hutang, malu dengan rekannya sehingga tidak melaksanakan tugas. Penelantaran sedang meliputi penelantaran satu (1) tahun sampai dengan dua (2) tahun, sedangkan penelantaran berat terjadi bila pelaku meninggalkan keluarganya lebih dari dua (2) tahun sampai dengan sepuluh (10) tahun yang disebabkan karena sikap isteri yang kasar, perbedaan sikap dan perilaku yang berbeda dan berpegang pada prinsip masing-masing, mempunyai wanita idaman lain, mempunyai wanita simpanan (nikah siri) mempunyai anak dari hasil hubungan tidak sah, dan ketergantungan ekonomi karena dibantu oleh perempuan simpanannya.

40 Dari hasil penelitian tentang penelantaran keluarga tenyata tengat waktu penelantaran meliputi satu (1) bulan s/d empat (4) bulan, satu (1) tahun s/d dua (2) tahun, empat (4) tahun s/d sepuluh (10) tahun. Berdasarkan penelitian, untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam hal ini kekerasan dalam menelantarkan keluarga, menjadi ciri khas dari anggota Polri yang dilakukan terhadap anak dan isterinya. Hal tersebut merupakan kasus yang banyak masuk ke Bidang Pembinaan Hukum untuk dimintakan saran pendapat hukum sebagai landasan pimpinan dalam mengambil keputusan. Kasus penelantaran keluarga yang masuk ke Bidang Pembinaan Hukum relatif sedikit dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang masuk ke Bidang Pembinaan Hukum. Kasus yang masuk kategori kekerasan dalam rumah tangga yang diberikan saran dan pendapat hukum oleh Bidang Pembinaan Hukum dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Data yang masuk Ke Bidbinkum Polda Jateng No Jenis Kejahatan KDRT Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Keterangan 1. Kekerasan Fisik 2 1 1 Disiplin, PN 1 Kasasi 2. Kekerasan Seksual - - - - 3. Kekerasan Psikis - - - - 4. Penelantaran Keluarga 4 17 20 Disiplin Jumlah 6 18 21 Sumber dari Bidbinkum Polda Jawa Tengah Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga dilaporkan pada tahun 2005 adalah 6 kasus, tahun 2006 adalah 18 kasus, dan tahun 2007 adalah 21 kasus. Data ini menunjukkan adanya kenaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh isteri anggota Polri, sehingga bagi peneliti merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian karena data tersebut menunjukkan adanya kenaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan ke Pelayanan dan Pengaduan (Yanduan). Meningkatnya

41 laporan mengenai kekerasan dalam rumah tangga sangat terkait dengan adanya Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang menunjukkan bahwa undang-undang tersebut telah diketahui oleh para ibu dalam hal ini isteri dari anggota Polri. Akibat dari kekerasan yang terjadi dapat menimbulkan penderitaan fisik dan penderitaan batin. Dengan demikian perlu adanya peran Bidbinkum dan Provos dalam penerapan pasal diperlukan keberanian untuk dimasukkan dalam pelanggaran tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yaitu Undang-undang No.23 tahun 2004 karena didalam undang-undang tersebut telah diuraikan dengan jelas bagaimana kekerasan yang dapat dijerat dengan undang-undang tersebut.