JURNAL TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

JURNAL PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

1. Pendahuluan. Serat Acitya Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang ISSN : , Vol. 4 No. 3, 2015

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

PERTIMBANGAN HAKIM PRAPERADILAN PADA PUTUSAN NOMOR 04/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL ARTIKEL

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

LATAR BELAKANG MASALAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

KEWENANGAN PRAPERADILAN TERHADAP PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN YANG DIAJUKAN OLEH TERSANGKA (STUDI KASUS PUTUSAN

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

Michael A.P. Pangaribuan 1, Thorkis Pane 2. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. disebut UUD 1945). Sesuai dengan pendapat Julius Stahl, negara hukum

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015

JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA Diajukan oleh : SUDARMI N P M : 110510720 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2015

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA Sudarmi, Ch. Medi Suharyono Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT This study titled pretrial review of the decision relating to the determination of a person becomes a suspect. The purpose of this study was to determine whether it can be justified to submit pretrial determination of a person as a suspect and to determine the reason for the court to grant or not to grant pretrial for establishing a person as a suspect. The method used is a normative law research that focuses on positiv legal form of legislation. Data collection methods to the study of literature, by collecting data from books, expert opinion and related sources and also by making interviews with sources. Data analysis method used is the primary legal materials were analyzed according to the task of normative law, secondary law material in the form of a legal opinion will dibadingkan deengan other pedapat and dissent. The results obtained upon determination that the filing pretrial juridical person becomes a suspect when this can be justified by the Constitutional Court Decision No. 21 / PUU-XII / 2014 extending pretrial object. The Constitutional Court's decision adds to the determination of suspects, searches and confiscation of the object of pretrial. The reason the judge who received the filing pretrial on the determination of a person becomes a suspect is because the court prohibited refuse to examine, hear and decide a proposed on the grounds that the law is absent, in this case the court is obliged to prosecute and examine (Article 10 paragraph (1) Law No. 48 of 2009 on Judicial Power). The reason the judge who rejected the pretrial filings for establishing a person becomes a suspect is the determination of a person as a suspect does not enter the realm of pretrial based on considerations which refers to Article 1 point 10 of the Criminal Procedure Code, Article 77 of the Criminal Procedure Code and Article 82 of the Criminal Procedure Code which regulates pretrial. Key Words: decision, pretrial, the suspect, the decision of the constitutional cour. 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat) dalam menjalankan tugasnya dibidang peradilan pidana diberi kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan pengurangan hak asasi tersangka atau terdakwa sebagai manusia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa polisi merupakan institusi negara yang diberikan tugas, fungsi dan kewenangan tertentu, untuk menjaga keamanan, ketertiban dan mengayomi masyarakat. Harus diingat pula, bahwa aparat penegak hukum adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari perbuatan khilaf dan salah. Penangkapan atau penahanan yang sebetulnya dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pemeriksaan demi tegaknya keadilan dan ketertiban dalam masyarakat ternyata kadang-kadang dilakukan terhadap orang yang tidak bersalah atau kadang-kadang dilakukan melampaui batas waktu yang ditentukan, sehingga tersangka atau terdakwa menderita lahir batin akibat sikap aparat penegak hukum. Untuk menjamin hak asasi manusia dan agar aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membentuk suatu lembaga yang dinamakan praperadilan. 1 Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk yang pertama memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidaknya suatu penagkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas tersangka, yang kedua sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, dan yang ketiga permintaan ganti kerugian atau 1 Ratna Nurul Afiah, 1986, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, cetakan pertama, CV.AKADEMIKA PRESSINDO, Jakarta, hlm 3. 2

rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 2 Putusan praperadilan menjadi ramai semenjak permohonan praperadilan oleh Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dikabulkan sebagian oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di satu sisi menghormati putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai bentuk penghormatan kebebasan hakim sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, serta dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan alasan bahwa hukum nya tidak ada, dalam hal ini pengadilan wajib untuk mengadili dan memeriksa hal tersebut yang membuat Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan tersangka. Disisi lain objek praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan yang alasannya tidak tercantum dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah dijelaskan kewenangan hakim praperadilan untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta hakim praperadilan juga berwenang untuk memeriksa dan memutus permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka yang perkaranya tidak di ajukan ke pengadilan. 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. 3

Berdasarkan pada uraian di atas dan rasa ingin tahu lebih dalam mengenai putusan praperadilan yang berkaitan dengan seseorang menjadi tersangka, maka penulis termotivasi untuk menyusun skripsi yang berjudul TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dapat dibenarkan pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka? 2. Apakah alasan pengadilan mengabulkan atau tidak mengabulkan permohonan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka? 4

A. Tinjauan Umum Terhadap Putusan PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih jauh tetang putusan praperadilan, penulis perlu membahas terlebih dahulu pengertian putusan pada umumnya. Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 KUHAP meyatakan bahwa: Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di atur dalam undang-undang. Putusan pengadilan disampaikan oleh hakim diakhir persidangan setelah dilakukan proses pemeriksaan. Berdasarkan pengertian putusan dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP maka putusan dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Putusan pemidanaan atau penjatuhan pidana Dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa: jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan pidana. b. Putusan bebas (vrijspraak) Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa: jika pengadilan berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. c. Putusan lepas dari segala tuntutan Pasal 191 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa: jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakannya kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 5

B. Tinjauan Umum Terhadap Praperadilan Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan Praperadila adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Pasal 77 KUHAP menentukan bahwa pengadilan berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dalam Pasal 82 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Pasal 82 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai berikut: a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka; b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidik atau penuntut terhadap tersangka wajib dilanjutkan; c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian 6

dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya; d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. Isi putusan praperadilan sebelum memuat bunyi amar putusannya, terlebih dahulu menyebutkan pertimbangan hakim mengenai faktor-faktor hukum yang dijadikan dasar dan alasan dalam menjatuhkan putusan praperadilan. Putusan praperadilan memuat ketentuan yang sifatnya memerintahkan kepada pihak yang dikalahkan untuk berbuat sesuatu. Proses pengambilan putusan dalam perkara praperadilan berdasarkan Pasal 78 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa: Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Acara pemeriksaan praperadilan dilakukan dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permohonan praperadilan, hakim yang sudah ditunjuk menetapkan hari persidangan. C. Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 penetapan adalah suatu penetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara berdasakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang dan badan hukum perdata. Unsur-unsurnya yaitu a. Penetapan tertulis b. Dikeluarka oleh badan atau pejabat tata usaha negara c. Berisi tindakan hukum tata negara d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 7

e. Bersifat konkrit, individual, dan final Berdasarkan Pasal 1 Angka 14 KUHAP menyatakan bahwa: tersangka adalah seorang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Proses penetapan terjadinya tindak pidana dan tersangka didasarkan dua alat bukti dan keyakinan penyidik bahwa telah terjadi tindak pidana atau perbuatan pidana. Proses atau tahap-tahap pemeriksaan tersangka yang dilakukan oleh penyidik harus memuat hal-hal sebagai berikut 3 : a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas tentang apa yang disangkakan kepadanya. b. Tersangka berhak didampingi penasehat hukum. c. Tersangka berhak mengajukan saksi yang menguntungkan nya. d. Tersangka memberikan keterangan tanpa tekanan siapa pun. e. Keterangan tersangka dicatat sedetil-detilnya oleh penyidik dalam berita acara. Proses penetapan status seseorang sebagai tersangka oleh penyidik yang tidak didasarkan bukti permulaan merupakan tindakan sewenang-wenang. Dalam perkembangan wewenang praperadilan tidak hanya dalam Pasal 77 KUHAP tetapi penetapan seseorang menjadi tersangka oleh penyidik yang tidak didasarkan bukti permulaan dapat diajukan permohonan praperadilan. D. Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka Pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang menjadi tersangka jika dilihat dalam Pasal 77 KUHAP tidak dapat dibenarkan karena penetapan seseorang menjadi tersangka tidak termasuk dalam ruang lingkup pemeriksaan praperadilan. 3 Hari Sasangka, Op. Cit., hlm 100. 8

Adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 menyatakan Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, pengeledahan dan penyitaan. Putusan tersebut diartikan bahwa Makhamah Konstitusi mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan. Mahkamah konstitusi menambah penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan yang berarti membenarkan pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka. Ada beberapa pendapat hakim tentang pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka diantaranya pendapat yang menerima dan ada yang menolak mengenai pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka. Pendapat hakim yang menerima pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka yaitu Hakim Sarpin yang mengabulkan permohonan praperadilan penetapan tersangka yang diajukan oleh Komjen Pol Budi Gunawan. Alasannya karena pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu yang diajukan dengan alasan bahwa hukum nya tidak ada, dalam hal ini pengadilan wajib untuk mengadili dan memeriksa (Pasal 10 ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Hakim Sarpin memutuskan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Sedangkan pendapat hakim yang menolak mengenai pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka yaitu Hakim Tatik Hadiyanti yang memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali. Hakim berpendapat bahwa gugatan mantan 9

menteri tersebut tidak masuk dalam ranah praperadilan berdasarkan pertimbangan yang mengacu pada Pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP serta Pasal 82 KUHAP yang mengatur mengenai praperadilan. Hakim menyebut proses penyidikan dan penetapan tersangka belum merupakan upaya paksa, tetapi merupakan awal upaya paksa. 4 4 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/611243-alasan-hakim-tolak-praperadilan-suryadharma-ali, Eko Priliawito, Alasan Pengadilan Tolak Praperadilan Surya Dharma Ali, 13 Agustus 2015. 10

KESIMPULAN Pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka secara yuridis saat ini dapat dibenarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang memperluas objek praperadilan. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menambah penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan. Alasan hakim yang menerima pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka adalah karena pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu yang diajukan dengan alasan bahwa hukum nya tidak ada, dalam hal ini pengadilan wajib untuk mengadili dan memeriksa (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Alasan hakim yang menolak mengenai pengajuan praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka adalah penetapan seseorang sebagai tersangka tidak masuk dalam ranah praperadilan berdasarkan pertimbangan yang mengacu pada Pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP serta Pasal 82 KUHAP yang mengatur mengenai praperadilan. Hakim menyebut proses penyidikan dan penetapan tersangka belum merupakan upaya paksa, tetapi merupakan awal upaya paksa. 11

DAFTAR PUSTAKA Buku: Andi Hamzah., 1993, Hukum Acara Pidana Indonesia, Arikha Media Cipta, Jakarta. Al.Wisnubroto., 2014, Praktik Persidangan Pidana, cetakan pertama, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta Erni Widhayanti., 1988, cetakan pertama, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Hari Sasangka., 2007, Penyidikan Penahanan Penuntutan Dan Praperadilan, cetaka pertama, CV.Mandar Maju, Bandung. M.Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini. P.A.F. Lamintag., 1997, Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia, cetakan ketiga, Citra Adiya Bakti, Bandung. Ratna Nurul Afiah., 1986, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, cetakan pertama, CV.AKADEMIKA PRESSINDO, Jakarta. Rusli Muhammad., 2011, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta. Webside: Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Diakses dari http://www.pengertianpakar.com/2014/09/pengertian tersangka-terdakwa-dan.html, tanggal 30 april 2015. Bloger, Pengertian Keputusan Atau Penetapan (Beschiking). Diakses daro http://rgs-opinihukum.blogspot.com/2013/09/pengertian-keputusan-atau-penetapan.html?m=o, 3 september 2015. Arsil, Putusan Mahkamah Konstitusi dan Hakim Sarpin, http://krupukulit.com/2015/04/30/kekhawatiran-praperadilan-paska-putusan-mk-danhakim-sarpin/, 16 September 2015. Anonim, Penetapan Tersangka jadi Objek Praperadilan, http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/04/29/putusan-mk-penetapan-tersangkajadi-objek-praperadilan/, 16 September 2015. Anonim, Memperluas Praperadilan Mempersempit Penegak Hukum,http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54ec279995ed3/memperluaspraperadilan--mempersempit-penegak-hukum, 16 September 2015 Eko Priliawito, Alasan Pengadilan Tolak Praperadilan Surya Dharma Ali, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/611243-alasan-hakim-tolak-praperadilansuryadharma-ali, 13 Agustus 2015 Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 12