BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dikenal memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa. Ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari banyaknya ragam bisnis restoran yang mulai bermunculan yang tersebar di Jawa

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

I. PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai. spesifik disebut konsumen). Semakin ketatnya persaingan toko ataupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Seiring dengan pesatnya daya beli masyarakat dalam bidang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Orang-orang ingin selalu menjaga keadaan wajah agar mendapat

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Ndubisi dan Moi (2005) mengatakan bahwa pembelian ulang (repurchase)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghemat banyak waktu. Seperti contoh, sekarang sudah tersedia banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tabel 1.1 Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kue di Kota Bandung Nama Toko Produk Harga

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia usaha kuliner. Banyak para pengusaha berpikir kreatif dan inovatif

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era Modern ini, sesuatu yang praktis sangat dibutuhkan

1 PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipertahankan selamanya. Ini bukan merupakan tugas yang mudah mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen diduga muncul dikarenakan harga dan store atmosphere

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah produk makanan yaitu roti. Saat ini sudah banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun memanfaatkan teknologi canggih sebagai sarana produksi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya industri yang berkembang, baik industri yang berskala

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Namun seiring

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini banyak sekali kemajuan dan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun ini bisnis di bidang usaha makanan mengalami perkembangan

UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. produk lain, sehingga konsumen tertarik terhadap produk tersebut. Niat beli dapat

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi berdasarkan pada perilaku masa lalunya. Pembelajaran (learning)

BAB I PENDAHULUAN. cepat saji hingga restoran yang menyediakan full course menu. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karyawan sebagai ujung tombak perusahaan, merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan pun bermacam-macam, tetapi untuk mendapatkan laba, perusahaan. status konsumen dapat berubah menjadi pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, persaingan antar usaha bisnis semakin ketat. Para produsen dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini perkembangan situasi perekonomian semakin pesat, terlebih pada

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB 2 LANDASAN TEORI

2015 PENGEMBANGAN PRODUK BROWNIES BAKAR BERBASIS TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini, masyarakat Indonesia sudah mulai terpengaruh dan mengadaptasi

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan perusahaan saat ini di Indonesia semakin lama semakin

BAB I PENDAHULUAN. Roti merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan energi dan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan konsumen atau kebutuhan manusia merupakan dasar bagi semua

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era informasi yang sedang berkembang dengan cepat dan pesat dewasa

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN. dipertimbangkan seorang konsumen sebelum memutuskan untuk membeli suatu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman, banyak perusahaan baik berskala domestik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bisnis modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru seperti

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting, karena

I. PENDAHULUAN. suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Hal ini memicu

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, gaya hidup dan pola pikir masyarakat berkembang yang. konsumen yang berhasil menarik konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang penuh persaingan, konsumen dihadapkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar industri sejenis maupun tidak sejenis semakin ketat sehingga untuk

BAB I PENDAHULUAN. Niat beli merupakan hal paling penting yang harus diperhatikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

BAB I PENDAHULUAN. minuman salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. menawarkan berbagai kelebihan dan keunikan dari masing-masing produk

BAB 1 PENDAHULUAN RATA-RATA TENAGA KERJA , , ,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia atau basic needs.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat supaya bisnis tersebut bisa bersaing ditengah-tengah persaingan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB I PENDAHULUAN. usahanya (Peraturan Menteri Kesehatan No.304 Tahun 1989) rumah makan, yang salah satunya adalah rumah makan pondok zam-zam yang

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Industri barang dan jasa pun semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

(Diferentiated Marketing)

BAB VIII ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN DAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. bisnis makanan mulai dari yang berskala kecil yaitu bisnis makanan yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kemajuan ilmu dan teknologi, serta keadaan ekonomi yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Hal ini bukanlah tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan pasar potensial. dengan kemasan, rasa, dan harga yang bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Barat, 2013.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ina Kristiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk menjadi pemenangnya. Begitu juga di dunia bisnis, seluruh perusahaan akan

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Kondisi ini sangat membantu aktivitas para wanita sehari-hari. Dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pasar merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pemasaran yang semakin global, persaingan yang hypercompetitive

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung dikenal memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa. Ada saja tren-tren baru yang dilahirkan di kota ini, ditambah dengan pertumbuhan industri bakery, baik itu usaha kecil dan menengah, home industry, maupun skala industri besar. Tentu hal ini menjadi sebuah pasar yang potensial bagi kalangan pelaku bisnis bahan baku makanan ataupun minuman (Bandung Food Ingredient 2012 Pasar Potensial bagi Pelaku Bisnis Ingredient, 2012). Bisnis kuliner yang berkembang di Kota Bandung misalnya saja toko kue. Beberapa toko kue yang menyediakan kue khas Bandung, diantaranya adalah Brownies Amanda, Kartika Sari, dan Prima Rasa (5 Panganan Kue Khas Bandung, 2012). Di tengah maraknya kemunculan toko kue di Kota Bandung, masih ada sejumlah toko kue yang tetap mempertahankan eksistensi mereka sejak zaman dahulu hingga sekarang. Kemunculan berbagai toko kue dan makanan baru yang semakin bervariasi menyebabkan adanya persaingan yang semakin ketat antarprodusen makanan. Toko kue yang sudah ada sejak zaman dahulu, yaitu sekitar puluhan tahun lamanya, dapat tetap bertahan hingga saat ini karena ada pelanggan yang melakukan pembelian ulang produk makanan mereka, walaupun ada pula pengunjung baru. Dalam hal ini pelanggan menjadi penting karena mereka berperan sebagai pengonsumsi produk makanan yang membuat suatu toko kue dapat tetap memertahankan eksistensinya. 1

2 Salah satu toko kue di Kota Bandung yang masih bertahan sejak awal berdiri pada tahun 1946 hingga saat ini adalah Toko Kue X (Sejarah Bakery X Indonesia, 2011). Toko Kue X ini tidak hanya sekedar bertahan, bahkan berhasil untuk mengembangkan dan memperluas usahanya dengan membuka dua cabang lain di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa di tengah persaingan dunia kuliner yang ketat, eksistensi Toko Kue X tidak padam, melainkan semakin meluas. Toko Kue X dapat bertahan karena pelanggannya yang loyal. Tingkat loyalitas pelanggan ini dapat bervariasi sehingga menghasilkan berbagai tipe customer loyalty. Salah satu pelanggan mengungkapkan bahwa Toko Kue X ini mempertahankan cara pembuatan yang higienis, alami, dan tanpa bahan pengawet sehingga cita rasa yang dihasilkannya pun alami dan dapat disantap tanpa ragu akan kandungan bahannya. Toko Kue X tidak menggunakan bahan instan dan bahan pengawet dalam setiap produknya, sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka waktu lama. Hal ini yang menjadikan pelanggan loyal terhadap produk X. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap pemilik Toko Kue X, beliau mengatakan bahwa produk makanan di toko ini dibagi ke dalam tiga jenis. Pertama adalah produk tradisional khas X, seperti bolu gulung, tart, dan nougat roll. Kedua adalah produk kue basah. Terakhir ada yang disebut dengan produk premium yaitu berbagai jenis kue modern seperti macarons, red velvet cake, gelato ice cream. Toko Kue X berinovasi mengembangkan varian produk baru seperti produk premium untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan

3 persaingan kuliner, namun produk klasik yang merupakan ciri khas toko ini masih tetap dipertahankan tanpa mengubah keotentikan cita rasanya. Produk khas X ini dibuat tanpa bahan pengawet sehingga tidak dapat disimpan terlalu lama. Berbagai variasi produk yang dikembangkan oleh Toko Kue X menunjukkan bahwa toko ini dapat menyesuaikan dengan persaingan kuliner dan selera pasar. Dalam hal ini selera pasar berarti selera konsumen yang bervariasi dari segala usia mulai dari anak kecil hingga lanjut usia. Menurut pemilik Toko Kue X, konsumen yang datang ke sana cukup bervariasi. Ada konsumen yang berasal dari pemerintahan yang lebih banyak memesan produk kue basah, rutin mulai hari Senin sampai Jumat. Ada pula pihak universitas yang memesan jenis kue khas X untuk event tertentu seperti wisuda. Bahkan ada konsumen yang berasal dari luar kota, yang membeli putus produk X untuk kemudian dijual di kotanya. Selain itu, ada pula konsumen dari luar kota yang datang membeli produk X saat weekend atau liburan singkat untuk dikonsumsi sendiri dan untuk oleh-oleh. Konsumen yang berasal dari Bandung pun tak kalah banyaknya, kebanyakan dari mereka merupakan generasi orang yang sudah tua, yang sudah menjadi pelanggan sejak lama. Selain pelanggan loyalnya, ada pula pengunjung baru yang mengetahui produk X ini melalui rekomendasi orang lain sehingga mereka melakukan pembelian di toko ini. Jika ditinjau berdasarkan rentang usia, pemilik Toko Kue X mengatakan bahwa rata-rata konsumen yang membeli produk khas tradisional toko ini berusia antara tiga puluh sampai lima puluh

4 tahun. Sementara generasi muda kebanyakan membeli produk premiumnya atau makan di restorannya. Pemilik Toko Kue X yang merupakan generasi ketiga penerus usaha ini mengaku bahwa sejak dahulu toko ini tidak banyak melakukan promosi besarbesaran seperti pemasangan iklan, namun konsumen selalu datang ke sana bahkan semakin banyak yang datang untuk membeli produk di sana. Saat ini sudah ada media promosi melalui situs web dan jejaring sosial atas inisiatif beliau, namun promosi itu lebih ditujukan untuk restorannya, bukan produk kuenya. Selain itu beliau selalu menjaga ketepatan waktu pengiriman dan kualitas makanan bagi konsumen. Toko Kue X ini pernah mendapatkan penghargaan pada bulan September 2004 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, sebagai Toko Kue yang Tetap Mempertahankan Resep Tradisional. Pada bulan September 2006, Toko Kue X ini juga mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia sebagai pemrakarsa dan pembuat bolu gulung (nougat roll) terpanjang. (Sejarah Bakery X Indonesia, 2011). Berdasarkan wawancara dengan salah seorang karyawati yang sudah bekerja puluhan tahun di Toko Kue X, dalam sehari terdapat sekitar tiga puluh orang konsumen yang datang untuk membeli produk makanan Toko Kue X. Saat weekend atau hari libur, konsumen yang datang dapat mencapai sekitar lima puluh orang. Berbagai jenis produk X menjadi favorit konsumen, baik yang berasal dari Kota Bandung maupun luar kota, seperti Jakarta bahkan Malaysia. Kebanyakan dari mereka membeli produk di Toko Kue X untuk oleh-oleh dan dibawa pulang, walaupun ada pula yang makan di tempat. Jenis makanan

5 terfavorit di Toko Kue X adalah bolu gulung rhum, chocolate wafer, dan nougat roll. Berdasarkan hasil survei awal terhadap 20 orang pelanggan di Toko Kue X, 19 orang (95%) menyatakan puas akan produk X, sementara 1 orang sisanya (5%) menyatakan cukup puas. Meskipun kepuasan pelanggan cukup bervariasi, namun hal ini sudah menunjukkan bahwa mereka memiliki sikap positif terhadap produk X. Kelebihan Toko Kue X menurut para pelanggan diantaranya adalah bahannya yang murni, rasanya yang original, produknya tanpa bahan pengawet, serta menggunakan pewarna alami yang aman untuk dikonsumsi. Beberapa kelebihan yang disebutkan pelanggan mengenai Toko Kue X menunjukkan bahwa mereka memiliki sikap positif yang kuat terhadap Toko Kue X. Selain itu rasa produknya yang enak, kehigienisan yang terjaga, pelayanan yang ramah, serta kualitas yang sesuai dengan harga yang ditawarkan menjadikan Toko Kue X ini memiliki nilai lebih dibandingkan toko kue lainnya. Kekhasan lain yang dimiliki Toko Kue X adalah rasa rhum-nya yang tidak bisa ditiru oleh toko kue lain. Hal ini berarti bahwa pelanggan membedakan produk X dari merek lainnya yang ditunjukkan dengan memiliki preferensi yang lebih terhadap produk X dibandingkan produk merek lain. Sebanyak 19 orang (95%) merupakan pelanggan yang rutin datang untuk membeli produk X. Hal ini menunjukkan adanya keteraturan pelanggan dalam melakukan pembelian ulang terhadap produk X. Satu orang (5%) hanya kebetulan lewat ke Toko Kue X saat itu, maka membeli produknya.

6 Sebanyak sembilan orang (45%) pelanggan datang ke Toko Kue X untuk membeli produk makanannya sekitar satu bulan sekali. Sementara lima orang (25%) pelanggan membeli produk X sekitar tiga bulan sekali. Tiga orang (15%) pelanggan membeli produk X sekitar enam bulan sekali. Sebanyak dua orang (10%) pelanggan membeli produk X sekitar dua minggu sekali. Sementara satu orang (5%) yang berasal dari luar kota mengatakan bahwa dia selalu menyempatkan waktu untuk datang ke Toko Kue X setiap kali ke Bandung. Hal ini menunjukkan frekuensi pembelian ulang yang bervariasi dari pelanggan yang datang ke Toko Kue X. Sebanyak 12 orang (60%) pelanggan pertama kali mengetahui Toko Kue X dari orangtua mereka, dan satu orang diantara mereka yang telah berusia 80 tahun mengaku bahwa dia menurunkan kebiasaan mengonsumsi produk X pada anak-cucunya. Hal ini menunjukkan adanya faktor kebiasaan keluarga yang turuntemurun dalam melakukan pembelian ulang di Toko Kue X. Enam orang (30%) lainnya mengetahui dari teman mereka, dan 2 orang sisanya (10%) mengetahui Toko Kue X dengan sendirinya karena lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang telah mengonsumsi produk makanan di Toko Kue X mempromosikannya pada orang lain untuk datang dan juga membeli produknya. Berbagai tipe pelanggan (selanjutnya akan disebut dengan customer) dengan sikap dan perilaku yang bervariasi terhadap Toko Kue X ini menunjukkan adanya berbagai tipe customer loyalty. Dengan diketahuinya tipe customer loyalty, maka perusahaan dapat menentukan langkah dan strategi selanjutnya untuk mempertahankan customer-

7 nya. Berdasarkan perbedaan derajat relative attitude dan repeat patronage yang akan menghasilkan tipe customer loyalty yang berbeda, maka peneliti ingin membuat pemetaan tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X dilihat dari sikap dan perilaku pembelian ulang mereka, dan faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pembelian ulang produk X pada customer. Dengan demikian, Toko Kue X dapat membangun dan mempertahankan loyalitas pada customer melalui hal-hal yang berhubungan dengan perilaku pembelian ulang (repeat patronage) mereka. Dengan ini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X di Kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka melalui penelitian ini ingin diketahui tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X di Kota Bandung. 1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X di Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X di Kota

8 Bandung dan keterkaitannya dengan faktor-faktor yang berhubungan repeat patronage para customer, yaitu norma sosial dan faktor situasional. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan wawasan mengenai tipe customer loyalty terhadap Toko Kue X di Kota Bandung dalam kajian Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Konsumen. 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian-penelitian lain mengenai tipe customer loyalty. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Toko Kue X di Kota Bandung, dengan memperoleh gambaran mengenai tipe customer loyalty dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku pembelian ulang (repeat patronage) sebagai informasi pelengkap, diharapkan secara khusus untuk bagian pemasaran akan mendapatkan masukan untuk melakukan tindakan manajerial berupa intervensi yang tepat sesuai dengan tipe customer loyalty yang muncul sehingga Toko Kue X dapat membangun dan mempertahankan loyalitas pada customer melalui hal-hal yang berhubungan dengan perilaku pembelian ulang (repeat patronage). 2. Bagi masyarakat umum yang berminat untuk mengembangkan bisnis kuliner dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengetahui tipe customer loyalty yang mereka miliki untuk ditindaklanjuti.

9 1.5 Kerangka Pemikiran Toko Kue X merupakan salah satu toko kue di Kota Bandung yang sudah berdiri sejak tahun 1946. Toko Kue X ini memiliki produk yang khas dengan rasa yang otentik seperti rasa khas rhum-nya dibandingkan dengan merek lain, yang juga menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Toko Kue X ini masih bertahan hingga saat ini karena customer-nya yang loyal. Customer Toko Kue X bervariasi dalam hal derajat preferensi terhadap X, persepsi terhadap X dengan merek lainnya, dan konsistensi serta frekuensi pembelian. Customer loyalty pada customer Toko Kue X tidak begitu saja terbentuk, namun membutuhkan proses dan waktu. Setiap individu memiliki kebutuhan yang bersumber dari stimulus internal, yaitu dalam dirinya. Ketika kebutuhan individu tidak terpenuhi, individu tersebut berada dalam kondisi disekuilibrium (tidak seimbang). Hal ini akan memunculkan dorongan dari dalam diri individu untuk dapat memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan adalah syarat hidup dasar manusia (Kotler dan Keller, 2009). Kebutuhan akan menjadi keinginan ketika diarahkan ke objek tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. Individu dapat mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan berdasarkan kebutuhan maupun keinginan yang berasal dari dalam dirinya. Misalnya individu membutuhkan makanan karena lapar, namun dapat menginginkan roti, mie, ataupun jenis makanan lainnya. Kebutuhan yang belum terpenuhi akan mendorong individu untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai produk yang ada dalam persepsinya. Awalnya

10 individu dihadapkan pada banyak pilihan produk makanan. Melalui proses memaknai stimulus yang ada, maka akan diperoleh informasi mengenai karakteristik produk yang menyertai alternatif individu dalam memutuskan untuk memilih produk makanan di suatu tempat. Pada akhirnya pilihan individu tertuju pada Toko Kue X, yang kemudian memunculkan dorongan dalam diri individu untuk datang secara langsung dan melihat berbagai produk makanan yang dijual di toko tersebut. Setelah melihat, individu yang merasa tertarik akan produk makanan di Toko Kue X akan mencoba dan melakukan pembelian di sana. Selain itu, terdapat pula stimulus eksternal yang mendorong individu untuk memenuhi kebutuhannya. Stimulus eksternal dapat berupa suatu objek. Dalam hal ini misalnya saja individu yang melihat Toko Kue X, kemudian tertarik untuk masuk dan mencoba produk X. Stimulus eksternal dapat juga berupa ajakan orang sekitar untuk mencoba produk di Toko Kue X. Berdasarkan pengalaman individu dalam mengonsumsi produk X, maka akan memunculkan respon kepuasan terhadap produk X. Jika individu merasa puas akan produk X karena kebutuhan atau keinginannya terpenuhi, berarti dia merasakan pengalaman menyenangkan sehingga mendorong agar pengalaman tersebut diulang kembali. Kepuasan ini mengindikasikan bahwa individu tersebut sudah memiliki sikap positif terhadap X. Individu yang telah memiliki sikap positif terhadap X selanjutnya akan mengevaluasi X. Tingkat evaluasi individu terhadap X mendominasi merek lainnya, yang diistilahkan dengan relative attitude. Relative attitude ini dibentuk dari dua dimensi, yaitu attitudinal strength dan attitudinal differentiation.

11 Attitudinal strength dapat bervariasi mulai dari kontinum lemah sampai kuat. Individu dapat memiliki sikap positif yang lemah hingga sikap positif yang kuat terhadap X. Sementara attitudinal differentiation merupakan perbedaan persepsi individu terhadap X dan merek lainnya, yang berarti bahwa individu dapat bersikap membedakan terhadap preferensinya akan X dibandingkan merek lainnya. Attitudinal differentiation bervariasi mulai dari kontinum ada perbedaan hingga tidak ada perbedaan. Jadi tinggi atau rendahnya relative attitude customer X dilihat berdasarkan dua dimensi tersebut. Relative attitude merupakan dasar indikasi untuk repeat patronage. Repeat patronage merupakan perilaku pengulangan pembelian individu terhadap produk X. Tinggi atau rendahnya repeat patronage dapat dilihat dari frekuensi dan konsistensi pembelian berulang yang dilakukan individu terhadap produk X. Kuatnya hubungan antara evaluasi individu terhadap objek dan pengulangan pembelian yang dilakukan terhadap produk X disebut dengan customer loyalty. Customer loyalty adalah kuatnya hubungan antara relative attitude dan repeat patronage (Dick & Basu, 1994). Kombinasi dari dua dimensi yang membentuk customer loyalty akan menghasilkan empat tipe customer loyalty, yaitu loyalty, latent loyalty, spurious loyalty, dan no loyalty. Dick dan Basu (1994) membagi empat tipe customer loyalty berdasarkan tinggi rendahnya relative attitude dan repeat patronage seseorang. Pertama adalah loyalty, yaitu customer memiliki relative attitude yang tinggi, dimana customer memiliki penilaian positif yang kuat terhadap X dibandingkan merek lain dan menunjukkan perilaku pembelian secara berulang terhadap produk X dalam

12 frekuensi yang cukup sering serta konsisten dari waktu ke waktu. Customer yang memiliki attitude dan repeat patronage yang tinggi merupakan customer yang benar-benar loyal. Kedua adalah latent loyalty, yaitu customer memiliki niat untuk membeli produk X, yang berarti relative attitude-nya tinggi, namun belum tentu melakukan pembelian ulang terhadap produk X karena faktor yang menghambat. Individu ini dapat memiliki sikap positif yang sangat tinggi terhadap X, bahkan memprioritaskan X di atas merek lainnya, namun tidak melakukan repeat patronage karena faktor tertentu. Ketiga adalah spurious loyalty, yaitu customer yang memiliki relative attitude rendah, namun melakukan repeat patronage yang tinggi. Customer tipe ini biasanya melakukan pembelian ulang produk X bukan karena dia sangat menyukai X atau memprioritaskan X dibandingkan merek lain, namun karena didukung oleh faktor lain, misalnya saja kebiasaan keluarga. Terakhir adalah no loyalty, yaitu customer yang relative attitude dan repeat patronage-nya rendah dan disebut tidak memiliki loyalitas. Customer tipe ini tidak memiliki preferensi yang tinggi terhadap X serta kurang memprioritaskan produk X dibandingkan merek lain. Selain itu mereka juga jarang melakukan pembelian ulang produk X. Faktor-faktor yang berhubungan dengan repeat patronage, yaitu norma sosial dan faktor situasional. Faktor-faktor ini dapat melengkapi ataupun bertentangan dengan relative attitude dalam menentukan repeat patronage. Faktor pertama adalah norma sosial. Faktor ini terdiri dari kebiasaan keluarga, pengaruh teman/saudara, dan gaya hidup. Kebiasaan keluarga misalnya

13 saja kebiasaan seseorang dalam keluarga yang selalu membeli suatu produk akan berpengaruh juga pada anggota keluarga lain untuk juga menggunakan produk tersebut. Begitu pula dengan kebiasaan turun-temurun yang diwariskan oleh orangtua pada anak-cucu mereka akan suatu produk. Pengaruh teman dapat berupa ajakan membeli atau rekomendasi terhadap suatu produk. Jika hubungan dengan teman semakin dekat, maka individu dapat mengadopsi norma perilaku darinya. Sementara gaya hidup merupakan cara hidup seseorang yang dianggap penting dalam lingkungannya, misalnya saja gaya hidup sehat. Faktor kedua adalah faktor situasional. Faktor ini terdiri dari situasi jika stok produk dari merek yang diinginkan habis, dorongan berpindah merek akibat harga merek lain lebih murah, dan promosi efektif merek lain. Jika stok produk dari merek yang diinginkan habis, maka akan memengaruhi bagaimana tindakan individu berkaitan dengan pengulangan pembelian suatu produk, misalnya apakah individu tersebut akan tetap menunggu sampai produk yang diinginkan kembali tersedia, ataukah membeli produk merek lain. Demikian pula jika harga merek lain produk serupa ternyata lebih murah dibandingkan merek yang biasa disukai oleh seseorang, maka individu tersebut dapat saja berpindah merek dikarenakan faktor harga. Promosi efektif dari merek saingan pun dapat membuat individu menjadi lebih tertarik untuk membeli merek lain dibandingkan merek yang biasa dibelinya. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis menggambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

14 Customer X Stimulus internal Kebutuhan Keinginan Kepuasan terhadap X Stimulus eksternal Toko Kue X Ajakan orang lain Relative attitude : Attitudinal strength Attitudinal differentiation Relative Faktor yang berhubungan dengan repeat patronage : Norma sosial Faktor situasional Tipe Customer Loyalty Repeat patronage : Frekuensi pembelian Konsistensi pembelian Repeat Patronage Attitude Tinggi Rendah Tinggi Loyalty Latent Loyalty Rendah Spurious Loyalty No Loyalty Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 1.6 ASUMSI PENELITIAN 1. Customer Toko Kue X yang bertahan lama akan memiliki tipe yang bervariasi (tipe customer loyalty), yang ditentukan oleh dua dimensi, yaitu relative attitude dan repeat patronage. 2. Customer loyalty terhadap Toko Kue X dibentuk dari relative attitude yang terdiri dari attitudinal strength dan attitudinal differentiation. Selain itu juga dibentuk dari repeat patronage (pembelian berulang) yang terdiri dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembelian.

15 3. Kombinasi dimensi relative attitude dan repeat patronage akan menghasilkan empat tipe customer loyalty, yaitu loyalty, latent loyalty, spurious loyalty, dan no loyalty. 4. Loyalty pada customer X merupakan tipe customer X yang memiliki relative attitude dan repeat patronage yang tinggi. 5. Latent loyalty pada customer X merupakan tipe customer X yang memiliki relative attitude yang tinggi, namun repeat patronage-nya rendah. 6. Spurious loyalty pada customer X merupakan customer X yang relative attitude-nya yang rendah, namun repeat patronage-nya tinggi. 7. No loyalty pada customer X merupakan customer X yang relative attitude dan repeat patronage-nya rendah. 8. Faktor yang berhubungan dengan perilaku pembelian ulang (repeat patronage) pada customer X diantaranya adalah norma sosial yang terdiri dari kebiasaan keluarga, pengaruh teman/saudara, dan gaya hidup, serta faktor situasional yang terdiri dari situasi ketika produk X yang diinginkan konsumen habis, dorongan berpindah merek akibat harga merek lain lebih murah, dan adanya promosi efektif dari merek lain.