Kata kunci: sequencing batch reactor (SBR) aerob, PMKS, waktu reaksi, waktu stabilisasi. ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYISIHAN ORGANIK PADA REAKTOR AEROB

PENGARUH WAKTU STABILISASI PADA SEQUENCING BATCH REACTOR AEROB TERHADAP PENURUNAN KARBON

PERENCANAAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PG TOELANGAN, TULANGAN-SIDOARJO

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

UNJUK KERJA MODIFIKASI SBR AEROB TERHADAP PENYISIHAN COD

Bab III Metode Penelitian 3.2. Persiapan Awal Karakterisasi Limbah Cair

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Sagu Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Pada Kondisi Start-up

Pengaruh Waktu Detensi Terhadap Efisiensi Penyisihan COD Limbah Cair Pulp dan Kertas dengan Reaktor Kontak Stabilisasi ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Makna, Ciledug; maka dapat disimpulkan :

Tembalang, Semarang

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED

PENURUNAN KADAR COD AIR LIMBAH INDUSTRI PERMEN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR LUMPUR AKTIF

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN KADAR COD AIR LIMBAH INDUSTRI PERMEN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR LUMPUR AKTIF. Titiresmi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU DENGAN SEQUENCING BATCH REACTOR

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Mochtar Hadiwidodo *), Junaidi *)

PENGARUH WAKTU TINGGAL HIDROLIK TERHADAP PENYISIHAN PADATAN PADA PENGOLAHAN SLUDGE IPAL PULP AND PAPER MENGGUNAKAN BIOREAKTOR HIBRID ANAEROBIK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab IV Data dan Pembahasan 4.2. Karakteristik Limbah Cair

Adrianto Ahmad, Bahruddin, dan Nurhalim

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

Effect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate Algae Reactor (HRAR) for Organic Matter Removal of Domestic Urban Wastewater

PENGARUH LAJU ALIR UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN PADATAN DALAM LIMBAH CAIR PULP DAN KERTAS DENGAN REAKTOR KONTAK STABILISASI

Keywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

KINERJA DIGESTER AEROBIK DAN PENGERING LUMPUR DALAM MENGOLAH LUMPUR TINJA PERFORMANCE OF AEROBIC DIGESTER AND SLUDGE DRYER FOR SEPTAGE TREATMENT

EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH

J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal Jakarta Juli 2008 ISSN X

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHU MENGGUNAKAN BIOREAKTOR ANAEROB-AEROB BERMEDIA KARBON AKTIF DENGAN VARIASI WAKTU TUNGGAL

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Kata kunci: Anaerob; Bioreaktor hibrid; Penyisihan COD; Waktu tinggal hidrolik

Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob dengan Media Batu untuk Pengolahan Air Buangan yang Mengandung Molase

PENERAPAN SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR) DALAM AIR LIMBAH TEMPE TERHADAP PENURUNAN NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

STUDI PENENTUAN KOEFISIEN BIODEGRADASI AIR LIMBAH DOMESTIK INFLUEN BOEZEM MOROKREMBANGAN DETERMINATION OF BIODEGRADATION COEFFICIENT OF INFLUENT

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Dosen Pembimbing: Ir. Mas Agus Mardyanto, ME., PhD

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

APLIKASI ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR UNTUK MENURUNKAN POLUTAN LIMBAH CAIR DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SURABAYA. Yayok Suryo P.

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF AEROBIK DAN ANAEROBIK

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit

PENURUNAN KONSENTRASI COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR TAHU DENGAN TEKNOLOGI KOLAM (POND) - BIOFILM MENGGUNAKAN MEDIA BIOFILTER JARING IKAN DAN BIOBALL

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

Ross C, Valentine G.E, Smith B, Pierce P, 2003, Recent Advances and Applications of Dissolved Air Flotation for Industrial Pretreatment,

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit

Karakteristik Air Limbah

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

Transkripsi:

Pengaruh Variasi Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi pada Penyisihan Senyawa Organik dari Air Buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit dengan Sequencing Batch Reactor Aerob Effect of Ratio of Reaction Time to Stabilization Time in Organic Compound Removal from Palm Oil Industry Wastewater in Aerobic Sequencing Batch Reactor Oleh Denny Helard, MT Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas ABSTRAK Sequencing Batch Reactor (SBR) aerob merupakan salah satu unit proses yang digunakan untuk mengolah air buangan dengan kandungan organik yang tinggi. Penelitian ini menggunakan reaktor SBRaerob untuk menyisihkan senyawa organik dari air buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang dioperasikan sebanyak tiga kali dengan masing-masingnya tiga kali siklus. Setiap siklus memiliki tahapan proses yaitu pengisian, reaksi, pengendapan, pengurasan dan stabilisasi yang semuanya dilakukan dalam satu reaktor. Air buangan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari efluen kolam anaerob PMKS PT. PT AMP Plantation, Kabupaten Agam, Sumartera Barat. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi, yaitu 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam dan 6:6 jam/jam. Parameter yang diukur adalah: BOD, COD, VSS, DO, ph dan temperatur. Konsentrasi influen berada dalam rentang 1363,78-2015,31 mg COD/L. Dengan sistem ini, senyawa organik yang dapat direduksi dengan efisiensi rata-rata pada rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi (r:s) 4:4 jam/jam sebesar 61,33%; r:s 6:4 jam/jam sebesar 86,60%; r:s 4:6 jam/jam sebesar 59,65%; dan r:s 6:6 jam/jam sebesar 67,35%. Pengolahan air buangan PMKS dengan SBR aerob ini memberikan hasil yang cukup baik terutama jika dibandingkan dengan hasil pengolahan air buangan PMKS dengan metoda yang lain. Peningkatan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan efisiensi penyisihan senyawa organik dari air buangan PMKS. Hal ini disebabkan karena lebih panjangnya waktu kontak antara mikroorganisma dengan air buangan pada kondisi substrat yang berlebih sehingga proses degradasi senyawa organik dapat berjalan optimal. Kata kunci: sequencing batch reactor (SBR) aerob, PMKS, waktu reaksi, waktu stabilisasi. ABSTRACT Aerobic Sequencing Batch Reactor (SBR) is one of unit process of wastewater treatment for high organic compound removal. This research has done by using aerobic SBR for palm oil industries wastewater treatment. To know the SBR reactor performance to treat wastewater of palm oil industries wastewater, this research was done at 4 (four) time ratios of reaction to stabilization time that were 4:4 hour/hour, 6:4 hour/hour, 4:6 hour/hour, and 6/6 hour/hour. The result showed that for the concentration of organic compound as influent was about 1350 mg COD/L, the

efficiencies at ratio of reaction time to stabilization time (r : s) 4:4 jam/jam ; r:s 6:4 jam/jam ; r:s 4:6 jam/jam and r:s 6:6 jam/jam were 61,33%, 86,60%, 59,65%, 67,35%, respectively. The increasing of reaction time from 4 hours to 6 hours could increase the removal efficiency of organic compound in palm oil industries wastewater. Keyword: SBR aerob, palm oil s factory wastewater, reaction time, stabilization time. 1. PENDAHULUAN Limbah pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang mengandung sejumlah padatan tersuspensi, terlarut, dan mengambang merupakan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi (BOD limbah mencapai 25.000 mg/l) (Ginting, 1996). Selain itu kebutuhan air untuk proses ekstraksi minyak kelapa sawit dari tandan buah segar (TBS) sangat besar. Jumlah air yang dibutuhkan rata-rata mencapai 1,5 m 3 /ton TBS yang digiling. Dari jumlah tersebut sekitar 1,2 m 3 diantaranya dikeluarkan sebagai limbah, atau sekitar 2,5 ton limbah/ton produksi minyak jika diperkirakan berdasarkan produksi minyak (Cornelius, 1983). Dengan beban yang demikian besar, air buangan PMKS akan menjadi sumber pencemar potensial bagi lingkungan. Jumlah air buangan PMKS yang besar dengan kandungan organik dan nutrien yang tinggi dan bersifat asam, bila dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menurunkan kualitas perairan yang secara langsung akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Salah satu alternatif yang bisa diterapkan untuk mengolah air buangan PMKS yang telah melalui proses pengolahan fisis dan pendahuluan adalah sistem biologis Sequencing Batch Reactor (SBR). Sistem SBR bisa dilakukan secara aerob dan anaerob. SBR merupakan suatu proses yang bersifat siklus dan beroperasi pada persaingan antara siklus dari reaksi yang terjadi dalam reaktor. Siklus SBR akan terdiri dari lima fase yaitu pengisian (fill), reaksi (react/batch), pengendapan (settle), pengurasan (draw), dan stabilisasi (idle). Semua tahapan proses tersebut berlangsung dalam suatu reaktor sehingga memudahkan pengelolaannya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah SBR aerob. Proses aerob dipilih karena proses ini bisa digunakan untuk menyisihkan bahan organik terlarut dengan konsentrasi 50-4000 mg COD/L yang sesuai dengan karakteristik limbah kelapa sawit yang telah mengalami proses pengolahan pendahuluan. Selain itu proses aerob juga memiliki kelebihan yaitu tidak menimbulkan bau, waktu detensi singkat, dan efisiensi penggunaan ruang yang tinggi. Penelitian menggunakan SBR yang telah diterapkan secara luas untuk jenis air buangan yang bervariasi terbukti memiliki efisiensi penyisihan yang memuaskan sehingga penggunaan SBR aerob untuk mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang telah mengalami proses pengolahan fisis dan pendahuluan menjadi sangat mungkin untuk dilakukan dan dikembangkan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja reaktor SBR aerob dalam menyisihkan senyawa organik dari air buangan PMKS dengan melakukan perlakuan variasi waktu raksi terhadap waktu stabilisasi. 2

2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sequencing Batch Reactor (SBR) aerob dalam beberapa tahapan yaitu studi literatur, persiapan reaktor, alat dan bahan, pengkondisian reaktor (aklimatisasi), proses pengolahan (running), pengolahan dan analisis data, dan penyusunan laporan. 2.1. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Reaktor jenis Circulating Bed Reactor (CBR) yang dioperasikan secara SBR yang terbuat dari plexiglass sebanyak lima (5) buah berkapasitas 5 liter dan ukuran tinggi 30 cm, panjang 16 cm, dan lebar 10 cm. Empat (4) buah reaktor digunakan untuk running, masing-masing untuk satu rasio waktu dan satu lagi digunakan untuk cadangan biomassa. Reaktor dilengkapi dengan sparger pada dasar reaktor yang dipenuhi dengan lubang-lubang pada setengah bagian luasnya untuk mengalirkan udara sehingga diharapkan akan tercipta kondisi tercampur sempurna. Skema alat dapat dilihat pada gambar 2.1. Air pump untuk masing-masing reaktor, berfungsi untuk suplai oksigen, dan untuk pengadukan substrat di dalam reaktor dengan pemberian udara melalui sparger. Tangki pengisi influen yang ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari reaktor sehingga dapat mengalirkan influen secara gravitasi dengan debit 2 L/jam. A S o S o S o S o S 1 B C D E S 1 S 1 S 1 S 2 S 2 S 2 S 2 S 3 S 1 S 2 S 3 S 3 S 3 S 3 S 4 F F F F F Gambar 2.1Instalasi SBR Keterangan: A : Tangki Penampung Influen/ umpan B : Reaktor untuk rasio 4:4 jam/jam C : Reaktor untuk rasio 4:6 jam/jam D : Reaktor untuk rasio 6:4 jam/jam E : Reaktor untuk rasio 6:6 jam/jam F : Pompa Aerasi S 0 : Titik sampling influen S 1, S 2, S 3 : Titik-titik sampling dan efluen 3

2.2. Kriteria Desain Reaktor Kriteria desain yang digunakan untuk pembebanan organik (F/M) berkisar antara 0,04-0,06 COD mg/l / MLVSS mg/l/hari yang mengacu pada kriteria desain Innocentia, L., et al., (2002) yang berada pada kisaran 0,02-0,08 CODmg/l / MLVSS mg/l/hari. 2.3. Pengkondisian Reaktor 2.3.1. Pembibitan (Seeding) Proses seeding dilakukan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme sehingga didapatkan jumlah biomassa yang mencukupi untuk mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit. Bibit mikroorganisme diambil dari lumpur kolam pengolahan air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang ditumbuhkan secara aerob. Pada tahap seeding ini yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi zat organik (substrat), dan VSS. Pada awalnya digunakan campuran air buangan dengan glukosa dengan perbandingan 25:75. Konsentrasi glukosa dikurangi secara bertahap sampai akhirnya digunakan air buangan pabrik minyak kelapa sawit 100%. Selama periode waktu detensi tertentu dilakukan pemeriksaan parameter organik, VSS, TSS, ph, dan temperatur. Terjadinya penambahan biomassa ditandai dengan warna lumpur yang semakin gelap (coklat kehitaman). Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selalu dijaga di atas 4 mg/l untuk memastikan proses aerob dapat berlangsung dengan baik. Temperatur juga dijaga pada temperatur kamar, selain itu ph juga dijaga agar tetap dalam kisaran normal yaitu berkisar antara 7,0-8,5 dengan cara penambahan larutan asam atau basa. 2.3.2. Aklimatisasi Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur mikroorganisme yang stabil dan dapat beradaptasi dengan air buangan pabrik kelapa sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor dibuat tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan ph. Proses ini dilakukan secara batch. Ke dalam masing-masing reaktor ditambahkan secara bertahap air buangan pabrik minyak kelapa sawit dengan konsentrasi yang semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi secara bertahap ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pembebanan tiba-tiba (shock loading) yang dapat mematikan mikroba, dan untuk menyeleksi mikroba yang mampu mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit sesuai dengan kondisi operasi nantinya. Proses aklimatisasi dapat dianggap selesai jika ph, VSS, temperatur, dan efisiensi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Sebelum reaktor dioperasikan, terlebih dahulu dihitung konsentrasi air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang nantinya dijadikan konsentrasi pada saat pengoperasian reaktor tanpa divariasikan. 2.4. Pengoperasian Reaktor Setelah masa aklimatisasi selesai, dimana mikroorganisma diperkirakan sudah cukup mampu untuk mengolah air buangan PMKS secara SBR maka reaktor siap dioperasikan. Operasi dilakukan sesuai dengan tahapan SBR yaitu pengisian, reaksi, pengendapan, pengurasan, dan stabilisasi. Yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah tahap reaksi dan stabilisasi. Pengoperasian reaktor dilakukan dengan menggunakan 4 buah reaktor dengan rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi 4

(r:s) yaitu 4:4, 4:6, 6:4, dan 6:6 jam/jam. Reaktor dioperasikan untuk 3 kali running dengan jarak antar running 1 minggu. Hal ini dilakukan agar reaktor cukup stabil untuk dioperasikan dan dilakukan penambahan biomassa dari reaktor cadangan Satu kali pengoperasian terdiri dari 3 kali siklus, sehingga total waktu untuk 1 kali running untuk reaktor 4:4, 4:6, 6:4, dan 6:6 jam/jam dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Waktu dan Tahapan Pengoperasian SBR Aerob Rasio Waktu Reaksi terhadap Tahapan SBR Stabilisasi (jam:jam) 4 : 4 4 : 6 6 : 4 6 : 6 Fill (pengisian), 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam React (reaksi), 4 jam 4 jam 6 jam 6 jam Settle (pengendapan) dan Decant 3 jam 3 jam 3 jam 3 jam (pengurasan), Idle (stabilisasi) 4 jam 6 jam 4 jam 6 jam Waktu untuk 1 Siklus 12 jam 14 jam 14 jam 16 jam Waktu Total 36 jam 42jam 42 jam 48 jam Aerasi Titik-titik sampling adalah influen, akhir pengisian atau awal reaksi, kondisi reaktor pada akhir reaksi, supernatan, dan lumpur pada akhir tahap stabilisasi. Titik pengambilan sampel yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 5.4 berikut. 1 jam 4 dan 6 jam 3 jam 4 dan 6 jam Fill React Settle & Decant Idle 1 2 3 4 5 Gambar 2.3 Titik Pengambilan Sampel Keterangan: 1. Influen reaktor 2. Substrat pada akhir tahap pengisian (fill) 3. Substrat pada akhir tahap reaksi (react) 4. Supernatan pada akhir tahap pembuangan (decant) 5. Lumpur pada akhir tahap stabilisasi (idle) on on off on 2.5. Pengukuran Parameter Untuk tiap sampel, pengukuran parameter dilakukan secara triplo. Parameter yang akan diukur selama penelitian ini adalah BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), VSS (Volatile Suspended Solid), dan parameter lingkungan yang mencakup: temperatur, ph, dan DO (Dissolved Oxygen). Analisis parameter BOD, COD, dan VSS dilakukan mengacu pada Standard Methods (APHA, AWWA, WEF, 1998) 5

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Tahap Pembibitan (Seeding) dan Aklimatisasi Kegiatan pembibitan dan aklimatisasi berlangsung selama ± 2 (dua) bulan. Seeding dilakukan pada 5 buah reaktor (4 reaktor untuk running, 1 reaktor untuk cadangan). Pada proses seeding, reaktor diisi dengan campuran air buangan dan glukosa dengan rasio 25:75 (merupakan perbandingan konsentrasi), kemudian glukosa dikurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya digunakan air buangan seluruhnya. Kebutuhan nitrogen dan fosfor secara umum didasarkan pada rasio air buangan dengan rasio COD:N:P sebesar 100:5:1 (Benefild dan Randall,1980). Pada proses seeding dan aklimatisasi diperlukan suatu kondisi lingkungan yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme secara optimal. Jika ph cenderung asam, dilakukan penambahan basa (NaOH), sebaliknya jika ph cenderung basa dilakukan penambahan asam (H 2 SO 4 ). Jika terjadi kekurangan biomassa pada reaktor (ditentukan dengan pengukuran VSS), maka ditambahkan biomassa dari reaktor cadangan. Pada masa aklimatisasi parameter yang diukur adalah persentase penyisihan zat organik (COD), VSS, ph, DO dan temperatur. Pemeriksaan kandungan organik air buangan dilakukan pada influen dan efluen hasil pengolahan, sehingga diperoleh persentase penyisihan. Pengukuran kandungan organik dilakukan dengan menggunakan metoda permanganat (KMnO 4 ). Pemilihan metoda ini, dibandingkan dengan metoda kromat (K 2 Cr 2 O 7 ) yang lebih teliti, hanya karena pertimbangan biaya. Proses aklimatisasi dilakukan dengan rasio waktu yang sama dengan waktu running. Proses ini dilakukan sampai didapatkan kandungan organik, ph, dan temperatur di dalam reaktor cenderung konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Selama masa aklimatisasi, penyisihan zat organik terus meningkat dan akhirnya relatif stabil. ph berada dalam rentang yang masih dapat ditolerir oleh bakteri yaitu 7,5-8,5. Bila ph berada sedikit pada kondisi alkali, 6-9, maka bakteri akan tumbuh paling baik (Atlas & Bartha, 1991). Temperatur berada pada kondisi yang mendukung yaitu berkisar (25-30,2) C, jumlah kebutuhan oksigen juga cukup untuk kebutuhan pengolahan yaitu dalam rentang yaitu 2,13-8,29 mg/l. (diatas 2 mg/l). Penyisihan zat organik yang terjadi pada reaktor berkisar 15,29-60,25% dengan fluktuasi pada akhir masa aklimatisasi telah memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10%. Secara berturutturut, penyisihan pada akhir masa aklimatisasi untuk reaktor 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam, dan 6:6 jam/jam, adalah 54,17%, 53,14%, 53,37%, dan 54,85%. Grafik performa reaktor pada masa pembibitan dan aklimatisasi ini dapat dilihat pada gambar 3.1 sampai dengan 3.5 berikut. 3.2. Kinerja SBR-aerob dalam Menyisihkan Senyawa Organik Untuk mengetahui pengaruh rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi (r:s) dalam penyisihan bahan organik dan konsentrasi biomassa, maka dilakukan penelitian dengan 4 variasi waktu reaksi terhadap stabilisasi yaitu 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam dan 6:6 jam/jam. Reaktor yang digunakan 5 buah (4 reaktor utama dan 1 reaktor cadangan) dengan 3 variasi waktu yang ditetapkan. Setiap reaktor dioperasikan sebanyak 3 kali running dan masing-masingnya terdiri dari 3 siklus yang berurutan. Jarak antara masing-masing running adalah satu minggu untuk mengetahui performa/kestabilan reaktor. Pengambilan data dilakukan secara triplo. 6

Nilai Temperatur pada Saat Aklimatisasi Nilai ph pada Saat Aklimatisasi 35 9,00 30 8,50 T, oc 8,00 25 20 '4:4 '6:4 '4:6 '6:6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari ke- Gambar 3.1. Grafik Nilai Temperatur pada saat Aklimatisasi VSS, mg/l 18000,00 16000,00 14000,00 12000,00 10000,00 8000,00 6000,00 4000,00 2000,00 0,00 Grafik Nilai VSS pada Saat Aklimatisasi '4:4 '6:4 '4:6 '6:6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari ke- Gambar 3.3. Grafik Nilai VSS pada saat Aklimatisasi 7,50 7,00 '4:4 '6:4 '4:6 '6:6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari ke- Gambar 3.2. Grafik Nilai ph pada saat Aklimatisasi DO, mg/l 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Grafik Nilai DO pada Saat Aklimatisasi '4:4 '6:4 '4:6 '6:6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari ke- Gambar 3.4. Grafik Nilai DO pada saat Aklimatisasi 70,00 Grafik Efisiensi Penyisihan COD pada Saat Aklimatisasi % penyisihan 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 '4:4 '6:4 '4:6 '6:6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari ke- Gambar 3.5. Grafik Efisiensi Penyisihan COD pada saat Aklimatisasi 3.2.1. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:4 jam/jam Kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 4:4 jam/jam untuk setiap siklus pada setiap running dapat dilihat pada gambar 3.6 dan 3.7. Dari grafik yang disajikan jelas terlihat bahwa penyisihan senyawa organik dari running satu, dua, dan tiga memperlihatkan tingkat penyisihan yang tidak jauh berbeda (fluktuasi kurang dari 10%), demikian juga yang terjadi pada setiap siklus dalam tiap running. Hal ini menandakan bahwa kultur mikroorganisme yang berada dalam reaktor dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan beberapa paramenter proses seperti pembebanan massa, temperatur, ph, dan DO. 7

Pertumbuhan biomassa pada ketiga running memperlihatkan pola yang hampir sama dimana pada siklus satu pertumbuhan mikroorganisma meningkat lalu menurun secara bertahap pada siklus dua dan tiga (lihat tabel 3.1). Rendahnya pertumbuhan mikroorganisma disebabkan oleh kecilnya rasio F/M yang digunakan yaitu berkisar 0,04 0,06 dan penurunan jumlah biomassa ini disebabkan karena adanya pengambilan pada setiap fase untuk kebutuhan analisis sampel. 80 45000 70 44500 60 50 40 30 20 44000 43500 43000 42500 42000 41500 41000 10 40500 0 40000 Gambar 3.7. Grafik Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 4:4 jam/jam Gambar 3.8. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 4:4 jam/jam Tabel 3.1. Nilai F/M pada Rasio r:s 4:4 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3 Running 1 0,050 0,046 0,050 Running 2 0,058 0,059 0,059 Running 3 0,057 0,053 0,052 3.2.2. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 6:4 jam/jam Perbandingan kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 6:4 jam/jam dapat dilihat pada gambar 3.9. Pada gambar terlihat bahwa fluktuasi penyisihan senyawa organik antar siklus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan efisiensi penyisihan yang terjadi dapat disebabkan oleh utilisasi substrat yang berbeda, keadaan lingkungan reaktor, serta pembebanan yang diberikan. F/M yang digunakan, yang berada pada kisaran 0,04 0,06 (tabel 3.2), berdampak pada rendahnya pertumbuhan mikroorganisma karena pada saat pembebanan rendah maka stu mol sunstrat akan dikonversi menjadi 0,7 mol karbondioksida dan 0,3 mol massa sel, namun tingkat utilisasi substrat akan meningkat (Gallert, C. and Winter, J., 2005). Pertumbuhan biomassa untuk ketiga siklus pada masing-masing running dapat dilihat pada gambar 3.10. Adanya penurunan pertumbuhan mikroorganisma pada setiap siklus disebabkan karena adanya pengulangan siklus yang tanpa henti dari satu siklus ke siklus berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan proses dari waktu ke waktu (Wilderer, 1991 dalam Darmayanti, 2002). 8

100 46000 90 80 70 60 50 40 30 44000 42000 40000 38000 36000 20 34000 Gambar 3.10. Grafik Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam Gambar 3.11. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam Tabel 3.2. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:4 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3 Running 1 0,042 0,043 0,040 Running 2 0,059 0,057 0,060 Running 3 0,050 0,044 0,049 3.2.3. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:6 jam/jam Perbandingan kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 4:6 jam/jam dapat dilihat pada gambar 3.12 dan 3.13. Pada gambar terlihat bahwa fluktuasi penyisihan senyawa organik antar siklus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. 70 50000 45000 60 40000 50 40 35000 30000 25000 20000 15000 30 10000 5000 20 0 Gambar 3.12. Grafik Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam Gambar 3.13. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam Pada running ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan running sebelumnya. Selain itu, tingkat effisiensi penyisihan organik yang dapat dicapai adalah yang paling besar diantara ketiga running. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 4:6 jam/jam tidak begitu bagus, rata-rata 59,65%. Rasio F/M yang digunakan untuk melihat pertumbuhan dan kondisi sel ditunjukkan pada tabel 3.3. Pada tabel dapat dilihat bahwa F/M yang terjadi masih berada dalam rentang 0,04-0,20 (US EPA (TFS3), 1997) Penyisihan yang rendah ini disebabkan pendeknya waktu reaksi sehingga 9

kontak antara biomassa dengan substrat tidak begitu efektif, sedangkan waktu stabilisasi lebih panjang. Tabel 3.3. Nilai F/M pada Rasio r:s 4:6 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3 Running 1 0,09 0,09 0,08 Running 2 0,06 0,05 0,07 Running 3 0,17 0,09 0,09 3.2.4. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 6:6 jam/jam Pada Running 1 penyisihan organik yang dapat dicapai sebesar 60,97%, pada running 2 penyisihan organiknya yaitu 69,13%, dan pada running 3 penyisihan organik dapat mencapai rata-rata 71,94% (lihat gambar 3.14 dan 3.15). Pada running ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan running sebelumnya. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 6:6 jam/jam cukup baik untuk pengolahan, yaitu rata-rata 67,35%. Setelah waktu reaksi diperpanjang menjadi 6 jam, dapat dilihat penyisihan organik lebih stabil dan lebih baik. Proses stabilisasi yang baik juga berperan penting karena proses pelaparan yang terjadi akan membuat mikroorganisme siap menyisihkan bahan organik yang dimasukkan pada siklus berikutnya. Informasi rasio F/M dapat dilihat pada tabel 3.4. Penyisihan organik yang terjadi merupakan aktivitas biomassa yang memanfaatkan bahan yang terdapat dalam air buangan sebagai substrat dan faktor lingkungan yang mendukung. 80 45000 70 40000 60 50 40 35000 30000 25000 20000 15000 10000 30 5000 20 0 Gambar 3.14. Perbandinga Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam Gambar 3.15. Perbandingan Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam Tabel 3.4. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:6 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3 Running 1 0,09 0,08 0,08 Running 2 0,06 0,07 0,07 Running 3 0,09 0,06 0,07 10

3.2.5. Perbandingan Kinerja Reaktor SBRaerob pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam Tujuan dilakukannya perbandingan kinerja dari rasio r:s 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam adalah untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja dari reaktor dalam menyisihkan senyawa organik. Efisiensi penyisihan senyawa organik pada akhir batch untuk rasio r:s = 4:4 pada setiap runningnya secara berturut-turut adalah 59,28%, 64,14%, dan 60,58%; pada rasio r:s = 6:4 adalah 89,22%, 87,91%, dan 88,68%; pada rasio r:s 4:6 adalah 51,95%, 60,64%, dan 66,35%; sementara pada rasio r:s = 6:6 adalah 60,97%; 69,13%; dan 71,94% (lihat tabel 3.5 dan gambar 3.16). Running Tabel 3.5 Persentase Penyisihan Yang Dapat Dicapai Masing-Masing Reaktor Rasio 4:4 jam/jam (%) Rasio 6:4 jam/jam (%) Rasio 4:6 jam/jam (%) Rasio 6:6 jam/jam (%) 1 59.28 89.22 51,95 60,97 2 64.14 81.91 60,64 69,13 3 60.58 88.68 66,35 71,94 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 running 1 running 2 running 3 0 Rasio 4:4 Rasio 6:4 Rasio 4:6 Rasio 6:6 Gambar 3.16. Perbandingan Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob yang Dapat Dicapai pada Masing-masing Rasio r:s Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa penambahan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan persentase penyisihan senyawa organik. Semakin panjang waktu reaksi, kontak antara biomassa dengan air buangan makin lama sehingga penyisihan yang didapat lebih baik. Waktu kontak yang panjang diperlukan karena air buangan PMKS terdiri dari bahan organik yang cukup kompleks seperti protein dan lemak sehingga untuk menguraikannya dibutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Darmayanti (2002) yang menyatakan bahwa untuk perpanjangan waktu reaksi akan menghasilkan penyisihan organik yang lebih baik. Namun bukan berarti bahwa jika waktu raksinya diperpanjang lagi penyisihan akan semakin baik karana tingkat penyisihan dalam suatu peride waktu ditentukan oleh banyak faktor terutama konsentrasi biomassa, konsentrasi organik yang dapat dimanfaatkan, dan proses stabilisasi. 11

Selain itu, hal ini juga sesuai dengan penelitian Helard (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan waktu stabilisasi tidak berpengaruh pada peningkatan efisiensi penyisihan organik. Proses stabilisasi yang optimal sangat berperan dalam menciptakan keadaan lumpur yang stabil karena pada fase ini terjadi proses pelaparan sehingga mikroorganisma siap melaksanakan siklus selanjutnya. Strategi pengoperasian dengan lama waktu stabilisasi 4 jam dirasa cocok dengan beban organik air buangan PMKS yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1350 mg COD/L, ini terlihat dari stabilnya konsentrasi biomassa pada saat akhir idle untuk keempat reaktor. Nuraini (2002), dalam penelitiannya memvariasikan waktu stabilisasi untuk mengolah air buangan rumah potong hewan dengan menggunakan SBRaerob, juga menyimpulakn stabilisasi yang paling baik untuk efisiensi pengolahan air buangan adalah 4 jam dan menyimpulkan dengan semakin lamanya waktu stabilisasi maka akan semakin banyak pula mikroorganisma yang mengalami lisis (mati). 3.3. Perbandingan Kinerja SBRaerob dengan Beberapa Metoda Pengolahan Lain. Perbandingan kinerja SBR aerob dengan beberapa metoda pengolahan air buangan PMKS lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Perbandingan Kinerja SBR Aerob dengan Beberapa Penelitian Pengolahan Limbah PMKS Efisiensi Penyisihan Penelitian COD (%) Sequencing Batch Reactor Aerob Reaktor 4:6 Reaktor 6:6 Reaktor 4:6 Reaktor 6:6 61,33% 86,60% 59,65% 67,35% Multi Soil Layering System a 69,80% Anaerobic Fluidized b 65-85% Filtration Ultrafiltration c 85% Centrifugation Ultrafiltration c 55,80% Coagulation Ultrafiltration c 49,50% Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik d 84,60-93,40% Sumber: a. Salmariza et al, 2004 b. Mamun, 1997 c. Wong et al, 2002 d. Faisal, 2004 Dari Tabel 3.6 di atas terlihat bahwa kinerja SBR aerob dalam menyisihkan senyawa organik pada air buangan PMKS cukup baik. Hal ini terlihat dari efisiensi penyisihan yang didapat cukup tinggi dibandingkan beberapa penelitian lainnya, walaupun tingkat efisiensi penelitian dengan menggunakan SBR aerob masih belum sebesar bioreaktor berpenyekat anaerobik. 12

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Besarnya efisiensi penyisihan organik yang diperoleh dari hasil penelitian ini menandakan bahwa SBR aerob dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. 2. Konsentrasi senyawa organik yang diolah lebih kurang 1350 mg COD/L, dan dapat direduksi dengan efisiensi rata-rata pada rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi 4:4 jam/jam sebesar 61,33%; r:s 6:4 jam/jam sebesar 86,60%; r:s 4:6 jam/jam sebesar 59,65%; dan r:s 6:6 jam/jam sebesar 67,35%. 3. Peningkatan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan efisiensi penyisihan senyawa organik dari air buangan PMKS. Hal ini disebabkan karena lebih panjangnya waktu kontak antara mikroorganisma dengan air buangan pada kondisi substrat yang berlebih sehingga proses degradasi senyawa organik dapat berjalan optimal. Selain itu konsentrasi lumpur yang dihasilkan selama akhir fase reaksi pada reaktor 6:4 jam/jam lebih kecil dibanding reaktor lainnnya. 4. Secara umum waktu stabilisasi selama 4 jam memberikan hasil yang optimum terhadap kestabilan dari massa lumpur. Hal ini terlihat dari jumlah lumpur pada akhir fase idle dari siklus satu ke siklus lainnya dan dari running satu ke running berikutnya cenderung konstan 4.2. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut: 1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi konsentrasi influen dengan pembebanan yang lebih tinggi. Dan untuk memperbesar efisiensi penyisihan pada beban yang lebih tinggi dapat melakukan perpanjangan waktu reaksi dan waktu stabilisasi sehingga didapat penyisihan optimal dan kultur mikroorganisma yang stabil. 2. Pengukuran parameter-parameter yang diperlukan, terutama parameter lingkungan, sebaiknya dilakukan pada interval waktu yang lebih pendek atau realtime dengan tujuan diperolehnya gambaran secara jelas perubahan yang terjadi di dalam reaktor sehingga memudahkan dalam melakukan kontrol dan evaluasi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Arora, M.L, Barth E.F, Umphres, M.B., 1985. Technology Evaluation of Sequenching Batch Reactor. Journal Water Pollution Control Federation. Vol. 57, No. 8. Benefield, L.D, and Randall, C.W., 1980. Biological Process Design for Wastewater Treatment. USA: Prentice Hall Inc. Classen, J. J., F. J. Humenik and J. M. Rice, 2003. Environmental Technology Verification Report Separation of Manure Solid from Flushed Swine Waste. Brome Agri Maximizer 1016. Cornellius, J.A., 1983. Processing of Palm Oil Fruit and Its Product. London Overseas Development Administration: Tropical Product Institute. Darmayanti, L., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan pada Sequenching Batch ReactorAerob dengan Parameter Rasio Waktu 13

Pengisian terhadap Waktu Reaksi. Tesis Magister. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB. Eckenfelder, W. Wesley and Musterman, L Jack., 2000. Activated sludge Treatment Of Industrial Wastewater. McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore. Gallert, Claudia. Winter, Josef., 2005. Bacterial Metabolism in Wastewater Treatment Systems. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, Grady, P.L., dan Lim, H.C., 1980. Biological Wastewater Treatment Theory and Applications. New York : Marcel Dekker Inc. Gaudy A. F., Gaudy E. T., 1981. Microbiology for Environmental Scientist and Engineers. Japan: McGraw-Hill International Book Company. Helard, D., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan Pada Sistem Sequencing Batch Reactor Aerob dengan Dissolved Air Flotation dan Proses Anaerob Sebagai Pengolahan pendahuluan. Tesis Magister. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB. Henze, M., Harremous, P., Jansen, JLC., Erik, A., 1995. Wastewater Treatment: Biiological and Chemical Procesess. Berlin Heidelberg: Springer Verlag. Innocentia, L., Bolzonellab D., Pavana P., Cecchib F., 2002. Effect of Sludge Age on the Performance of a membrane bioreactor: Influence on Nutrient and Metals Removal. Italy Irvine, R.L., Ketchum L.H., 1989. The Sequenching Batch Reactor and Batch Operation for The Optimal Treatment of Wastewater. SBR Technologies, Inc. Irvine, R.L., Ketchum L.H., 2004. Sequenching Batch Reactor for Biological Wastewater Treatment. CRC (Critical Reviews in Environmental Control). 18(4) : 255-294. Metcalf and Eddy., 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. Singapore: McGraw-Hill Book and Co. Thanh, N.C., 1980. High Organic Waswater Control and Management in Tropic. Bangkok : Proc, Water Pollution Control CDG-Alt-ERL. Tripathi, C.S. and Allen D.C., 1999. Comparison of Phosphorous Removal by Aerobic Biological Treatment in SBR Treating Blanched Kraft Pulp Mill Effluent, Water Research Volume 33 No. 3, 836-846. Virdian, 2005. The SBR Wastewater Treatment Process. SBR Technologies, Inc. 14