REVITALISASI PENGGUNAAN OBAT GENERIK. Nanang Yunarto*

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL REVITALISASI OBAT GENERIK: BASIL UJIDISOLUSI OBAT GENERIK TIDAK KALAH DENGAN OBAT BERMEREK. Nanang Yunarto*

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERBANDINGAN MUTU FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET IBUPROFEN MERK DAGANG DAN GENERIK SKRIPSI

UJI BIOEKIVALENSI IN VITRO PRODUK OBAT BERMEREK DAN GENERIK BERLOGO YANG MEGANDUNG FUROSEMID

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

UJI DISOLUSI TERBANDING TABLET METFORMIN HIDROKLORIDA GENERIK BERLOGO DAN BERMEREK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TECHNOLOGY. Yeyet Cahyati Sumirtapura Kelompok Keilmuan Farmasetika Sekolah Farmasi ITB RINGKASAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

PERBANDINGAN MUTU FISIK TABLET METFORMIN HIDROKLORIDA MERK DAGANG DAN GENERIK

PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

ABSTRAK FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI PUSKESMAS KAYU TANGI BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

Perbandingan Bioavailabilitas Pirazinamid Dalam Sediaan Generik Dan Paten Secara In Vitro

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

DESKRIPSI DAN EKSPLORASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GENERIK DI APOTEK K24 WIYUNG DAN KARAH AGUNG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ( BIOEKIVALENSI ) OBAT CIMETIDINE DALAM SEDIAAN GENERIK DAN PATEN SECARA IN VITRO

UJI DISOLUSI TERBANDING AMLODIPIN DARI BERBAGAI SEDIAAN TABLET YANG BEREDAR DI PASARAN

INTISARI PERBANDINGAN KADARNATRIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA GENERIK DAN MERK DAGANGMENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

b. Sertifikat CPOB sesuai dengan bentuk sediaan yang diajukan

PERBANDINGAN SIFAT FISIK TABLET SALUT CIPROFLOXACIN 500 MG MEREK GENERIK DAN MEREK DAGANG

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN RESEP OBAT GENERIK PADA PASIEN BPJS RAWAT JALAN DI RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Furosemid merupakan obat golongan loop diuretik yang banyak digunakan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

ARTIKEL UJI DISOLUSI DAN PENETAPAN KADAR TABLET LORATADIN INOVATOR DAN GENERIK BERMEREK. Mariana Raini,* Daroham Mutiatikum,* Pudji Lastari*

UJI KEKERASAN, KEREGASAN, DAN WAKTU HANCUR BEBERAPA TABLET RANITIDIN

Prosiding Farmasi ISSN:

JAKARTA, 24 NOVEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS (BIOEKIVALENSI) OBAT METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN GENERIK DAN PATEN SECARA IN VITRO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENENTUAN EKIVALENSI ANTAR TABLET SALBUTAMOL NAMA GENERIK DENGAN MEREK DAGANG

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

Farmaka Volume 15 Nomor 4 1

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengeradikasi bakteri gram positif dan gram negatif. Amoksisilin juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan.

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM TABLET DENGAN METODE ALKALIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: EKANITHA SAHARA NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

Uji Disolusi Terbanding Tablet Ofloxacin Berlogo dan Generik Bermerek Terhadap Inovator Dalam Media Dapar HCl ph 4,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian utama pemerintah. Akses memperoleh penanganan

Menimbang : Mengingat :

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Praktek Penjualan Obat Generik Pada Dua Apotek di Surabaya

KEPADA PASIEN OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK RUMAH SAKIT TNI AU SJAMSUDIN NOOR BANJARBARU

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

ABSTRAK HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN UMUR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT TRADISIONAL DI APOTEK AULIA BANJARMASIN.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

ii

KEBIJAKAN OBAT DAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP LAYANAN INFORMASI DAN KONSULTASI OBAT DI APOTEK KOTA YOGYAKARTA

INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

KEBIJAKAN HARGA OBAT Dl INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

Transkripsi:

REVITALISASI PENGGUNAAN OBAT GENERIK Nanang Yunarto* Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Abstrak Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sangat serius ingin merevitalisasi penggunaan obat generik dengan mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.02/Menkes/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Untuk memaksimalkan penggunaan obat generik, sangat diperlukan peningkatan pemahaman dan kepercayaan masyarakat bahwa obat generik memiliki kualitas, keamanan dan efektivitas yang sama dengan obat bermerek. Selain itu, dengan adanya banyak penelitian dan kajian tentang obat generik akan meningkatkan pengetahuan, sehingga tenaga kesehatan terutama dokter tidak ragu untuk meresepkan obat generik. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran khasiat (eficacy) dan keamanan (safety). Untuk produk-produk tertentu availabilitas dapat ditunjukkan secara in vitro. Studi disolusi obat memberikan indikasi yang sama dengan bioavailabilitas obat. Idealnya disolusi obat in vitro berkorelasi bioavailabilitas (ketersediaan hayati) invivo. Dari hasil penilitian uji disolusi obat generik tablet Amoksisilina 500 mg, tablet Isosorbit Dinitrat 5 mg dan kapsul Omeprazol dibandingkan dengan obat bermerek menunjukkan obat generik tidak kalah dengan obat bermerek, bahkan hasil uji disolusi obat generik relatif lebih baik. Kata kunci : revitalisasi, obat generik, uji disolusi Abstract The government through the Ministry of Health is very serious about revitalizing the use of generic drugs by issuing a policy that stipulated in the Regulation of the Minister of Health No. HK. 02.02/Menkes/068/1/2010 about duty to use generic drugs in government health care facilities. To maximize the use of generic drugs, it is very important to improve understanding and trust of society that generic drugs have the quality, safety and effectiveness are similar to branded drugs. Besides that, there is a lot of research and the study of generic drugs will increase the knowledge, so that health professionals, especially doctors do not hesitate to prescribe generic drugs. Quality used as a basis of reference to establish the truth of the eficacy and safety. For availability of certain products can be demonstrated in vitro. Studies of drug dissolution gave the same indication with drug bioavailability. Ideally, in vitro drug dissolution correlates bioavailability in vivo. From the research results of dissolution test generic drugs Amoxiciline 500 mg tablets, Isosorbit Dinitrat 5 mg tablets and Omeprazole capsules compared to branded drugs show no less generic drugs than branded drugs, dissolution test results even better generic drugs Keywords : revitalizing, generic drugs, dissolution test

Pendahuluan Pada tahun 2010 ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sangat serius ingin merevitalisasi penggunaan obat generik dengan mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.02/Menkes/068/ 1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Penggunaan obat generik akan sangat menghemat biaya penanganan penyakit. Selama ini, biaya obat diatas 50 % dari total biaya pengobatan yang seharusnya dapat ditekan lebih rendah. Sebanyak 453 obat generik yang harga eceran tertingginya dikontrol pemerintah sudah dapat mengatasi sekitar 70 % penyakit yang ada. Untuk memaksimalkan penggunaan obat generik, sangat diperlukan peningkatan pemahaman dan kepercayaan masyarakat bahwa obat generik memiliki kualitas, keamanan dan efektivitas yang sama dengan obat bermerek. Selain itu, dengan adanya banyak penelitian dan kajian tentang obat generik akan meningkatkan pengetahuan, sehingga tenaga kesehatan terutama dokter tidak ragu untuk meresepkan obat generik. Telaahan ini akan membahas tentang obat generik, kualitas obat generik melalui studi hasil uji disolusi beberapa obat generik dibandingkan dengan obat bermerek agar dapat menjawab keraguan kita terhadap obat generik sehingga penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan. Sekilas tentang obat generik Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik. Saat ini banyak sekali beredar berbagai macam jenis obat baik itu produk generik maupun produk dagang, pada umumnya konsumen lebih suka mengkonsumsi produk bermerek/produk dagang dibanding produk generik, hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa obat generik mempunyai mutu lebih rendah daripada produk yang bermerek dagang. Dokter juga seringkali memberikan resep non generik kepada pasien sebagai pilihan untuk pengobatan, padahal harga produk bermerek biasanya lebih mahal dari obat generik, sehingga bagi pasien yang tidak mampu sering membeli setengah obat resep dokter. Hal ini sangat berbahaya, terutama bila obat tersebut adalah suatu antibiotik, jika diminum tidak sampai habis dapat mengakibatkan mikroba dalam tubuh pasien menjadi kebal/resisten terhadap antibiotik tersebut. Obat Generik menurut Permenkes No. 089/Menkes/Per/1/1989 adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya, produk obat generiknya disebut Obat Generik Berlogo (OGB), yaitu obat jadi dengan nama generik yang diedarkan dengan mencantumkan logo khusus pada penandaannya. Obat bermerek dagang (branded drug) adalah nama sediaan obat yang diberikan oleh pabriknya dan terdaftar di Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawasan Obat suatu negara, disebut juga sebagai merek terdaftar. Satu nama generik dapat diproduksi berbagai macam sediaan obat dengan nama dagang yang berlainan. Produksi obat generik merupakan salah satu upaya penyediaan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Obat generik umumnya memiliki harga yang lebih murah, beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah a) Dalam harga obat nama dagang, terdapat komponen biaya promosi yang cukup tinggi mencapai sekitar

50% dari HET (Harga Eceran Tertinggi) baik melalui iklan untuk obat bebas/obat bebas terbatas dan melalui detailer untuk obat keras, sedangkan obat generik tidak dipromosikan secara khusus. b) Harga obat dengan nama dagang biasanya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar dengan memperhitungkan harga kompetitor, sedangkan harga obat generik lebih didasarkan pada biaya kalkulasi nyata. c) Harga obat dengan nama dagang biasanya mengikuti harga inovator dari obat yang sama, sedang obat generik di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Di Indonesia, pembuatan obat generik maupun obat bermerek oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) diatur dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persyaratan registrasi obat sangat ketat, BPOM baru akan menyetujui obat generik mendapatkan nomor registrasi dan beredar jika sudah memenuhi syarat seperti : produsen memiliki sertifikat CPOB dari BPOM, obat tersebut sudah tervalidasi baik proses, maupun analisanya, serta mesin dan peralatan yang digunakan untuk produksi dan analisa sudah terkualifikasi. Selain itu produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian Bahkan untuk obat generik me-too pertama ada persyaratan bioavailabilitas dan bioekivalensi dengan obat paten yang habis masa edarnya. Mutu suatu sediaan obat dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain aspek teknologi yang meliputi stabilitas fisik dan kimia dimana sediaan obat (tablet, kapsul dan sediaan lainnya) harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan Farmakope, selain itu mutu obat juga ditinjau dari bioavailabilitas obat (Ansel et al, 2005). Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran khasiat (eficacy) dan keamanan (safety). Untuk produk-produk tertentu availabilitas dapat ditunjukkan secara in vitro. Studi disolusi obat memberikan indikasi yang sama dengan bioavailabilitas obat. Idealnya disolusi obat in vitro berkorelasi bioavailabilitas (ketersediaan hayati) invivo (Shargel et al, 2009). Disolusi Pelar utan mer upakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologi pelarutan obat dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi sistemik. Laju pelarutan obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Sinko, 2009). Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang adadalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Anonim, 2003). Disolusi juga merupakan salah satu kontrol kualitas yang sangat penting untuk sediaan farmasi. Disolusi merupakan suatu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat sebagai pengganti uji klinik untuk menilai bioekivalen. Sifat disolusi suatu obat berhubungan langsung dengan aktivitas farmakologinya. Hubungan kecepatan disolusi in vitro dan bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk invitroinvivo-correlation (Sulaiman dkk, 2009).

Tabel 1. Kadar Hasil Uji Disolusi Tablet Amoksisilina 500 mg (Harianto dkk, 2006). Tabel 2. Kadar Hasil Uji Disolusi Tablet Isosorbit Dinitrat 5 mg (Alegantina dkk, 2008). Tabel 3. Kadar Hasil Uji Disolusi Kapsul Omeprazol (Isnawati dkk, 2007). Beberapa Hasil Uji Disolusi Obat Generik dan Obat Bermerek Beberapa penelitian mengenai pharmaceutical availability telah dilakukan dengan tablet dan kapsul sebagai bentuk sediaan yang paling umum. Setelah ditelan tablet/kapsul akan pecah di lambung dan menjadi granul kecil, yang terdiri dari zat aktif tercampur zat-zat pembantu. Setelah granul-granul ini pecah, zat aktif dibebaskan. Bila daya larutnya cukup besar, zat aktif tersebut akan melarut dalam cairan lambung/usus, tergantung dimana obat pada saat itu berada. Setelah melarut, obat tersedia dan proses resorpsi oleh usus dapat dimulai. Peristiwa inilah yang disebut pharmaceutical availability (Sulihtyowati, 2001). Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan beberapa hasil penelitian tentang uji disolusi obat generik dibandingkan dengan obat bermerek. Pembahasan Dari hasil penilitian uji disolusi obat generik tablet Amoksisilina 500 mg, tablet Isosorbit Dinitrat 5 mg dan kapsul

Omeprazol dibandingkan dengan obat bermerek menunjukkan obat generik tidak kalah dengan obat bermerek, bahkan hasil uji disolusi obat generik relatif lebih baik. Kelangkaan informasi obat generik dapat menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah, terutama dalam hal tanggapan masyarakat dan praktisi medik terhadap nilai kepentingan dan kebutuhan obat generik. Oleh karena harga obat generik murah, masyarakat menganggap kalau obat generik tidak berkhasiat, tidak sekhasiat obat-obat paten maupun obat bemerek. Informasi obat generik saat ini sangat diperlukan sehingga perlu diperluas dan ditingkatkan dengan maksud untuk lebih membuka dan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang obat generik. Anggaran penelitian dan promosi obat generik seharusnya ditingkatkan sehingga masyarakat mengetahui keunggulan dan kelebihannya. Bagi orang awam, diberi obat yang murah barangkali tidak masalah dan bisa menerima. Namun, kalangan intelektual dan praktisi medik memerlukan evidence (fakta, bukti) dan komparasi dengan obat paten. Artinya, diperlukan juga penelitian sehingga diperlukan dukungan dari pemerintah untuk penelitian tersebut. Penelitian dasar obat harus terus dikembangkan, sehingga Indonesia bisa seperti Cina dan India yang bisa maju industri obatnya. Hingga sekarang Indonesia kurang mengembangkan industri hulu di bidang obat. Sehingga hampir semua bahan baku obat diimpor yang tentu saja harga obat menjadi mahal. Padahal, kalau mau industri farmasi bisa membuat industri hulu di bidang obat karena bahan bakunya sebenarnya tersedia di Indonesia. Industri farmasi seharusnya lebih kreatif dan tidak hanya mengutamakan aspek bisnis semata. Menteri Kesehatan sudah mengeluarkan aturan yang mewajibkan dokter menulis resep obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah bagi semua pasien sesuai indikasi medis dan akan memberi sanksi hukum bagi yang melanggar yang tertuang dalam SK MenKes Nomor 85/ 1995 tentang Penggunaan Obat Generik, kemudian ditegaskan kembali dalam kebijakan terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.02/Menkes/068/ 1/2010. Kemudian apoteker diberi kewenangan untuk mengganti obat bemerek dengan obat generik yang sama zat aktifnya atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Dengan demikian perlu kesadaran dan kerja sama yang sinergi antara pemerintah, produsen obat, dokter, apoteker dan praktisi medik lainnya dalam peningkatan penggunaan obat generik. Sehingga image masyarakat tentang obat generik menjadi berubah. Kesimpulan Dari hasil beberapa penelitian uji disolusi sudah dibuktikan bahwa obat generik tidak kalah dengan obat bermerek. Sekarang semua pilihan kembali pada kita sebagai konsumen dan tenaga kesehatan, apakah kita mau membeli khasiat atau mau membeli mer ek. Semoga program Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan penggunaan obat generik dapat berjalan baik sehingga rakyat Indonesia dapat hidup lebih sehat dan lebih baik melalui penggunaan obat generik. Daftar Pustaka Alegantina, S., Lestari, P., Mutiatikum D., (2008), Penelitian Disolusi dan Penetapan Kadar Isosorbit Dinitrat Dalam Sediaan Generik dan Sediaan Inovator, http:// www.litbang.depkes.go.id/media Anonim, 2003, The United States Pharmacopeia 26, Washington, DC, US Pharmacopeial Convention Inc.

Ansel, H.C., Popovich, N.G., Allen, L.E., 2005 Pharmaceutical Dosage Form and Delivery System, 8 th Edition, Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins Harianto, Sabarijah, Fitri Transitawuri, (2006), Perbandingan Mutu dan Harga Tablet Amoksisilin 500 mg Generik Dengan Non Generik Yang Beredar di Pasaran, Vol.3 Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian Isnawati, A., Lestrari, P., Uji Disolusi Kapsul Omeprazol Produksi Obat Generik Berlogo dan Produksi Nama Dagang, http:// www.isfinational.or.id/pt-isfipenerbitan/123/437 Shargel, L., Sauney, P.F., Mutnick, A.H, Swanson, L.N., (2009) Comprehensive Pharmacy Review, 7 th Edition, Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins Sinko, P.J., 2005, Physical Pharmacy and Pharmaceutical Science, 6 Edition, Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins Sulaiman, T.N., Kurniawan, D.W, (2009) Tekonologi Sediaan Farmasi, Jogjakarta, Graha Ilmu Sulihtyowati, S., 2001, Teknologi Formulasi Sediaan Padat, Jogjakarta, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta