BAB IV HASIL DAN ANALISA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : ALVEN DELANO PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA INDONESIA

BAB III ANALISIS JARINGAN FTTH DENGAN TEKNOLOGI GPON DI CLUSTER TEBET

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

BAB III METODE ANALISIS

BAB 2 DASAR TEORI. luar yang disebut Cladding. Cladding adalah selubung dari inti (core). Indeks

BAB III HASIL PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. yang biasanya berbentuk sinyal listrik menjadi sinyal cahaya dan kemudian

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYTEM PADA LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

Analisis Redaman Pada Jaringan Ftth (Fiber To The Home) Dengan Teknologi GPON (Gigabit Passive Optical Network) Di PT MNC Kabel Mediacom

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA SARIWANGI ASRI GEGERKALONG BANDUNG

BAB 4. PERANCANGAN SISTEM

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

PEMBUATAN DESAIN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PADA PERUMAHAN BUAH BATU SQUARE BANDUNG

ANALISA PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK TOWER A BANDUNG TECHNOPLEX LIVING

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

PEMBUATAN DESAIN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PADA PERUMAHAN BUAH BATU SQUARE BANDUNG [5]

PERANCANGAN JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME)

ANALISA REDAMAN SERAT OPTIK FIBER TO THE HOME (FTTH) POINT TO POINT LINK STO PADANG BULAN KE PURI TANJUNG SARI KOTA MEDAN

ANALISA SIMULASI RANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO BANJARAN KE GRIYA PRIMA ASRI BANDUNG. Yara romana rachman

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

Fahmi Pahlawan*, Dwi Astuti Cahyasiwi, Kun Fayakun

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE KOMPLEK PERUMAHAN PESONA CIGANITRI

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ANALISA DAN PERENCANAAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PADA SURVEY HOMEPASS STO SOLO DI AREA KLATEN SELATAN

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI WILAYAH PERMATA BUAH BATU II, BANDUNG

BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN. Bab ini membahas tentang bagaimana merancang sebuah jaringan Fiber To The

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RANCANG BANGUN APLIKASI PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN JARINGAN DENGAN METODE OPTICAL DRAFTER UNTUK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK BERBASIS ANDROID

PERANCANGAN JARINGAN FTTH DENGAN TEKNOLOGI GPON DI KECAMATAN NGAGLIK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME PERUMAHAN NATAENDAH KOPO DENGAN OPTISYSTEM

Perancangan Jaringan Fiber To The Home (FTTH) Menggunakan Teknologi Gigabyte Passive Optical Network (GPON) pada Mall Park23 Tuban

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Perencanaan Jaringan Akses Fiber-tothe-Home Berdasarkan Teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON) di STO Banyumanik Semarang

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER PERMAI

Analisis Perancangan Jaringan Fiber To The Home Area Jakarta Garden City (Jakarta Timur) dengan Metode Link Power Budget dan Rise Time Budget

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

MANFAAT PEMASANGAN OPTICAL TERMINATION PREMISES DALAM JARINGAN FIBER TO THE HOME

PERFORMANSI JARINGAN FIBER OPTIK DARI SENTRAL OFFICE HINGGA KE PELANGGAN DI YOGYAKARTA

ANALISIS LINK BUDGET JARINGAN SERAT OPTIK GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) MENGGUNAKAN GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) UNTUK PERUMAHAN JINGGA BANDUNG

ANALISA JARINGAN FTTH STO JOHAR KE MG SETOS BERDASARKAN TEKNOLOGI GPON DI PT. TELKOM AKSES DIGITAL LIFE REGIONAL IV JATENG DAN D.I.

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) BERBASIS TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON)

PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME DENGAN TEKNOLOGI GIGA BIT PASSIVE OPTICAL NETWORK DI BATALYON KAVALERY 9 / COBRA

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini internet tidak hanya digunakan sebagai media bertukar

PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI PRIVATE VILLAGE, CIKONENG

PERANCANGAN JARINGAN AKSES KABEL (DTG3E3)

Perancangan Jaringan Distribusi Fiber To The Home (FTTH) di Komplek Batununggal Indah Bandung

DESAIN JARINGAN BROADBAND FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PENINGKATAN PERFORMANSI JARINGAN INFORMASI DAN TELEKOMUNIKASI DI UNIVERSITAS RIAU

Jaringan Lokal Akses (Jarlok) Eka Setia Nugraha,S.T. M.T Uke Kurniawan Usman,MT

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

Gian Dhaifannahri [1]

ANALISIS TOTAL LOSS REDAMAN PADA JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PADA PERUMAHAN SARIJADI BANDUNG

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO DAGO KE PERUMAHAN DAGO ASRI DAN CISTU INDAH BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan

PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK DI GARDEN VILLAS RESIDENCE BANDUNG

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE PERUMAHAN JINGGA

ANALISA OPTIMASI JARINGAN FIBER TO THE HOME STUDI KASUS DI PERUMAHAN CIPAGERAN INDAH CIMAHI

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN POWER BUDGET

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET DALAM PENERAPAN METRO WDM

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN MENGGUNAKAN OTDR SERTA ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGGUKURAN TERHADAP RUGI-RUGI TRANSMISI

JARINGAN AKSES. Akses Tembaga. Akses Optik. Akses Radio

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

ANALISIS JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) BERTEKNOLOGI GPON (GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK)

BAB II DASAR TEORI. Merupakan suatu media pemandu gelombang cahaya (light wave guide)

Page-1. Jaringan Fiber To The Home (FTTH)

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO GEGERKALONG KE SETRA DUTA BANDUNG

Faculty of Electrical Engineering BANDUNG, 2015

BAB II LANDASAN TEORI

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4781

Ignatius Yoslan Kurniawan. Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

ANALISIS SOLUSI JARINGAN FTTDP DI LOKASI PERUMAHAN PT. VALE INDONESIA

ANALISIS PERFORMANSI SERAT OPTIK PADA LINK CIJAURA - BOJONGSOANG PERFORMANCE ANALYSIS OF FIBER OPTIC LINK CIJAURA - BOJONGSOANG

Sukiswo Jartel, Sukiswo 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGUKURAN DAYA DAN REDAMAN. adalah Link Medan-Tebing Tinggi dengan dengan dua daerah jalur ukur, yaitu

Perencanaan Jaringan Fiber To The Home (FTTH) Berdasarkan Jaringan Telepon Existing di Kampus Universitas Riau(UR) Panam

ANALISIS TEKNOLOGI GPON UNTUK PERLUASAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH)

BAB IV. Hasil dan Pembahasan

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS DAN PERANCANGAN JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DENGAN TEKNOLOGI GPON DI PT TELKOM, Tbk

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN TAMAN KOPO INDAH 5 BANDUNG

PERANCANGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK WILAYAH PERUMAHAN SUKASARI BALEENDAH

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Teknologi Jarlokaf. DLC (Digital Loop Carrier) PON (Passive Optical Network) AON (Active Optical Network) Point to Point. 1 Digital Loop Carrier (DLC)

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

SIMULASI PERFORMANSI MODULASI DIRECT PADA JARINGAN FTTH DENGAN GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) di PERUMAHAN BATUNUNGGAL pada OPTISYSTEM

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

ANALISIS KUALITAS JARINGAN GPON PADA LAYANAN IPTV PT. TELKOM DI DAERAH DENPASAR, BALI

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Desain Pada Tugas Akhir mengenai perancangan jaringan Fiber To The Home (FTTH) pada segemen distribusi perumahan Pluit Sakti sebanyak 465 homepass. Pengertian homepass itu sendiri adalah rumah yang berpotensi pelanggan. Segmen distribusi ini merupakan data utama dalam mengerjakan Tugas Akhir ini. Seperti yang sudah disebutkan pada bab III, bahwa data homepass yang didapatkan merupakan hasil survey secara langsung di wilayah perumahan Pluit Sakti, Jakarta Utara Data hasil survey tersebut meliputi beberapa kriteria seperti : RK eksisting, tiang eksisting, data berlangganan telkom, keterangan rumah, drop point eksisting dan lain sebagainya. 4.1.1 Desain Boundary FV Menggunakan Sistem Two Stage 1:2 dan 1:16 Pada desain boundary yang menggunakan sistem two stage 1:2 dan 1:16 memiliki perhitungan kebutuhan perangkat seperti berikut ini: a) ODP = Jumlah Homepass/kapasitas ODP yang dipakai = 465/16 = 29.06 digenapkan jadi 30 buah b) jumlah passive splitter pada ODP PS 1:16 = jumlah homepass / kapasitas odp = 465/16 = 29.06 digenapkan 30 buah c) Core distribusi = jumlah homepass / kapasitas odp = 465/16 = 29.06 digenapkan 30 core 56

d) Kabel distribusi = jumlah core distribusi/kapasitas core kabel distribusi yang dipakai = 30/24 = 2 kabel distribusi e) jumlah PS di ODC PS 1:2 = = jumlah core distribusi / splitter ODC yang dipakai = 30/2 = 15 buah f) Core feeder = jumlah homepass/ total kapasitas PS = 465/32 = 14.53 digenapkan menjadi 15 core Pada hasil desain, boundary FV pada kawasan perumahan Pluit Sakti tidak memiliki percabangan pada segmen distribusi. Pada sistem two stage 1:2 dan 1:16 terdapat 2 kabel distribusi dengan kapasitas kabel yang dipakai 24 core. ODP yang dipakai sebanyak 30 buah dan PS 1:16 juga berjumlah 30 buah untuk setiap ODP-nya. Berikut ini adalah hasil akhir desain pada boundary FV dengan sistem two stage 1:2 dan 1:16. Gambar 4.1 Distribusi two stage 1:2 dan 1:16 57

4.1.2 Desain Boundary FV Menggunakan Sistem One Stage 1:32 Pada desain boundary FV yang menggunakan sistem one stage 1:32 memiliki perhitungan kebutuhan perangkat seperti berikut ini: a) ODP = Jumlah Homepass/kapasitas ODP yang dipakai = 465/16 = 29.06 digenapkan jadi 30 buah b) jumlah passive splitter pada ODP PS 1:16 = jumlah homepass / kapasitas odp = 465/16 = 29.06 digenapkan 30 buah c) Kabel distribusi = jumlah homepass/kapasitas kabel yang dipakai= 465/96 = 5 kabel distribusi d) jumlah passive splitter pada ODC PS 1:32 = 465/32 = 15 buah e) e. Core feeder = Jumlah homepass / splitter ODC yang dipakai= 465/32 = 14.53 digenapkan menjadi 15 core Pada hasil akhir desain boundary FV menggunakan skenario one stage 1:32 ini tidak memiliki percabangan kabel pada jaringan segmen distribusinya. Pada sistem one stage 1:32 terdapat 6 kabel distribusi dengan kapasitas kabel yang dipakai 96 core, yang secara matematis memang hanya 5 kabel distribusi akan tetapi dalam setiap kabelnya memerlukan core cadangan. ODP yang dipakai sebanyak 30 buah dan PS 1:32 juga berjumlah 30 buah yang diletakkan pada ODC. Pada skenario one stage PS 1:32 tidak menggunakan passive splitter pada ODP,jadi pada ODP hanya sebagai titik terminasi. berikut ini adalah hasil akhir desain pada boundary FV dengan sistem one stage 1:32. 58

Gambar 4.2 Distribusi one stage 1:32 4.1.3 Desain Boundary FV Menggunakan Sistem Two Stage 1:4 dan 1:8 Pada desain boundary FV yang menggunakan sistem two stage 1:4 dan 1:8 memiliki perhitungan kebutuhan perangkat seperti berikut ini: a) jumlah ODP = Jumlah Homepass/kapasitas ODP yang dipakai = 465/8 = 60 buah b) jumlah passive splitter ODP PS 1:8 = jumlah homepass/kapasitas ODP yang dipakai = 465/8 = 60 buah c) Core distribusi = jumlah homepass/kapasitas ODP yang dipakai = 465/8 = 60 core d) Kabel distribusi = jumlah core distribusi/kapasitas core kabel distribusi yang dipakai =60/24 = 3 kabel distribusi e) jumlah passive splitter pada ODP PS 1:4 = core distribusi/4 = 15 buah 59

f) Core feeder = jumlah homepass/ total kapasitas PS = 465/32 = 14.53 digenapkan menjadi 15 core Pada hasil desain pada boundary FV menggunakan skenario two stage 1:4 dan 1:8 ini memiliki banyak percabangan kabel pada setiap distribusinya karena bertujuan untuk menjangkau ODP dengan panjang kabel yang efisien. ODP yang digunakan dalam desain two stage 1:4 dan 1:8 ini secara matematis memang berjumlah 60 buah, tapi untuk perumahan Pluit sakti desain boundary FV menggunakan 80 ODP karena terkait dengan kondisi geografis dan jumlah rumah dalam satu baris dari perumahan tersebut maka ditambahkan 20 ODP agar seluruh pelanggan terjangkau oleh jaringan tersebut dan juga ditambahkan 1 kabel distribusi yang berkapasitas 12 core jadi total kapasitas distribusi kabel yang digunakan berjumlah 4 kabel distribusi. Berikut ini adalah hasil akhir desain pada boundary FV dengan sistem two stage 1:4 dan 1:8. Gambar 4.3 distribusi two stage 1:4 dan 1:8 60

KONFIGURASI PASSIVE SPLITTER Tabel 4.1 kelebihan dan kekurangan desain one stage dan two stage Jumlah passive splitter pada ODP (pcs) Jumlah kabel distribusi Jumlah passive splitter pada ODC (pcs) Kapasitas ODC yang dipakai Core feeder 1:2 & 1:16 30 2 2 144 15 core 1:32-5 32 576 15 core 1:4 & 1:8 80 4 4 144 15 core Dari sistem yang dipakai memiliki kelebihan dan kelemahan masingmasing. Di antaranya sistem two stage 1:2 dan 1:16 lebih hemat kabel distribusi,lebih sedikit penggunaan port dan penyambungan di ODC akan tetapi memiliki kekurangan panjang drop core yang melebihi standar 100 meter yang memungkinkan banyak terjadi gangguan dikemudian hari dan juga titik distribusi kurang menyebar. Untuk sistem one stage 1:32 ini kelebihannya hanya memiliki redaman tidak terlalu besar,titik distribusi dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan sedangkan kekurangannya mempunyai biaya pembangunan yang mahal,membutuhkan kapasitas ODC yang lebih besar, lebih banyak penyambungan secara keseluruhan, waktu pengerjaan yang lebih lama. Sehingga skenario one stage 1:32 ini tidak terlalu cocok untuk pemasangan optik di kawasan perumahan melainkan untuk mencatu kebutuhan pelanggan di gedung atau yang disebut desain HRB (high rise building). Maka dalam mendesain perumahan Pluit Sakti ini penulis menggunakan konfigurasi two stage 1:4 dan 1:8 karena titik distribusi lebih menyebar,hemat core distribusi,hemat drop kabel,hemat kapasitas ODC sehingga lebih efisien dalam pengunaan kabel distribusi, drop core dan port pada ODC 61

4.2 Tabel Bill Of Quantity (BoQ) Tabel BoQ pada umumnya berisi tentang rincian-rincian mengenai kebutuhan perangkat dengan jumlah yang dibutuhkan dalam sebuah perancangan suatu jaringan FTTH, harga dari masing-masing perangkat, harga jasa pemasangan perangkat, dan rincian pemasangan perangkat. Pada Tugas Akhir ini, pembuatan tabel Bill Of Quantity (BoQ) hanya berisi rincian tentang nama perangkat, jumlah yang dibutuhkan, dan satuan yang digunakan. 4.2.1 BOQ two stage 1:2 dan 1:16 Tabel 4.2 BOQ two stage 1:2 dan 1:16 62

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada tabel BoQ di boundary FV menggunakan skenario two stage 1:2 & 1:16 menghasilkan jumlah kebutuhan perangkat ODP, PS 1:2, dan PS 1:16 yang sesuai dengan hasil perhitungan kebutuhan perangkat pada sub bab 4.1.1. Pada perhitungan kebutuhan dihasilkan ODP dengan jumlah kebutuhan sebanyak 30 buah, PS 1:2 sebanyak 15 buah, dan PS 1:16 sebanyak 30 buah. Untuk jumlah konektor pada boundary FV yang memiliki jumlah homepass sebanyak 465 unit dibutuhkan konektor sebanyak 5203 buah yang didapatkan dari jumlah homepass dikalikan dengan jumlah kebutuhan konektor dalam satu link optik dari perangkat OLT sampai dengan perangkat ONT sejumlah 11 konektor. Pada boundary dengan skenario two stage 1:2 dan 1:16 kabel distribusi tidak memiliki percabangan karena panjang nya masih dalam batas dari panjang maksimum kabel distribusi, dalam perancangan desain jaringan FTTH ini yang memiliki panjang maksimum sebesar dua kilometer. 63

4.2.2 BOQ one stage 1:32 Tabel 4.3 BOQ one stage 1:32 Berdasarkan tabel di atas, maka pada boundary FV yang menggunakan skenario one stage 1:32 ini menghasilkan jumlah kebutuhan perangkat ODP dan PS 1:32 sesuai dengan jumlah perhitungan pada sub bab 4.1.2. Pada perhitungan 64

dihasilkan kebutuhan ODP sebanyak 30 buah dan PS 1:32 sebanyak 15 buah. Namun pada desain menghasilkan kebutuhan ODP dan PS 1:32 yang dapat dilihat pada tabel di atas. Dengan kebutuhan kapsitas kabel 96 core yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang lain dan ODC yang digunakan kapasitas 576 karena kebutuhan core yang lebih besar. 4.2.3 BOQ two stage 1:4 dan 1:8 Tabel 4.4 BOQ two stage 1:4 dan 1:8 65

Berdasarkan data tabel di atas, maka pada boundary FV yang menggunakan skenario two stage 1:4 dan 1:8 ini menghasilkan jumlah kebutuhan perangkat ODP, PS 1:4, dan PS 1:8 yang berbeda dengan jumlah perhitungan pada sub bab 4.1.3. Pada perhitungan dihasilkan kebutuhan ODP sebanyak 60 buah, PS 1:8 sebanyak 60 buah, dan PS 1:4 sebanyak 15 buah. Namun pada desain, menghasilkan kebutuhan ODP sebanyak 8, PS 1:4 sebanyak 24 dan PS 1:8 sebanyak 80 yang dapat dilihat pada tabel di atas. Perbedaan jumlah perhitungan kebutuhan pada beberapa perangkat seperti ODP dan PS pada masing-masing boundary dengan jumlah kebutuhan perangkat pada hasil desain disebabkan karena jumlah kebutuhan perangkat berdasarkan perhitungan hanya menunjukkan jumlah atau angka yang ideal tanpa memperhitungkan kondisi di dalam sebuah boundary. Sedangkan jumlah kebutuhan perangkat hasil desain merupakan jumlah kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi dalam sebuah perancangan jaringan FTTH karena hasil desain sudah tentu kondisi di dalam sebuah boundary yang penyebaran homepass nya bisa saja tidak merata sehingga dibutuhkan perangkat yang lebih banyak dibandingkan dengan hasil perhitungan. Gambar 4.4 panjang drop kabel 66

Pada gambar diatas garis yang berwarna merah adalah kabel optik Drop yang ketika dilihat propertinya memiliki ukuran panjang sebanyak 70m yang didapat dari jarak odp menuju Roset dirumah pelanggan, perhitungan ini sudah termasuk toleransi karena jalur dibuat zig zag sebagai spare kabel. Total Jumlah kabel drop = panjang drop kabel kepelanggan x jumlah homepass = 70 m x jumlah hp = 70 x 465 = 32.550 m Gambar 4.5 panjang feeder Pada gambar diatas garis yang berwarna biru adalah rute kabel optik feeder yang ketika dilihat propertinya memiliki ukuran panjang sebanyak 1034m yang didapat dari jarak Sentral Telepon Otomat (STO) Muara Karang menuju lokasi ODC FV. Jarak yang tertera di properti ini hanya sebatas jarak rute kabel, sedangkan untuk panjang kabel yang dipakai dapat dihitung dengan menambahkan slack pada setiap manhole yang besarnya ialah 30m dan toleransi 67

sebanyak 3% dari total panjang kabel sehinggal total panjang kabel feeder ialah 1100m yang didapat dari penjumlahan (1034+30) x 103% =1100m KONFIGURASI PASSIVE SPLITTER Tabel 4.5 Perbandingan BOQ secara one stage dan two stage KABEL FEEDER ODC JENIS / PANJANG DIST JENIS/ JUMLAH ODP KABEL DROP 1:2 & 1:16 1,1 Km 144 24C/2,7Km ODP16/30 32550 M 1:32 1,1Km 576 96C/4,2Km ODP16/30 32550 M 1:4 & 1:8 1,1 Km 144 24C/3,5Km & 12C/2,2Km ODP08/60 32550M Dari data tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa dari tiga skenario desain di boundary FV, maka pada skenario 1:2 dan 1:16 memiliki kebutuhan kabel distribusi yang paling sedikit dibanding dengan skenario lain. Skenario 1:32 yang memiliki nilai redaman paling kecil akan tetapi memiliki kebutuhan kabel distribusi yang paling banyak dan juga lebih boros. Sedangkan pada skenario 1:4 dan 1:8 yang memiliki total ODP terbanyak, memiliki kebutuhkan drop kabel yang paling sedikit dibanding skenario lain. 4.3 Link Budget Perhitungan link budget melibatkan beberapa perangkat penyusun jaringan FTTH, dimana masing-masing dari perangkat memiliki nilai loss maksimal tersendiri. Dalam jaringan FTTH, total loss maksimum nya adalah -28 db dan loss minimumnya adalah -13 db. Sehingga apabila ada suatu link FTTH dari OLT ke ONT memiliki total loss lebih dari -28 db, maka bisa dikatakan bahwa desain pada boundary tersebut kurang baik. Analisis link budget digunakan untuk mencari redaman per elemen agar daya tidak melebihi dan tidak kurang dari batas 68

ambang dari daya yang dibutuhkan. Pada analisis ini menghitung link budget untuk 3 kondisi pada boundary FV dengan jumlah 465 rumah. Untuk ODP yang diambil sebagai analisa adalah ODP yang bernomor urut 45 karena posisi ODP yang berada ditengah-tengah distribusi pada PS 1:4 dan 1:8 yang akan dianalisa secara teori sistematis dan hasil penelitian di lapangan. Perhitungan link budget merumuskan Loss daya total keseluruhan. Link budget menghitung keseluruhan Loss yaitu redaman kabel, Loss konektor, Loss sambungan, dan margin. Total Loss = {(αf * L) + (Lc * m) + (Lsp* n) + S+M} Keterangan: αf = Redaman Fiber Optic (db/km) L = Panjang FO (Km) LC = Loss Connector (db/bh) m = Jumlah Connector Lsp = Loss Splice (db/bh) n = Jumlah Splice S = Loss Splitter M = Margin / Toleransi Diketahui αf = -0,25 db/km L = 1,6 Km LC = -0,35 db/bh m = 7 pcs Lsp = -0,1 db/bh n = 2 pcs S = 1:4=7,25 db, 1:8=10,38 db 69

4.3.1. Perbandingan Perhitungan Matematis dan Pengukuran 1. Untuk ODP 45 dengan Jarak 1,6 km memakai konfigurasi Splitter 1:4 dan 1:8 Total Loss = {(-0,35*2,7)} + {(-0,25 * 7)} + {(-0,1 * 2) +(-7,25+-10,38)+-1} = (-0,94) + (-1,75)+ (-0,2)+(-17,63) = -20,52 db PRx = PTx + Total Loss = 3 dbm + (-20,52dBm) = -17,52 dbm Untuk jarak 1,6 Km daya receiver yang didapatkan dari hasil perhitungan sebesar -18,52 dbm. Nilai tersebut masih memenuhi standar PRx yang ditetapkan ITU. Jadi paket data yang dikirimkan dapat diterima dengan baik. 70

Gambar 4.6 Hasil peengukuran pada ODP 45 Gambar diatas adalah gambar hasil ukur Power yang diterima oleh ONT dengan alat Optical Power Meter sebesar -18,42 dbm, sehingga dapat disimpulkan bahwa loss yang terdapat pada jarak antara OLT dengan ONT yang sudah melewati passive Splitter dapat dihitung dengan rumus : TL=PTx PRx PRx= Power Received PTx= Power Transmititted TL = Total Loss 71

Diketahui : PTx= 3dBm PRx= -18,42 dbm Sehingga Perhitungan Total Loss= - 3dBm + (-18,42dBm)= -21,42 db Jadi perbedaan antara perhitungan lapangan dengan perhitungan secara sitematis yaitu: Hasil pengukuran : -18,42 dbm Hasil perhitungan Matematis :-17,52 dbm Selisihnya adalah: -0,90 dbm yang mungkin disebabkan karena hasil implementasi lapangan pada titik sambungan atau terminasi pada konektor mengalami loss yang melebihi standar. Tabel 4.6 PERBANDINGAN HASIL SISTEMATIS DAN HASIL LAPANGAN Keterangan PRx (Power Received) Hasil Perhitungan Matematis Hasil Pengukuran -17,52 dbm -18,42 dbm Total loss -20,52 dbm -21,42 dbm Berdasarkan tabel diatas dapat diambil kesimpulan perbandingan hasil sistematis dengan hasil lapangan. Meliputi beberapa faktor-faktor sebagai berikut : 72

Secara garis besar Loss didapat dari beberapa faktor hambatan media pengantar yaitu kabel serat optik yang terjadi karena serat itu sendiri maupun terjadi karena instalasi kabel optik seperti : 1. Loss karena Penyerapan (Absorption Loss) Disebabkan karena adanya molekul-molekul air yang terperangkap didalam core (inti) serat optik, pada saat pembuatan serat optik OH - Gambar 4.7 Ilustrasi Loss penyerapan 2. Loss karena Penghamburan (Scattering Loss) Disebabkan karena adanya facet-facet yang memantulkan dan membiaskan cahaya. Gambar 4.8 Ilustrasi loss penghamburan 3. Loss perbedaan ukuran Penghamburan dapat disebabkan karena Variasi ukuran inti / core ketika dilakukan penyambungan dengan kabel yang berbeda proses fabrikasinya 73

Gambar 4.9 Ilustrasi loss perbedaan ukuran Maka dapat disimpulkan loss yang terdapat karena instalasi pemasangan kabel optik ialah: - Kabel optik mendapat tekanan berlebihan (faktor kesalahan teknis) - Kabel ditekuk melebihi standar tekukan (faktor human eror) - Perembesan air yang dapat merusak kedalam silica glass dan menaikkan optical loss. (faktor cuaca) - Gas Hidrogen dapat masuk kedalam silica glass dan menaikkan optical loss.(faktor suhu) 74

Gambar 4.10 ilustrasi Loss keseluruhan instalasi 75