BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari pada manfaat yang akan terjadi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH OTORITER IBU DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

JURNAL STUDI KASUS PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII DI MTS NEGERI NGRONGGOT, KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. bagian, yaitu pertama, masa anak-anak awal (early childhood), yaitu usia 4-5

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan lain-lain yang berguna bagi masyarakat luas. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING)

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

TUGAS PERANCANGAN DAN INTEGRASI SISTEM PCM ANALYSIS

I. PENDAHULUAN. pelepah dasar terbentuknya kepribadian seorang anak. Kedudukan dan fungsi

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan hampir setiap hari terjadi dalam kehidupan di sekitar kita. Kekerasan yang terjadi di masyarakat sering dianggap sebagai solusi utama dalam menyelesaikan masalah. Meskipun banyak yang telah mengetahui, kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari pada manfaat yang akan terjadi, tetapi kenyataan yang ada tidak menunjukkan suatu penurunan angka kejadian. Kekerasan masih terus terjadi di berbagai daerah dengan beraneka macam cara dan motif kekerasan yang dilakukan. Kekerasan ada pula yang terjadi dalam dunia pendidikan yang sebenarnya merupakan tempat yang aman bagi siswa-siswi untuk memperoleh pendidikan. Kekerasan di lingkungan pendidikan akhir-akhir ini banyak terjadi di lingkungan sekolah dasar. Lingkungan sekolah menjadi tempat bagi anak-anak untuk memperoleh pendidikan, bimbingan, tempat yang aman dan nyaman dengan bantuan pengawasan langsung oleh orang tua, guru maupun masyarakat sekitar. Namun, kekerasan juga terjadi di lingkungan sekolah baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sekolah dasar adalah jenjang pendidikan formal yang paling dasar, secara umum berusia 6-12 tahun. Usia ini merupakan periode masa kanakkanak lanjut, sering juga disebut usia sekolah yang mana sekolah menjadi pengalaman paling utama anak-anak. Anak-anak diharapkan mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, belajar, bermain, berprestasi, 1

2 mengembangkan hubungan dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Periode ini adalah saat emas dan sangat penting dalam mendorong pembentukan diri. Tugas perkembangan, menurut Collins (1984) yang menjadi titik pusat perkembangan fisik, kognisi dan sosial. Secara fisik pertumbuhan yang cepat otot-otot tubuh dan ukuran tubuh. Secara kognisi anak-anak mencapai struktur logika, mampu berfikir logis. Juga secara sosial, anak mulai mampu mengontrol emosi negatif, semakin mandiri, mencapai relasi dengan teman, keluarga juga lingkungan dengan baik. Anak-anak diasumsikan mampu mengembangkan ketrampilan baru dan mulai mempunyai peran dan tanggung jawab baru dalam keluarga dan masyarakat (Nuryanti, 2008). Harapan tentang anak sekolah dasar yaitu anak mencapai struktur logika, mampu berfikir logis. Secara sosial, anak mulai mampu mengontrol emosi negatif, semakin mandiri, mencapai relasi dengan teman, keluarga juga lingkungan dengan baik dan tidak melakukan tindakan agresi. Namun, kenyataan dari data Komnas Perlindungan Anak dimana selama kurun waktu tahun 2009. Tabel 1.1 Data Kekerasan Anak di Sekolah November 2009 Jenis Kekerasan Jumlah Fisik 98 Seksual 108 Psikis 176 Total 382 Sumber: Komnas PA

3 Komnas Perlindungan Anak telah mencatat tindak kekerasan terhadap anak di sekolah dengan jumlah yang cukup fantastis yaitu mencapai 382 jenis kekerasan baik anak baik laki-laki maupun perempuan. Jenis kekerasan yang terjadi meliputi tiga (3) jenis yakni fisik, seksual dan psikis dan kekerasan yang paling banyak dilakukan adalah kekerasan psikis. Kejadian pada 6 Juni 2013 di salah satu Sekolah Dasar di daerah Ngaliyang, Semarang. Seorang siswa berinisial K melapor ke polisi karena dikeroyok oleh 7 teman sekelasnya, tidak hanya dipukul dan ditendang, K juga diserang dengan paku hingga mengenai tangan. (Setiawan, 2013) Tingkat kenakalan anak-anak semakin mengkhawatirkan. Kasus di SD Negeri 12 Cipinang, di mana lima orang siswa menganiaya seorang temannya yaitu siswa kelas tiga (Danang, 2010). Awal tahun 2012, siswa kelas VI SD Negeri I Cinere, Depok, seorang siswa sekolah dasar tega menghabisi temannya dengan menusukkan pisau ke tubuh korban berkali-kali. Pelaku berinisial Amn (13), tidak terima ketika korban penusukan berinisial SM (12) meminta agar telepon genggam yang dicuri Amn dikembalikan. Pelaku menjemput korban dan diajak ke Jalan Puri Pesanggrahan 1 Perumahan Bukit Cinere Indah, Kecamatan Limo, Kota Depok. Di sana pelaku menghabisi korban. Korban ditemukan kritis bersimbah darah di got perumahan (Heru, 2012). Kasus yang juga sering terjadi, salah satunya tawuran, tawuran anak sekolah dasar terjadi di pintu air Kemayoran, Jakarta Pusat. Sebanyak 15 pelajar sekolah dasar tertangkap saat tawuran. Kelima siswa yang tertangkap

4 merupakan siswa kelas 6 di SDN 12 Serdang. Para siswa ini terlibat tawuran dengan pelajar SDN 07 Serdang, yang sebenarnya berada satu komplek. Penyebabnya, lantaran siswa SDN 12 dilempari batu saat pulang sekolah menuju rumah mereka. Kedua sekolah dasar ini tawuran dengan saling melempar batu dan memukul dengan kayu. (Setiawan, 2013). Wakil komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI), Apong Herlina mengatakan, tahun 2012 terjadi peningkatan kasus kekerasan anak di sekolahan hingga lebih dari 10%. Sementara itu, sebanyak 78,3% anak mengaku pernah melakukan tindakan kekerasan dari yang ringan sampai yang berat. Kekerasan tersebut dilakukan antar siswa maupun siswa lainnya seperti menghina, memukul, mencubit, dll. Kasus ini juga terjadi merata, hampir diseluruh wilayah Indonesia. (Wardah, 2012). Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan terutama sekolah dasar ini menjadikan hal ini menarik. Peneliti mengamati di daerah Sukoharjo, khususnya di Trangsan, beberapa orang tua yang di mintai keterangan terhadap perilaku anak-anak memberikan informasi bahwa saat diberi tahu atau dimarahi kadang malah balik marah dengan orang tua, ngeyelan. Beberapa anak yang peneliti temui saat melakukan pengamatan didaerah tersebut, terlihat bicara kasar atau jorok istilah jawanya misuh-misuh seperti ; matamu i, pekok, goblog. Banyak juga dari mereka yang pada saat kalah bermain kemudian melakukan tindakan yang tidak baik seperti marah dengan teman bahkan memukul teman.

5 Wawancara dan angket terbuka yang dilakukan terhadap guru-guru wali kelas di SD N Trangsan 3, didapat keterangan 4 guru wali kelas. Wali kelas mengungkapkan bahwa, anak-anak itu semakin bandel, suka menjahili teman di kelas dan susah dinasehati. Perilaku anak saat ini banyak ngomong di kelas, tidak menghargai guru, tidak sopan, banyak yang melanggar peraturan sekolah: seperti baju tidak dimasukkan, menyangkal bila dinasehati, lebih aktif dan menjengkelkan. Di dalam kelas, ada juga yang membuat gaduh kelas saat pelajaran, ramai sendiri, bermain di dalam kelas, mengerjakan PR saat istirahat. Pelanggaran yang sering dilakukan antara lain, tidak mengerjakan PR, rambut meniru artis, tidak memakai sragam dengan benar, baju tidak dimasukkan, bermain di kelas saat istirahat, membuat gaduh kelas, biasanya sering mengejek teman dengan kata-kata yang menyakiti, memanggil nama dengan ejekan misal iteng, oon, cebol. Kadang sampai bertengkar garagara saling mengejek. Beberapa wali kelas menyatakan banyak anak yang nakal dan cenderung meningkat dan terutama pada kelas V. Tindakan agresi ada kecenderungan dari tahun ketahun semakin meningkat. Berdasarkan data di SD Trangsan 3, dari catatan di buku BK (bimbingan konseling), tahun 2011 terdapat siswa bermasalah sebanyak 4 anak, pada tahun 2012 ada 7 anak, sedangkan tahun 2013 hingga bulan april didapatkan 11 anak yang bermasalah. Tahun ke tahun, tingkat agresi siswa meningkat ± 50%. Peneliti menyimpulkan, bahwa anak-anak sekolah dasar diharapkan mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, belajar, bermain, berprestasi, mengembangkan hubungannya dengan orang tua mereka, teman

6 sebaya, orang lain dan tidak melakukan tindakan agresi. Akan tetapi kenyataan yang ada di lapangan, perilaku agresi yang terdapat pada SD N Trangsan 03 ada dan cenderung meningkat. kebanyakan yaitu perilaku agresi verbal, karena siswa banyak bicara di kelas, membuat gaduh kelas, mengejek teman sekelas dengan kata-kata tidak baik. Fenomena kekerasan telah berkembang menjadi masalah umum terutama pada anak-anak. Agresi pada anak merupakan perilaku melakukan kekerasan yang melanggar norma atau aturan yang ada. Untuk memahami perilaku agresi sebagai salah satu permasalahan sosial pada individu sebaiknya memahami sebab-sebab munculnya suatu perilaku dalam kehidupan manusia (Amriyah, 2008). Menurut Myers (2012) Agresi adalah meliputi berbagai perilaku fisik dan verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Baron & Byrne (2012) menyatakan agresi adalah siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang lain. Motif utama perilaku agresi bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negative, seperti pada agresi permusuhan, atau keinginan mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif. (Barbara, 2005). Sarwono (2009) meyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan perilaku agresi yaitu : situasi sosial, personal, kebudayaan, sumber daya, media massa. Dari hasil penelitian (Amriyah,2008). Faktor-faktor perilaku agresi masyarakat adalah amarah, frustasi, proses disiplin keliru, belajar model peran kekerasan tayangan di televisi, faktor biologis, kesenjangan, lingkungan.

7 Baron & Byrne (2012) berpendapat secara sistematis faktor-faktor agresi antara lain, faktor sosial seperti paparan terhadap media kekerasan, faktor kepribadian, dan faktor situasional. Penelitian oleh Taringan (2007) menunjukkan bahwa rata-rata anak menonton televisi 1-2 jam perhari yaitu 57%, menonton kurang dari 1 jam perhari 13%, menonton 3-4 jam perhari 21%, dan yang menonton televisi lebih dari 4 jam perhari 9%. Hasil penelitian Pitriawanti (2010) bahwa tingkat mengkonsumsi media sebagai berikut : Tabel 1.2 Data jam jumlah menonton televisi No Tempat Jam nonton Jam belajar Kegiatan lain 1 Indonesia 1.500 jam / tahun 750 jam / tahun 2 Inggris 18 jam / minggu membaca buku : 5jam / minggu 3 Prancis 17 jam / minggu 4 Swedia 12 jam / minggu 5 Amerika 1.500 jam / tahun 900 jam / tahun Menonton televisi tidak hanya menghabiskan waktu saja, kekerasan media dapat berpengaruh terhadap tingkah laku anak, antara lain agresi (Widiastuti,2002). Anderson (2000) Teori Model Umum Afeksi Agresi menyadari pentingnya proses belajar dari media massa televisi dalam kaitannya dengan agresi. Menurut teori belajar sosial, bandura (1997) agresi merupakan respon yang dipelajari (Myers,2012). Agresi terjadi karena anak memiliki kecenderungan untuk meniru, terlebih lagi ketika anak melihat bahwa perilaku agresi itu berdampak menyenangkan, dan diterima oleh lingkungan sekitar (Suprihatin,2012).

8 Perkembangan kognitif pada anak usia sekolah menyebabkan anak mampu melakukan fantasia dan imajinasi (Suprihatin, 2012). Anak mengalami perkembangan yang sangat cepat dalam ketrampilan mental, kemampuan bertambah dalam mendiskripsikan pengalaman dan mengutarakan apa yang mereka rasakan (Nuryanti,2008). Sehingga seperti diungkapkan Baron & Byrne, (2012) seringnya menonton tayangan televisi berdampak negatif pada anak salah satu adalah perilaku agresi. Dr.Dimitri Christakis, dokter anak dan peneliti dari Seattle Children's Research Institute, anak-anak bukan hanya meniru perilaku orangtua atau orang dari lingkungan sekitarnya, tapi juga dari televisi. "Masalahnya bukan hanya mematikan televisi, melainkan tentang pilihan tayangan yang tepat. Jenis tayangan yang anak tonton sangat penting dan seberapa banyak mereka menonton tayangan tersebut karena anak-anak meniru perilaku yang baik dan juga yang buruk," katanya. (kompashealth,2013). Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait. Komentar Arist terkait dengan kasus penusukan siswa SD terhadap temannya di Limo, Depok. Pelaku berinisial A (13) menusuk SM (12) setelah aksi mencuri ponsel milik ortu SM dipergoki oleh SM dan diadukan ke wali kelas. Anak-anak paling suka meniru apa saja yang dilihatnya (newsdetik.com 2012). Seperti penelitian Yulianti, (2005) kasus di Semarang, sebanyak 33 anak dari 40 anak usia 5 sampai 14 tahun yang mengaku telah mengaku memperoleh pengetahuan kekerasan dari televisi. Dari 33 anak, 26 anak menyenangi dan menikmati tayangan kekerasan yang ada dalam televisi.

9 Bushman dan Anderson (2003) mengatakan : keterpaparan terhadap kekerasan media menyebabkan peningkatan agresi yang signifikan. Pemimpin satuan tugas penelitian kekerasan di media dari National Institue of Mental Health (Anderson dkk., 2003). Ulasan di lakukan secara mendalam untuk mengungkapkan bukti yang jelas bahwa keterpaparan pada kekerasan di media dapat meningkatkan kemungkinan perilaku agresif dan kekerasan dalam konteks jangka pendek dan jangka panjang. (Myers, 2012). Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah Apakah ada hubungan antara intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada siswa sekolah dasar?. Untuk menjawab permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul Hubungan antara intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada siswa sekolah dasar.

10 B. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Mengetahui hubungan antara intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada siswa Sekolah Dasar. 2. Mengetahui tingkat intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi pada siswa Sekolah Dasar. 3. Mengetahui tingkat perilaku agresi pada siswa di Sekolah Dasar. 4. Mengetahui sumbangan efektif intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresi pada siswa Sekolah Dasar. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Bagi pihak sekolah, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi oleh siswa-siswinya sehingga pihak sekolah dapat mengenali perilaku agresi yang terjadi di sekolah tersebut agar dapat melakukan pencegahan dan penanganan. b. Bagi orang tua, diharapkan dapat memberikan informasi kepada anak terhadap intensitas menonoton tayangan kekerasan di televisi sehingga anak dapat mengontrol diri agar anak mencegah tindakan perilaku agresi. c. Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan, bahan informasi dan referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama dengan mempertimbangkan variabel lain.