PANDUAN UMUM PENGARUS UTAMAAN GENDER (PUG) P2DTK

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

dalam Pembangunan Nasional;

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PENGANTAR DAN PENGENALAN PUG & IMPLEMENTASINYA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

Gender, Social Inclusion & Livelihood

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

Rancangan Final 8 April 2013

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BAB II LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN GENDER ANALYSIS PATHWAY

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

ANGGARAN RESPONSIF GENDER Anggaran Responsif Gender (ARG) DAN PENYUSUNAN GENDER BUDGET STATEMENT

-2- Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 t

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANAK REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS. Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bagi Daerah

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER UNTUK KEMENTERIAN/LEMBAGA

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

KATA PENGANTAR. Blitar, Oktober 2017 Kepala Bappeda Kabupaten Blitar. Ir. SUWANDITO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

PEDOMAN PENYUSUNAN DATA TERPILAH BIDANG KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

Transkripsi:

PANDUAN UMUM PENGARUS UTAMAAN GENDER (PUG) P2DTK NATIONAL MANAGEMENT CONSULTANT TAHUN 2011 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISTILAH GENDER... BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Tujuan dan Sasaran... 1.3. Landasan/Dasar hukum Pengarus Utamaan Gender (PUG). BAB II STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) P2DTK 2.1. PUG Sebagai Kerangka Kerja... 2.2. Penetapan indikator Gender... 2.3. Integrasi Isu Gender... BAB III DATA GENDER DAN KEBERHASAILAN PUG... BAB IV BAB V LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN KEGIATAN RESPONSIF GENDER... MONITORING DAN EVALUASI... BAB VI PENUTUP... DAFTAR PUSTAKA... 2

DAFTAR ISTILAH GENDER Gender adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki dalam hal peran, tanggung jawab, fungsi, hak, sikap dan perilaku yang telah dikonstruksikan oleh sosial dan budaya yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kemajuan zaman. Perbedaan tersebut tidak jarang memunculkan permasalahan atau isu gender. Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Seks adalah kodrat/ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal. Stereotype/citra Baku : adalah pe label an terhadap suatu jenis kelamin yang seringkali bersifat negative dan pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidak adilan.misalnya, perempuan hanya cocok kerja jadi sekretaris,guru, dsb Subordinasi/penomorduaan : yaitu anggapan bahwa satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan dibanding jenis kelamin yang lain.misalnya perempuan hanya pantas jadi pengurus rumah tangga dan urusan dapur. Beban Ganda/ double burden : adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin, dimana salah satu jenis kelamin bekerja lebih keras dibanding jenis kelamin yang lain. Marginalisasi/peminggiran : adalah kondisi atau proses peminggiran sistemik terhadap salah satu jenis kelamin, yang berakibat pada kemiskinan. Misalnya mekanisasi pertanian, menyebabkan kaum laki-laki kehilangan pekerjaan mencangkul dll Diskriminasi Gender/ketidakadilan gender : adalah tindakan atau perlakuan yang berbeda karena alasan jenis kelamin dan merugikan salah satu jenis kelamin. Isu gender merupakan permasalahan yang diakibatkan karena adanya kesenjangan atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya diskriminasi terhadap salah satu pihak (perempuan dan laki-laki). Dengan adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam hal akses dan control atas sumberdaya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan, akan tercipta kondisi yan tidak adil gender. Pengarus Utamaan Gender adalah Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Netral Gender adalah Kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak kepada salah satu jenis kelamin. Bias Gender adalah Pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lainnya sebagai akibat pengaturan dan 3

kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada jenis kelamin tertentu. Misalnya, lebih berpihak kepada laki-laki daripada kepada perempuan atau sebaliknya. Kesetaraan Gender adalah Kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, social budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang dampaknya seimbang. Keadilan Gender adalah perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional, yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan manfaat dari usahausaha pembangunan; untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumberdaya (seperti dalam mendapatkan/ penguasaan keterampilan, informasi, pengetahuan, kredit, dll.). Analisis Gender Mengidentifikasi isu-isu gender yang disebabkan karena adanya pembedaan peran serta hubungan social antara perempuan dan laki-laki. Karena pembedaan-pembedaan ini bukan hanya menyebabkan adanya pembedaan diantara keduanya dalam pengalaman, kebutuhan, pengetahuan, perhatian, tetapi juga berimplikasi pada pembedaan antara keduanya dalam memperoleh akses dan manfaat dari hasil pembangunan; berpartisipasi dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumberdaya. Analisis gender Merupakan langkah awal dalam rangka penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender untuk analisis gender diperlukan data gender, yaitu data kuantitatif maupun kualitatif yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan. Data gender ini kemudian disusun menjadi indikator gender. Sensitif Gender (gender sensitive) adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat atau menilai hasil dan aspek kehidupan dari perspektif gender/kepentingan perempuan dan laki-laki secara setara dan adil Responsif Gender adalah Perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dan kulturan dalam mencapai kesetaraan gender. Perencanaan yang Responsif Gender adalah perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga pemerintah, organisasi profesi, masyarakat dan lainnya yang disusun dengan mempertimbangkan empat aspek seperti: peran, akses, manfaat dan control yang dilakukan secara setara antara perempuan dan laki-laki. Hal ini berarti bahwa perencanaan tersebut perlu mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan dan permasalahan pihak perempuan dan laki-laki, baik dalam proses penyusunannya maupun dalam pelaksanaan kegiatan. Sehingga perencanaan ini akan terkait dalam perencanaan kebijakan maupun perencanaan program sampai operasionalnya di lapangan. 4

Kebijakan/ Program Responsif Gender adalah Kebijakan/program yang responsif gender berfokus kepada aspek yang memperhatikan kondisi kesenjangan dan kepada upaya mengangkat isu ketertinggalan dari salah satu jenis kelamin. Gender Budget adalah Sebuah pendekatan yang digunakan untuk melihat dan menyusun anggaran sebagai sebuah kesatuan yang tidak memisahkan item-item yang berhubungan dengan perempuan. Selain dapat digunakan untuk melihat sekilas jarak antara kebijakan dan sumberdaya gender budget yang merupakan sebuah pendekatan umum untuk memastikan bahwa uang masyarakat digunakan berdasarkan kesetaraan gender. Isunya bukan apakah kita mengeluarkan uang yang sama pada masalah yang berkaitan dengan perempuan dan laki-laki tapi apakah pengeluaran itu mencukupi kebutuhan perempuan dan laki-laki.. 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 mengamanatkan kepada seluruh Menteri, Kepala Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan nasional, provinsi dan kabupaten/kota pada semua bidang pembangunan termasuk pembangunan dibidang KESEHATAN, PENDIDIKAN DAN INFRASTRUKTUR Selain itu, Pengarus Utamaan Gender (PUG) merupakan salah satu upaya pencapaian 8 target MDGs. ( mempromosikan kesetaraan jender dan pemberdayaan peremuan (no.4) PUG merupakan strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan melalui pengembangan kebijakan dan program. Dalam pelaksanaan PUG, pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program menjadi perhatian utama. Tujuan pelaksanaan PUG itu sendiri adalah untuk memastikan bahwa perempuan akan me ndapatkan dan memperolah hak-hak dasar dalam proses pembangunan yaitu : Memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan Berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan, termasuk proses pengambilan keputusan Memiliki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan Memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan 1.2. Tujuan dan Sasaran Panduan ini disusun untuk digunakan sebagai acuan bagi pelaku program P2DTK dalam pelaksanaan kegiatan yang responsive gender. Panduan ini bukanlah sesuatu yang terpisah dari mekanisme keprograman yang telah ada dalam P2DTK, namun menjadi pelengkap dalam mendukung pelaksanaan mekanisme program P2DTK. Dengan demikian, tujuan dari panduan umum PUG P2DTK ini adalah : (1) membangun persamaan persepsi tentang definisi PUG dalam kegiatan P2DTK (2). Acuan untuk mengintegrasikan isu gender dalam bidang kegiatan (sub proyek) : pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. (3) Memberi acuan umum PUG bagi proses pendampingan kegiatan P2DTK di lapangan 6

Sasaran : Para Pelaku Program P2DTK baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah sebagaiman tercantum dalam Manual Pelaku P2DTK. 1.3.Landasan/Dasar Hukum Pengarus Utamaan Gender (PUG) Instruksi Presiden No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Dokumen PAD P2DTK: Key Policy (c) hal 16) mendukung partisipasi peremepuan dalam kegiatan pengembangan perdamaian(..supporting women s participation in peace building exercise Annex : Perfomance Indicator :Jumlah Perempuan peserta Pelatihan ex combatan,dan dukungan pada perempuan rentan dan korban konflik. PTP (Petunjuk Teknis Pelaksanaan ) P2DTK Adanya musyawarah Khusus perempuan Adanya keharusan keterwakilan perempuan dalam pertemuan dan musyawarah perencanaa dan kegiatan Adanya keharusan memasukkan usulan perempuan sebagai daftar usulan prioritas (PTP 2: Forum-forum, hal 24) Indikator monev P2DTK NMC( Dok NMC/Buku II,nov 2009): 7

BAB II STRATEGI PENGARUS UTAMAAN GENDER (PUG) P2DTK 2.1. PUG sebagai Kerangka Kerja PUG bukanlah suatu upaya yang terpisah dalam perencanaan program dan kegiatan bidang/sub proyek, namun merupakan suatu pendekatan atau perspektif dalam keseluruhan kegiatan. Harus dipahami bahwa kegiatan PUG bukanlah tujuan, melainkan merupakan sebuah kerangka kerja untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui proses-proses penentuan alokasi sumberdaya yang proposional atau berkeadilan bagi perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, PUG sebagai Kerangka Kerja akan diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang disebut dengan kegiatan responsive gender Adapun prinsip dari Kerangka kerja PUG adalah : a. Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (outcome) dan dampak (impact) atas alokasi sumber daya (input) pada keseimbangan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki b. Menentukan sasaran (target) yang terukur terkait kebutuhan perempuan dan laki laki secara seimbang c. Penyusunan program dan kegiatan berdasarkan analisis gender. Analisis gender merupakan telaah masalah terkait kesenjangan gender. Analisis tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah, menentukan prioritas masalah dan menilai mana masalah yang dihadapi perempuan. 2.4. Penetapan Indikator Gender Penetapan indikator gender terkait dengan indikator output dan outcome program P2DTK.. Indikator yang ditetapkan mengunakan basis data terpilah menurut jenis kelamin. Indikator gender dalam P2DTK yaitu : 1. 30% Perempuan sebagai pemanfaat program 2. 30% perempuan sebagai peserta pelatihan 3. 30% perempuan berpartisipasi dalam perencanaan program (sumber : Dokumen Indikator kinerja NMC 2009) 8

2.5. Integrasi Isu Gender Integrasi isu gender dalam kegiatan P2DTK adalah upaya memasukan perspekif gender dalam seluruh tahapan kegiatan. integrasi isu gender tersebut, harus mampu memasuki keseluruhan level kegiatan yaitu : a) TINGKAT KEBIJAKAN (pedoman, PTP, manual bidang, monev dll) b) TINGKAT ORGANISASI/kelembagaan (forum, komite, UPK, TPK dll) c) TINGKAT INDIVIDU ( adanya capacity building bagi pelaku ) d) TINGKAT BENEFICIERIES/pemanfaat ( jumlah pemanfaat perempuan dan laki-laki yang seimbang) e) KETERSEDIAAN DATA DAN INFORMASI ( Adanya Data Terpilah dalam SIM) f) MONEV DAN SUSTAINABLE ( adanya indicator monitoring gender) 9

BAB III DATA GENDER DAN KEBERHASILAN PUG Yang dimaksud data gender adalah data terpilah, yaitu data yang dirinci menurut jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, misalnya data tingkat pendidikan perempuan dan laki-laki, tingkat pendapatan perempuan dan laki-laki, tingkat partisipasi perempaun dan laki-laki, jumlah pemanfaat perempuan dan laki-laki dll. Data ini menjadi penting dikumpulkan, untuk mengetahui keberhasilan program PUG. Data dapat diperoleh melalui berbagai sumber antara lain: 1. Hasil sensus dan survey yang dilakukan oleh BPS, 2. Hasil Registrasi,dari instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BKKBN, Kanwil HAM & PerUU, Dinas Tenaga Kerja; serta data dari LSM/Organisasi masyarakat. 3. Profile Kabupaten/desa 4. Laporan kegiatan, dll Manfaat data terpilah adalah untuk membuat keputusan bagi para pembuat keputusan (decision makers). Dalam konteks perencanaan responsif gender, data digunakan sebagai dasar penyusunan perencanaan kegiatan dan subkegiatan. Secara terperinci manfaat data gender adalah sbb : 1. Sebagai bahan untuk menyusun kegiatan dan subkegiatan yang responsif gender. 2. Untuk mengetahui kondisi dan situasi perempuan dan laki-laki di berbagai bidang pembangunan. 3. Untuk mengetahui potensi dan kelemahan SDM dan dapat menentukan kebijakan yang tepat. 4. Sebagai alat untuk melakukan analisis gender, untuk mengetahui berbagai permasalahan isu gender serta untuk mengukur ada tidaknya kesenjangan gender. 5. Sebagai bahan evaluasi dampak atas pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan/subkegiatan yang responsif gender 10

BAB IV LANGKAH-LANGKAH PERENCAAAN RESPONSIF GENDER Hal pokok dalam perencanaan yang responsif gender adalah penyusunan kegiatan/subkegiatan yang mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, pengalaman, aspirasi dan kesulitan yang dihadapi perempuan dan laki-laki. Salah satu motode analisis gender yang dapat digunakan untuk penyusunan perencanaan yang responsif gender yaitu mengunakan Gender Analysis Pathway (GAP).. GAP merupakan metode analisis gender untuk mengetahui kesenjangan gender dengan melihat aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan. Dengan pengunaan analisis model GAP, perencana akan mengetahui kesenjangan gender dan permasalahan gender yang dihadapi masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Adapun langkah-langkah analisis model GAP adalah: Langkah 1. Analisis Program/Kegiatan/Subkegiatan Pada langkah ini dilakukan pengenalan tujuan program dan kerangka kegiatan yang akan dilakukan (sasaran, waktu, dll) Langkah 2. Menyajikan Data Terpilah Penyajian data terpilah ini sangat penting untuk melihat apakah ada kesenjangan gender dalam bidang Kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.data pembuka wawasan tersebut bisa berupa data statistik yang kuantitatif atau yang kualitatif, misalnya hasil survei, hasil FGD, review pustaka, hasil kajian, hasil pengamatan, atau hasil intervensi kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan yang sedang dilakukan. Langkah 3. Mengenali Faktor Kesenjangan Gender Menemukenali isu gender di dalam proses perencanaan kebijakan/program/ kegiatan/subkegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dan dengan cara memperhatikan 4 faktor kesenjangan gender yaitu (1) Akses (2) Kontrol (3) Partisipasi dan (4) Manfaat. Agar kesenjangan gender tersebut dapat dikenali, maka pertanyaan kunci yang diajukan difokuskan pada; Apakah proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan akses yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya? Apakah penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan kontrol yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya?. Apakah penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan partisipasi yang sama antara perempuan dan laki-laki? 11

Apakah hasil kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan manfaat yang sama terhadap perempuan dan laki-laki Langkah 4. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender dari faktor internal. Menemukenali isu gender yang menyebabkan terjadinya isu gender, misalnya terkait dengan produk hukum, kebijakan, pemahaman gender yang masih terbatas/kurang diantara pengambil keputusan, perencana dan juga political wiil dari pembuat kebijakan. Langkah 5. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender dari factor eksternal Menemukenali isu gender di pada proses perencanaan, misalnya kondisi masyarakat yang menjadi sasaran (target group) yang belum kondusif, budaya patriakhi, gender stereotype (laki-laki yang selalu dianggap sebagai kepala keluarga dan pekerjaan tertentu yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan ) Langkah 6. Reformulasi Tujuan Merumuskan kembali tujuan program/kegiatan/subkegiatan yang sesuai dengan hasil indentifikasi/analisis pada langkah 1 agar menjadi responsif gender dan menjadi rencana aksi kedepan. Langkah 7. Menyusun Rencana Usulan dan Kegiatan Menyusun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah teridentifikasi (langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan yang telah direformulasi sesuai langkah 6. Langkah 8. Baseline Data (pengukuran hasil) Menetapkan data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan (progress) pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan. Data dasar yang dimaksud dapat diambil dari data pembuka wawasan seperti yang telah diungkapkan pada langkah 2. Langkah 9. Indikator Gender (pengukuran hasil) Hal yang dilakukan untuk penetapan indikator gender meliputi: Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil kegiatan (kuantitatif maupun kualitatif). Memperhatikan apakah kesenjangan gender sudah tidak ada atau berkurang. Memperhatikan apakah telah terjadi perubahan perilaku dan nilai dari para perencana kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan baik dalam internal lembaga atau ekstrenal. Memperhatikan apakah terjadi perubahan relasi gender di dalam rumah tangga, masyarakat dan dalam kelembagaan program.. 12

BAB V MONITORING DAN EVALUASI Sasaran monitoring kegiatan responsif gender adalah dokumen dokumen perencanaan seperti Hasil Musyawarah perempuan,hasil kajian teknis, hasil musyawarah perenkingan dan pendanaan serta hasil musyawarah perencanaan lainnya. Selain itu dokumen proses dan hasil kegiatan menjadi bahan monitoring. Ada dua kegiatan yang harus dilakukan dalam monitoring yaitu: (1) Persiapan : mengumpulkan, memilah dan menyajikan data yang terkait dengan kegiatan responsif gender pada kegiatan/sub kegiatan. (2). Pelaksanaan, yaitu pelaksanaan monitoring untuk menjawab pertanyaan yang sudah tersedia pada instrumen monitoring. Di bawah ini adalah format sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. FORMULIR CONTOH MONITORING KEGIATAN RESPONSIF GENDER P2DTK Bidang Pendidikan /Kesehata /infrastruktur Nama Kegiatan Pertanyaan Jawaban Ket Ya Tidak Apakah penyusunan kegiatan/sub kegiatan sudah mengunakan analisis gender? Apakah kegiatan/sub kegiatan tersedia dokumen terkait gender? Apakah dokumen dijadikan dasar untuk menyusun kerangka acuan kegiatan (KAK)/TOR? Apakah isu gender dipertimbangkan dalam penyusunan TOR? Apakah subkegiatan menjawab isu kesenjangan gender? Apakah input (anggaran dan input lainya) rasional 13

. yang ada pada TOR untuk mengurangi kesenjangan gender? apakah tujuan kegiatan/subkegiatan secara jelas akan memberi manfaat kepada perempuan dan laki-laki? Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah melibatkan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan? Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah memperhatikan penerima manfaat laki-laki dan perempuan? 14

BAB V PENUTUP Panduan umum PUG dalam P2DTK merupakan acuan garis besar yang bisa disesuaikan dengan dinamika lapangan. Pemahaman yang memadai tentang konsep gender dari para pendamping kegiatan (konsultan) dan juga pelaku program P2DTK secara keseluruhan, akan menjadi penentu bagi keberhasilan proses PUG di P2DTK. 15

DAFTAR PUSTAKA Panduan Pelaksanaan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kepmendagri No.15/2008 tentang Pedoman umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998, Profile Wanita Indonesia Bahan Informasi gender, Apa itu gender?, UNIFEM, 1994 Kumpulan tulisan tentang gender, 2009, Badan PP NAD Panduan Gender dalam perencanaan Partisipatif, Kantor Menteri Negara Peranan Perempuan, 2002. dll 16

17