Awal sebuah cerita adalah kegelisahan Aku khawatir perut ini terus terisi, namun kepalaku tak lagi penasaran dengan maksud adanya kehidupan. Dimana hati? Ia mati ketika itu juga..
Gusarnya Angin Sore menjelang ketika angin kencang menerjang lembah yang tadinya senyap. Angin gundah itu memikirkan jarak hatinya dengan sepohon ceri di dekat sungai. Sang Pohon tumpuan hidup para binatang di tengah padang rumput hijau. Buahnya lebat memerah cerah menggoda segala jenis pemakan buah dan tumbuhan. Dedaunnya hijau, rindang, condong ketepian sungai, kerap jadi pegangan tupai yang kehausan. Sang Angin terus melaju, menuruni lembah, menyapa arus yang berkejaran menuju padang. Dari jauh, kekasih hatinya yang berdaun hijau terlihat, meneduhkan. Sang Angin memperlambat lajunya. Menikmati tiap sentuhan jemarinya pada daun-daun hijau, pada buah yang ranum di ujung tangkai. Terjerembab pada lamunan, dia lalu menghujam jatuh pada batang. "Wushh.." Dia menjatuhkan seekor semut dari batang Ceri yang kokoh itu. "Hey Angin, belakangan kau begitu tak beraturan," celoteh semut sambil kembali mendaki ke pohon ceri tempatnya jatuh. 2
Sang Angin mengitari batang, menggapai pucuk. "Bagaimana kabarmu?" tanyanya pada Sang Ceri. "Aku sangat bahagia hari ini. Penyerbukan yang lalu berhasil." "Aku ikut senang. Dengan begitu buahmu akan makin lebat." "Ya." "Pantas saja tak karuan, ternyata kau sedang jatuh cinta," semut tadi sudah mencapai pucuk, berbisik pada kawannya pelan, sambil menggigiti daun muda. Mereka membicarakan Sang Angin dan Cerinya. "Dari mana kau tahu dia jatuh cinta?" tanya teman si semut. "Rasakan hembusannya. Dia hangat, tidak dingin." "Jangan ganggu kami wahai semut. Ambillah yang kau mau, lalu pergi," Ceri membela kekasihnya. Mereka menyembunyikan cintanya dari makhluk lain di sekitar. "Akuilah kalau kalian saling mencintai. Saling memiliki itu indah," celetuk semut itu semaunya. 3
"Dasar semut bodoh. Kalau si angin bermain cinta di sini, lalu bagaimana nasib pohon di depan? Siapa yang akan mempersatukan putik dan serbuk sari di seisi padang?" balas monyet yang sedang gelayutan. Dia memakan terus buah ceri yang sudah merah. "Cinta itu spesial, wahai monyet. Kami bangsa semut, rela bekerja demi ratu kami. Tanpa lelah. Yang kita bicarakan adalah cinta. Kau tahu apa itu cinta? Dasar!" "Cinta itu bukan sekedar antara dua makhluk. Angin punya tugas yang lebih besar dari yang kau tahu, sahabatku," Jerapah yang sedang mengunyah daun ceri ikut menambahi dengan bijak. Lidahnya yang panjang terus meraih daun-daun hijau itu. "Angin tidak boleh berhenti di sini, meskipun hatinya sangat ingin demikian." "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?" Sang Angin menyela, pura-pura tak tahu. "Cinta," jawab semut yakin. "Wahai Ceri yang tengah berbuah, pula berbunga, pohon mana yang kau kasihi? Biar aku terbangkan serbuk sarimu ke putiknya," tawar Sang Angin. Ia terus menyembunyikan perasaannya pada seisi penghuni padang. Dia tidak ingin cintanya menjadi bahan perdebatan. 4
"Bisakah kau tebar serbuk ini melewati lembaran awan? Jatuhkan dia di sana, terserah nanti terbang pada bunga mana. Aku tidak punya kekasih, selain dirimu," Sang Ceri tak mampu menyembunyikan perasaannya yang menggebu. Bagai gemuruh badai yang dirindukan, cinta begitu tak dimengerti. Belaian kata Sang Ceri merasuki Angin. Senang, pedih, bersatu, hingga hembusannya membawa debu. "Maka akan kulakukan itu," jawabnya berusaha menyenangkan Sang Ceri. Permintaannya adalah titah. Tak peduli apakah itu membahagiakan atau justru lebih menebar kepedihan. "Bodoh! Angin bodoh." Semut masih terus mengerutu. "Diamlah, tegas si Jerapah. Bagaimana aku bisa diam?! Ini bodoh! Cinta seperti itu tempatnya memang bukan di dunia. Tempatnya di surga," tegas jerapah. Semut-semut itu seketika diam. 5
Aku kekasihmu yang sejati. Kau tahu itu tanpa harus kutabuh dengan ribuan genderang di samping telingamu. Sang Angin kemudian melanjutkan perjalanannya, menebarkan jutaan serbuk sari, membuahi bunga-bunga yang bermekaran. Ketika dia terus memperhatikan banyak hal, membagi emosi dan geraknya pada yang lain, bukan berarti dia tak kasihi Cerinya. Bukan. Ini tentang dunia, di mana banyak hal yang bergantung, berikat, bertalian satu sama lain. Sang Ceri tetap harus menemukan jodohnya. Cinta? Sepasang kekasih? tinggi.. Ya, semua memang selalu punya harapan yang 6
Cinta adalah kebetulan Kebetulan saja ia terlahir sebagai takdir Seringan kapas dikatakan, semurah dunia kaujanjikan Sekelu lidah dijeratnya, kelumit tanggung jawab kaurasakan Kepayang.. Bagaimana bisa hal begitu besar, serupa Cinta Diberikan pada kerikil yang kasar, macam manusia Pantas saja cinta makin tak tergenggam Sebab manusia selalu mencoba faham.. 7
Puisi Maksud hati merangkai puisi indah, untukmu Namun sulit Aku justru tenggelam padamu, Kasih, puisi terindah dalam rupa manusia Engkau tidak sekedar wanita Hatimu miliki banyak penjaga Laku malu wajahmu adalah kerendahan hati sosok bidadari Laki-laki menggila, rela berluka-luka dalam suka Sekilas senyummu, Mampu membungkan ribuan kata, memecah belah aksara.. 8
Sudahkah, hatimu terisi? 9