Tingkat Kesadaran Pasien Prediabetes dan Perilaku mengurangi Risiko Diabetes

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN PENDAPATAN DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kejadian yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Aktivitas fisik merupakan salah satu aktivitas yang didapatkan dari adanya pergerakan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

Vitamin D and diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2diabetes in men: a prospective cohort study Cohort Study ( Prospectively )

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

Obat Herbal Diabetes dan Diagnosa Prediabetes Sebelum Terjadi Diabetes

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

Hubungan Perdarahan Jangka Pendek Dan Pola Kram Perut Dengan Kepuasan Metode Long-Acting Reversible Contraceptive

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

Transkripsi:

Tingkat Kesadaran Pasien Prediabetes dan Perilaku mengurangi Risiko Diabetes Pendahuluan: Hasil Penelitian menunjukkan manfaat dari penurunan berat badan (BB) dan aktivitas fisik untuk pencegahan diabetes pada orang dengan prediabetes. Meskipun demikian, hanya sebagian orang dengan prediabetes yang aktif berperilaku sehat. Salah satu kendala diduga karena rendahnya tingkat kesadaran orang dengan prediabetes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dampak dari tingkat kesadaran orang dengan prediabetes terhadap rasio perilaku yang mengurangi risiko diabetes. Metode: Analisis cross sectional dilakukan pada orang dewasa dari dua siklus (2007-2008, 2009-2010) National Health and Nutrition Examination Survey. Orang dengan prediabetes diidentifikasi dengan perkecualian orang dengan diabetes dan hasil kadar hemoglobin A1c dengan kisaran antara 5.7% dan 6.4%. Kelompok ini terbagi lagi berdasarkan keadaan prediabetes. Regresi logistik multivariat digunakan untuk memperkirakan dampak kesadaran orang dengan prediabetes terhadap rasio keterlibatan aktivitas fisik, manajemen BB dan kombinasi kegiatan fisik dan manajemen BB. Hasil: Orang-orang dengan kriteria prediabetes (n=2,694), hanya 11.8% (n=288) yang sadar akan keadaan mereka. Kesadaran orang dengan prediabetes memiliki rasio lebih tinggi dalam keterlibatan kombinasi aktivitas fisik sedang ditambah manajemen BB dengan IMT yang sesuai (AOR=1.5, 95% CI=1.1, 2.0) dan kombinasi setidaknya 150 menit/minggu aktivitas moderat dan 7% penurunan BB pada tahun sebelumnya (AOR=2.4, 95% CI=1.1, 5,6). Kesimpulan: Kesadaran orang dewasa dengan prediabetes meningkatkan rasio keterlibatan aktivitas fisik dan manajemen BB. Peningkatan kesadaran orang dengan prediabetes dapat menyebabkan peningkatan kinerja latihan dan manajemen BB dan, yang terpenting, penurunan risiko diabetes di masa yang akan datang.

Pendahuluan Diperkirakan 86 juta orang dewasa, atau 37% dari penduduk dewasa AS, memenuhi kriteria diagnostik prediabetes. Setiap tahunnya, 11% orang dengan prediabetes menjadi diabetes. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat dari modifikasi gaya hidup, khususnya penurunan BB minimalmoderat dan peningkatan aktivitas fisik dalam mengurangi insidensi diabetes. Studi terbesar adalah Program Pencegahan Diabetes (PPD), sebuah RCT yang secara acak mengelompokkan orang overweight ke beberapa kelompok: plasebo, metformin, atau intervensi gaya hidup. Kelompok gaya hidup, dengan intervensi minimal 150 menit/minggu aktivitas fisik sedang dan target penurunan > 7% BB, menunjukkan 58% penurunan insidensi diabetes dalam 3 tahun dan 34% penurunan kontrol dalam 10 tahun. Yang terpenting, hasil-hasil ini juga berulang pada program-program pencegahan diabetes di pusat kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, hanya sebagian orang dengan prediabetes yang terlibat perilaku mengurangi risiko diabetes. Selain itu, tidak diketahui berapa banyak orang yang mencapai sasaran dari PPD. Salah satu kendala untuk mencapai angka keterlibatan yang lebih tinggi adalah kesadaran orang dengan prediabetes, yang walaupun meningkat, namun angkanya masih rendah, dengan hanya 11% orang dewasa yang sadar akan diagnosis penyakit mereka. Keinginan untuk menjalankan perilaku sehat bergantung pada kesadaran untuk berubah. Oleh karena itu, pasien yang tidak menyadari diagnosis mungkin kurang termotivasi untuk terlibat dalam perilaku yang mengurangi risiko. Saat ini masih tidak diketahui apakah kesadaran orang prediabetes terkait peningkatan dari perilaku sehat. Dalam penelitian ini, data perwakilan nasional digunakan untuk: (1) menilai perbedaan demografik, pusat kesehatan, dan hasil kesehatan sementara antara individu yang sadar dan tidak sadar dengan keadaan prediabetes dan (2) untuk mengkaji hubungan antara kesadaran akan prediabetes dan perilaku mengurangi risiko diabetes, khususnya aktivitas fisik dan manajemen BB. Metode Analisis cross sectional dari dua siklus berturut-turut (2007-2008 dan 2009-2010) National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dilakukan untuk menyelidiki apakah orang dewasa dengan prediabetes yang sadar dengan keadaannya, lebih terlibat dalam perilaku mengurangi risiko diabetes daripada orang dewasa yang tidak menyadari diagnosis mereka.

Desain Survei dan Populasi NHANES dilakukan oleh Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan dan CDC. NHANES adalah program pengambilan contoh probabilitas pada populasi warga sipil AS non institusi, multistage bertingkat, yang diadakan dua tahun sekali. Peserta survei diwawancarai di rumah dan diundang untuk datang ke pusat pemeriksaan untuk menjalani pemeriksaan medis dan laboratorium. Tindakan Antara 2007 dan 2010, 20.686 orang berpartisipasi dalam survei NHANES. Subyek yang berusia <20 tahun (n = 8.533) dan wanita hamil (n = 125) dikeluarkan (gambar 1). Nilai hemoglobin A1c non-fisiologis (HbA1c <3,5%) yang tercatat hilang (n = 1). Nilai peserta HbA1c yang hilang (n = 1036) atau tanggapan terhadap pertanyaan mengenai sejarah berat badan (n= 452) dikeluarkan. Para peserta yang tersisa kemudian diklasifikasikan berdasarkan status glikemik. Peserta ditanya apakah mereka telah diberitahu oleh dokter atau profesional kesehatan lainnya bahwa mereka memiliki diabetes (selain selama kehamilan). Berdasarkan pertanyaan ini, 1.258 responden diklasifikasikan sebagai telah didiagnosis dengan diabetes. Kriteria diagnostik HbA1c kemudian digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang dalam kisaran pradiabetes (HbA1c = 57%, 6,4%, n = 2694). Individu-individu yang tersisa diklasifikasikan sebagai diabetes yang tidak terdiagnosis (HbA1c 6,5%, n = 359) atau yang normoglycemic oleh nilai HbA1c (n = 6229). Hanya mereka yang memenuhi kriteria HbA1c untuk pradiabetes termasuk dalam sampel analitik. Kelompok pradiabetes (n = 2694) selanjutnya dibagi berdasarkan respon mereka terhadap dua pertanyaan: (1) selain selama kehamilan, apakah anda pernah diberitahu oleh seorang dokter atau profesional kesehatan apakah anda memiliki diabetes atau diabetes gula? (2) apakah anda pernah diberitahu oleh seorang dokter atau profesional kesehatan lainnya bahwa anda memiliki salah satu dari berikut: pradiabetes, gangguan glukosa puasa, gangguan toleransi glukosa, diabetes borderline, atau bahwa gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi disebut diabetes atau diabetes gula? Individu yang digolongkan sebagai prediabetes menyadari jika mereka menanggapi pertanyaan pertama dengan jawaban sendiri dimulai dari borderline diabetes (n = 98) atau jika mereka menjawab ya untuk pertanyaan kedua (n = 190), dengan total pradiabetes dengan mengetahui populasi dari 288. Hasil untuk tiga kelompok kegiatan utama termasuk aktivitas fisik, berat badan - kegiatan yang berhubungan, dan kombinasi berat - terkait dan aktivitas fisik. Dalam masing-masing kelompok besar, tiga variabel hasil biner diciptakan, yang berkembang dari tingkat dasar keterlibatan dalam kegiatan untuk keterlibatan lebih intens dan spesifik.

Untuk hasil aktivitas fisik, kami membuat tiga variabel hasil: (1) aktivitas fisik, (2) setidaknya sedang (terdiri dari sedang atau kuat) aktivitas fisik mingguan, dan (3) 150 menit / minggu minimal aktivitas fisik sedang. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai menyatakan partisipasi dalam salah satu dari berikut: kuat atau sedang pada aktifitas bekerja, kuat atau sedang pada kegiatan rekreasi, atau jenis apapun dari kegiatan terkait (misalnya, ringan, sedang, atau kuat berjalan atau bersepeda untuk bekerja). Aktivitas fisik sedang setidaknya termasuk aktivitas kerja yang kuat atau sedang dan kegiatan rekreasi yang kuat atau sedang (yaitu, latihan standar) tetapi dikecualikan kegiatan terkait karena intensitas jenis aktivitas fisik tidak dinilai. Akhir dari kategori aktivitas fisik, 150 menit / minggu aktivitas fisik setidaknya sedang, diciptakan untuk menentukan persentase orang mencapai DPP kuantitas target intervensi latihan. Untuk membuat variabel ini, jumlah waktu untuk aktivitas kerja sedang dan kuat dan kegiatan rekreasi sedang atau kuat yang dijumlahkan untuk membuat variabel biner. Nilai untuk latihan mingguan yang dianggap tidak realistis, > 7 hari / minggu kegiatan atau > 8 jam / hari dari setiap jenis kegiatan individu, yang recoded untuk nilai maksimum 7 hari / minggu dan 8 jam / hari (n = 46). Berat badan terkait hasil yang sama terstruktur dan termasuk (1) setiap perilaku manajemen berat badan, (2) BMI - manajemen berat badan yang tepat, dan (3) penurunan berat badan yang sukses dari 7% dari berat badan dalam satu tahun terakhir. Berat badan terkait perilaku yang didasarkan pada tanggapan terhadap pertanyaan tentang niat untuk menurunkan berat badan atau mempertahankan berat badan selama setahun terakhir. BMI - perilaku manajemen berat badan yang tepat didefinisikan oleh kombinasi diukur BMI dan niat dinyatakan untuk menurunkan berat badan atau mempertahankan berat badan selama setahun terakhir. Individu yang didefinisikan sebagai terlibat dalam BMI - manajemen berat badan yang tepat jika mereka memiliki BMI < 25 dan melaporkan upaya pemeliharaan berat badan atau BMI 25 dan upaya untuk menurunkan berat badan. Akhir dari variabel manajemen berat badan, sukses penurunan berat badan yang disengaja dari 7% dari berat badan mereka selama satu tahun terakhir, direferensikan persentase tujuan intervensi penurunan berat badan di DPP. Variabel ini diciptakan dari kombinasi tiga variabel lainnya: niat untuk menurunkan berat badan, diukur berat badan saat ini, dan melaporkan sendiri berat badan dari 1 tahun sebelumnya. Kategori terakhir dari variabel hasil itu dibuat berdasarkan menggabungkan variabel hasil dijelaskan di atas untuk aktivitas fisik dan berat badan - perilaku terkait. Ketiga variabel kombinasi adalah sebagai berikut: (1) setiap aktivitas fisik ditambah berat badan - perilaku yang terkait, (2) aktivitas fisik mingguan sedang atau kuat ditambah BMI - perilaku berat badan yang tepat, dan (3) 150 menit / minggu kegiatan sedang atau kuat ditambah penurunan berat badan 7% di tahun lalu. Kategori yang lebih spesifik yang berkumpul dalam kategori hasil yang lebih luas. Sebagai contoh, jika seorang individu memiliki "ketidak cocokan" di tingkat kinerja dari dua perilaku

(misalnya, aktivitas fisik sedang, tetapi hanya berat badan - perilaku terkait), mereka akan dimasukkan dalam luas kategori hasil gabungan, aktivitas fisik, ditambah berat badan - perilaku terkait. Kovariat diperiksa dalam analisis termasuk faktor demografi (jenis kelamin, usia, ras / etnis, dan tingkat pendidikan), status asuransi, tempat perawatan rutin, jumlah kunjungan kesehatan dalam satu tahun terakhir, riwayat keluarga diabetes, dan hitungan komorbiditas kardiovaskular lainnya (hipertensi, hiperlipidemia, stroke, serangan jantung, penyakit arteri koroner, dan gagal jantung kongestif). Status fungsional terbatas adalah variabel biner berdasarkan menanggapi YA untuk salah satu dari beberapa pertanyaan mengenai pembatasan kerja, membutuhkan peralatan khusus untuk ambulasi, masalah memori, dan masalah emosional. Kuesioner- 9 (PHQ - 9) kesehatan pasien digunakan untuk menghitung skor keparahan depresi untuk semua peserta. BMI; Tekanan darah duduk (rata-rata lebih dari satu sampai empat bacaan), dan low density lipoprotein kolesterol diperoleh dari pemeriksaan dan laboratorium data. Rincian tentang pengumpulan data NHANES tersedia secara online. Analisis Statistik Selama 4 tahun survey berat badan (uji berat badan) untuk menggambungkan sampel yang telah di tulis per intruksi pada website NHANES. Semua analisis diperhitungkan untuk survey desain kompleks, termasuk berat, strata, dan unit pengambilan sampel primer. Tes Chi-square dan uji T menunjukkan apakah pada kelompok sadar prediabetes dan kelompok tidak sadar prediabetes berbeda dengan sehubungan dengan demografi dan karakteristik klinis mereka. Regresi logistic multivariate dijalankan untuk model asosiasi kesadaran predibetes dengan tiga variable hasil di masing-masing tiga kategori hasil manajemen beratbadan. Model regresi disesuaikan untuk karakteristik sebagai berikut: jenis kelamin, umur, ras / etnik, pendidikan, pencapaian, jumlah kunjungan kesehatan dalam satu tahun terakhir, sejarah diabetes keluarga, BMI, jumlah kondisi kardiovaskuler, PHQ-9 score, dan batasan fungsional. Kovariat ini dipilih hanya berdasarkan teori tanpa analisis yang memadai, dan pencantumannya didasarkan pada hipotesis dan hubungan document pada kedua sifat kesadaran prediabetes dan keterlibatan perilaku dalam mengurangi resiko. Strata, versi 12.1, untuk Mac digunakan untuk pengelolaan data dan analisis. HASIL 2.964 total yang mengikuti pertemuan criteria untuk prediabetes. Grup ini, 11,8% (n=288) sadar untuk diagnosis ini. (gambar1) Mereka yang menyadari pradiabetes berbeda secara signifikan dari orang-orang yang tidak menyadari usia ( 57.6 vs 55.3 tahun, p=0.02) dan pencapaian pendidikan (p=0.04), tapi tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin, asupan, etnik/ras ( table 1).

Peserta menyadari pradiabetes kurang mungkin untuk tidak memiliki kunjungan kesehatan dalam satu tahun terakhir. (5.9% vs 13.6%, p < 0.001) dan memiliki rata-rata jumlah paling tinggi pada kondis kardiovaskuler. ( 1.4 [SE=0.1] vs 0.9 [SE=0.3], p< 0.001). Mereka menyadari prediabetes memiliki sedikit lebih tinggi rata-rata BMI (30.9 [ SE=0.5] vs 29.7[SE=0.1). p = 0.01) serta sedikit lebih tinggi nilai HbA1c ( 6% [ SE=0.01%] vs 5.9% [ SE= 0.01%], p, 0.01. Tidak ada perbeda antara sadar prediabetes dan kelompok tidak menyadari prediabetes di salah satu dari tiga hasil aktivitas fisik (sebagaimana didefinisikan sebelumnya) dalam analisis disesuaikan chi-square (Gambar 2A). Sebagian besar individu pada kedua kelompok melaporkan terlibat dalam beberapa aktivitas fisik mingguan ( 74.2% yang sadar prediabetes dan 72.5% yang tidak sadar prediabetes) dimana lebih sedikit dilaporkan temuan yang mencapai tujuan minimal 150 menit/minggu aktifitas yang cukup (54.6% dan 51.2%, berturut-turut). Terdapat perbedaan signifikan keterlibatan perilaku dalam memanejemen berat badan dan gabungan aktivitas hasil manajemen berat badan. Mereka sadar memiliki prediabetes lebih mungkin untuk terlibat dalam manajemen berat badan (69,5% vs 49,3%, p, 0,001) dan BMI manajemen berat badan yang tepat (54,9% vs 38,8%), p <0,001) (gambar 2B). Tidak ada perbedaan dalam prevalensi kehilangan berat badan 7% antara groups (22.4% vs 15.6%, p= 0.08). orang-orang yang sadar prediabetes lebih mungkin melaporkan setiap aktifitas fisikditambah memanajemen berat badan (49.7% vs 39.0%, p=0.01), minimal actifitas cukup ditambah BMI sesuai manjemen berat badan ( 37.2% vs 27.5%, p=0.001). sadar prediabetes dan tidak prediabetes grup juga berbeda di pencapaian target intervensi DPP untuk aktivitas fisik dan penurunan berat badan (9,1% vs 4,6%,p=0.02) (Gambar 2C) dalam model regresi logistic multivariat, ada perbedaan yang signifikan terlihat pada kemungkinan keterlibatan dalam salah satu dari tiga hasil aktivitas fisik (table 2). Mereka sadar memiliki prediabetes memiliki peluang lebih tinggi dari dalam perilaku berkaitan dengan berat badan (AOR = 1.7, 95% CI =1.1, 2.5). kesadaran pradiabetes juga dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan ketiga hasil kombinasi : setiap aktivitas fisik ditamabah setiap manajemen berat badan (AOR 1.5=95% CI 1.0, 2.1); minimal aktifitas moderat ditambah BMI- sesuai perilaku manjemen berat badan ( AOR= 1.5, 95% CI=1.1,2.0); dan 150 menit/minggu pada aktifitas fisik ditamabah kehilangan berat badan ( AOR=2.4, 95% CI = 1.1, 5.6).

Tabel 2. Kesadaran Terhadap Kondisi Prediabetes dan Kemungkinan Keterlibatan Dalam Perilaku Untuk Mengurangi Risiko Penyakit Catatan : Bagian yang dicetak tebal menunjukan perbedaan yang signifikan antara kelompok prediabetes aware dan unaware (p<0,05). Semua model di atas diatur mengenai jenis kelamin, usia, ras/etnis, pendidikan, jumlah kunjungan ke tempat perawatan kesehatan dalam satu tahun ke belakang, riwayat diabetes pada keluarga, BMI, kondisi kesehatan sistem kardiovaskular, skor Patient Health Questionnaire (PHQ)-9 dan keterbatasan secara fungsional. Diskusi Dalam analisis ini, sampel mereprentasikan kondisi nasional secara luas pada tahun 2007 sampai tahun 2010, hanya 11,8% pasien dengan prediabetes yang didiagnosa melalui HbA1c yang menyadari kondisi mereka. Terlepas dari hal tersebut, keterlibatan dalam aktivitas fisik baik sedang atau berat serta pengelolaan berat badan ideal (BMI) merupakan hal yang jarang ditemui dalam penelitian ini. Kesadaran orang dengan kondisi prediabetes dikaitkan dengan usaha mereka dalam meningkatan kombinasi aktivitas fisik dan pengelolaan berat badan ideal, tetapi sangat sedikit sekali individu yang dilaporkan mencapai target yang dianjurkan oleh DPP. Dampak kesadaran individu dengan prediabetes pada kemungkinan keterlibatan dalam aktivitas fisik dan pengelolaan berat badan menyoroti saran dan masukan khusus dari dokter untuk merubah perilaku pasien. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya. Dalam sebuah penelitian RCT pada orang dewasa di tempat perawatan primer, individu secara acak akan menerima saran dari dokter untuk berhenti merokok, mengurangi konsumsi lemak dan meningkatkan kegiatan orahraga. Mereka akan cenderung untuk mempercayai saran tersebut karena dinilai relevan dengan kondisi mereka dan dimungkinkan akan melaporkan upaya yang dilakukan untuk berhenti merokok dan membuat perubahan pada pola makannya. Berdasarkan rendahnya

tingkat kesadaran individu dengan kondisi prediabetes, tampak bahwa banyak pasien dengan prediabetes tidak menerima atau tidak mengingat informasi ini. Untuk memaksimalkan dampak dari diskusi yang dilakukan oleh dokter mengenai prediabetes dalam mengurangi insiden diabetes, dokter tidak hanya mengkomunikasikan diagnosis ini pada pasien tetapi juga harus memberikan penjelasan agar pasien benar-benar paham dengan kondisinya. Dokter harus memberikan nasehat pada pasien bahwa memiliki kondisi prediabetes akan meningkatkan kemungkinan terkena penyakit diabetes dan juga berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Manfaat dari modifikasi gaya hidup dalam mengurangi kejadian diabetes juga harus ditekankan. Pada penelitian sebelumnya, lebih dari 50% orang dewasa dengan kondisi prediabetes dilaporkan melakukan beberapa perubahan perilaku untuk mengurangi risiko penyakit dengan cara : mengubah pola makan, berolahraga atau mencoba untuk menurunkan berat badan. Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan bahwa meskipun lebih dari setengah dari subyek penelitian dilaporkan terlibat dalam beberapa tingkat aktivitas fisik dan usaha penurunan berat badan, baik pada kelompok yang menyadari kondisi prediabetesnya (prediabetes-aware) maupun pada kelompok yang tidak menyadari kondisi prediabetesnya (prediabetes-unaware), hanya sekitar sepertiga dari responden saja yang dilaporkan terlibat dalam kombinasi aktivitas fisik sedang dan pengelolaaan berat badan ideal (BMI). Bahkan hanya sedikit sekali responden yang dilaporkan memenuhi target tujuan berupa orahraga sedang selama 150 menit/minggu serta setidaknya mengalami penurunan berat badan sebesar 7%. Tingkat keterlibatan pasien yang rendah menyoroti ketidakmampuan dokter dalam memberikan saran untuk mendukung timbulnya perubahan perilaku dan dibutuhkannya partisipasi pasien yang lebih besar dalam program terstruktur. Banyak intervensi telah menunjukkan bahwa DPP dapat diterjemahkan secara efektif ke dalam perawatan kesehatan di dunia nyata dan di komunitas. Pada tahun 2011, sebuah review sistematis pada 16 penelitian dalam pengaturan yang berbeda menunjukkan bahwa persentase pasien yang mencapai penurunan berat badan setidaknya 7% berkisar antara 18% sampai 49% dalam waktu 6 sampai 10 bulan. Program yang menunjukan tingkat keberhasilan paling tinggi memberikan struktur built-in dengan dukungan manajemen kasus, kontak yang lebih sering, sesi aktivitas yang dipantau, dan yang penting adalah pembuatan rencana individual. Dalam pengaturan perawatan kesehatan, inperson dan pelatih kesehatan online, program gaya hidup kelompok dan program telehealth telah digunakan untuk memberikan intervensi DPP. Menyoroti pentingnya perawat kesehatan profesional dalam mempromosikan perilaku pengurangan resiko diabetes, pengurangan paling kecil dam penurunan berat badan yang cukup besar terlihat pada program DPP yang dilakukan di klinik rawat jalan di rumah sakit dan tempat perawatan primer. Upaya perawatan primer sangat penting, karena memiliki potensi untuk mencapai populasi pasien yang lebih beragam daripada di rumah sakit, pasien yang

sudah terdeteksi di tempat praktek, dan masalah medis lainnya dapat dikelola secara bersamaan sebagai perilaku sehat yang dilembagakan dan didukung. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memeiliki beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan data yang diperoleh dari metode cross-sectional tidak dapat menggambarkan secara akurat penurunan berat badan atau perubahan prilaku respondent setiap saat. Penelitian ini hanya mengumpulkan data dari pernyataan kesediaan responden dan laporan keterklibatan yang kami sediakan, Namun, niat dan upaya untuk terlibat bisa dibilang merupakan langkah awal kunci menuju perubahan perilaku. Ingat bias di antara survei responden, baik dalam hal berat badan sebelumnya dan jumah olahraga yang dilakukan, dapat mempengaruhi validitas hasil dari penelitian ini. Kita juga tidak dapat sepenuhnya menggambarkan dan memeriksa dampak aktivitas fisik "light" pada populasi dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak dapat menggambarkan kesehatan makanan partisipan, dimana makanan ini merupakan unsur kunci untuk menjaga berat badan. Pengaruh social dapat menjadi : mereka menyadari prediabetes lebih mungkin untuk melaporkan perubahan yang seharusnya mereka lakukan. Penelitian ini tidak dapat mengidentifikasi nilai HbA1c pada prediabetes yang mejadi responden dan yang tidak menjadi responden selama survey berlangsung. Penggunaan nilai HbA1c dapat mengidentifikasi orang-orang dengan pradiabetes, pada penelitian ini mungkin terdapat kesalahan pengelompokan orang-orang yang tidak terdiagnosis diabetes sebagai kelompok prediabetes. Namun, tidak ada alasan untuk percaya bahwa suatu kondisi yang tidak terdiagnosis dapat menimbulkan resiko atau resiko terjadinya diabetes karena kebiasaan hidup. Harus di pertimbangkan juga pemeriksaan dan membahas potensi keterlibatan demografi dan predictor klinis terhadap kebiasaan hidup untuk mengurangi risiko diabetes. Akhirnya, ada beberapa faktor tidak tersedia di NHANES, seperti aktivasi, motivasi intrinsik, dan perbedaan penyedia, yang mungkin berguna untuk membedakaan antara pradiabetes yang sadar dan yang tidak sadar terhadap kondisinya.

KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran pada kondisi prediabetes ada hubungannya dengan upaya untuk terlibat dalam pengurangan risiko diabetes dengan mengubah perilaku. Kesadaran pradiabetes dapat memberikan pasien motivasi untuk perubahan perilaku; namun, sebagian besar individu dengan prediabetes tidak menyadari mereka mengalami kondisi pradiabetes. Selain itu, lebih dari 90% dari individu dengan pradiabetes, termasuk orang yang sadar dang-orang yang tidak menyadari diagnosis mereka, tidak memenuhi tingkat sasaran intervensi latihan DPP dan mengurangi berat badan ditemukan efektif dalam mencegah dan menunda terjadinya diabetes. Bagian pelayanan pencegahan Amerika Serikat sedang mempertimbangkan perubahan pada rekomendasi untuk screening diabetes yang kemungkinan diagnosis yang lebih tinggi untuk prediabetes. Rekomendasi ini harus disetujui dan cepat diadopsi oleh penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan tingkat kesadaran prediabetes diantara pasien kami. Penelitian kami juga menunjukkan bahwa meskipun sangat penting untuk mendiagnosa prediabetes dan memberika nasihat kepada pasien tentang bagaimana mengurangi risiko diabetes mereka, ini saja mungkin tidak cukup bagi kebanyakan orang. Penyedia layanan kesehatan harus membangun ikatan yang kuat dengan sistem kesehatan, komunitas dan pembayar untuk meningkatkan ketersediaan bukti berbasis program gaya hidup terstruktur. Kondisi pradiabetes memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam hal ini. Perawatan utama dokter, sistem kesehatan, dan asuransi semua memiliki keinginan yang sama untuk tidak melewatkan kesempatan ini.