BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pisau pemanen sawit dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu pisau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai dengan. faktor penting dalam pencapain produktivitas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

Di susun oleh: Rusdi Ainul Yakin : Tedy Haryadi : DIAGRAM FASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

UNIVERSITAS MERCU BUANA

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB II KERANGKA TEORI

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

Karakterisasi Material Sprocket

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau dipanaskan didalam furnace guna untuk mempermudah proses tempa

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pisau egrek adalah alat yang digunakan untuk pemanen kelapa sawit. Pisau

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Perlakuan panas (Heat Treatment)

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB VI POROS DAN PASAK

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PROSES TEMPERI

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bagian kedua dalam tulisan ini yaitu tinjauan pustaka. Pada bab ini akan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, trasportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Eksplotasi besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang dan logam dan produknya melingkupi hampir 95 % dari produk barang berbahan logam yang dimamfaatkan dalam kehidupan manusia. Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon banyak berperan sebagai peningkatan kekerasan. Perlakuan panas dapat mengubah sifat fisis baja dari lunak seperti kawat menjadi keras seperti pisau. Penyebapnya perlakuan panas mengubah struktur mikro baja dan struktur kristal dari bcc ke fcc yang bersifat paduan dan bila didinginkan tiba-tiba terjadi perubahan struktur kristal dari fcc ke hcp. Salah satu jenis baja yang banyak digunakan adalah tipe AISI 1045. Baja tersebut banyak digunakan pada komponen mesin seperti poros, roda gigi, kontruksi dan alat pertahanan. Sifat yang dimiliki baja ini adalah tahan aus dan keuletan yang baik. 2.1.1 Baja Karbon Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah dan oleh karena itu umumnya sebagiabn besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya (Smallman, 1991) Baja karbon ini digolongkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Baja karbon rendah (<0,30 % C)

6 2. Baja karbon menengah (0,3%-0,7% C) 3. Baja karbon tinggi (0,70% -1,40% C) 1. Baja Karbon Rendah a) Baja karbon rendah mengandung 0,04% C digunakan untuk plat strip dan badan kendaraan. b) Baja karbon rendah mengandung 0,05% C digunakan untuk keperluan badan kendaraan. c) Baja karbon rendah mengandung 0,15% - 0,25% C digunakan untuk kontruksi dan jembatan. 2. Baja Karbon Menengah Baja karbon menengah mengandung 0,03 0,6% C. Baja karbon menengah dibagi menjadi 4 bagian menurut kegunaanya yaitu: a) Baja karbon 0, 35-0,45% C digunakan menjadi roda gigi dan poros. b) Baja karbon 0,4% C digunakan untuk keperluan industri kendaraan, mur, poros, engkol dan batang torak. c) Baja karbon 0,5 0,6 % C digunakan untuk roda gigi. d) Baja karbon 0,55 0,6 % C digunakan untuk pegas. Baja karbon menengah memilliki ciri- ciri a. Memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja karbon rendah. b. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah dan tidak mudah dibentuk oleh mesin. c. Dapat dikeraskan dengan mudah (quenching). 3. Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,6 1,7% C badasarakan kegunaan dibagi menjadi: a) Baja karbon 0,6 0,7% C digunakan untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alat-alat potong.

7 b) Baja karbon 0,75 1,7% C diguanakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin. Baja karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan. b) Sulit dibentuk oleh mesin. c) Mengandung unsur sulfur dan fosofor mengakibatkan kurangnya sifat liat. d) Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik. Pengklasifikasian baja karbon menurut standar American International and Steel Iron (AISI) dan Society for Automotive Engines (SAE) diberi kode dengan empat angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menujukan nominal 1/100 % sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukan kadar karbon 0,45 %. Di samping unsur-unsur karbon sebagai campuran dasar dalam baja terdapat campuran-campuran paduan yang lain yang jumlah persentasinya disesuaikan dengan kebutuhan bahan yang akan dipergunakan. Unsur-unsur itu antara lain: 1. Mangan Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6 % masih belum dapat sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh yang besar pada sturktur baja dalam jumlah rendah. Dengan bertambahnya kandungan mangan maka suhu kritis menurun secara seimbang. Mangan membuat butiran lebih halus, penambahan unsur mangan dalam baja dapat meningkatkan kuat tarik tanpa mengurangi regang, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal (Amanto, 1999)

8 2. Silikon Silikon sampai kadar 3,2% bersifat menurunkan kekerasan besi. Kadar silicon menentukan beberapa bagian dari karbon yang terikat dengan besi, dan beberapa bagian yang terbentuk grifit ( kadar karbon bebas) setelah mencapai keadaan seimbang. Kelebihan silikon akan membentuk ikatan yang keras dengan besi, sehingga dapat dikatakan silikon diatas 3,2 % akan meningkatkan kekerasan (Amanto, 1999) 3. Nikel (Ni) Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekutan tarik atau menaikan sifat kenyal, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25 % maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc (face centered cubic) larut dengan baik dalam austenite dan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc (body centered cubic) laru dengan baik dalam ferrit. Nikel adalah salah satu yang mempunyai bentuk kisi fcc, yang larut lebih baik dalam austenite dari pada dalam ferrit, sehingga mempengaruhi penurunan kacepatan trasformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja (Armanto, 1999). 4. Kromium (Cr) Sifat unsur kromium (Cr) dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis (Cr sejumlah 1,5 % cukup meningkatakan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja mengahsilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dapat dikeraskan (hardenability) lebih baik karena kormium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi. Kromium mempunyai kisi bcc yang lebih baik larut dalam ferrit (Amanto, 1999).

9 2.1.2 Baja Paduan Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi menjadi: 1. Baja paduan rendah (low-aloy steel ), jika elemen paduan 2,5 % misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain. 2. Baja paduan menengah (medium-aloy steel ), jika elemen paduannya 2,5-10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain. 3. Baja paduan tinggi (high- alloy steel) jika elemen paduannya > 10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain. Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerasan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja padauan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (Amanto, 1999). 2.2 Diagram Fasa Fe C Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.1 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasioperasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan. Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan cast iron. Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 2%, sedangkan cast iron adalah paduan besi dengan karbon diatas 2%. Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan 2% karbon disebut dengan hyperetectoid.

10 Pemanasan pada suhu 723 0 C dengan komposisi 0,8 % C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenite. Gambar 2.1. Diagram Besi Karbon (Fe-C) (Sumber: file.upi.edu) Ketika paduan A (A 1 ) mencapai suhu 723 0 C (suhu eutektoid) sisa austinit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena

11 itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe 3 C). ketika paduan A (A 3 ) mencapai suhu 910 0 C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenite. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (A cm ) transformasi Fe 3 C menjadi austenite secara keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh system austenite fcc dengan kadar karbon 0.95 %. Dari gambar (2.1), andaikan suatu bahan dipanaskan sampai sekitar suhu 800-1200 0 C dengan komposisi 0,68 % karbon sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 600 0 C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 738 0 C, fasa gamma sebagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam pearlit dan austenite akan bertransformasi menjadi karbida (sementit). Adaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir. Adapun macam macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut: 1. Ferrit Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotektoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70-100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi. 2. Austenit Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenite lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN.

12 3. Sementit Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC 4. Perlit Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak. 5. Bainit Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperature transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. 6. Martensit Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi. 2.3 Mekanisme Penguatan Logam Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur (Al Hasa, 2007) 1. Pengerasan regang (strain hardening) Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebapkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras. 2. Larut padat Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom

13 asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atomatom asing ini dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras. 3. Fasa kedua Penguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut. Pergarakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan memperkeras logam. 4. Prespitasi Pengerasan logam dapat juga ditingkatkan dengan proses prespitasi yaitu pengerasan melalui partikel endapan fasa yang halus dan menyebar. Distribusi prespitat dalam bentuk partikel endapan fasa kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal sress). Tegangan yang ditimbulkan semakin besar sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya kekuatan atau kekerasan. Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan aging. Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih dipanaskan pada suhu tertentu sehingga senyawa fasa tersebut akan larut-padat dalam satu fasa yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh tersebut kemudian mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi ini akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging.

14 5. Dispersi Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras. 6. Penghalusan butir dan tekstur Penguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel-satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan

15 proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya memiliki orientasi tertentu. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis, seperti dengan proses pengerolan. 2.4 Poros Poros merupakan salah satu bagian terpenting dalam setiap mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran. Poros adalah suatu bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang elemenelemen seperti : kopling, roda gigi, pully, roda gila, dll. 2.4.1 Macam-macam poros Poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut: 1. Poros transmisi Poros semacam ini mendapat beban puntir murni atau puntir lentur. Daya yang ditransmisikan ke poros di teruskan melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sprocket rantai, dan berbagai macam mekanisme penerus daya yang lain. 2. Spindle Poros dapat diklaisfikasikan dalam jenis spindle bila beban utamanya berupa beban puntir dan bentuknya relatif pendek seperti pada mesin perkakas. Syarat yang harus dimiliki oleh jenis poros ini adalah deformasinya harus cukup kecil dan bentuk serta ukuranya harus cukup teliti. 3. Gandar Poros seperti yang dipasang di antara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir bahkan kadang tidak boleh berputar seperti

16 gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula-mula dimana akan mengalami beban puntir juga. Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja karbon yang diffinisi dingin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang dikil (baja yang dioksidasikan dengan ferrosilicon dan dicor), kadar karbon terjamin. Jenis-jenis baja S-C beserta dengan sifat-sifatnya dapat dilihat dari tabel 2.1 Tabel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros Standar dan Macam Baja karbon konstruksi mesin JIS G 4501 Batang baja yang difinis dingin Lambang S 30 C S 35 C S 40 C S 45 C S 50 C S 55 C S 35 C-D S 45 C-D S 55 C-D Perlakuan Panas Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan - - - Kekuatan Tarik (kg/mm 2 ) 48 52 55 58 62 66 52 60 72 (Sumber: Sularso, 1994) Keterangan Ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara halhal tersebut. Tegangan geser yang di izinkan untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dengan berbagai cara. Salah satunya dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kirakira 45% dari kekuatan tarik (tegangan batas). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai dengan standar ASME. 2.5 Proses Termomekanikal Proses termomekanikal pertama kali dikemukakan oleh Lips dan Van Zulein pada tahun 1954 (Leslie, 1982). Mereka menghasilkan sumbangan besar dalam prospek meningkatan sifat mekanis material dengan macam-macam kombinasi antara perlakuan panas dan mekanik. Untuk beberapa alasan, proses ini

17 tidak diadopsi secara luas di bidang industri pada masa itu, tetapi sekarang proses ini menjadi sebuah pilihan untuk meningkatkan kekuatan suatu material. Adapun proses termomekanikal adalah suatu proses dimana terdapat dua perlakuan pada suatu material. Proses pertama adalah proses termal, dimana material dipanaskan yang dapat membuat material tersebut menjadi lebih keras ataupun lebih lunak. Proses kedua adalah proses mekanik, dimana proses ini merupakan pemberian suatu penempaan, pengerolan atau pemotongan. Secara umum proses termomekanikal pada baja merupakan proses deformasi yang sangat panas pada kondisi austenik yang kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang terkontrol. Proses termomekanikal ini merupakan salah satu cara untuk mengecilkan diameter butir dan menambah jumlahnya. Dengan ukuran butir yang kecil dan banyak akan mempengaruhi kekerasan. Kekerasan baja akan meningkat akibat butir kecil dan banyak tersebut. Butir yang kecil dan banyak akan menghambat pergerakan dislokasi, sehingga dengan terhambatnya dislokasi maka material akan sulit untuk terdeformasi. 2.6 Pengujian Tarik Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.2. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik ( L) terhadap panjang batang mula-mula (L 0 ). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σ eng ), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A 0 ).

18 Gambar 2.2 Kurva tegangan regangan baja Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.1). F (2.1) Ao Dimana: σ = Tegangan tarik (MPa) F = Gaya tarik (N) A o = Luas penampang spesimen mula-mula (mm 2 ) Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.2). L (2.2) L Dimana: L L-L 0

19 Keterangan: ε = Regangan akibat gaya tarik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm) Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3) E = σ / ε (2.3) E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve). Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas, tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khususnya yang memiliki struktur bcc dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 atau 0,2 %. Di sini ditarik garis sejajar dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2 %. 2.7 Pengujian Kekerasan Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000). Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam

20 dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan ( Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak,. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm 2 dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.4). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm 2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi { ( ) } (2.4) dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/d harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama. Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi. 2.8 Analisa Struktur Butir Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tidak teratur antarbutir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Dan gambar hanya menampilkan penampang tertentu. Gelembung polyhedral yang terbentuk bila larutan sabun kita kocok merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan batas butirnya. Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir,

21 makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch yang dirumuskan pada persamaan (2.5). (2.5) Dimana: σ y = Tegangan luluh σ 1 = Tegangan friksi (friction stress) k= Koefisien penguat (strengthening coefficient) d= ukuran (diameter) butir 2.8.1 Pertumbuhan Struktur Butir Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya (Alexander, 1991). Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada jumlah panas yang dapat dilepaskan. Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran padat. Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama bertambah besar akibat kepindahan atom dari cairan kebahan padat. Akhirnya, semua cairan bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan titik pertemuan pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah kelompok bertambah dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga akhirnya saling bertemu. Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah butir yang banyak atau disebut logam padat berbutir halus. Bila logam direntangkan melampaui batas elastik dan mengalami deformasi tetap sebagian energi deformasi tertumpuk dalam butir sebagai distorsi kisi dan rangkaian dislokasi. Struktur coran logam yang langsung membeku dari

22 cairan tidak mengadung energi deformasi mekanik. Oleh karena itu, struktur akan stabil dan hampir-hampir tidak mempunyai kecederungan untuk berubah. Pemanasan hingga suhu tinggi hanya akan mengubah bentuk butir secara terbatas, terkecuali pada besi dan baja. Pada logam ini, transformasi struktur padat terjadi jauh dibawah titik cair, dan mempunyai efek memperhalus butir struktur coran. Akan tetapi, umumnya bahan teknik tidak mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai dipecahkan secara mekanik. 2.8.2 Perhitungan Diameter Butir Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan N A. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri (Sumber: ASTM E 112-96, 2000) Jumlah butir bagian dalam lingkaran (N inside ) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (N intercepted ) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.5).

23 ` (2.5) Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 2.2 Tabel 2.2 Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries Perbesaran (M) Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm 2 1 0.0002 10 0.02 25 0.125 50 0.5 75^ 1.125 100 2.0 150 4.5 200 8.0 250 12.5 300 18.0 500 50.0 750 112.5 1000 200.0 Sumber: ASTM E 112-96, 2000