Jurnal JPE-UMUM/TST/TEI/TMI/TKM/TAP/TGT., VOL. XX-A/B/C/D/E/F, No. xx, BULAN XX TAHUN 2013 EVALUASI MONITORING SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN SCADA GATEWAY DAN REMOTE TERMINAL UNIT (STUDI KASUS TRAGI TELLO) Nadjamuddin Harun, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Email address: Nadjamuddinharunms@yahoo.com Abstrak Paper ini bertujuan mengevaluasi keandalan dan akurasi sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL pada Area Pengatur dan Pembagi Beban (AP2B). Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data impedansi saluran, dan data hasil pengukuran RTU yang terdiri dari data bus, tegangan, injeksi MVAR dan data beban sistem kelistrikan SULSELTRABAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metering sistem SCADA Gateway memiliki akurasi hingga 4 angka di belakang koma dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan analog. Wiring yang lebih sederhana memungkinkan perbaikan dan pemeliharaan sistem yang lebih sederhana dan resiko kerusakan sistem yang lebih sedikit. Resiko kehilangan data juga sangat kecil karena SCADA Gateway sekaligus berfungsi sebagai control center. Dengan akurasi yang sangat tinggi sehingga error yang mungkin terjadi sangat kecil.. Kata-kunci: Sistem Monitoring, SCADA Gateway I. Pendahuluan Perkembangan dan kemajuan dalam bidang kelistrikan dan elektronika yang semakin pesat sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi listrik sehingga dibutuhkan peningkatan dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembanan, transmisi, distribusi, pelayanan pelanggan hingga monitoring, yang utamanya ditujukan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman, dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien. Sistem pemantauan merupakan salah satu sistem yang sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem tenaga listrik. Pengembangan site mini pun meningkat pesat, mulai dari pengembangan sistem pengaturan konvensional dimana setiap sub sistem seperti gardu induk memerlukan operator, kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan yang terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi yang berarti fungsi operator di ambil alih sepenuhnya oleh operator control center. [1,4] PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR melakukan sebuah inovasi sistem pemantauan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway menggantikan sistem konvensional yang mengunakan Remote Terminal Unit (RTU) dengan tranducer. Berdasarkan hal di atas, maka penulis menganggap perlu untuk melakukan evaluasi terhadap sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada. II. Sistem Monitoring Sistem monitoring merupakan satu diantara tiga fungsi utama security sistem yang dilakukan di control center operasi. Sistem monitoring memberikan informasi up to date kepada operator sistem tenaga berkaitan dengan kondisi pada suatu sistem. Termasuk jumlah pasokan peralatan pada kelompok beban, pengoperasian yang efektif dan pengukuran kuantitas kritis dan mentransmisikan hasil pengukuran ke control center. Masalah pemantauan arus listrik dan tegangan pada sistem transmisi sangat penting dalam menjaga keamanan sistem, oleh karena itu sejalan dengan kemajuan teknologi, pihak yang terkait senantiasa melakukan inovasi peningkatan mutu Supported by IEEE Indonesia Section Hal 50
sistem monitoring untuk memenuhi kebutuhan sistem monitoring dengan biaya yang lebih hemat. [6] Sistem kelistrikan Sulawesi Selatan yang dikelola oleh PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELTRABAR terdiri dari 37 bus dan 44 buah cabang saluran yang terinterkoneksi melalui jaringan transmisi dengan dengan tegangan kerja 150, 70 dan 30 KV. Sistem monitoring kelistrikan PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELTRABAR menggunakan sistem SCADA yang menggunakan Remote Terminal Unit (RTU). Berikut data Gardu Induk dan penempatan RTU pada sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan. Data RTU yang dipasang pada gardu induk PT PLN persero wilayah SULSELTRABAR Tabel 1 Kondisi RTU yang Terpasang di GI No Gardu Induk RTU Kondisi GARDU INDUK YANG TERHUBUNG DENGAN MASTER 1 Bakaru RTU S900 Baik 2 Bakaru RTU S900 Baik 3 150 RTU S900+SDG Baik 4 70 RTU S900 Baik 5 30 RTU S900 Baik 6 Sengkang RTU S900 Baik 7 Suppa RTU S900 Baik 8 Panakkukang SICAM PAS Baik 9 Pare pare RTU S900 Baik 10 Pangkep RTU S900 Baik 11 Bontoala RTU S900 Baik 12 Borongloe RTU S900 Baik 13 Tallo Lama RTU S900 Baik 14 Mandai RTU S900 Baik 15 Daya RTU S900 Baik 16 Bone RTU S900 Baik 17 Barru RTU SCOUT Baik 18 Pinrang RTU S900 Baik 19 Sidrap RTU S900 Baik 20 Soppeng RTU S900 Baik 21 Polmas RTU S900 Baik 22 Takalar RTU S900 tidak 23 Sungguminasa RTU S900 Baik 24 Bosowa RTU S900 Baik 25 Majene RTU S900 Baik 26 Tanjung Bunga RTU S900 Baik Lanjutan Tabel 1 No Gardu Induk RTU Kondisi GARDU INDUK YANG TERHUBUNG DENGAN MASTER 27 Maros REMOTE Baik 28 Tonasa REMOTE Baik 29 Training AP2B RTU S900 Baik GARDU YANG TIDAK TERHUBUNG DENGAN MASTER TAPI MEMILIKI REMOTE 30 Bulukumba RTU S900 Tidak 31 Jeneponto RTU D20 Baik 32 Makale REMOTE Baik 33 Palopo REMOTE Baik GARDU INDUK YANG TIDAK MEMILIKI REMOTE 34 Sinjai - 35 Mamuju - Sumber: AP2B PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELTRABAR Berdasarkan data di atas, tidak semua bus dan saluran dapat di-monitoring melalui Control Centre. Pada saat data ini diambil gardu induk yang dilengkapi dengan SCADA Gateway adalah Gardu Induk 150. III. Sistem Scada Sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisiton) telah dikenal dan mulai diimplementasikan di PLN sejak awal tahun 1980. Sistem ini biasanya dikombinasikan dengan sistem kontrol pengawasan yang memungkinkan operator untuk mengendalikan pemutus sirkuit dan pemutusan saklar dan perubahan tap transformator jarak jauh. Sistem SCADA dibagi menjadi dua komponen penting yaitu: Master Station atau Control Center, berfungsi sebagai pusat monitoring, control dan data dari Remote Station. Remote Station, berfungsi mengumpulkan data-data yang dibutuhkan Master Station dan meneruskan perintah Master Station ke peralatan di GI/pemban. Remote station Supported by IEEE Indonesia Section Hal 51
dapat terdiri dari gateway, IED, local HMI, RTU, dan meter energy. Sarana komunikasi berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara Master Station dengan Remote Station. [2] Sistem ini memungkinkan beberapa operator untuk memantau sistem pembanan dan transmisi tegangan tinggi dan eksekusi tindakan untuk memeperbaiki kelebihan beban dan over voltage. IV. Remote Terminal Unit (RTU) Remote Terminal Unit adalah salah satu dari suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas. Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pemban sebagai peralatan yang diperlukan oleh control center untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses, untuk melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering. [3.7] Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsifungsi dasar sebagai berikut: 1. Mengakuisisi data-data analog maupun sinyalsinyal indikasi. 2. Melakukan control buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya. 3. Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus, tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian. 4. Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian. V. Fungsi-fungsi RTU Fungsi-fungsi remote terminal unit antara lain: [5] a. Sebagai perangkat pemproses sinyal, RTU dirancang untuk melakukan proses-proses sebagai perangkat pemproses pengiriman data ke pusat pengendalian sistem seperti: Perubahan status peralatan gardu Perubahan besaran-besaran analog Perubahan besaran signal Pembacaan harga-harga pulsa akumulator Pembacaan besaran-besaran analog b. Memproses data-data perintah yang datang dari satu, dua atau tiga control centre, mengirim data-data jawaban/hasil pengukuran/pemantauan ke pusat pengendali yang sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berdasarkan konfigurasinya maka suatu RTU pada dasarnya dapat menangani atau memproses fungsi-fungsi sebagai berikut: a. Akuisisi data logic (pensinyalan jarak jauh) b. Akuisisi data analog (pengukuran jarak jauh) c. Restitusi data logic (pengendalian jarak jauh) d. Akuisisi sinyal jarak jauh e. Pengaturan set point, tap charger (untuk setting transformator), pengaturan perputaran generator dan sebagainya. RTU yang digunakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SUSELTRABAR adalah RTU S900 yang digunakan di GI-GI dengan I/O yang lebih banyak. RTU S900 ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain : RTU S900 selain bisa dipakai sebagai RTU simple atau satelit juga bisa di pakai sebagai RTU Concentrator. Kapasitas dan kemampuan RTU S900 lebih besar Mempunyai beberapa protocol sehingga memungkinkan apabila akan terjadi penggantian Master Station Hemat line data apabila RTU S900 di jadikan RTU Concentrator Gambar 1: Arsitektur Gardu Induk Konvensional ( RTU) Arsitektur gardu induk konvensional masih menggunakan wiring kabel, mulai dari marshaling kiosk di switch yard ke control room hingga ke Remote Terminal Unit. Metering sistem konvensional ini menggunakan transducer atau alat metering analog yang akan dihubungkan dengan control center pada HMI. Supported by IEEE Indonesia Section Hal 52
Selain kelebihan yang dimiliki oleh Remote Terminal Unit (RTU), seperti yang telah dibahas pada hasil penelitian, analisis keamanan sistem tenaga listrik 20 Desember 2012. Ada beberapa kekurangan yang dimiliki oleh sistem monitoring PT. PLN (Persero) dengan menggunakan RTU, antara lain: a. Sistem Wiring yang sangat rumit Pengembangan remote station dengan cara konvensional menggunakan Remote Terminal Unit (RTU) membutuhkan SDM yang memadai dan waktu pengerjaan yang lama karena harus dilakukan wiring point to point. Gambar 2: Wiring Sistem dengan menggunakan sistem konvensional SCADA Gateway ini juga berfungsi sebagai remote station SCADA. Dengan kemampuan sebagai concentrator dan protocol conventer, alat ini dapat berhubungan dengan sistem RTU yang lama, sekaligus dengan peralatan baru yang memiliki protokol yang berbeda-beda. Waktu integrasi sistem baru ke SCADA lebih cepat, karena tidak ada lagi wiring point to point, melainkan hanya wiring komunikasi data antar peralatan ke sistem SCADA gateway. Kemudian untuk pembacaan metering dari pemban, dapat memanfaatkan IED IED meter pada ketiga GI tersebut. Intelligent Electronic Device (IED) merupakan peralatan elektronik berbasis mikroprosesor yang memiliki fungsi tertentu untuk melakukan telekontrol, telemetering, telesignal, proteksi, dan meter energy. IED yang terpasang pada remote station harus bisa berkomunikasi dengan gateway sesuai dengan protocol yang sudah ditetapkan dalam standard. b. Adanya beberapa Gardu Induk yang tidak terhubung dengan master station dan beberapa yang lain tidak memiliki remote station sehingga hasil pengukuran di GI tersebut tidak dapat dikomunikasikan ke control center melalui sistem SCADA. VI. SCADA Gateway Berdasarkan kekurangan di atas, PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELTRABAR sedang melakukan pengembangan sistem monitoring berbasis software yang dikenal dengan nama SCADA Gateway. SCADA Gateway yang dapat mengenali berbagai jenis peralatan dengan protokol yang berbeda untuk kemudian dikumpulkan dalam satu sistem dan dihubungkan dengan Human Machine Interface (HMI) untuk pemantauan secara real time, terpusat dan berbasis database. Gambar 3: Arsitektur Gardu Induk semi Gateway SCADA Gateway ini juga berfungsi sebagai remote station SCADA. Dengan kemampuan sebagai concentrator dan protocol conventer, alat ini dapat berhubungan dengan sistem RTU yang lama, sekaligus dengan peralatan baru yang memiliki protokol yang berbeda-beda. Waktu integrasi sistem baru ke SCADA lebih cepat, karena tidak ada lagi wiring point to point, melainkan hanya wiring komunikasi data antar peralatan ke sistem SCADA gateway. Supported by IEEE Indonesia Section Hal 53
6 N O A OOO130 P*8x50 RST Bay Networks PWR ALM FAN1 PWR0 PWR1 FAN0 ALM RS 232C LINK ETHER INS ACT ALM PC CARD Centillion 1400 SD 6 N O A OOO130 P*8x50 RST Bay Networks PWR ALM FAN1 PWR0 PWR1 FAN0 ALM RS 232C LINK ETHER INS ACT ALM PC CARD Centillion 1400 SD 6 N O A OOO130 P*8x50 RST Bay Networks PWR ALM FAN1 PWR0 PWR1 FAN0 ALM RS 232C LINK ETHER INS ACT ALM PC CARD Centillion 1400 SD Jurnal JPE-UMUM/TST/TEI/TMI/TKM/TAP/TGT., VOL. XX-A/B/C/D/E/F, No. xx, BULAN XX TAHUN 20xx VII. Pengembangan SCADA Gateway di Tragi TRAGI (Transmisi dan Gardu Induk) merupakan salah satu TRAGI yang terletak di dalam kota Makassar dan mempunyai peran yang sangat vital pada sistem kelistrikan di Sulawesi Selatan dan Barat yang terdiri dari beberapa unit pemban dan gardu induk dengan konsumen konsumen besar. Ada 3 buah GI pada TRAGI TELLO yaitu GI TELLO 150 KV, GI TELLO 70 KV dan GI TELLO 30 KV. Ketiga GI ini telah masuk dalam sistem SCADA AP2B Sistem SULSEL. Spesifikasi remote station ketiga GI ini awalnya menggunakan RTUS900 (Gambar 3). Master Station AP2B SISTEM SULSEL Gambar 5 : Konfigurasi sistem SCADA Gateway Tragi Penempatan SCADA Gateway di GI TELLO 150 KV dengan pertimbangan antara lain GI ini merupakan GI terdekat dengan kantor TRAGI dimana pada kantor TRAGI ini dilengkapi dengan lokal HMI untuk GI GI asuhannya. RTU S900 GI TELLO 150 KV RTU S900 GI TELLO 70 KV RTU S900 GI TELLO 30 KV Keterangan: Protocol IEC 60870-5-101 Gambar 4: Konfigurasi Remote station GI TELLO 150, 70, 30 kv (awal) Selanjutnya dikembangkan dengan penambahan protokol-protokol yang lain yang dihubungkan dengan RTU dan menghubungkan dengan sistem telemetering dengan menggunakan IED. Pengembangan ini tidak menonaktifkan RTU dan menggantinya dengan sistem gateway secara keseluruhan, melainkan dengan menghubungkan RTU yang telah ada dengan IED SCADA gateway. Gambar 6: Tampilan HMI GI TELLO 30 KV Inovasi ini memiliki dua fungsi utama yakni sebagai remote station yang terhubung ke master station di control center dan sebagai pusat data Substation Automation di lokal gardu induk yang dilengkapi dengan Human Machine Interface (HMI) untuk pemantauan sistem secara menyeluruh oleh operator. VIII. Data-data yang Diperoleh VIII.1 Data Pengukuran RTU dan IED Tabel 2 Data pengukuran RTU dan IED Saluran Konvensional Scada Gateway Supported by IEEE Indonesia Section Hal 54
MW MVAR MW MVAR -Tlama 20.2 1.7 19.601 2.706 B.loe- 0 0 0.068 0.159 Panakkukang- 40.9 8.3 20.264 5.981 Bosowa- -20 4-18.314 2.673 Pangkep 57 0-31.778 0.891 Sungguminasa- -41-4 8.415 3.135 Data-data yang diperoleh dari Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) sistem Sulawesi Selatan berupa data bus, data line dan hasil pengukuran dengan menggunakan Remote Terminal Unit (RTU) dan IED terdiri dari data beban, Daya Aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR). Paper ini membutuhkan data aliran daya tanggal 13 Februari 2011 TRAGI TELLO sebagai data yang akan dijadikan bahan acuan paper sistem monitoring. Data di atas diambil pada tanggal 5 Mei 2010 pada saat TRAGI masih menggunakan metode konvensional dan data tanggal 13 Januari 2011 pada saat TRAGI telah menggunakan SCADA Gateway. VIII.2 Data Aliran Daya Nama Tipe Tabel 3. Data Aliran Daya Teg (KV) Beban gki tan P Q P Q Bakaru Slack 152.3 5.136 1.437 62.1-4.8 Polmas Beban 154.99 5.328 1.861 0 0 Majene 155.6 4.765 1.439 0 0 Pinrang Parepare 149.989 5.552 1.936 0.6 0 Beban 148.896-4.497-0.079 0 0 Suppa 148.896 15.32 0 51.8 16.5 Barru Beban 147.99 1.243 0.692 0 0 Pangke 15.78 Beban 144.78 p 7 5.385 0 0 Bosowa Beban 147.2 18.76 0 0 0 145 44.12 18.2 138 81.2 19.27 Beban 147.89 24 lama 1 0 0 Panaku 42.75 Beban 142.67 kang 1 6.49 0 0 S.Mina Beban 148.33 11.02 2.639 0 0 sa 1 Tjg. 15.16 Beban 145.89 Bunga 1-0.044 0 0 Soppen g Beban 154.893 3.371 6.727 0 0 Sengka 14.77 71.2 151.45 5.296 219 ng 3 3 Bone Beban 148.513 18.63 7 5.86 0 0 Maros Beban 68.073-0.025 0.016 0 0 Mandai Beban 69.292 32.86 6 25.91 0 0 Lanjutan tabel 3 Nama Daya Tipe Teg (KV) 69.616 Beban gki tan P Q P Q - 22.66 7-1.32 0 0 B.loe Beban 69.574 0.158-6.142 0 0 9.33 Bt.ala 69.602 41.23 15.57 13 4 Data diatas diperoleh berdasarkan hasil pengukuran aliran daya di tiap gardu induk.berdasarkan hasil pengukuran tranducer pda sistem konvesional dan IED pada sistem Gateway. VIII.3 Data Perbandingan Hasil Estimasi dan Hasil Pengukuran Aliran daya Tabel 4. Perbandingan Hasil Estimasi dan Hasil Pengukuran Aliran Daya No. V(pu) V aliran daya Error 1 1.015 1.0150 0.0000 2 1.0057 1.0330 0.0273 3 1.009 1.0370 0.0280 4 1.0044 0.9990 0.0054 5 0.998 0.9920 0.0060 6 0.9997 0.9920 0.0077 7 0.9711 0.9860 0.0149 8 0.9649 0.9650 0.0001 9 0.9493 0.9810 0.0317 10 0.946 0.9670 0.0210 11 0.9445 0.9860 0.0411 12 0.9449 0.9510 0.0063 13 0.9447 0.9870 0.0445 14 0.9425 0.9730 0.0289 15 0.9441 0.9690 0.0337 16 1.0027 0.9920 0.0026 Supported by IEEE Indonesia Section Hal 55
17 0.9946 1.0130 0.0211 18 0.9919 1.0000 0.0294 19 1.0294 1.0130 0.0186 20 1.0316 1.0090 0.0015 21 1.0105 0.9900 0.0190 22 1.009 0.9600 0.0126 23 0.9474 0.9590 0.0132 24 0.9458 0.9600 0.0453 25 1.0053 0.9920 0.0112 26 1.0032 0.9870 0.0065 27 0.9935 0.9720 0.0575 28 1.0295 0.9940 0.0355 29 1.0371 0.9500 0.0871 30 1.0355 0.9940 0.0415 State estimasi adalah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya bad measurement pada alat ukur. Metode state estimasi yang digunakan biasanya metode weiht least square (WLS). IX.Evaluasi Keandalan Sistem Monitoring SCADA Gateway dengan metode konvensional Berdasarkan hasil evaluasi monitoring SCADA Gateway konvensional diperoleh: 1. SCADA Gateway memiliki akurasi metering yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional yang menggunakan metode analog berdasarkan tabel 2. 2. Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa perbandingan hasil state estimasi dengan aliran daya PT. PLN berkisar antara 0.000 pada bus 1 hingga error tertinggi mencapai 0.0871 pada bus 29. Dengan nilai toleransi error yang ditetapkan sebesar 0.05 maka dari hasil state estimasi terdapat 2 (dua) pengukuran yang tidak memenuhi, dimana terdapat nilai x = 0.0575 pada bus 27 dan x= 0.0871 pada bus 29. Ini terjadi pada bus yang masih menerapkan sistem konvensional. Sehingga resiko terjadinya kesalahan ukur pada RTU dengan menggunakan transducer lebih besar dibandingkan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway. 3. Pada SCADA Gateway terdapat backup data di masing-masing GI, sehingga jika putus komunikasi atau gangguan di Control Center, data-data masih dapat diperoleh di masingmasing GI. Sedangkan pada metode konvensional terdapat resiko terputusnya komunikasi sehingga data pengukuran dapat hilang. 4. Operator Lokal di GI dapat mengoperasikan GI terkait melalui lokal HMI. Sedangkan pada RTU terpusat di control center. 5. Dengan SCADA Gateway, yang memiliki sumber yang sama dengan yang terkirim ke Control Center, kesalahan data yang terkirim ke Pusat Kontrol dapat diminimalkan, karena operator GI dapat membandingkan data di komputer lokal dengan data yang di control panel setiap saat bila dideteksi ada kesalahan data. 6. Sistem wiring sederhana, karena tidak dibutuhkan lagi wiring point to point dari control panel ke kubikel interface sisi RTU, tapi wiring langsung dilakukan di panel kontrol ke IED atau Distributed I/O, lalu output dihubung ke SCADA Gateway. Gambar 7: Arsitektur Gardu Induk Konvensional dan SA 7. Metering dengan IED meter lebih efektif dan dipantau dari lokal/pusat kontrol. 8. Selain sebagai remote station di gardu induk, SCADA Gateway juga berfungsi sebagai pusat data Substation Automation (SA) yang dilengkapi dengan Human Machine Interface (HMI). 9. Data data dari IED proteksi dan meter energy terkumpul dalam satu sistem database Supported by IEEE Indonesia Section Hal 56
dan dimanfaatkan bersama untuk fungsi SCADA dan SA. 10. Tingkat ketelitian yang lebih tinggi untuk point telemetering dengan memanfaatkan Power Meter (IED berbasis full-digital) dibandingkan dengan transduser yang masih menggunakan teknologi semi analog. 11. SDM yang diperlukan untuk pengembangan sistem ini lebih sedikit, mengingat waktu dan metode yang digunakan lebih efisien dan efektif. 12. Dengan sifat sistem yang fleksibel, hardware sistem tidak obsolete dan lebih mudah dikembangkan untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan. 13. Penerapan teknologi yang dapat diakses baik secara lokal gardu induk maupun dari control center, sangat berguna untuk memantau peralatan kelistrikan yang terinterkoneksi secara menyeluruh sehingga mampu meningkatkan keandalan sistem tenaga listrik. DAFTAR PUSTAKA [1] Wood, Allen J., B. F. Wollenberg, 1996. Power Generation, Operation, and Control. New York: John Wiley & Sons, Inc. [2] Arief Basuki, Timbar Imam Priadi, Anita Puspita Sari, 2010. SCADA GATEWAY, Solusi Cerdas untuk Pengembangan Substation Automation: PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL, SULTRA, dan SULBAR, AP2B Sistem SULSEL, Makassar [3] Bonar Pandjaitan, 1999. Teknologi Sistem Pengendalian Tenaga Listrik Berbasis SCADA, Prenhallindo, Jakarta. [4] Trosten Cegrell,1986. Power System Control Technology, Prentice/Hall Company. [5] Rakesh Babba, 2010. Detecting False Data Injection Attacks Against DC State Estimation: University of Illinois Urbania [6] Reynaldo Fransisco Nuqui, 2001. State Estimation and Voltage Security Monitoring Using Synchronized Phasor Measurements: Blacksburg, Virginia. [7] T. Kerdchuen, W. Ongsakul, 2006. Measurement and RTU Placement for State Estimation by Loop Decompotition: Issue and Prospects for GMS X. Kesimpulan dan Saran X.1 Kesimpulan 1. SCADA gateway sebagai sistem monitoring terpusat dan berbasis database untuk keperluan operasional, pemeliharaan dan analisa gangguan pada sistem Subtation Automation memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional 2. Pemeliharaan yang lebih mudah karena sistem wiring yang sangat simple dibandingkan dengan sistem konvensional 3. Keamanan hasil measuring dapat terjaga karena terdapat local HMI pada tiap gardu induk. X.2 Saran SCADA Gateway dapat dikembangkan di Gardu Induk yang lain untuk kebutuhan peningkatan keandalan sistem monitoring PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR. Supported by IEEE Indonesia Section Hal 57