1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan.

Latar Belakang. Tabel 1 PDB tekstil, barang kulit dan alas kaki atas dasar harga berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda sejak pertengahan tahun menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun belakangan ini, pelaku bisnis di Indonesia seakan

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa juga

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian ini sebagai faktor internal perusahaan yaitu Return on Asset (ROA), Debt

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk memaksimalkan hasil (return) yang diharapkan dalam batas

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Eddy Cahyono (2012), Era globalisasi telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. 60 saham terbesar di pasar regular. 2) selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai

BAB I PENDAHULUAN. diterima untuk tiap investor. Tujuan utama dari aktivitas pasar modal adalah

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pihak yang memiliki

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi pasar modal memiliki peran yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. Penggunaan amplas di Indonesia sudah lama dikenal oleh. masyarakat namun pada saat itu penggunaannya masih terbatas untuk

1. Tinjauan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan konsumen terutama kebutuhan mengenai fashion, baik di bidang

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal dan industri sekuritas menjadi tolak ukur

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bagus untuk memperoleh keuntungan. kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. karena pendanaan melakukan usaha dalam mendapatkan dana. Dana untuk sebuah

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan dan untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan. harus memiliki strategi yaitu melalui pemegang saham.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. (Sinambela, 2009). Pada dasarnya tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap

BAB I PENDAHULUAN. representasi untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. dan harus siap dalam menghadapi pasar bebas dimana setiap sekat. dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi ini, negara-negara besar telah menaruh perhatian besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perdagangan Bebas Asean-China (ACFTA) semakin

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, industri ini memiliki potensi untuk berkembang. Industri tekstil di Indonesia memiliki kontribusi positif terhadap perekonomian nasional. Industri tekstil mampu menyumbang kontribusi sebesar 2.1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2009 (BPS 2010). Sumbangan devisa yang dihasilkan pada tahun 2009 mencapai USD 9 milyar. Indonesia menjadi eksportir terbesar ke 8 dunia untuk ekspor pakaian dan eksportir ke 11 dunia untuk ekspor tekstil (WTO 2011). Kemampuan Indonesia menjadi negara eksportir tekstil tidak terlepas dari ketersediaan tenaga kerja murah yang menarik investor untuk membangun pabrik di Indonesia. Keberadaan pabrik tekstil ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar yakni sebesar 1.29% dari total tenaga kerja nasional pada tahun 2010 (Asosiasi Pertekstilan Indonesia 2011). Jika ditinjau dari perannya yang sangat strategis maka industri tekstil termasuk dalam industri prioritas yang diharapkan dapat terus berkembang. Namun demikian, pengembangan industri tekstil di Indonesia bukan tanpa kendala. Kebijakan perdagangan tekstil, baik internasional maupun regional, membawa industri tekstil kepada tingkat persaingan yang semakin ketat. Kebijakan perdagangan tekstil internasional seperti penghapusan kuota impor pada tahun 2005 oleh negara pasar utama tekstil dunia, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Canada menyebabkan pasar yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka, sehingga menambah pasar bagi negara-negara produsen tekstil lainnya. Terbukanya pasar-pasar baru tersebut dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi ekspor tekstil Indonesia. Peluang yang ada adalah Indonesia dapat meningkatkan ekspor tekstil tanpa terhalang kuota, sedangkan ancaman yang datang adalah Indonesia harus mengamankan pangsa pasar yang telah dikuasai sebelumnya, dimana ekspor tekstil Indonesia dengan menggunakan kuota adalah 40% dari total ekspor (Kemenperin 2001). Selain kebijakan penghapusan kuota impor, kebijakan perdagangan regional antara ASEAN dengan China juga akan meningkatkan

persaingan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Industri tekstil dalam negeri harus berhadapan dengan produk tekstil dari China yang harganya semakin murah dengan diturunkannya tarif bea masuk. Ketatnya persaingan di pasar luar negeri menyebabkan kinerja pertumbuhan ekspor tekstil nasional cenderung menurun. Selain mengalami penurunan dipasar ekspor, tekstil nasional juga juga semakin kehilangan pasar didalam negeri. Hal ini terlihat dari pertumbuhan impor tekstil yang cenderung meningkat (Gambar 1). Sumber: Bank Indonesia 2012 (data diolah) Gambar 1 Pertumbuhan nilai ekspor impor tekstil nasional tahun 2006-2011. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bawah pertumbuhan impor berfluktuatif tetapi cenderung meningkat. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekspor Indonesia kembali meningkat akan tetapi terjadi peningkatan pertumbuhan impor yang jauh lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan pada awal tahun 2010 mulai diberlakukannya tarif bea masuk 0 % pada beberapa pos tarif tekstil dari China sehingga impor tekstil Indonesia meningkat tajam dibandingkan tahun 2009. Penurunan kinerja ekspor dan meningkatnya impor membuat produksi tekstil di dalam negeri cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks produksi tekstil yang disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa pada periode 2005-2011 indeks produksi tekstil Indonesia pada tahun 2005, 2006, 2007, 2009 dan 2010 berada

pada level dibawah 100. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan nilai produksi dibandingkan dengan tahun dasar angka indeks tersebut yaitu tahun 2000. Sumber: Badan Pusat Statitik 2012 (data diolah) Gambar 2 Indeks produksi tekstil nasional tahun 2003-2011. Disaat semakin ketatnya persaingan di dalam maupun luar negeri, industri tekstil nasional juga menghadapi berbagai masalah yang belum terselesaikan. Kemenperin (2010) melaporkan berbagai masalah yang dihadapi oleh industri tekstil nasional, antara lain kondisi teknologi mesin yang sudah usang dan perlu diremajakan, belum tersedianya industri mesin tekstil sehingga tergantung kepada mesin impor, bahan baku kapas yang masih 99.5% diimpor, ketersediaan bahan penolong seperti zat warna azzo yang belum cukup tersedia di dalam negeri, terbatasnya sumber daya manusia yang terampil dan profesional, rendahnya dukungan perbankan dalam pemberian kredit modal kerja, penggunaan energi yang boros dan pasokan energi yang tidak kontinyu, belum adanya prioritas akses pasar yang memadai bagi produk tesktil dalam negeri di pasar modern, minimnya fasilitas pemasaran produk tekstil di luar negeri, fasilitas sarana dan prasarana transportasi, pelabuhan yang belum memadai, dan tidak adanya kepastian waktu penyelesaian restitusi pajak. Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan industri tekstil nasional menghadapi biaya produksi yang tinggi, sehingga kalah bersaing dengan tekstil dari

negara lain, seperti China dan India yang mampu memproduksi tekstil dengan harga yang lebih murah. Tingkat persaingan yang ketat dan berbagai masalah yang mempengaruhi biaya menyebabkan kinerja perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI berfluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari tingkat profitabilitas yang diukur menggunakan nilai ROA (return on asset) perusahaan (Tabel 1). Tabel 1 Rata-rata profitabilitas (return on asset = ROA) perusahaan tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005-2011 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 ROA (%) -2.90-4.06-2.15-15.94 1.41-5.20 6.16 Sumber : Factbook BEI 2006-2012 dan laporan keuangan perusahaan (data diolah) Tabel 1 menunjukkan bahwa industri tekstil yang ada di BEI mengalami kerugian pada kurun waktu 2005-2008, yang ditunjukkan dengan nilai ROA yang negatif. Nilai terendah terjadi pada tahun 2008 dimana kondisi perekonomian dunia sedang terpengaruh krisis keuangan Amerika Serikat. Krisis ini menyebabkan turunnya kurs rupiah sehingga biaya bahan baku menjadi meningkat, sementara pasar tujuan ekspor utama, yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa mengalami penurunan permintaan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan profitabilitas yang cukup besar. Ketatnya persaingan dan biaya produksi yang tinggi mengharuskan perusahaan lebih efisien dalam mengelola sumber daya agar mampu meningkatkan daya saing. Pengelolaan sumberdaya yang efisien dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menghasilkan profit dengan sumber daya yang digunakan atau disebut profitabilitas. Profitabilitas merupakan faktor yang sangat penting agar perusahaan dapat berkembang. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi menunjukkan kemampuannya untuk menambah aset yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya, sedangkan perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang rendah akan sulit untuk bertahan. Profitabilitas perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal meliputi pengelolaan aset dan pendanaan terhadap aset tersebut, sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi makroekonomi dan kebijakan yang mengatur perdagangan tekstil.

Faktor internal perusahaan meliputi pengelolaan aset yang dimiliki untuk membiayai operasional perusahaan. Pengelolaan aset yang efisien akan menghasilkan tingkat perputaran aset yang tinggi artinya untuk menghasilkan tingkat penjualan tertentu dengan tingkat perputaran aset yang tinggi maka dibutuhkan lebih sedikit aset, sehingga produktivitas aset meningkat. Peningkatan produktivitas aset akan menekan kebutuhan aset sehingga berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan. Dilihat dari struktur modalnya atau pendanaan aset, industri tekstil merupakan industri dengan tingkat penggunaan utang (solvabilitas) yang cukup tinggi terlihat dari besarnya biaya bunga yang mencapai 6% dari total biaya produksi (Tabel 2). Semakin besar proporsi utang yang digunakan oleh perusahaan maka beban bunga yang harus dibayar akan semakin besar, sehingga total biaya meningkat yang menyebabkan penurunan tingkat profit yang berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan. Tabel 2 Struktur biaya produksi industri tekstil Tenun, Rajut, Serat No Keterangan Pemintalan pewarnaan/pencetakan dan Garmen penyelesaian 1 Bahan Baku dan Bahan Penolong 46.60 58.13 56.48 57.65 2 Energi 30.00 18.47 14.37 1.33 3 Tenaga Kerja 6.39 6.39 13.31 27.08 4 Bunga 6.09 6.09 6.35 2.40 5 Penyusutan 5.94 5.94 2.10 1.36 6 Marketing dan Administrasi 4.98 4.98 7.39 10.18 Total 100 100 100 100 Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia 2007 (%) Selain faktor internal, profitabilitas industri tekstil tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan secara langsung. Kondisi makroekonomi meliputi inflasi, kurs dan suku bunga dan kebijakan perdagangan tekstil merupakan faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan dari sisi biaya dan penjualan perusahaan. Struktur biaya tekstil sebagian besar berasal dari bahan baku, biaya energi dan biaya tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 2. Kenaikan harga pada input produksi

akibat adanya inflasi akan meningkatkan biaya produksi perusahaan sehingga akan menurunkan profit perusahaan yang berdampak pada penurunan profitabilitas. Industri tekstil tergolong dalam industri footloose yang sebagian besar bahan bakunya harus di impor. Kapas merupakan bahan baku utama dalam industri tekstil. Walaupun telah ditemukan serat sintetis, keunggulan kapas belum dapat digantikan seluruhnya oleh serat sintetis. Oleh karena itu, kapas tetap dijadikan bahan baku utama maupun campuran dalam industri tekstil. Kebutuhan kapas dalam negeri sebesar 99.5% masih dipenuhi dari impor, selain kapas industri tekstil juga membutuhkan mesin yang juga diimpor. Dengan demikian, kurs sangat berpengaruh terhadap biaya produksi. Depresisasi rupiah akan membuat biaya produksi semakin mahal, sehingga menurunkan profit perusahaan yang berdampak pada penurunan profitabilitas. Tetapi disisi lain, industri tekstil juga industri yang berorientasi ekspor, sehingga depresiasi rupiah akan meningkatkan nilai penjualan ekspor. Oleh karena itu jika peningkatan nilai penjualan yang terjadi tidak melebihi peningkatan biaya produksi maka profit yang diterima perusahaan akan turun. Struktur modal industri tekstil yang banyak mengandung utang membuat industri ini sangat dipengaruhi oleh suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga akan berpengaruh terhadap biaya produksi perusahaan. Pada porsi utang tertentu, ketika terjadi kenaikan suku bunga pinjaman maka besarnya biaya bunga yang harus dibayar juga akan meningkat. Peningkatan biaya bunga akan menurunkan tingkat profit, yang akan berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan. Kebijakan perdagangan bertujuan memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam negeri untuk memperluas pasar dan juga mendapatkan bahan baku. Kebijakan perdagangan dengan melakukan penurunan tarif bea masuk dapat meningkatkan dayasaing produk ekspor, selain itu dengan diturunkannya tarif bea masuk, harga bahan baku impor akan menjadi lebih murah sehingga menurunkan biaya produksi yang berdampak pada peningkatan profitabilitas. Disisi lain adanya kebijakan perdagangan tersebut dapat menjadi ancaman bagi perusahaan domestik yang produknya sama dengan produk yang diimpor. Jika tidak mampu bersaing maka penjualan perusahaan akan turun sehingga menurunkan profit perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh faktor internal meliputi perputaran total aset dan solvabilitas serta faktor eksternal meliputi inflasi, kurs, suku bunga, dan kebijakan perdagangan terhadap profitabilitas perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2011. 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan kinerja keuangan perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI periode 2005-2011 dilihat dari profitabilitas, perputaran total aset dan solvabilitas? 2. Bagaimana perkembangan kondisi makroekonomi Indonesia yang dilihat dari inflasi, kurs dan suku bunga dan juga kebijakan perdagangan tekstil tahun 2005-2011? 3. Bagaimana pengaruh faktor internal (perputaran total aset dan solvabilitas) dan eksternal (inflasi, kurs, suku bunga, kebijakan perdagangan tekstil) terhadap profitabilitas perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI tahun 2005-2011? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis perkembangan kinerja keuangan perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI periode 2005-2011 dilihat dari profitabilitas, perputaran total aset dan solvabilitas. 2. Menganalisis perkembangan kondisi makroekonomi Indonesia yang dilihat dari inflasi, kurs dan suku bunga dan juga kebijakan perdagangan tekstil tahun 2005-2011. 3. Menganalisis pengaruh faktor internal (perputaran total aset dan solvabilitas) dan eksternal (inflasi, kurs, suku bunga, kebijakan perdagangan tekstil) terhadap profitabilitas perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI tahun 2005-2011. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1. Perusahaan, sebagai bahan informasi dalam mengelola aset dan solvabilitas, serta mengantisipasi perubahan faktor makroekonomi dan kebijakan perdagangan tekstil sehingga dapat meningkatkan profitabilitas pada tahun-tahun berikutnya.

2. Pengambil kebijakan, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan makroekonomi maupun kebijakan perdagangan tekstil sehingga mampu memberikan kebijakan yang mendukung peningkatan profitabilitas industri tekstil. 3. Masyarakat umum, sebagai bahan informasi mengenai kondisi perkembangan industri tekstil nasional dan kinerja perusahaan tekstil di BEI. 1.5 Ruang Lingkup 1. Industri tekstil Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI dari tahun 2005 dan masih tercatat di BEI sampai tahun 2011. Perusahaan tekstil tersebut meliputi perusahaan yang bergerak dalam industri tekstil yang digolongkan menjadi: a. Sektor hulu (upstream), meliputi Industri pembuatan serat (fiber) seperti: serat kapas, serat sintetik, serat selulosa dan bahan baku serat sintetik. b. Sektor menengah (midstream), meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan (spinning), pertenunan (weaving) dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). c. Sektor hilir (downstream), meliputi industri pakaian jadi (garment). 2. Analisis profitabilitas perusahaan diukur menggunakan return on asset (ROA) 3. Analisis faktor internal perusahaan meliputi analisis manajemen aset dan solvabilitas. Manajemen aset diukur menggunakan perputaran total aset, sedangkan solvabilitas diukur dengan rasio total utang terhadap total aset. 4. Analisis faktor eksternal perusahaan meliputi analisis terhadap inflasi yang diukur dengan menggunakan metode IHK yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik, kurs merupakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, suku bunga mengacu pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan kebijakan perdagangan tekstil yang dilihat dari kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan China dalam ACFTA pada tahap program Normal Track I dimana pada tahun 2010, semua pos tarif yang termasuk dalam program Normal Track I tarif bea masuk sudah 0%.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB