TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain

dokumen-dokumen yang mirip
SEGMENTASI WISATAWAN

Pariwisata Mc. Intosh dan Goelder

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Budiyono (2003:44) menyatakan bahwa: aktivitas manusia di muka bumi dimulai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. Berdasarkan ketentuan World Association of Travel Agent (WATA)

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR. pandapat ahli yang berhubungan dengan penelitian ini. 1. Pengertian Gaeografi Pariwisata dan Industri Pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 PENGARUH DAYA TARIK WISATA DAN EDUKASI TERHADAP MOTIVASI BERKUNJUNG WISATAWAN DI KAMPUNG CIREUNDEU

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Penelitian yang berkaitan dengan motivasi wisatawan berkunjung ke suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Resha Febriyantika Yussita, 2013

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

PERANCANGAN KAMPUNG WISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN DI DAERAH PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

TINJAUAN PUSTAKA. bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang telah menjadi kebutuhan. manusia seiring dengan perkembangan sosiokultur yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. Oleh: Henny Haerani G

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soewantoro (1977) dalam Sari (2007), objek wisata alam adalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013. By deni darmawan

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan. pengembangan budaya bangsa dengan memanfaatkan seluruh potensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN WISATA AGRARIS

ASPEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN PARIWISATA

BAB II PEMBAHASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wisatawan itu sendiri. Sejak dahulu kegiatan pariwisata sudah banyak dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan wisata yang berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri bagi masing-masing kelompok wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses bepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar (Suwantoro, 1997). Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu poerubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu (Suwantoro, 1997). Untuk memposisikan wisata secara benar pada masyarakat, Dirjen Pariwisata (1992) mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata merupakan suatu fenomena yang melibatkan tiga unsur dasar, yaitu: 1. Unsur dinamik yaitu daerah kunjungan wisata yang dipilih 2. Unsur statis yaitu lamanya menetap di tempat yang dituju

3. Unsur akibat yaitu dampak yang terjadi akibat pelaksanaan program wisata tersebut (Suwantoro, 1997). Dalam perkembanagn kepariwisataan secara umum muncul pula istilah wisata berkelanjutan. Menurut Swarbrooke (1998) dalam Utama (2006), mengatakan bahwa pada hakekatnya pariwisata berkelanjutan harus terintegrasi pada tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut adalah, (1) dimensi lingkungan, (2) dimensi ekonomi, dan (3) dimensi sosial. Selanjutnya berdasarkan konteks pembangunan berkelanjutan, pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai: pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian (conservation, environmental dimention), memberi peluang bagi generasi muda untuk memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkannya berdasarkan tatanan sosial ( social dimention ) yang telah ada. Motivasi Berwisata Menurut Wahab (1975) motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata. Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: a) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.

b) Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya. c) Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi, melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. d) Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (Utama, 2006). Adapun faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan wisata menurut Pitana (2005) dalam Utama (2006) adalah sebagai berikut: a) Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari. b) Relaxtion. Keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas. c) Play. Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai urusan yang serius. d) Strengthening family bond. Ingin mempererat hubungan kekerabatan, khususnya dalam konteks (visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama (Group tour)

e) Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau Social Standing. f) Social interaction. Untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi. g) Romance Keinginan untuk bertemu dengan orang-orang yang bisa memberikan suasana romantis. h) Educational opportunity. Keinginan untuk melihat suatu yang baru, mempelajari orang lain dan daerah lain atau mengetahui kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan dalam pariwisata. i) Self-fulfilment. Keinginan untuk menemukan diri sendiri, karena diri sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru. j) Wish-fulfilment. Keinginan untuk merealisasikan mimpi-mimpi, yang lama dicita-citakan, sampai mengorbankan diri dalam bentuk penghematan, agar bisa melakukan perjalanan (Utama, 2006). Produk Wisata Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial/psikologis) dan jasa alam.

a) Jasa yang dihasilkan perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan, pelayanan makan minum, jasa tour dan sebagainya. b) Jasa yang disediakan masyarakat dan pemerintah antara lain berbagai prasarana umum, kemudahan, keramah-tamahan, adat-istiadat, seni budaya dan sebagainya. c) Jasa yang disediakan alam antara lain: pemandangan alam, pegunungan, pantai, gua alam, taman laut dan sebagainya. Produk wisata juga merupakan gabungan dari berbagai komponen, antara lain: Atraksi suatu daerah tujuan wisata, fasilitas yang tersedia, aksesibilitas ke dan dari daerah tujuan wisata (Suwantoro, 1997). Atraksi merupakan salah satu dimensi yang unik, karena seringkali hanya terjadi atau dapat dinikmati pada kawasan tertentu dan pada masa atau waktu tertentu. Atraksi dapat berdasarkan sumberdaya alam, budaya, etnisitas atau hiburan (Suwantoro, 1997). Kepariwisataan alam sangat ditentukan oleh keberadaan perilaku dan sifat objek dan daya tarik alam. Atraksi alam dapat dilakukan di objek tertentu di kawasan wisata alam berupa gunung, pantai, sungai, hutan, lembah, gua, hutan, air terjun (Fandeli,dkk, 2000). Fasilitas wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti: jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya (Suwantoro, 1997). Pada umumnya pengembangan kepariwisataan ada hubungan linear dengan aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan salah satu aspek penting yang

mendukung pengembangan pariwisata. Namun untuk kepariwisataan alam hubungan ini tidak signifikan, bahkan untuk kepariwisataan alam tertentu keterjangkauan yang terlalu tinggi dapat mengancam kelestarian suatu kawasan wisata. Aspek tingkat pengalaman menjadi sangat penting dalam pengembangan pariwisata alam. Perjalanan berwisata alam ke wilayah terpencil dengan aksesibilitas rendah, menghasilkan perjalanan dengan tingkat pengalaman dan kepuasan tinggi (Fandeli,dkk, 2000). Wisatawan Kata pariwisata sering menonjolkan bidang perjalanan dan juga pertumbuhan meningkat dari orang-orang yang melakukan perjalanan, biasanya disebut turis/wisatwan. Di dunia kepariwisataan dirasakan perlu adanya suatu definisi bersama. Untuk memperoleh definisi bersama itu diselenggarakan Konferensi Roma 1963. oleh United Nation Conference an International Travel and Tourism direkomendasikan definisi: Setiap orang yang mengunjungi suatu negara bukan dimana ia bermukim, bagi setiap keperluan yang bukan untuk mendapatkan penghasilan, disebut pengunjung. Pengunjung terdiri dari dua kelompok traveller (orang yang melakukan perjalanan), yaitu: a) Tourist (Wisatawan) Pengunjung sementara yang tinggal di suatu negara lebih dari 24 jam. Motivasi kunjungannya dapat digolongkan untuk: - Liburan (rekreasi, kesehatan, studi, agama atau olahraga) - Bisnis - Keluarga

- Seminar atau konferensi - Dan lainnya b) Excursionist (Pelancong) Pengunjung sementara yang melawat kurang dari 24 jam di daerah tujuan kunjungannya dan tidak menginap, termasuk penumpang kapal pesiar. (Yoeti, 2008). Di kawasan pemanfaatan kepariwisataan alam dapat dikembangkan segala keperluan pelayanan untuk kepuasan pengunjung yaitu : 1. Pintu gerbang masuk 2. Pusat informasi 3. Kantor pengelola 4. Fasilitas kemudahan pengunjung: telekomunikasi, rumah makan, penginapan, kebersihan lingkungan dan MCK. 5. Rambu-rambu penting bagi pengunjung, terutama petunjuk lokasi-lokasi daya tarik, lokasi berbahaya dan lain-lain beserta penerangan listrik. 6. Jalan-jalan di dalam kawasan pelestarian alam 7. Lokasi-lokasi berkemah di kawasan rimba (Fandeli, dkk, 2000).. Ekowisata Istilah ekowisata menurut Hector Ceballos-Lascurain adalah perjalanan wisatawan menuju daeraha alamiah yang relatif belum terganggu atau terkontaminasi. Tujuan utamanya yakni mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan alam (landskap) dan kekayaan hayati yang dikandungnya, seperti hewan dan tumbuhan serta budaya local yang ada di sekitar kawasan (Hakim,

2004). Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap lingkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah: 1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat 2. Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi) 3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata) 4. Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi) Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi) (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009). Ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism) Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di

kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009). Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009). Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah: 1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi) 2. Prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat)

3. Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi) 4. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat) Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata) (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009). Ekowisata dan konservasi Sejak 1970an, organisasi konservasi mulai melihat ekowisata sebagai alternatif ekonomi yang berbasis konservasi karena tidak merusak alam ataupun tidak ekstraktif dengan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti penebangan dan pertambangan. Ekowisata juga dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta kondisi yang memungkinkan di mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus serta jumlah wisatawan dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan. Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009).

Daya dukung Obyek Wisata Daya dukung obyek wisata adalah kemampuan areal (kawasan) obyek wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara maksimum tanpa merubah kondisi fisik lingkungan dan tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan selama melakukan aktivitas wisata. Hal ini berarti bahwa daya dukung obyek wisata menurut konsep Mathieson and Wall (1982) berorientasi pada pemenuhan kepuasan berwisata dan pencegahan dampak negatif pada lingkungan yang mungkin timbul (Mathieson and Wall, 1982). Pengelompokan wisatawan untuk menikmati suatu produk wisata pada tempat dan waktu tertentu dapat dijadikan informasi mengenai daya dukung obyek wisata. Dengan kata lain daya dukung obyek wisata dimanifestasikan pada banyaknya wisatawan yang berkunjung pada suatu obyek wisata per satuan luas per satuan waktu (dengan catatan baik luas maupun waktu umumnya tidak dapat dirata-ratakan karena penyebaran wisatawan dalam ruang dan waktu yang tidak merata) (Soemarwoto, 1997). Dengan demikian daya dukung obyek wisata selain ditentukan oleh tujuan wisatawan juga dipengaruhi oleh komponen lingkungan biofisik obyek wisata. Pada sisi lain komponen lingkungan sosial-budaya juga berperan pada pelestarian daya dukung. Pada kunjungannya ke suatu obyek wisata, wisatawan bertujuan untuk melakukan berbagai macam aktivitas wisata. Di antaranya adalah istirahat/berjalan santai, berkemah, mendaki gunung, dan belajar/mengamati/meneliti atau gabungan dari berbagai aktivitas tersebut. Melalui berbagai aktivitas wisata tersebut seseorang berharap untuk mendapatkan hiburan dan rekreasi. Dengan rekreasi kekuatan diri baik fisik maupun spiritual

seseorang diharapkan dapat pulih kembali. Lingkungan biofisik obyek wisata terdiri dari berbagai macam komponen biologis dan fisik yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen biologis misalnya flora dan fauna. Komponen fisik misalnya topografi, keadaan tanah, iklim (faktor iklim yang paling berpengaruh pada kunjungan wisatawan adalah suhu), sarana dan prasarana, luas efektif kawasan wisata, petugas pelayanan wisata, waktu yang dibutuhkan wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata dan ruang gerak wisatawan (Douglass, 1978). Sering didefinisikan empat kelompok faktor yang mempengaruhi penentuan pilihan daerah tujuan wisata, seperti: 1. Fasilitas: akomodasi, atraksi, jalan, tanda-tanda penunjuk arah 2. Nilai estatis: pemandangan (panorama), iklim santai/terpencil, cuaca 3. Waktu/biaya: jarak dari tempat asal (rumah), waktu dan biaya perjalanan, harga atau tarif-tarif pelayanan. 4. Kualitas hidup: keramah-tamahan, penduduk, bebas dari pencemaran (Suwantoro, 1997). Daya tarik suatu objek wisata berdasar pada: 1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. 2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. 3. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang besifat langka. 4. Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.

5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya (Suwantoro, 1997). Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linear sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah Y = a + b1 X1 + b2 X2 +... + bn Xn. Dengan Y adalah variabel tak bebas, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah konstanta (intersept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas. Syaratnya yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas harus berskala interval ( Kriswanto, 2008). Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable) dengan satu peubah tak bebas (dependent variable) dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (STIS, 2006). Metode regresi linear berganda dapat digunakan untuk melihat pengaruh beberapa peubah penjelas atau peubah bebas terhadap satu peubah tak bebas. Untuk menyatakan kuat tidaknya hubungan linier antara peubah penjelas atau peubah tak bebas dan peubah bebas dapat diukur dari koefisisen korelasi (coefficient correlation) atau R, dan untuk melihat besarnya sumbangan (pengaruh) dari peubah bebas terhadap perubahan peubah tak bebas dapat dilihat dari koefisien determinasi (coefficient of determination) atau R 2 (Kriswanto, 2008)