MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membawa sedikit uap air. Fenomena alam tersebutmengakibatkan di Indonesia

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

REKAYASA HIDROLOGI II

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA EKODRAINASE SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF DALAM PENYELESAIAN MASALAH BANJIR KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

ABSTRAK PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

Bab 1 Pendahuluan I - 1

I- 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat masyarakat menjadi senang. Bencana kekurangan air untuk keperluan sehari-hari sudah mulai hilang dari hadapan. Musim hujan mulai datang. Namun begitu, ternyata datangnya musim hujan malah menimbulkan masalah yang selalu berulang yakni banjir dan tanah longsor. Beberapa daerah yang rawan terhadap bahaya banjir dan tanah longsor harus siap-siap untuk mengantisiapasi kemungkinan yang terjadi. Bahkan terkadang hujan juga disertai dengan kencangnya hembusan angin dan topan. Berita tentang banjir, angin topan dan tanah longsor pun mulai menghiasi media massa. Di beberapa kota, karena buruknya infrastruktur, hujan dengan intensitas yang rendah pun sudah menimbulkan permasalahan akibat terjadinya genangan dan banjir. Beberapa aktifitas dan roda perekonomian pun terganggu. Kondisi demikian tentunya sangat memprihatinkan dan menjadikan ironi bagi kita, karena setiap pergantian musim, selalu dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan siklus air. Air sebenarnya merupakan sumber daya penghidupan yang cukup penting apabila dapat dikelola dengan baik. Setiap musim kemarau tiba, kita dihadapkan juga pada permasalahan ketersediaan air yang berkurang drastis. Beberapa daerah bahkan terancam bahaya kekeringan, Sungai-sungai dan sumber-sumber mata air tidak lagi dipenuhi air yang mengalir. Sumur-sumur dangkal maupun sumur bor dalam mengalami kekeringan dan tak mampu menyediakan air. Untuk minum pun terkadang terpaksa membeli air bersih, yang ternyata harganya tidaklah murah. Bahkan beberapa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terpaksa menggilir jatah air dan dropping dengan mobil tangki bagi konsumennya karena persediaan sumber air bakunya telah menurun cukup drastis.

Artikel OPINI Harian Joglosemar 2 Ketersediaan air merupakan siklus yang selalu berputar. Terjadinya penguapan air di seluruh permukaan bumi akan menyebabkan terjadi awan, yang selanjutnya akan menjatuhkan hujan. Bumi menyerap dan mengalirkannya melalui permukaan dan di dalam tanah, serta mengeluarkannya melalui sumber-sumber air seperti mata air, sumur gali, sumur bor, sumur artesis, sungai, danau, waduk dan sebagainya. Tata Guna Lahan Proses demikian akan selalu berlangsung dalam keseimbangan dan secara terus menerus dan sangat berkaitan erat dengan tata guna lahan suatu daerah. Lahan tidak hanya mengalirkan air hujan saja (drainase) tapi juga mampu menyerap dan menyimpan air dengan optimal sebagai cadangan air. Menurut Viessman Jr. W, perubahan tata guna lahan dapat menaikkan atau mengurangi volume runoff dan waktu konsentrasi dari suatu daerah/area. Faktor yang paling besar mempengaruhi volume aliran adalah laju infiltrasi dan kapasitas tampungan permukaan. Jika perubahan tata guna lahan ini menyebabkan berkurangnya laju infiltrasi dan kapasitas tampungan permukaan, maka volume runoff akan meningkat. Peningkatan runoff dan berkurangnya waktu konsentrasi ini akan menaikkan debit maksimum hidrograf banjir. Luas tata guna lahan ini sangat bergantung pada perubahan pola penggunaan lahan dan kebijaksanaan pengelolaan tata guna lahan oleh pemerintah daerah yang biasanya tertuang dalam Rentana Umum Tata Ruang (RUTR). Sehingga perubahan tata guna lahan akan sangat mempengaruhi karakteristik hidrologi suatu daerah. Seperti diungkapkan oleh Sri Harto Br., bahwa tata guna lahan merupakan salah satu anthropogenic factors yang sulit dihindari, karena adanya tekanan pembangunan yang tinggi, lebih-lebih di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi.

Artikel OPINI Harian Joglosemar 3 Pada umumnya, sumber air yang dimanfaatkan merupakan sumber air yang mengalir di lapisan pertama permukaan bumi. Bahkan dibeberapa kota besar, penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari hampir 70 persen menggunakan air permukaan dari sungai-sungai. Sehingga bila sungai-sungai tesebut mengalami kekeringan maka pasokan air bersih menjadi berkurang. Belum lagi masalah pencemaran sungai oleh limbah-limbah industri maupun rumah tangga semakin menipiskan ketersediaan air bersih. Dalam pengelolaan siklus air pada suatu daerah tak lepas akan dua hal penting yaitu masalah daerah tangkapan/resapan air dan drainase. Luas daerah tangkapan air akan sangat menentukan kuantitas air yang mampu ditampung pada kawasan daerah tersebut. Seberapa besar yang mampu menyerap masuk ke dalam tanah yang akan menjadi sumber air bagi sumur-sumur dangkal, bor maupun artesis atau seberapa banyak yang dapat mengalir melalui sungai dan tertampung dalam danau atau waduk. Sedangkan drainase yang merupakan proses pematusan air (hujan) pada suatu daerah, yang umumnya berupa saluran-saluran drainase, akan menentukan kecepatan air yang mampu untuk dilimpaskan kesaluran yang lebih besar. Sangat jarang drainase yang berupa pematusan arah vertikal ke tanah berupa peresapan, karena kecepatan proses peresapan air yang berbeda pada masing-masing daerah. Saluran drainase yang baik tentunya yang dapat mematuskan suatu daerah dengan cepat dan sedikit mungkin menimbulkan genangan, yang berarti diperlukan saluran-saluran yang memadai untuk melimpaskan air. Oleh karenanya, dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan siklus air ini maka kedua hal tersebut di atas harus dikelola dengan baik dan terintegrasi sehingga masingmasing akan memberikan andil yang baik bagi ketersediaannya air di musim penghujan maupun musim kemarau. Dalam konsep penataan ruang wilayah dan tata guna lahan suatu daerah, selain mengacu dari pengembangan segi ekonomis, tentu juga akan memperhatikan faktor-faktor

Artikel OPINI Harian Joglosemar 4 pemberdayaan dan pelestarian lingkungan. Dimana masing-masing pemerintahan daerah sudah mengkaji lebih dalam potensi-potensi ekonomis daerah yang tanpa mengabaikan upaya-upaya menyeimbangkan dan melestarikan lingkungan. Kedua konsep tersebut merupakan hal yang tak dapat dipisahkan. Pengembangan potensi ekonomis yang mengabaikan keseimbangan lingkungan justru nantinya akan sangat merugikan secara ekonomis juga. Dan bila dikaitkan dengan upaya optimalisasi ketersediaan air pada suatu daerah, maka konsep tata ruang wilayah dan tata guna lahan suatu daerah harus sudah memperhatikan tata ruang khusus untuk lahan-lahan resapan air dan jaringan drainasenya. Kalau perlu dilakukan kerja sama yang menyeluruh antar daerah untuk menentukan lahanlahan tersebut, karena konsep pengelolaan daerah resapan air dan jaringan drainasenya ini merupakan konsep yang menyeluruh dan intergral antar daerah. Masing-masing daerah tentunya mempunyai karakteristik lahan-lahan resapan air yang berbeda-beda, bahkan ada juga suatu daerah yang lahan-lahan resapan airnya tergantung pada daerah lain. Sehingga terlebih dahulu harus dilakukan survey yang mendalam diantaranya mengenai peta curah hujan, kemiringan lahan, tata guna lahan, dan peta jenis lahan yang akan menentukan tingkat infiltrasi (resapan) air. Kemudian dilakukan penggabungan dari masing-masing data tersebut agar dapat ditentukan dan dibuat kebijakan mengenai tata ruang khusus untuk daerah resapan air. Menurut A. Hamam, daerah resapan air yang ideal adalah daerah yang mempunyai tanah dengan resapan air aktual yang tinggi. Oleh karenanya, daerah ini harus benar-benar dikelola sedemikian rupa agar fungsi sebagai resapan air dapat optimal yang pada akhirnya akan tetap menjaga ketersediaan air yang cukup. Namun demikian, tidaklah mudah dalam penentuan daerah resapan ini karena kecepatan perubahan penggunaan lahan yang demikian pesat. Apalagi di daerah perkotaan dan sekitarnya, dalam waktu sekejap daerah persawahan, rawa atau tambak yang potensial meresapkan atau menampung air sudah

Artikel OPINI Harian Joglosemar 5 berubah fungsi menjadi kawasan perumahan, pertokoan dan industri. Bahkan yang lebih memprihatinkan taman-taman kota atau daerah-daerah hijau yang potensial untuk menyerap air hujan banyak yang tak terawat dan berubah fungsi. Hal demikian mengakibatkan air hujan yang turun tidak meresap ke dalam tanah, tapi hampir semuanya menjadi aliran di permukaan yang bila tak tertampung oleh saluran atau sungai akan mengakibatkan banjir. Dampaknya lagi, ketersediaan air tanah yang seharusnya menempati dalam lapisan geologi tanah menjadi terbatas dan pada saat musim kemarau datang tidak cukup lagi untuk digunakan. Di negara yang telah maju, seperti di Jerman, saat ini pembuatan drainase mengikuti konsep alami yang memadukan konsep drainase dan resapan air oleh tanah, dimana permukaan saluran-salurannya dibuat tanpa menggunakan dinding-dinding saluran dari beton atau pasangan batu, melainkan dengan tanaman-tanaman yang dapat menahan erosi. Permukaan tanah akan memungkinkan air juga dapat meresap ke dalam tanah. Perawatan dilakukan dengan membersihkan secara rutin dan meminimalkan potensi-potensi penyebab endapan yang berlebihan atau mengurangi erosi permukaan tanah yang ikut dalam aliran air. Disamping itu, bila dirasa kesulitan membuat waduk, karena keterbatasan lahan, maka dibuat jaring-jaring saluran drainase dan embung, disamping dapat menampung volume air yang lebih banyak, juga dapat menambah luas resapan air. Pada akhirnya kita berharap, pengelolaan keseimbangan siklus air dan tata guna lahan yang baik akan dapat meminimalisir terjadinya bencana banjir dan tanah longsor, serta menjaga ketersediaan air. Di musim penghujan tidak kelebihan air, yang malah kadang tidak layak untuk dikonsumsi dan di musim kemarau tidak kekeringan air karena persediaannya yang cukup.*** Penulis : Achmad Basuki, ST., MT. Dosen Teknik Sipil FT Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alamat : Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS. Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126