BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

KERENTANAN (VULNERABILITY)

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi bencana 1 yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

Empowerment in disaster risk reduction

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim yang mana terdapat banyak kota berada di wilayah pesisir, salah satunya adalah Kota Pekalongan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai bagian dari sebuah perkotaan mempunyai peran

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Mengurangi Tingkat Kerentanan Bencana Melalui Kebijakan Mitigasi Berbasis Kebutuhan Gender : Studi di Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Powered by TCPDF (

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Gender dan Mitigasi Bencana Kasus Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

Alhuda Rohmatulloh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api)

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dibawah ini adalah peta prakiraan cuaca di Indonesia pada awal musim

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan permukiman kota memiliki risiko bencana. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada lingkungan permukiman tertentu, misalnya korban jiwa, hilangnya rasa aman, kerusakan atau kehilangan harta,dan gangguan kegiatan masyarakat. Tinggi rendahnya suatu risiko bencana di lingkungan permukiman dipengaruhi adanya ancaman bencana/bahaya ( hazard) yang sangat tinggi di lingkungan permukiman kota (BNPB,2008) dan adanya kerentanan (vulnerability). BNPB (2008) menguraikan, munculnya ancaman bencana diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa alam, yang merupakan proses alamiah, dan terjadi secara berulang (Schwab,dkk,2007). Adanya ancaman bencana di lingkungan permukiman tertentu dapat dilihat melalui peta ancaman bencana, seperti peta ancaman bencana letusan gunung api, banjir, gempa bumi, dan tsunami. Tingginya rendahnya risiko bencana juga dipengaruhi kerentanan suatu lingkungan permukiman kota. Secara rinci permen PU nomor 21/PRT/M/2007 tentang pedoman penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi, menguraikan kerentanan sebagai kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya/bencana alam tertentu. Beberapa karakteristik lingkungan permukiman kota yang mempertinggi tingkat risiko bencana diantaranya, keberadaan lokasi permukiman tersebut yang berada pada kawasan rawan bencana, kepadatan bangunan yang tinggi, konstruksi bangunan yang berkualitas tidak memadai, dan minimnya pengetahuan atau kurang relevannya upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan dengan ancaman bencana yang dihadapi. Berikut beberapa contoh kerentanan di lingkungan permukiman kota, sebagaimana diuraikan oleh CARRI (2008), BNPB (2008,2012),dan Borden,dkk (2007). 1

Tabel 1.Contoh-contoh kerentanan lingkungan permukiman Aspek Kerentanan Keterangan Kerentanan Menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik Fisik (infrastruktur) jika bahaya ( hazard) tertentu terjadi di (infrastruktur) lingkungan permukiman. Contoh indikator: Kepadatan rumah (permanen,semi -permanen,non-permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas Kerentanan sosialkependudukan kritis (misalnya jaringan listrik,air dan sistem komunikasi). Menunjukan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa atau kesehatan penduduk apabila terjadi bahaya (hazard). Contoh indikator: Kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio penduduk usia tua dan balita, masyarakat dengan kebutuhan khusus (difabel, tunawisma), Kerentanan Menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi ekonomi (proses ekonomi) bila terjadi bahaya (hazard). Contoh indikator: Luas lahan produktif (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak). Sumber: diolah dari CARRI (2008), BNPB (2008,2012),dan Borden,dkk (2007) Berdasarkan uraian, terkait ancaman bencana dan kerentanan lingkungan permukiman, upaya-upaya untuk mengurangi risiko bencana menjadi penting untuk segera dilakukan khususnya bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kota yang rawan bencana. Hal ini setidaknya didasarkan pada 2 karakteristik masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kota yang rawan bencana tinggi. Pertama, terbatasnya kapasitas untuk pulih dari dampak negatif bencana, misalnya kemampuan untuk secara mandiri melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi rumah dan lingkungan pascabencana. Hal ini menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan pemulihan menjadi beban tambahan bagi mereka disamping beban untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Kedua, masyarakat seringkali memiliki akses yang tidak setara terhadap sumberdaya kota (Oxfam,2012), dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di bagian lingkungan permukiman kota dengan tingkat kerawanan bencana rendah, sehingga setiap muncul ancaman bencana, mereka berpotensi selalu terkena dampak negatif bencana. Contoh akses terhadap sumberdaya kota misalnya lahan yang aman dari ancaman bencana. Berdasarkan dua karakteristik tersebut, kerugian akibat bencana seringkali dirasakan paling parah oleh masyarakat yang 2

tinggal di lingkungan permukiman kota yang rawan bencana. Pentingnya upaya pengurangan risiko bencana untuk mengurangi tingkat kerugian akibat bencana juga ditekankan oleh Amman (2006), bahwa selain perlindungan jiwa, upaya pengurangan risiko bencana juga diarahkan untuk mengurangi kerugian pada asetaset ekonomi. Berikut merupakan kutipan pernyataan Amman (2006:4): The protection of life has to be given top priority but also economic damage has to be reduced. The reduction of the disaster risk is of vital importance especially for developing countries. Upaya-upaya untuk mengurangi risiko bencana, semestinya didasari oleh konsep dasar risiko bencana sebagai berikut: RISK = Hazard (Frequency and severity) X Vulnerability (Exposure/Capacity) Sumber: USAID, 2007:13 Konsep tersebut diartikan bahwa tinggi-rendahnya risiko bencana dipengaruhi tingkat keseringan dan besarnya bahaya ( hazard) yang dihadapi, dan tinggi rendahnya kerentanan (vulnerability) dari suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini, bahaya bersifat alamiah sehingga tidak banyak dapat dilakukan rekayasa dalam komponen ini untuk mengurangi tingkat risiko bencana. Sedangkan komponen kerentanan terbentuk oleh kondisi karakterisktik masyarakat dan keterbatasannya untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan menangani dampak bahaya/bencana alam tertentu. Maka pada komponen kerentanan inilah rekayasa dapat banyak dilakukan, untuk meminimasi tingkat risiko bencana. Rekayasa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan meredam, mencapai kesiapan dan menangani dampak bencana adalah adaptasi. Secara ringkas, adaptasi yang dimaksud adalah penyesuaian sistem untuk mengendalikan atau menurunkan potensi kerugian yang meliputi proses memahami, antisipasi, modifikasi, melakukan persiapan, dan perencanaan (Hufschmidt,2011). praktinya, adaptasi diwujudkan dengan strategi adaptasi. Pada Terdapat 3 macam strategi adaptasi yakni dengan cara merubah perilaku diri, merubah fisik lingkungan, dan keluar dari lingkugan (Haryadi & Setiawan,2010; Berry,1980). Berbagai strategi adaptasi tersebut terdiri dari berbagai kegiatan 3

yang dilakukan masyarakat untuk menghadapi ancaman bencana yang dapat dilakukan sebelum, saat terjadi bencana, sesudah terjadi bencana. Bencana banjir lahar dingin 2010 di Sungai Code Kota Yogyakarta menimbulkan berbagai kerusakan di lingkungan permukiman. Lingkungan permukiman yang mengalami dampak terparah dari banjir lahar dingin tersebut adalah Kampung Jogoyudan, Kecamatan Jetis (Rencana Kontinjensi Kota Yogyakarta,2011; Observasi,2013). Berkenaan dengan hal ini, masyarakat Kampung Jogoyudan melakukan berbagai kegiatan untuk menanggulangi bencana baik sebelum, saat terjadi bencana, dan sesudah terjadi bencana. Dari berbagai kegiatan itu, tidak semua kegiatan tersebut dapat dijelaskan oleh teori strategi adaptasi yang dikemukakan oleh Berry (1980). Kegiatan tersebut adalah bekerjasama untuk mengurangi tekanan lingkungan akibat bencana, yakni suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau membahayakan keberadaan atau kenyamanan diri seseorang sebagai akibat terjadinya bencana (Baum dalam Bungsu,2008; Heimstra dan Farling,1974). Pada saat bencana dan sesudah bencana, masyarakat Kampung Jogoyudan memanfaatkan kerjasama sebagai cara untuk menanggulangi bencana. Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara mendalam bahwa Kampung Jogoyudan adalah satu-satunya kampung yang menjalin kerjasama dengan pihak luar untuk menangani dampak bencana. Jogoyudan satu-satunya kampung (di bantaran Sungai Code) yang ada kerjasama dengan LSM untuk rekonstruksi Bp.Hatta (32 tahun, warga RW 10, fasilitator LSM HABITAT, wawancara tanggal 10 mei 2013) Oleh karena adanya perbedaan antara fenomena dan teori, penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki teori strategi adaptasi yang dikemukakan oleh Berry (1980) diatas. Selain itu, hal lain yang mendasari pemilihan fokus ini adalah berkenaan dengan keperluan untuk mereplikasi strategi adaptasi tersebut di permukiman yang memiliki karakteristik ancaman bencana yang sama, seperti permukiman di sepanjang bantaran Sungai Code. 4

1.2. Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, diperoleh pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana strategi adaptasi masyarakat pada kasus bencana banjir lahar dingin di Kampung Jogoyudan? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan strategi adaptasi tersebut? 1.3. Tujuan penelitian a. Mendeskripsikan strategi adaptasi masyarakat pada kasus bencana banjir lahar dingin di Kampung Jogoyudan. b. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi adaptasi tersebut diatas. 1.4. Manfaat penelitian a. Memberikan solusi alternatif dalam pemilihan strategi adaptasi terhadap ancaman bencana banjir lahar dingin. b. Hasil-hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan kebijakan pemerintah dan bahan masukan pelaksanaan program-program pengurangan risiko bencana, khususnya peningkatan kemampuan adaptasi dalam menghadapi bencana banjir lahar dingin 1.5. Batasan penelitian Batasan penelitian ini mencakup fokus dan lokasi penelitian, sebagai berikut: a. Fokus Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana banjir lahar dingin dan menemukan faktorfaktor yang mempengaruhinya. b. Lokasi Penelitian ini dilakukan di Kampung Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kota Yogyakarta. Adapun yang dimaksud kampung disini adalah bagian kampung yang terkena dampak banjir lahar dingin saja. Secara detail 5

bagian kampung tersebut diuraikan di bab IV tentang deskripsi lokasi penelitian. 1.6. Keaslian penelitian Ada cukup banyak penelitian terkait strategi adaptasi masyarakat terhadap bencana banjir di lingkungan permukiman di bantaran Sungai Code. Beberapa penelitian tersebut diantaranya oleh Heryanti (2012), Rahmawati (2011), Afrizal (2010), dan Wahida (2009). Untuk menghasilkan temuantemuan baru, penelitian ini menekankan pada perbedaan fokus penelitiannya. Fokus utama penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi adaptasi masyarakat terhadap bencana banjir lahar dingin dan menemukan faktorfaktor apa yang mempengaruhinya. Fokus penelitian ini, ditujukan untuk memodifikasi atau memperbaiki teori adaptasi individu atau kelompok masyarakat terhadap lingkungan yang dikemukakan oleh Berry (1980). Hasilhasil temuan berupa strategi adaptasi dapat direplikasikan di tempat lain, khususnya untuk lingkungan permukiman di sepanjang bantaran Sungai Code yang memiliki karakteristik ancaman bencana yang sama dengan lokasi amatan. Menurut BPPTKG DIY (2012), lingkungan permukiman di sepanjang bantaran Sungai Code memiliki risiko bencana banjir lahar dingin yang besar dan periode ulang banjir (5 tahunan) seiring siklus erupsi gunung Merapi, sehingga replikasi strategi adaptasi banjir lahar dingin menjadi penting. Intisari dari penelitian-penelitian terdahulu, diuraikan dalam tabel dibawah ini. 6

Tabel 2. Keaslian penelitian No. Peneliti Judul Tahun Fokus Pembahasan Pendekatan atau Metode Analisis 1. Heryanti,Dyah Noor (Tesis) 2. Rahmawati, Wuri (Tesis) 3. Afrizal, Zahmi (Tesis) Persepi Risiko Bencana Banjir dan mekanisme penanganannya di Sungai Code dengan Pendekatan Berbasis Komunitas (Community Based Approach to Assess Flood Risk Perception and Coping Mechanism Along Code River, Yogyakarta Municipality) 2012 Peran Media Komunikasi Dalam Masa Tanggap Bencana Banjir Lahar Dingin Di Sepanjang Sungai Code Kota Yogyakarta 2011 Arahan Penataan Kawasan Bantaran Sungai yang Antisipatif terhadap Bencana Banjir 2010 Menilai Persepsi Risiko Masyarakat terhadap Banjir dan Banjir lahar dingin dan mekanisme Penanganannya. Menganalisis peran 1. pihak-pihak yang terlibat dalam tangap bencana banjir lahar dingin, dan 2. peran media komunikasi dalam masa tanggap bencana banjir lahar dingin, dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir lahar dingin 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penataan kawasan bantaran sungai dalam pemanfaatan ruang dan kesiapan menghadapi bencana banjir, dan Menggunakan analisis kuantititatifkualitatif. deskriptif Serta induktif kualitatif secara ekploratif deduktif kualitatif dengan pendekatan rasionalistik Lokus 1. RW 2, Kelurahan Tegalpanggung 2. RW 1 dan 5, Kelurahan Prawirodirjan 3. RW 1, Kelurahan Suryatmajan 4. RW 5, Kelurahan Terban 5. RW 10, Kelurahan Gowongan 1. Kampung Gemblakan Bawah, Gemblakan Atas dan Ledok Macanan (Suryatmajan) 2. Kampung Ledok Tukangan (Danurejan). 3. Kampung Karanganyar, Lowanu (Brontokusuman) 4. Kampung Lowanu (Sorosutan) Kawasan Cokrodirjan, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan bersambung.. 7

lanjutan tabel 2 No. Peneliti Judul Tahun Fokus Pembahasan Pendekatan atau Metode Analisis merumuskan arahan penataan dan model kawasan bantaran sungai yang antisipatif terhadap bencanan banjir, berkaitan dengan pola permukiman, ruang hijau, sempadan sungai, dan keamanan terhadap bahaya banjir Lokus 4. Wahida (Tesis) Mitigasi Bencana Banjir di Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009 2. elemen-elemen kawasan yang memberikan dampak dan kontribusi dalam kawasan rawan bencana banjir 1. Mengidentifikasi pengaruh kepadatan penduduk dan kepadatan permukiman di bantaran Sungai Code, perilaku dan persepsi masyarakat terhadap penyebab terjadinya banjir, dan 2. Mengindentifikasi jenis partsipasi yang dilakukan masyarakat pada mitigasi bencana banjir dibantaran Sungai Code sebagai upaya mengurangi risiko bencana Sumber: Analisis, 2013 Menggunakan metode survei dengan teknik sampling probability (stratified). Analisis data menggunakan tabel frekwensi dan stattistik 8