BAB I PENDAHULUAN. tahun sesudahnya menyebabkan timbulnya berbagai masalah. Banyak industri yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya tumbuh dan besar melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

, 2015 EFEKTIVITAS GRATITUDE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL BEINGPADA BURUH PABRIK SARUNG ALIMIN MAJALAYA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik,

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki orang tua lengkap. Orang tua sebagai pengasuh utama yang menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

Prevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk diikuti. Pendidikan musik kini menjadi sesuatu yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Jalanan di Rumah Sanggar Waringin Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. kini telah menjadi suatu kebutuhan. Berbagai literature dan laporan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

Studi Deskriptif Mengenai Children Well-Being pada Anak Jalanan yang Bersekolah Usia 12 Tahun di Rumah Perlindungan Anak (RPA) Yayasan Bahtera Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997 hingga beberapa tahun sesudahnya menyebabkan timbulnya berbagai masalah. Banyak industri yang mengalami kemerosotan produksi secara drastis sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar besaran. Hal ini menyebabkan angka penggangguran dan angka kemiskinan yang meningkat dengan sangat tajam dan tidak terkendali, sehingga menyebabkan banyaknya anak anak yang seharusnya belajar di sekolah akhirnya harus turun ke jalanan. Anak jalanan turun ke jalan untuk membantu orang tua mereka mencari sesuap nasi serta membiayai kehidupan keluarga. (facebook.com) Berdasarkan data terakhir (2009) dari Kementrian Sosial, jumlah anak jalanan saat ini kurang lebih sudah berkisar 85.013 jiwa. Menurut Kementerian Sosial RI, Anak Jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya di jalanan. Menurut UU No 23 Tahun 2002, Anak Jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktunya di jalanan. Menurut Persatuan bangsa-bangasa (PBB), Anak Jalanan adalah 1

2 anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan untuk bekerja, bermain dan beraktivitas lain. Rumah Musik Harry Roesli yang disingkat RMHR adalah salah satu rumah belajar untuk anak jalanan di kota Bandung. RMHR didirikan oleh Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli (Alm), yang tergerak hatinya ketika melihat banyak dan terus bertambahnya jumlah anak jalanan pada tahun 1997. Konsep RMHR sendiri lebih mengarah pada rumah belajar untuk membimbing anak-anak jalanan yang memiliki kemauan untuk belajar bermain alat musik. Pelajaran dasar mengenai membaca, menulis dan berhitung pun diajarkan pada anak jalanan yang dibimbing di RMHR. Pelajaran-pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar anak-anak jalanan memiliki bekal kemampuan dasar yang layak untuk menjalankan kehidupannya di masyarakat. Peranan RMHR ini dituangkan dalam visi dan misi yang dimilikinya, yaitu RMHR memiliki visi agar anak-anak jalanan menjadi pribadi yang mandiri, sedangkan misinya adalah menyebarkan energi positif dan berkarya di jalanan. Pada tahun 1998, RMHR berhasil menjaring kurang lebih 100 anak jalanan namun seiring berjalanya waktu, jumlah anak jalanan di RMHR terus menurun. Pada tahun 2013, jumlah anak jalanan yang dibimbing di RMHR berjumlah 17 orang. Menurut pengurus RMHR, penyusutan jumlah anak jalanan tersebut disebabkan oleh adanya masalah tentang cara membimbing anak jalanan yang dilakukan oleh RMHR saat itu. Pengajaran musik yang diberikan hanya berupa interaksi formal antara sekelompok anak jalanan dengan pengajar musik sehingga sebagian anak jalanan yang memiliki kebiasaan hidup bebas mengalami kesulitan dan kejenuhan dalam

3 mengikuti pelajaran di RMHR. Masalah lain berasal dari orangtua anak jalanan yang merasa tidak suka bila anak mereka menghabiskan waktu untuk belajar di RMHR karena dianggap mengurangi waktu anak jalanan yang seharusnya digunakan untuk bekerja di jalanan untuk membatu mencari nafkah. Pada tahun 2013 rata-rata dari anak jalanan di RMHR telah dibimbing selama lebih dari 5 tahun, yang terlama selama 8 tahun 6 bulan dan yang terbaru selama kurang dari 1 tahun. Kini RMHR telah menemukan cara pendekatan yang dianggap lebih baik untuk menangani anak jalanan. Pendekatan ini dilakukan dengan dibinanya komunikasi yang lebih mendalam antara pembimbing yang disebut kakak asuh dan anak jalanan sehingga hubungan tersebut bukan sekedar interaksi formal antara guru dan murid saja. Terdapat 2 jenis kakak asuh yang membimbing anak jalanan di RMHR, yang pertama kakak asuh berlatar belakang mahasiswa yang memiliki keinginan untuk menjadi relawan dan membantu RMHR dalam membimbing anak jalanan. Hubungan antara kakak asuh relawan ini dengan anak jalanan biasanya hanya bersifat sementara, karena setelah selesai kuliah, kakak asuh relawan ini cenderung mencari pekerjaan dan berhenti mengajar di RMHR. Jenis kakak asuh yang kedua adalah kakak asuh yang secara tetap ada dan membibing anak jalanan di RMHR. Kakak asuh ini adalah Kang Y, yang merupakan pengurus tetap RMHR dan beberapa anak jalanan yang telah senior dan memiliki kemampuan yang cukup untuk membimbing anak jalanan lain yang masih memerlukan bimbingan.

4 Dalam usaha RMHR membentuk anak jalanan menjadi pribadi yang lebih taat dan disiplin, RMHR pun memberikan aturan-aturan yang harus diikuti oleh setiap anak jalanan yang dibimbingnya. Menurut pengurus RMHR, pemberian aturan ini dilakukan untuk mengurangi kebiasaan dan sikap buruk yang dimiliki anak jalanan. Aturan-aturan yang diberikan misalnya berupa larangan mengkonsumsi minuman keras, obat-obatan terlarang, larangan melakukan hal-hal yang kurang baik, misalnya mencuri, merusak, sex bebas. Selain itu terdapat pula aturan yang berhubungan dengan pelaksanaan bimbingan, misalnya datang ke kelas tepat waktu, merawat dan menjaga alat musik yang diberikan. Menurut pengurus RMHR, pada awalnya anak jalanan sulit mengikuti aturan-aturan tersebut, namun berkat pendekatan dan kesabaran kakak asuh, mereka mulai mengerti manfaat positif dari aturan yang ditetapkan RMHR dan mau menaatinya. Menurut anak jalanan di RMHR, aturanaturan yang diterapkan membuat mereka mampu memandang bahwa setiap kebebasan memiliki batasan. Mereka juga mulai menyadari bahwa seiring bertambahnya usia, mereka harus memiliki sikap tanggung jawab agar bisa membentuk hidup yang lebih baik dan positif. Menurut pengurus RMHR, usahanya dalam membimbing anak jalanan lewat campur tangan para kakak asuh ini telah memberikan pengaruh positif bagi anakanak jalanan, di antaranya berhasil menanamkan pentingnya aturan dan tanggung jawab pada diri anak jalanan, berhasil membuat anak jalanan merasa diterima sebagai pribadi yang utuh, yaitu bukan hanya dari sisi positif yang mereka miliki, namun juga dari sisi buruk kehidupan mereka di jalanan. Kakak-kakak asuh ini pun berusaha

5 menjadi pelindung dan pembimbing yang merangkap sebagai teman yang mengerti kehidupan anak jalanan,sehingga anak-anak merasa lebih betah dan memiliki ikatan yang kuat dengan RMHR. Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 5 anak jalanan di RMHR, diketahui bahwa 100% anak jalanan ini mengidolakan seorang kakak asuh yang bernama Kang Y. Kang Y sendiri adalah anak laki-laki dari Almarhum Harry Roesli yang kini menjadi pengurus RMHR. Anak jalanan di RMHR mengaku memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kang Y, bahkan mereka menganggap Kang Y sebagai ayah kedua. Anak-anak jalanan mengaku bahwa mereka bisa leluasa menceritakan masalah-masalah yang dihadapi kepada Kang Y. Menurut mereka, selain mendengarkan curahan hati anak jalanan, Kang Y pun selalu memberikan saran serta bimbingan dan dorongan semangat kepada mereka. Perlakuan-perlakuan yang diberikan Kang Y dan para kakak asuh yang diberikan oleh para kakak asuh kemudian menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Menurut 80% anak jalanan, dahulu mereka merasa malu dan kesal ketika disebut atau dipandang sebagai anak jalanan karena merasa panggilan tersebut memiliki konotasi yang negatif. Kini anak-anak jalanan tidak malu dan mulai berbangga diri dengan kemampuan bermusik yang dimiliki, pekerjaan yang lebih layak, dan pengalaman konser yang disertai dengan sanjungan masyarakat tentang kemampuan bermusik mereka. Secara umum, anak jalanan di RMHR merasa memiliki nilai tambah dibandingkan dengan anak-anak jalanan lainnya atau dengan anak-anak jalanan di

6 rumah penampungan lainnya. Nilai tambah yang dimiliki anak jalanan berupa kemampuan bermusik, sehingga anak jalanan merasa memiliki bekal untuk mencari pekerjaan yang lebih layak dari sekedar mengamen di jalanan. Jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak jalanan di RMHR adalah bekerja di beberapa cafe sebagai pemain musik tetap, menjadi SPG (sales promotion girl) di pertokoan, mengikuti konser-konser musik yang diselenggarakan oleh pihak RMHR atau pihak di luar RMHR dan yang terakhir beberapa anak jalanan membentuk grup band. Seiring dengan dimilikinya pekerjaan yang lebih layak,anak jalanan pun mulai mengalami perubahan pola pikir. Menurut pengakuan 40% anak jalanan, sebelumnya anak jalanan memiliki rasa iri pada orang-orang yang dianggap lebih beruntung, misalnya dalam hal ekonomi, kasih sayang orang tua dan keadaan hidup. Mereka menganggap keadaan hidup mereka yang sulit adalah suatu ketidakadilan. Kini anak jalanan di RMHR mampu memandang hidup mereka sebagai hal yang bisa dibanggakan dan mampu menerima keadaan hidupnya saat ini dengan positif. Adanya perubahan cara pandang anak jalanan terhadap hidupnya kemudian menuntun anak jalanan mampu menyukuri kehidupannya, tidak hanya melihat hal-hal buruk tapi juga hal-hal baik yang terjadi dalam kehidupannya. Rasa syukur yang dihayati oleh anak-anak jalanan terhadap pemberian-pemberian dari RMHR ini dipengaruhi pula oleh berguna atau tidaknya pemberian tersebut terhadap hidup mereka. Untuk bisa merasa bersyukur, individu harus merasakan sendiri pengaruh baik apa yang diperoleh akibat dari pemberian yang diberikan oleh sang pemberi (Emmons,2007). Pemberian yang diterima anak jalanan dari RMHR adalah pelajaran

7 musik, bimbingan yang mengarahkan anak jalanan menjadi pribadi yang lebih disiplin dan tahu aturan dan kemampuan bermusik yang akhirnya mampu membuka peluang kerja bagi anak jalanan. Rasa syukur (Gratitude) adalah pilihan sikap individu dalam menghadapi keadaan hidup, yang baik maupun yang buruk, yang didasari oleh kemampuan individu untuk mengenali dan mengakui kebaikan dalam hidupnya.(emmons,2007) Setiap individu di dunia memiliki kemampuan untuk mengekspresikan Gratitude untuk kebaikan dan pemberian yang diterimanya. Anak jalanan yang memiliki Gratitude yang tinggi cenderung memiliki peluang untuk mengalami afek positif yang lebih sering dan mengalami afek negatif yang lebih jarang. Afek positif pada anak jalanan ditunjukan dengan dialaminya emosi-emosi positif berupa rasa senang karena terpenuhinya kebutuhan hidup, rasa bangga terhadap kemampuan dirinya, perasaan tenang dan terbebas dari depresi akibat merasa tidak dihargai, tidak dianggap dan tidak berguna. Afek negatif pada anak jalanan ditunjukan dengan dialaminya emosi-emosi negatif berupa perasaan sedih, rendah diri, perasaan bersalah, marah, benci, dsb. Ketika anak jalanan memiliki kuantitas afek positif yang lebih tinggi dari afek negatif yang dimiliki, maka akan mendorong anak jalanan untuk memiliki subjective well-being (SWB) yang lebih tinggi. Menurut Ed Diener, Richard E. Lucas, dan Shigehiro Oishi dalam buku Handbook of Positibe Psychology (2002), Subjektive well-being (SWB) adalah penilaian subjektif individu tentang kehidupannya berdasarkan aspek kognitif dan afektif. Komponen kognitif berisi kepuasan hidup

8 yang dirasakan individu ketika melihat hidupnya, sedangkan komponen afektif berisi affect-affect positif dan negatif yang sering dirasakan individu dalam kejadian hidupnya. Jadi, dengan adanya rasa beryukur yang dirasakan oleh anak jalanan atas pemberian yang diterimanya dari RMHR akan mengarahkan anak-anak jalanan pada tingginya SWB yang mereka rasakan. Semakin seorang anak jalanan mensyukuri hidupnya akan memuatnya semakin merasa bahagia. Hal ini pun dilandasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Watkins pada tahun 2004, yang menyatakan bahwa seseorang yang bahagia cenderung termasuk orang yang bersyukur. (Froh, Sefick, dan Emmons, 2007) SWB pada anak jalanan, dapat terlihat dari emosi anak jalanan ketika menjalani hidupnya. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti, kelima anak jalanan mengaku telah menjalani hidupnya dengan lebih bahagia dan merasa kehidupan telah menjadi lebih baik sejak mengikuti pelajaran dan bimbingan di RMHR. Berdasarkan paparan di atas, terlihat adanya pengenalan niat baik RMHR yang diakui oleh anak jalanan tentang bimbingan yang diterimanya, dan adanya perubahan positif yang dirasakan oleh anak jalanan setelah mengikuti bimbingan di RMHR, membuat peneliti tertarik untuk meneliti kuatnya hubungan antara Gratitude dengan kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh anak jalanan yang dibimbing di RMHR di Kota Bandung.

9 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana hubungan antara Gratitude dan subjective well-being pada anak-anak jalanan yang dibimbing di RMHR di kota bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai Gratitude dan subjective well-being pada anak jalanan yang dibimbing di RMHR di Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara Gratitude dan subjective well-being pada anak jalanan yang dibimbing di RMHR di kota bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan teoretis 1) Memberikan sumbangan informasi bagi teori psikologi positif, terutama mengenai hubungan antara Gratitude dan subjective well-being (SWB) pada anak jalanan.

10 2) Memberikan gambaran bagi peneliti lain yang memiliki minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Gratitude dan subjective well-being (SWB). 1.4.2 Kegunaan praktis 1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pengurus RMHR mengenai hasil dari metode pengajaran mereka di RMHR terhadap anak jalanan. 2) Sebagai masukan bagi pengurus RMHR mengenai dampak dari pengasuhan yang diberikan dalam kaitanya dengan Gratitude pada anak jalanan sehingga anak jalanan mampu merasa bahagia (SWB) dalam hidup. 1.5 Kerangka pemikiran Anak jalanan adalah seseorang yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya di jalanan. Diantara mereka, ada yang masih hidup bersama orang tuanya namun ada juga yang telah hidup terpisah atau bahkan tidak memiliki orang tua. Anak jalanan memiliki sifat hidup yang bebas dan kasar, selain itu mereka hidup tanpa aturan dan tanggung jawab. Mereka merasa memiliki keadaan hidup yang kurang beruntung dan pantas dikasihani oleh masyarakat. Kehidupan anak jalanan sehari-hari didominasi oleh kegiatan mencari uang, misalnya mengamen, melakukan atraksi seperti doger monyet, dan berpantomim. Ada beberapa faktor yang menggerakkan mereka untuk

11 bekerja, diantaranya ada yang bekerja atas kemauan sendiri, ada yang dipekerjakan oleh orang tuanya dan ada juga yang dipekerjakan oleh preman di suatu daerah. Berbeda dengan kebanyakan anak jalanan pada umumnya, anak jalanan yang belajar di RMHR adalah anak jalanan yang dididik dan diberi pengertian mengenai pentingnya aturan dan adanya batasan dari setiap kebebasan yang mereka miliki. Anak-anak jalanan ini belajar bagaimana cara memiliki dan menjalani hidup yang lebih baik dibandingkan kehidupan mereka sebelum belajar di RMHR. Pelajaran dan bimbingan yang diberikan RMHR membuat anak-anak jalanan ini berusaha untuk menggunakan potensi yang ada dalam diri mereka untuk mencari pekerjaan yang lebih layak daripada sekedar mengamen di jalanan. Anak-anak jalanan di RMHR mulai bekerja dan belajar bergaul dengan orang-orang diluar kalangan jalanan yang akhirnya memberikan mereka wawasan yang lebih luas mengenai arti hidup. Kegiatan-kegiatan yang diadakan di RMHR seperti kelas musik, pelajaran membaca, menulis dan berhitung adalah beberapa keuntungan yang diperoleh oleh anak-anak jalanan yang dibimbing di RMHR. Bersamaan dengan dilakukannya kegiatan tersebut anak jalanan ini bergaul dengan kakak asuh yang mendampinginya melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Bimbingan dari kakak asuh inilah yang akhirnya membuat anak-anak jalanan merasa diterima, dilindungi, dan mendapatkan wawasan yang berbeda tentang bagaimana seharusnya memandang hidup dari sisi yang lebih positif.

12 RMHR pun memiliki visi dan misi, yaitu visinya agar anak-anak jalanan menjadi pribadi yang mandiri dan misinya adalah untuk menyebarkan energi positif dan berkarya di jalanan. Dampak dari visi dan misi tersebut telah terlihat dari keinginan anak jalanan untuk mulai mecari uang secara mandiri. Perbedaanya terletak pada cara mencari uang yang digunakan oleh anak jalanan. Pada awalnya, anak jalanan menghalalkan segara cara untuk mendapatkan uang, mereka mengamen dan meminta-minta pada mobil-mobil yang lewat. Kini mereka mulai memiliki keinginan untuk mendapatkan uang dengan cara bekerja, misalnya melamar pekerjaan di sebuah cafe sebagai pemain musik dan menjadi SPG di sebuah toserba. Perubahan pandangan hidup inilah yang membuat anak jalanan menyukuri (Gratitude) kehidupannya saat ini walaupun terdapat kekurangan dalam hidup mereka. Menurut Robert Emmons (2007), Gratitude adalah pilihan sikap individu ketika mengakui dirinya telah menerima hadiah / keuntungan / hal baik dari orang lain, individu pun dapat memahami nilai dan niat baik dari sang pemberi. Gratitude memiliki dua aspek utama, yaitu recognition dan acknowledgement. Recognition adalah kemampuan anak jalanan dalam mengenali adanya keuntungan yang diperoleh dirinya dari bimbingan yang diberikan RMHR untuk meningkatkan cara hidup dan harga diri mereka, selain itu anak jalanan pun mampu memahami nilai baik dari setiap peraturan dan ketegasan yang diberikan oleh kakak asuh di RMHR. Pengasuhan yang diberikan RMHR pada anak jalanan bukan hanya berbentuk pemberian materi secara fisik seperti makanan dan alat musik, namun lebih dari pada

13 itu adalah pemberian berbentuk bimbingan secara moril misalnya rasa penerimaan, rasa aman, pemberian wawasan. Pengasuhan inilah yang akhirnya memunculkan afek positif dalam diri anak jalanan berupa rasa senang, bangga, percaya diri, diperhatikan dan dicintai. Afek positif yang timbul dapat terlihat ketika anak jalanan memperoleh pelajaran musik dan kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung (calistung) sehingga hal tersebut menunjang mereka dalam menempuh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, yaitu mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih layak untuk menyambung kehidupan mereka dan mereka bisa berbangga hati atas kemampuan yang dimiliki mereka saat ini. Acknowledgement merupakan pengakuan dari anak jalanan bahwa sumber keuntungan yang diperoleh berasal dari luar diri, yaitu dari kakak asuh di RMHR. Hal ini berarti anak jalanan mengakui bahwa keuntungan yang mereka dapatkan bukan merupakan imbalan dari usaha atau prestasi sendiri, misalnya karena anak jalanan telah bersikap baik atau mendapat nilai yang baik, tetapi anak jalanan merasa menerima keuntungan dari kakak asuh, Tuhan, atau orang-orang di sekitarnya secara cuma-cuma. Hal ini berarti bahwa Gratitude yang dirasakan anak jalanan bukan sekedar pilihan sikap, melainkan kemauan anak jalanan untuk mengakui bahwa terdapat motivasi yang baik dari kakak asuh, Tuhan dan orang sekitarnya untuk membantu mereka tanpa disertai usaha dari diri anak jalanan sendiri. Anak jalanan yang memiliki recognition dan acknowledgement tinggi akan memiliki rasa bersyukur yang tinggi pula. Rasa syukur yang dirasakan anak jalanan

14 akan membuatnya merasakan afek positif seperti rasa senang, bangga, percaya diri, merasa diperhatikan, dan dicintai secara lebih sering. Perasaan ini pada akhirnya menumbuhkan subjective well-being dalam diri anak jalanan. Subjective well-being (SWB) berkaitan dengan kebahagiaan. Peneliti dalam psikologi cenderung mengindekskan SWB ke dalam dua variabel utama, yaitu kebahagiaan (happiness) dan kepuasan terhadap kehidupan (satisfaction with life) (Compton, 2005). Apabila konsep SWB ini diadaptasikan pada anak jalanan yang tergabung dalam RMHR, maka akan terukur melalui sejauhmana anak jalanan menilai kehidupannya berbahagia dan sejauhmana menilai dirinya puas dengan keadaan hidupnya. (vishakadharma.wordpress.com) Secara menyeluruh, penilaian atas SWB terjadi melalui komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif mengacu pada kepuasan hidup yang dihayati oleh anak jalanan, sedangkan komponen afektif mengacu pada afek positif dan negatif yang dirasakan oleh anak jalanan di RMHR. Keterkaitan antara Gratitude dan SWB ditunjukkan oleh penelitian Overwalle, Mevielde dan De Schuyter (1995) yang mengatakan bahwa Gratitude merupakan keadaan nyaman yang berhubungan dengan afek positif, termasuk kepuasan, kebahagiaan, kebanggaan dan harapan. (Emmons, McCullough, 2003) Afek positif dan negatif yang dihayati oleh anak jalanan adalah kunci dari hubungan antara kesejahteraan subjektif (SWB) dengan rasa syukur (Gratitude). Hal

15 ini disebabkan karena emosi positif dalam afek positif dan emosi negatif dalam afek negatif yg dihayati anak jalanan akan memberi pengaruh pada derajat rasa bersyukur anak jalanan di RMHR. Rasa syukur yang dihayati oleh anak jalanan akan memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh anak jalanan. Hubungan positif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang sejalan antara dua Gratitude dan SWB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gallup (1998), dikatakan bahwa seseorang yang mengekspresikan rasa syukurnya membantu dirinya untuk merasa bahagia dalam derajat yang berbeda. Selain itu Chesterton mengatakan bahwa rasa syukur akan menghasilkan saat/ waktu/ perasaan bahagia yang paling murni yang dirasakan oleh manusia. Hal ini berarti semakin tinggi yang dirasakan anak jalanan akan meningkatkan SWB yang dirasakanya, dan semakin rendah yang dirasakan anak jalanan akan memperendahkan SWB yang dirasakannya. (Emmons, McCullough, 2003) Sebagai contoh nyata, anak jalanan yang telah mengikuti konser Java Jazz bersama seorang musisi dunia bernama Dave Coz mendapat banyak sanjungan dari masyarakat. Hal ini membuat dirinya merasa bersyukur karena telah menerima bimbingan musik dari RMHR yang akhirnya membawa dirinya mengikuti konser tersebut. Rasa syukur yang dimilikinya kemudian membuat anak jalanan merasa bangga akan kemampuannya. Rasa bangga merupakan salah satu contoh dari emosi positif yang bila dihayati anak jalanan dalam intensitas yang tinggi akan membuat

16 anak jalanan merasa senang. Semakin sering emosi positif dihayati oleh anak jalanan, maka semakin tinggi pula SWB yang dimiliki anak jalanan Anak jalanan di RMHR Gratitude -recognition -acknowledgement Subjective well-being -Kepuasan hidup -Afek positif -Afek negatif Dikorelasikan (Rs) Bagan 1.1 Kerangka Pikir 1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka timbul asumsi sebagai berikut : 1) Anak jalanan yang tergabung dalam RMHR pada kenyataannya menerima bimbingan informal yang berwawasan pembentukan masa depan. 2) Bimbingan yang diterima anak jalanan di RMHR memberinya banyak peluang untuk menata kehidupan yang lebih baik bagi masa deapnnya. 3) Pembentukan wawasan mengarah pada pembentukan masa depan yang lebih baik ini memberikan penghayatan akan Gratitude dalam derajat tertentu pada anak jalanan yang tergabung dalam RMHR.

17 4) Gratitude yang terbentuk akan menumbuhkembangkan subjective well-being pada anak jalanan ini. 1.7 Hipotesis Terdapat hubungan antara Gratitude dan subjective well-being pada anak jalanan yang tergabung dalam RMHR Kota Bandung. Tidak terdapat hubungan antara Gratitude dan subjective well-being pada anak jalanan di RMHR Kota Bandung.