BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

dokumen-dokumen yang mirip
e) Hak Menghadiri RUPS... 55

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

perubahan Anggaran Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini berkaitan dengan pengelolaan sebuah lembaga, baik lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH PROVINSI JAMBI

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PT SOECHI LINES Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT) menjadi semakin dominan jika. dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

B A B I PENDAHULUAN. Sasaran utama pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada pengingkatan

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

1 Universitas Indonesia

BAB II PENGALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. A. Dasar Hukum Peralihan Saham Pada Perseroan Terbatas

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas.

PT Atlas Resources Tbk. Piagam Dewan Komisaris

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

PENJELASAN AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT KEDAWUNG SETIA INDUSTRIAL, Tbk. TANGGAL 23 MEI 2017

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA. pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut.

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang secara internal mampu dan berjalan lancar meningkatkan modal perseroan tersebut melalui cadangan modal yang dimiliki dalam kas perusahaan dan ada perusahaan yang tidak mempunyai cadangan kas perusahaan guna penambahan modal usaha. Bagi perusahaan yang tidak mempunyai modal usaha yang besar dan didukung oleh para pemegang saham, maka mereka (baca: perusahaan) akan melakukan pinjaman kepada lembaga tertentu. Dalam hal penambahan modal dari pemegang saham tersebut, pada prakteknya tidak berjalan semestinya seperti yang dibayangakan karena bisa saja ditemukan kendala dengan pelbagai alasan di antaranya : ada pemegang saham yang sangat peka dengan kemajuan perusahaannya sehingga baginya mengeluarkan uang dengan menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal perseroannya tidak menjadi masalah, tetapi ada pula pemegang saham yang enggan menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal perusahaannya karena alasan finansial yang tidak cukup dan barang pengganti sesuai dengan nilai nominal saham minimal belum memadai dan ada pula karena masalah sentiment 1

pribadi yang terjadi dalam perusahaannya sehingga karena ketidakpercayaannya terhadap pengurus perusahaan enggan ikut menyetorkan saham untuk peningkatan modal perseroan dan ada pula yang tidak mau ikut dalam penambahan modal meskipun mampu. Peran serta pemegang saham dalam peningkatan modal perseroan sesungguhnya adalah kewajiban berdasarkan Undang-undang Perseroan Terbatas ( UUPT ) No.40 Th 2007 (. Peningkatan modal tersebut wajib dilalui dengan mengikuti mekanisme yang telah diatur undang-undang tersebut yakni seperti yang ditentukan dalam Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) 1. Namun pada kenyataannya ada perusahaan yang melaksanakan peningkatan modal usaha di luar dari mekanisme yang diwajibkan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan baru terkait dengan keabsahan peningkatan modal perusahaan dengan segala konsekuensinya diantaranya: dampak terhadap perubahan anggaran dasar perseroan dan tanggung jawab masing-masing pemegang saham dalam menyetorkan modal untuk peningkatan modal perseroan jika terdapat pemegang saham yang tidak menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal. Sebagaimana ketentuan berikut ini menegaskan, pemegang saham harus sudah menyetorkan modal secara penuh atau lunas sebelum pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Menteri. Artinya penyetoran saham dalam peningkatan merupakan suatu kewajiban. 1 Pasal 41 dan 42 UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 2

Suatu Perseroan Terbatas dapat meningkatkan modalnya dengan cara melakukan penambahan modal, yang prosesnya dilakukan berdasarkan atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ). Menurut pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ( UUPT ), RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS tersebut dalam rangka peningkatan modal Perseroan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dengan catatan bahwa penyerahan kewenangan tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Mengacu pada isi pasal 41 ayat (2) UU Perseroan Terbatas 2007. Hal ini mengandung pengertian bahwa peningkatan modal perseroan melalui penambahan modal usaha wajib mematuhi mekanisme yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain di luar dari dan/atau persyaratan pelaksanaan peningkatan modal yang diwajibkan Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut, memungkinkan Peningkatan Modal Perseroan yang dilakukan oleh Perseroan menjadi tidak sah berikut konsekuensinya terhadap pemegang saham yang telah menyetorkan modalnya ke dalam perseroan maupun yang tidak menyetorkan modalnya pada saat Perseroan Meningkatkan Modal. Konsekuensi yang dimaksud ialah apabila perusahaan tersebut mengalami kerugian dan memperoleh laba bersih yang kemudian harus dibagikan kepada setiap pemegang saham sebagai Dividen yang ternyata pada saat kerugian pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya tersebut yang 3

ternyata harus ikut bertanggungjawab tidak mau bertanggungjawab dan sebaliknya pada saat pembagian dividen menuntut hak-nya. Meskipun demikian pemegang saham yang tidak ikut menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modalnya harus tetap dilindungi hakhaknya. Sebaliknya perusahaan tersebut juga tidak dapat secara diam-diam tanpa melakukan mekanisme yang diatur oleh UU Perseroan Terbatas melakukan Peningkatan Modal. Peningkatan Modal yang dilakukan tersebut tetap saja tidak sah karena tidak melalui mekanisme yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas meskipun peningkatan modal tersebut tetap mengikat para pihak pemegang saham yang setuju peningkatan modal dan/atau menyetorkan modalnya pada saat peningkatan modal perseroan. Dalam keadaan yang normal jika mekanisme dipatuhi oleh perusahaan untuk meningkatkan modal perseroan berdasarkan peraturan tentang perseroan terbatas, perusahaan dapat menggunakan hak-hak sesuai yang diatur undangundang untuk melakukan opsi-opsi penyelesaian baik secara internal sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan maupun Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas mengenai apa yang harus dilakukan terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan sahamnya pada saat perusahaan meningkatkan modal seperti membeli saham-saham pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya dan kemudian menawarkan kepada pihak ke tiga atau ketika peningkatan modal tetap berjalan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU PT maka Perseroan dapat melakukan gugatan mengenai 4

Utang Piutang agar Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan membayar utangnya tersebut atau dengan cara mengurangi nilai nominal sahamnya sebagai dampak dari peningkatan modal perseroan yang mana pemegang saham tersebut tidak menyetorkan modalnya. Pada prakteknya dalam hal peningkatan Modal Perseroan umumnya Pemegang saham minoritas kurang terlindungi hak-haknya ketika perusahaan meningkatkan modalnya terkait sumber dana yang minim. Namun terhadap masalah ini ada sebuah prinsip yang mengatur keseimbangan hak antara pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas yang seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu agar dapat mencapai adanya suatu keadilan maka diperlukan pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas mendapatkan haknya secara proporsional. Demi menjaga kepentingan di kedua belah pihak dikenal adanya prinsip Majority Rule Minority Protection. Mengingat begitu dominannya posisi pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan maka prinsip majority rule minority protection hadir memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pihak pemegang saham minoritas yakni dengan memberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingannya 2. 2 Fuady, Munir. Hukum Perseroan Terbatas, Tahun 2005: hal.176 5

Selain hal tersebut di atas pemegang saham minoritas juga perlu diberikan hak untuk memaksa perusahaan untuk mengelola perusahaan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang undangan atau dalam peraturan anggaran dasar perusahaan, hal ini penting karena pelanggaran hukum oleh perusahaan juga akan mengakibatkan kerugian pada pemegang saham minoritas.selain dari ketentuan hukum yang diatur dalam UUPT di atas, Persero dalam menjalankan roda perusahaan dituntut untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance ( GCG ), sebagaimana diketahui dalam prinsip GCG mengedepankan: fairness (keseimbangan), transparency (transparan), accountability (akuntabilitas) and responsibility (bertanggung-jawab). 3 Permasalahan adanya corporate action terkait penambahan/peningkatan modal suatu perseroan acap kali digunakan para pemilik saham mayoritas untuk mendilusi kepemilikan saham minoritas. Namun, sepanjang corporate action ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada UUPT, maka tidak adanya pelanggaran hukum yang dapat dialamatkan kepada perseroan. B. POKOK PERMASALAHAN Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Apakah hak-hak Pemegang Saham yang tidak menaikan modal tetap diberikan sesuai peraturan yang berlaku? 3 http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?departmentid=man 6

2. Pada saat Perseroan tidak melakukan mekanisme sebagaimana yang diharuskan dalam UU No.40 Tahun 2007 untuk meningkatkan modal perseroan, apakah Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal dapat diminta pertanggungjawabannya apabila terjadi kerugian? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi agar dapat dilakukan suatu analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah peningkatan modal perseoran yang tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur UU dan tanggungjawab pemegang saham yang tidak menyetorkan modal untuk meningkatkan modal perseroan beserta konsekuensinya, khususnya mengenai hak-hak pemegang saham yg tidak menaikan modalnya dan pertanggungjawaban pemegang saham jika perusahaan mengalami kerugian, sehingga dapat diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji mengenai ada atau tidaknya hak-hak pemegang saham yang tidak menaikan modal perseroan. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji pertanggungjawaban pemegang saham perseroan yang tidak menyetorkan modal apabila perseroan mengalami kerugian. 7

D. KEASLIAN PENELITIAN Berdasarkan penelusuran terkait judul Thesis yang penulis lakukan melalui media internet yaitu dalam beberapa legal akses ditemukan beberapa hal sebagai berikut: dalam sebuah tulisan konsultasi hukum yang diasuh oleh Sofie Widyono P dengan judul Penambahan Modal Dasar. Tak satupun tulisannya yang membahas mengenai peningkatan modal tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Hukum Perusahaan yakni UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Selain itu penulusuran yang sama penulis lakukan terhadap beberapa tulisan di antaranya mengenai Peningkatan Modal Melalui Aset selain Saham yang ditulis oleh Alfi Renata, SH yang ditampilkan dalam Hukum Online.com yang mana dalam pembahasannya fokus terhadap dapat atau tidaknya peningkatan modal dilakukan atau dnilai dengan Aset yang dimiliki oleh seorang pemegang saham. Mekanismenya dijelaskan pula bahwa yang dilakukan dlm peningkatan modal dengan Aset ini adalah tidak lain harus dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan tentang Perseroan Terbatas tersebut di atas. Untuk mendukung keaslian penelitian tersebut penulis juga tidak hanya melakukan penelitian kepustakaan selain pada dua kajian dan pembahasan dengan judul yang penulis sebutkan di atas, lebih dari itu penulis juga menambah referensi dengan menelusuri tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan Peningkatan Modal Perusahaan yakni dalam tulisan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas yang ditulis oleh Rizky Dwinanto, 8

S.H, M.H pada pojok asuh konsultasi hukum pada media Hukum Online.com. Referensi lainnya yang penulis gunakan adalah UU Perseroan Terbatas, Bukubuku terkait Hukum Perusahaan dan Perseroan Terbatas dan Makalah Mengenai Good Corporate Governance yang terkait dengan Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap referensi tersebut di atas semuanya tidak ada yang membahas secara khusus mengenai Peningkatan Modal Perseroan Yang Tidak Melalui Mekanisme Peraturan Perseroan Terbatas yakni UU PT No.40 Tahun 2007 dan juga tidak ada yang mengkaji secara khusus mengenai Hak Pemegang Saham yang tidak mau ikut Meningkatkan Modal Perusahaan yg Tidak melalui Mekanisme yang diharuskan dalam UU No.40 tahun 2007. Meskipun ada di dalam pembahasan yang dikaitkan dengan hak-hak pemegang saham seperti ditulis oleh Rizky Dwinanto, S.H, M.H mengenai Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas bahwa Permasalahan adanya corporate action terkait penambahan/peningkatan modal suatu perseroan acap kali digunakan para pemilik saham mayoritas untuk mendilusi kepemilikan saham minoritas. Namun, sepanjang corporate action ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada UUPT, maka tidak adanya pelanggaran hukum yang dapat dialamatkan kepada perseroan. Langkah yang dapat dilakukan oleh para Pemegang saham minoritas atas tindakan yang dilakukan perseroan adalah meminta agar perseroan membeli saham-saham Pemegang Saham minoritas tersebut dengan harga wajar (Vide Pasal 62 UUPT) 9

atau dalam hal Pemegang Saham minoritas dapat membuktikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan persero terkait dengan tindakan tersebut atau dapat membuktikan adanya kerugian atas tindakan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar tersebut, Pemegang Saham minoritas dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan perseroan (Vide Pasal 61 UUPT) 4. Untuk mempertebal referensi tersebut Penulis juga melakukan diskusi dengan Staff Legal Corporate PT ADIRA Finance Bpk Anang Chotman, S.H, M.H sebagai yang berpengalaman dalam mengurus permasalahan hukum terkait Hukum Perusahaan untuk memastikan apakah pernah menemukan permasalahan terkait peningkatan modal perusahaan yang mana salah satu pemegang sahamnya tidak mau meningkatkan modalnya. Dalam diskusi tersebut hanya memberikan pandangan bahwa Peningkatan Modal Perusahaan harus tetap melalui mekanisme yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 dan mengenai hak dari pemegang saham yang tidak ikut meningkatkan modal perseroan jika ternyata pemegang saham tersebut tidak mau meningkatkan modal perseroannya setelah terlebih dahulu dilakukan mekanisme sesuai dengan Peraturan Perseroan maka Pemegang Saham tersebut hanya berhak dengan persentase yang dikurangi nilainya. Peningkatan Modal yang dilakukan tetap sah namun tidak berhak mengajukan gugatan. Sebaliknya terhadap pemegang saham 4 Dwinanto, Rizky, S.H.,M.H. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas, http://hukum.online.com 10

yang tidak mau ikut dalam peningkatan modal yang tidak melalui mekanisme seperti yang disyaratkan UU No.40 tahun 2007 maka peningkatan modal tersebut tidak sah dan pemegang saham tersebut tetap mendapatkan hak-haknya sesuai yang diatur Undang-Undang Perseroan Terbatas dan jika ternyata haknya dirugikan maka pemegang saham tersebut diberikan hak berdasarkan UU PT berwenang mengajukan gugatan. Selanjutnya terkait Permasalahan yang penulis uraikan di atas, penulis juga melakukan penelitian untuk menambah referensi dengan meminta pendapat dari Praktisi Hukum yang terkait masalah korporasi yakni Salah satu partner di Law Firm Santosa & Partner yakni Ibu Ni Luh Putu, S.H, M.H yang memberikan pendapat yang sama yang pada intinya mengatakan bahwa seseorang pemegang saham yang tidak ikut dalam peningkatan modal perusahaan yang mana peningkatan modal tersebut tidak melalui mekanisme yang diatur dalam UU PT No.40 tahun 2007 maka Pemegang saham tersebut tetap mendapatkan hak-haknya, jika tidak maka pemegang saham tersebut berwenang melakukan gugatan karena apa yang dilakukan perusahaan telah merugikannya. Thesis ini berbeda dengan thesis yang telah ada terkait peningkatan modal karena objeknya berbeda. Dalam Thesis tersebut kasus yang dibahas adalah Peningkatan Modal yang Tidak Melalui Mekanisme yang Diatur oleh UU No.40 Tahun 2007 dan bagaimana dampaknya terhadap hak-hak pemegang saham yang tidak mau meningkatkan modalnya serta apakah pemegang saham tersebut tetap bertanggungjawab jika perusahaan mengalami kerugian. 11

Sedangkan dalam beberapa referensi yang penulis temukan adalah peningkatan modal yang dilakukan masih sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU hanya saja permasalahannya adalah bagaimana peningkatan modal terhadap Pemegang Saham yang tidak memiliki modal yang cukup dan/atau pemegang saham yang meningkatkan modalnya dengan melakukan kredit dengan Pihak Leasing atau Perbankan atau dalam kasus lain Pemegang saham Mayoritas sengaja melakukan peningkatan modal perusahaan meski melalui mekanisme peraturan yang berlaku namun dengan niat untuk melakukan delusi terhadap pemegang saham minoritas. Dengan upaya maksimal dan fokus untuk mendapatkan data-data yang cukup untuk mendukung penelitian dan penulisan tersebut di atas, Penulis nyatakan bahwa keaslian thesis ini dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasionalitas, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk dikritisi yang sifatnya konstruktif. E. KERANGKA TEORI Bertitik tolak dari rumusan masalah, tujuan dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, maka landasan teori ini disusun berdasarkan suatu perlindungan terhadap Pemegang Saham. 12

Untuk mendukung penelitian ini, penulis mencoba menggunakan teori sebagai pisau analisa, di mana teori tersebut ditujukan untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya yang akan dikaitkan dengan permasalahan yang diangkat. 5 Adapun teori yang akan digunakan dan diterapkan sebagai landasan dalam penelitian ini yaitu 1. Berdasarkan Teory Piercing The Corporate Veil. Setelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dengan demikian, pertanggungjawaban pemegang saham dalam PT itu terbatas, pemegang saham dalam PT secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang PT lebih dari bagian harta kekayaan yang ditanamkannya dalam PT. Sebaliknya, tanggung jawab dari perusahaan (PT) itu sendiri tidak terbatas, apabila terjadi hutang atau kerugian-kerugian dalam PT, maka hutang atau kerugian itu akan semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT. Hal tersebut dikarenakan adanya doktrin corporate separate legal personality yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang menciptakannya. 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS,2005).hlm.126 13

Doktrin dasar PT adalah bahwa perseroan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan tersebut. Berkaitan dengan keterbatasan tanggung jawab pemegang saham PT seperti tersebut di atas, dalam hal-hal tertentu dapat ditembus atau diterobos, sehingga tanggung jawab pemegang saham menjadi tidak lagi terbatas. Penerobosan atau penyingkapan tabir keterbatasan tanggung jawab pemegang saham PT (corporate veil) itu dikenal dengan istilah piercing the corporate veil atau lifting the corporate veil. Doktrin piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut dikeahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut: 1. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. 2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; 3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 14

4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT itu dapat diketahui bahwa tanggung jawab pemegang saham yang sifatnya terbatas di dalam PT yang sudah berstatus badan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi apabila pemegang saham melakukan hal-hal seperti tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b sampai dengan d seperti tersebut di atas. F. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, di mana dalam setiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab, sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan yang memberikan gambaran tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan Yuridis tentang Perseroan Terbatas pada umumnya, tentang modal dan saham perseroan terbatas. Dalam hal mana terkait perseroan terbatas diuraikan tentang pengertian Perseroan Terbatas, jenis/macam Perseroan Terbatas dan organ Perseroan Terbatas. Dalam hubungannya dengan modal penulis melakukan uraian tentang pengertian modal pada umumnya, pengertian modal Perseroan Terbatas dan klasifikasi modal 15

Perseroan Terbatas. Sedangkan mengenai Saham penulis melakukan pembahasan mengenai pengertian saham pada umumnya dan menurut UUPT dan jenis-jenis saham. Selain dari pada itu pembahasan penulis juga mengenai Hak dan Kewajiban Pemegang Saham dalam PT serta tanggungjawab pemegang saham dalam PT. Bab III. Penulis menguraikan tentang Metode Penelitian. Suatu cara kerja ilmiah yang diperlukan penulis guna mengungkapkan masalah dengan melakukan penelitian yuridis normatif. Penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan penerapan yuridis empiris untuk menganalisa hukum yang terjadi dalam Praktek di Perusahaan dalam hubungannya dengan Peningkatan Modal yang Tidak Melalui Mekanisme yang diwajibkan UUPT dan Ketiadaan Penyetoran Modal dilakukan oleh Pemegang Saham pada saat Perseroan Meningkatkan Modal. Bab IV. Analisa Yuridis terhadap Tanggungjawab Hukum Pemegang Saham Yang Tidak Bersedia Menyetorkan Modal Pada Saat Perseroan Meningkatkan Modal. Pada bab ini akan dianalisa dua pokok permasalahan yang terkait dengan hak-hak pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal serta tanggung jawab pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya pada saat perseroan meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diharuskan UUPT No.40 Tahun 2007. 16

Kedua Permasalahan tersebut akan dianalisa, apakah pemegang saham yang tidak menaikan modalnya tetap diberikan hak-hak sebagai pemegang saham sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apakah pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diatur UUPT dapat diminta pertanggungjawabannya pada saat perseroan mengalami kerugian kemudian dianalisis dengan menggunakan teori piercing the coporate veil. Bab V. Penutup, yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran, dalam ruang lingkup hak-hak pemegang saham yang tetap harus diberikan (dilindungi) dan tanggungjawab pemegang saham yang wajib dilaksanakan khususnya pada saat pemegang saham tidak menyetorkan modalnya ketika perseroan meningkatkan modalnya dan pada saat peningkatan modal yang dilakukan tidak melalui mekanisme yang diharuskan UUPT yang menjadi basis analisa penulis pada intinya. 17