KAJIAN PARAMETER ANCAMAN BANJIR BANDANG PADA DAS KRUENG TEUNGKU KABUPATEN ACEH BESAR

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PENELUSURAN ALIRAN (FLOW ROUTING) PADA SUNGAI KRUENG TEUNGKU KEC. SEULIMUM KAB. ACEH BESAR

Jurnal Teknik Sipil ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 1-9

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

Ummi Kalsum 1, Yuswar Yunus 1, T. Ferijal 1* 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala PENDAHULUAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

BAB IV METODE PENELITIAN

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

Pra Bencana Saat Bencana Pasca Bencana

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

ABSTRAK Faris Afif.O,

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASESMEN BANJIR PROVINSI GORONTALO

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS UNTUK DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Gambar 3. 1 Wilayah Sungai Cimanuk (Sumber : Laporan Akhir Supervisi Bendungan Jatigede)

BAB I PENDAHULUAN I-1

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERENCANAAN PENANGGULANGAN BANJIR MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC RAS (Studi Kasus Situ Cilangkap) Citra Adinda Putri Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

Transkripsi:

ISSN 2302-0253 9 Pages pp. 19-27 KAJIAN PARAMETER ANCAMAN BANJIR BANDANG PADA DAS KRUENG TEUNGKU KABUPATEN ACEH BESAR Rika Vadiya, Azmeri 2, Ella Meilianda 3 1) Magister Teknik Sipil Program Banda Aceh 2,3) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email: rika.vadiya@yahoo.com Abstract: Flash floods are floods that occur suddenly which has peak discharge which surged and recede back quickly with the volume and speed of the flow is large and has a very large erosion capability so as to bring the material result of erosion in the downstream. One of the areas affected Indonesian flash flood disaster is the Beureunut Village Aceh Besar district. Previously in 1980 flash floods in the Beureunut Village. The recurring flash flood disasters occurred on Wednesday, January 2, 2013 at around 19:30 pm. The disaster effect was the loss of lives and property. The flash flood carrying soil and rock material with a height of 1 to 3 meters. Flash floods that occurred in the Beureunut Village derived from the volume of Tengku Krueng Watershed. The purpose of this research was to determine the factors that affect flash flood hazards on KruengTengku Watershed. The method in use in this research is weighted overlay method with used Geography Information System. The intensity of daily rainfall is calculated using with Manonobe Method. Disharge is calculated using Unit Hydrograph Synthetic SCS Method. Land slope, soil type and land cover, shape of watershed and morphology of the river are classified. Soil erosion is calculated by the Universal Soil Loss Equation Method (USLE). The scope of the material in this research is limited of flash flood hazard parameters. Target expected outcome in this research was able to obtain the parameters of the hazard of flash flood in the Krueng Tengku watershed. Keywords: Flash flood, Hazard, SIG. Abstrak: Banjir bandang adalah banjir yang terjadi secara tiba-tiba yang memiliki debit puncak yang melonjak dan menyurut kembali dengan cepat dengan volume dan kecepatan aliran yang besar dan memiliki kemampuan erosi yang sangat besar sehingga dapat membawa material hasil erosi ke arah hilir. Salah-satu wilayah Indonesia yang terkena bencana banjir bandang adalah daerah Gampong Beureunut Kabupaten Aceh Besar. Sebelumnya pada tahun 1980 terjadi banjir bandang di Gampong Beureunut. Bencana banjir bandang ini berulang terjadi pada hari Rabu tanggal 02 Januari 2013 sekitar pukul 19.30 WIB. Akibat bencana tersebut adalah adanya korban jiwa dan harta benda. Banjir tersebut membawa material tanah dan bebatuan dengan ketinggian 1 sampai 3 meter. Banjir bandang yang terjadi di Gampong Beureunut berasal dari volume air dari DAS Krueng Teungku. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ancaman bahaya banjir bandang pada DAS. Intensitas curah hujan harian dihitung dengan Metode Manonobe. Debit aliran dihitung dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik SCS. Kemiringan lahan, jenis tanah dan penutup lahan, bentuk DAS dan morfologi sungai diklasifikasi. Erosi lahan dihitung dengan Metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi pada kajian parameter ancaman. Target hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memperoleh parameter ancaman banjir bandang pada DAS Krueng Teungku. Kata Kunci: Banjir Bandang, Ancaman, SIG. 19 - Volume 3, No. 4, November 2014

PENDAHULUAN Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu bencana yang terjadi adalah banjir bandang. Penelitian ini mengambil studi kasus banjir bandang Beureunut Kabupaten Aceh Besar. Sebelumnya pada tahun 1980 terjadi banjir bandang di Gampong Beureunut. Bencana banjir bandang ini berulang terjadi pada hari Rabu tanggal 02 Januari 2013 sekitar pukul 19.30 WIB. Banjir bandang yang terjadi di Gampong Beureunut berasal dari volume air dari DAS Krueng Teungku. Berdasarkan peta yang diperoleh dari SimDas Kementrian Kehutanan tahun 2012, topografi DAS Krueng Teungku memiliki kemiringan areal sedang sampai curam pada bagian hulu yaitu sebesar 26% - 40%. Jenis tanah pada DAS Krueng Teungku didominasi tanah latosol pada bagian hulu, andosol pada bagian hilir dan sedikit tanah aluvial. Tutupan lahan DAS Krueng Teungku sangat bervariasi terdiri dari hutan dataran tinggi, sawah, semak belukar, rawa, lahan terbuka dan pertanian lahan kering. Berdasarkan jenis tanah dan kemiringan areal, DAS Krueng Teungku dapat mengakibatkan erosi. Material hasil erosi tersebut dapat membentuk bendungan alam. Adanya intensitas hujan yang tinggi maka bendungan tersebut dapat hancur dan menyebabkan banjir bandang. Berdasarkan karakteristik wilayahnya, DAS Krueng Teungku dapat menyebabkan ancaman banjir bandang untuk daerah di hilirnya. Untuk meminimalisir dampak tersebut, maka perlu kiranya dilakukan kajian mengenai parameter ancaman banjir bandang pada DAS Krueng Teungku Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian dapat diketahui wilayah yang menjadi prioritas penanganan atau mitigasi bencana banjir bandang di lokasi tersebut. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi ancaman banjir bandang pada DAS Krueng Teungku. KAJIAN KEPUSTAKAAN Debit Banjir Karakteristik banjir bandang menurut Kementrian PU (2012) adalah adanya debit puncak yang meloncak dengan tiba-tiba dan menyurut kembali dengan cepat. Metode hidrograf banyak digunakan untuk memperkirakan banjir rancangan. Hidrograf satuan menggambarkan semua kombinasi dari karakteristik fisik DAS (bentuk, ukuran, kemiringan, sifat tanah) dan karakteristik hujan (pola, intensitas dan durasi). Debit banjir dihitung dengan persamaan: n Q n= m M P U (1) 1 m n m 1 dimana: Q n = debit direct runoff pada pulsa ke n; P m = hujan efektif pada pulsa ke m; Volume 3, No. 4, November 2014-20

U = ordinat hidrograf satuan. Kemiringan Lereng Asdak (2002) menyatakan bahwa kemiringan lereng mempengaruhi perilaku dan hidrograf dalam hal waktu aliran. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS semakin cepat laju aliran dan dengan demikian mempercepat respon DAS tersebut oleh adanya hujan. Menurut Paimin et al (2010) salah satu parameter dalam menentukan potensi banjir adalah lereng rata-rata DAS. Hasil kajian Firmansyah dan Kadarsetia (2010) telah menunjukkan bahwa banjir bandang dipengaruhi oleh kemiringan lahan. Pada areal berbukit dan tebing sungai yang curam memiliki potensi mengalami gerakan tanah sehingga terjadi terjadi penyumbatan di hulu sungai. Bentuk DAS dan Morfologi Sungai Menurut Paimin et al (2009) besarnya pasokan air banjir salah satunya dapat diidentifikasi dari dari bentuk DAS, gradien sungai dan kerapatan drainase. Asdak (2002) mengemukakan bahwa bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung akan menurunkan laju aliran daripada DAS berbentuk lebar. Kerapatan drainase dihitung dengan persamaan : D d = L/A (2) dimana: D d = kerapatan drainase (km/km); L = panjang aliran sungai (km); A = luas DAS (km 2 ). Erosi Erosi lahan dihitung dengan metode USLE: A =R.K.LS.C.P (3) dimana: A = kehilangan tanah (ton/ha); R = faktor erosivitas hujan; K = indeks erodibilitas tanah; L = faktor panjang kemiringan lereng; S = faktor kemiringan; C = pengelolaan tanaman; P = konservasi tanah. Stabilitas Lereng Hardiyatmo (2007) menyatakan pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung akan menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi demikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas tanah yang miring ini disebut dengan stabilitas lereng. Pembendungan Menurut Paimin (20101) parameter ancaman banjir adalah pembendungan. Pembendungan ini dapat terjadi di pertemuan anak-anak sungai dengan sungai induk, dan anak cabang sungai induk. Volume Pembendungan Soedibyo (2003) menyebutkan bahwa volume tampungan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: V = 1 k F F F xf 3 1 (4) 2 1 2 21 - Volume 3, No. 4, November 2014

dimana: V = volume tampungan (m 3 ); k = beda antara masing-masing kontur (m); F 1 = luas genangan untuk elevasi 1 (m 2 ); F 2 = luas genangan untuk elevasi 2 (m 2 ). Sistem Informasi Geografis Menurut GIS Konsorsium Aceh Nias (2007) data raster yang biasanya diperoleh dari hasil scanning peta, foto udara dan citra satelit belum berisi informasi yang menunjukkan referensi spasial, baik yang tersimpan di dalam file atau yang disimpan sebagai suatu file yang terpisah. Sehingga untuk menggunakan beberapa data raster secara bersama dengan data spasial yang lain yang sudah ada, diperlukan proses geo-referencing ke dalam sebuah sistem koordinat yang disebut koreksi geometrik. Geo-referencing adalah menyelaraskan data geografis sehingga ia dapat tepat berada pada koordinat yang tepat dengan demikian data tadi dapat dilihat, dianalisa serta diperbandingkan dengan data geografis lain yang memiliki cakupan wilayah yang sama. METODE PENELITIAN Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan studi literatur berkaitan dengan banjir bandang; 2. Mengumpulkan data-data baik primer maupun sekunder; 3. Melakukan georeferencing terhadap peta yang diperoleh: 4. Membuat batas DAS dan SubDAS Krueng Tengku 5. Melakukan analisa data curah hujan, baseflow, debit puncak spesifik, kemiringan lereng DAS, Bentuk DAS, kerapatan sungai, gradien sungai, erosi,, stabilitas lereng dan volume pembendungan; 6. Menarik kesimpulan dan saran sehingga penelitian selesai. Data primer yang diambil di lapangan adalah lebar sungai, elevasi muka air, kecepatan aliran dan sampel tanah. Lebar sungai, elevasi muka air dan kecepatan aliran digunakan untuk menghitung debit dasar sungai Kr. Teungku. Pengukuran dilakukan di beberapa titik dalam arah melintang sungai untuk mendapatkan bentuk tampang lintang sungai. Titik pengambilan data elevasi dan kecepatan diambil rentang 2 meter melintang sungai. Kecepatan aliran diukur pada kedalaman 0,6d karena sungai Krueng Teungku termasuk sungai kecil (luas DAS Krueng Teungku 107,59 Km 2. Sampel tanah digunakan untuk analisa kestabilan lereng. Data yang digunakan untuk analisis stabiltas lereng adalah berat volume, kohesi dan sudut geser dalam tanah. Data sekunder yang digunakan adalah data curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah dan peta tata guna lahan. Pengolahan data base dalam SIG Peta yang diperoleh merupakan peta digital namun peta tersebut belum mempunyai koordinat. Selanjutnya dilakukan transformasi data dari data yang belum mempunyai koordinat geografis menjadi data yang akan Volume 3, No. 4, November 2014-22

mempunyai koordinat geografi (georeferensi). Proses pengolahan koordinat ini dapat dilakukan geo-referencing dengan software ArcGis versi 10.0. Pembuatan Digital Elevation Model (DEM) Pembuatan DEM dilakukan dengan software ArcGis versi 10.0. Basis data yang digunakan adalah peta kontur digital yang merupakan hasil digitasi peta topografi 1 : 50.000. Pembuatan DAS dan SubDas Krueng Teungku Penentuan DAS dan SubDAS Kreung Teungku dilakukan dengan bantuan extension SWAT. Penentuan outlet untuk SubDAS Krueng Tengku berdasarkan pembendungan alam dapat terjadi di percabangan anak sungai dan cabang sungai induk. Debit Banjir Debit aliran dihitung berdasarkan data curah hujan karena data debit tidak tersedia. Metode yang digunakan adalah metode hidrograf satuan sintetik SCS. Hujan yang digunakan dalam analisa debit banjir adalah hujan dengan periode ulang tertentu. Periode ulang yang diambil berdasarkan curah hujan yang terjadi tanggal 2 Januari 2013 yang menyebabkan banjir bandang yaitu sebesar 125 mm. Untuk menentukan CN yang merupakan fungsi dari tata guna lahan dan jenis tanah dianalisa dengan SIG.. Setelah diperoleh nilai CN, maka dihitung hujan efektif dan hidrograf satuan sintetik SCS dengan menggunakan Persamaan 1. Kemiringan lereng Kemiringan lereng Daerah SubDas Krueng Teungku dianalisa dengan menggunakan SIG. Kemiringan lereng diperoleh dari hasli deliniasi DAS menggunakan extension ARCSWAT. Bentuk DAS dan morfologi sungai Dari peta SubDas Krueng Teungku yang diperoleh maka dapat dilihat bentuk DAS yang ditinjau. Gradien sungai diperoleh dari hasil deliniasi subdas. Kerapatan drainase dihitung dengan Persamaan 2. Erosi Erosi lahan yang terjadi di SubDas Krueng Teungku dapat membentuk bendungan alam. Erosi dihitung dengan menggunakan Persamaan 3. Stabilitas lereng Data tanah diambil merupakan sampel tanah yang diambil di tebing Sungai Krueng Teungku. Data tanah tersebut diuji di laboratorium mekanika tanah. Selanjutnya dihitung angka keamanan dengan menggunakan alat bantu Software Geo Slope. Metode Geo Slope menggunakan batas keseimbangan yang sama dengan metode Bishop untuk menghitung faktor keamanan tanah dan lereng. Volume pembendungan Setelah diketahui titik pembendungan alam, maka dihitung volume pembendungan dengan menggunakan Persamaan 4. Untuk menghitung luas genangan berdasarkan elevasi pada masing-masing subdas dihitung dengan menggunakan software ArcGis. 23 - Volume 3, No. 4, November 2014

HASIL PEMBAHASAN Pembuatan Batas DAS dan SubDAS Krueng Teungku Deliniasi DAS yang dilakukan menghasilkan jaringan sungai sintetik, outlet tiap subdas dan batas DAS. yang tinggi. Hasil penelitian parameter debit puncak ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Firmansyah dan Kadarsetia (2010) yamg menunjukkan debit puncak mempengaruhi ancaman banjir bandang di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tabel 2. Debit Puncak DAS Krueng Teungku Debit Luas Debit Kode Puncak SubDas Puncak SubDas (km 2 ) (m 3 Spesifik /dt) (m 3 /dt/km 2 ) 1 1,83 12,67 6,930 2 13,62 135,74 9,965 3 12,18 90,85 7,461 4 11,92 147,02 12,338 5 31,33 481,56 15,369 6 18,98 417,80 22,015 7 17,74 452,18 25,491 Gambar 2 Peta SubDas Krueng Teungku Tabel 1. Parameter subdas dan sungai hasil deliniasi DAS Kode SubDas Luas subdas (Ha) Debit Puncak Spesifik Slope subdas (%) Panjang Sungai (m) Slope Sungai (%) 1 182,79 6,16 2.576,726 0,100 2 1.362,24 6,50 5.552,206 0,901 3 1.217,61 13,20 7.870,618 1,588 4 1.191,60 8,99 3.831,118 2,611 5 3.133,44 7,43 6.828,341 2,298 6 1.897,74 14,47 3.844,830 4,473 7 1.773,90 25,32 2.691,650 8,801 Total 10.759,32 33.195,49 Debit puncak spesifik SubDAS Krueng Teungku dapat dilihat pada Tabel 2. Banjir bandang terjadi akibat adanya debit puncak Kemiringan Lereng Pada daerah hilir dan tengah SubDas Krueng Teungku (SubDas 1,2 dan 5) merupakan lahan datar. Daerah ini merupakan lahan dengan kemiringan < 8 %. Pada daerah tengah dan hulu (SubDas 3,4 dan 6) terdapat lahan yang berombak dan bergelombang. Kemiringan lahan tersebut berkisar antara 8 15 %. Pada daerah hulu (SubDas 7) merupakan daerah pengunungan dengan kemiringan lahan antara 16 25 %. Dari ketujuh SubDas Krueng Teungku dilihat dari sisi kemiringan lereng yang berpotensi besar terjadinya banjir bandang yaitu SubDAs 7 dengan kemiringan lereng 25,32 %. Hal ini disebabkan kemiringan lereng karena lereng yang terjal suatu DAS dapat mempercepat laju aliran dan dengan demikian mempercepat respon DAS tersebut oleh adanya hujan. Selanjutnya areal berbukit dan curam memiliki potensi mengalami gerakan tanah Volume 3, No. 4, November 2014-24

sehingga terjadi terjadi penyumbatan di hulu sungai dan mengakibatkan banjir bandang. Bentuk DAS Bentuk DAS Krueng Teungku bervariasi terdiri dari bentuk lonjong, agak lonjong, bulat, sedang, agak bulat dan bulat. Bentuk lonjong dan bulat mendominasi pada SubDas Krueng Teungku. Berdasarkan bentuk DAS, maka SubDAS 4 dan 7 berada pada tingkat ancaman banjir bandang tinggi dengan bentuk DAS bulat. Hal ini karena berdasarkan bentuk DAS (bulat) dapat meningkatkan laju aliran karena jarak jatuhnya hujan di titik pengamatan sampai ke outlet DAS lebih pendek. Artinya waktu yang dipelukan air hujan sampai ke outlet juga lebih pendek sehingga meningkatkan waktu terjadinya debit puncak yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir bandang. Gradien Sungai Pada daerah hulu dan tengah (SubDas 4,5, 6 dan 7) sungai Krueng Teungku merupakan gradien sungai yang terjal. Sungai daerah ini memiliki gradien > 2 %. Pada daerah agak ke hilir (SubDas 3) merupakan daerah dengan gradien sungai antara 1,5 2 %. Pada daerah sedikit ke hilir (SubDas 2) memiliki gradien sungai antara 0,5 1 %. Pada daerah hilir (SubDas 1) memiliki gradien sungai < 0,5 %. Gradien sungai ini dapat menyebabka banjir bandang. Hal ini disebabkan gradien sungai Krueng Teungku memiliki kemiringan yang terjal terutama di bagian hulu subdas. Kemiringan sungai yang terjal dapat mempercepat laju aliran air ke bagian bawahnya sehingga menimbulkan banjir bandang. Pembendungan SubDas Krueng Teungku dibagi menjadi 7 subdas. Pada SubDas 1 yang berada di hilir (muara) tidak ada pembendungan alami sehingga tidak ada ancaman terhadap banjir bandang. Subdas 2, 4 dan 5 pembendungan alami dapat terjadi pada percabangan sungai induk. Subdas 3 pembendungan alami dapat terjadi di sungai utama. Subdas 6 dan 7 dapat terjadi pembendungan alami pada anak cabang sungai induk. Terjadinya pembendungan alami yaitu pembendungan oleh cabang anak induk yaitu sebesar 5.687,28 ha dengan persentase 52,86 %. Kerapatan Sungai Sistem sungai pada Krueng Teungku terdiri dari sungai induk dan anak-anak sungai yang mengalirkan air dari hilir ke hulu serta mengangkut sedimen. Sungai Krueng Teungku termasuk dalam ordo ketiga. Debit puncak anak sungai tidak terjadi bersamaan. Debit puncak sebuah anak sungai sudah terlampaui tapi anak sungai lainnya baru akan terjadi. Ketidaksamaan debit puncak menurunkan debit puncak total pada sungai utama. Kerapatan Sungai Krueng Teungku tidak rapat dan juga tidak jarang (sedang) dengan nilai kerapatan antara 0,5 sampai dengan 1,69. Erosi Erosi DAS Krueng Teungku adalah sebesar 12061,941 ton/ha/tahun. Jumlah sedimen yang dihasilkan oleh erosi ini tertahan 25 - Volume 3, No. 4, November 2014

di outlet sungai dan dapat terbentuk bendungan alam. Dengan intensitas hujan yang tinggi sehingga menghasilkan debit yang melimpah dapat menghancurkan bendungan alam sehingga terjadilah banjir bandang. Tabel 3. Erosi SubDAS Krueng Teungku Sub DAS Luas Erosi (Ha) (Ton/Ha/Tahun) 1 182,79 162,58 2 1.362,24 274,39 3 1.217,61 217,52 4 1.191,60 640,95 5 3.133,44 268,51 6 1.897,74 104,14 7 1.773,90 103,54 Stabilitas Lereng Data sampel A yang diperoleh dari hasil pengujian adalah berat jenis tanah sebesar 2,689, sudut geser sebesar 26,83 0 dan nilai kohesi sebesar 0,149. Nilai safety factor (SF) sebesar 1,058. Data sampel B yang diperoleh dari hasil pengujian adalah berat jenis tanah sebesar 2,536, sudut geser sebesar 29,37 0 dan nilai kohesi sebesar 0,082. Nilai safety factor (SF) sebesar 0,667. Data sampel C yang diperoleh dari hasil pengujian adalah berat jenis tanah sebesar 2,6, sudut geser sebesar 27,77 0 dan nilai kohesi sebesar 0,118. Nilai safety factor (SF) sebesar 0,946. Dengan nilai berkisar dari 0,6 sampai dengan 1,065 maka tebing sungai Krueng Teungku berada dalam keadaaan keruntuhan bisa terjadi. Keruntuhan tebing ini dapat menutup sungai Krueng Teungku sehingga membentuk bendungan alam. Volume Pembendungan Pembendungan alami yang terjadi dapat menyebabkan akumulasi aliran yang sewaktuwaktu bendungan tersebut hancur dan menyebabkan banjir bandang. Tabel 4 Volume Pembendungan DAS Krueng Teungku Kode SubDas Luas SubDas (km 2 ) Volume Tampungan (m 3 ) 1 1,83 0 2 13,62 168.500,55 3 12,18 13.110,32 4 11,92 110.291,88 5 31,33 245.092,31 6 18,98 20.122,73 7 17,74 23.081,29 Total 107,59 580.199,08 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisa data maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa parameter debit puncak spesifik, kemiringan lereng, bentuk DAS, gradien sungai, kerapatan sungai, pembendungan alami, yield sediment, stabilitas lereng dan volume pembendungan merupakan faktor ancaman banjir bandang pada DAS Krueng Teungku Kabupaten Aceh Besar. Saran Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan yang dilakukan maka saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Untuk subdas dengan jumlah sedimen yang dihasilkan tinggi (SubDas 2 dan SubDas 4) perlu adanya perencanaan tentang bangunan pengendali sedimen; 2. Untuk subdas dengan gradien sungai tinggi (SubDas 4, 5, 6 dan 7) perlu adanya Volume 3, No. 4, November 2014-26

perencanan lokasi dan detail groundsill untuk mendatarkan kemiringan dasar sehingga dapat mengurangi ancaman banjir bandang; 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pembobotan parameter ancaman banjir bandang sehingga diperoleh zona ancaman banjir bandang; 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai risiko banjir bandang sehingga dapat ditentukan prioritas penanganan preventif dalam usaha mitigasi bencana banjir tersebut. 19 Desember 2013, Available from internet <http://www.jica.go.jp/project/indonesian/ind onesia/0800040/materials/pdf/outputs_11_01. pdf >. DAFTAR KEPUSTAKAAN Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB press. Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Firmansyah, MN, 2010. Penyelidikan Potensi Banjir Bandang di Kabupaten Jember Jawa Timur, viewed 13 Januari 2014, Available from internet<www.bgl.esdm.go.id/publication/ind ex.php/dir/article_download/426 >. GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar. Banda Aceh. Hardiyatmo, H.C., 2007. Mekanika Tanah II. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Soedibyo, 2003. Teknik bendungan. Jakarta: P.T. Pradnya Paramita. Triatmodjo, B., 2009. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset. Paimin, S., dan Purwanto, 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (SubDAS). Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, viewed 19 Desember 2013, Available from internet <http://www.fordamof.org/files/sidik_cepat_degradasi_subd AS.pdf>. Pedoman Pembuatan Peta Rawan Longsor dan Banjir Bandang Akibat Runtuhnya Bendungan Alam, Pedoman Manajemen Penanggulangan Bencana Banjir Bandang 2012, Kementrian Pekerjaan Umum, viewed 27 - Volume 3, No. 4, November 2014