BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar pertimbangan hakim dalam perkara pembatalan hibah orang tua

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Kembali Harta yang Sudah Dihibahkan (Studi Komparatif)

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Sahih Sunan Ibnu Majah, Vol, 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), h

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB IV ANALISIS. A. Analisis tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kendal

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HIBAH DALAM KEADAAN SAKIT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

Tetapi Wali Yang Lebih Berhak Tidak Terhalang. Legal Memorandum

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB II LANDASAN TEORI. ) diambil dari kata ( berusaha mendidiknya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak

F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada pula

Fatwa Seputar Badal Haji dan Umrah. Serta Hukum Melaksanakan Umrah Berkali-Kali Bagi Jama'ah Haji Saat Berada di Makkah

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Spirit Keadilan Dalam Warisan :Dirasah Hadis Edisi 37

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Penarikan hibah kembali oleh ahli waris yang terjadi di desa Sumokembangsri ini bermula saat seseorang yang bernama Ibu Kasih 1 semasa hidupnya telah memberikan hibah sebuah tanah gogol (sawah) kepada Ibu Mawar. 2 Pada saat pemberian hibah tersebut, Ibu Kasih dalam keadaan sehat dan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Harta yang telah diberikan juga merupakan sepenuhnya harta milik Ibu Kasih yang diperolehnya dengan suaminya semasa hidupnya. Semua ahli waris dari Ibu Kasih mengetahui dan tidak mempermasalahkan kalau tanah gogol milik Ibu Kasih yang telah di hibahkan kepada Ibu Mawar tersebut. Ahli waris dari Ibu Kasih adalah dua saudaranya, 1 NamaSamaran 2 Ibid. 65

66 Bapak Karji 3 yang merupakan adik pertama dan almarhum Ibu Saroh 4 adik kedua. Namun, setelah Ibu Kasih meninggal dunia ahli warisnya yaitu Bapak Karji mulai mempersengketakan harta atau tanah gogol yang telah diberikan kepada Ibu Mawar dengan meminta kembali tanah tersebut,karena pada saat pemberian Bapak Karji menganggap rumah Ibu Kasih yang telah dihibahkan bukan tanah gogol (sawah). Bapak Karji berdalih bahwa tanah tersebut bukanlah sepenuhnya harta Ibu Kasih yang diperolehnya dengan H. Sholeh suaminya namun harta tersebut adalah harta waris peninggalan orang tua yang menjadi bagian waris dari Ibu Kasih dan Bapak Karji. Awalnya persengkataan ini diselesaikan secara kekeluargaan oleh Ibu Mawar. Namun, Bapak Karji tetap pada dalihnya bahwa harta tersebut bukanlah harta milik sepenuhnya Ibu Kasih dan tetap ingin meminta kembali tanah tersebut. Karena diselesaikan secara kekeluargaan tidak menemukan titik temu, akhirnya persengketaan tanah hibah ini dibawa kepada Kepala Desa dengan maksud mencari penyelesaian. Kepala Desa sebagai penengah pun belum menemukan penyelesaian dari persengketaan tersebut, hal ini disebabkan karena Bapak Karji yang tidak mau melepaskan begitu saja tanah yang dianggapnya sebagai tanah waris bagian dari orang tuanya. 3 NamaSamaran 4 Ibid

67 Ibu Mawar juga tidak ingin memberikan begitu saja tanah hibah tersebut, karena surat tanah sudah beralih atas nama Ibu Mawar. Setelah pelaksanaan hibah Ibu Kasih telah merubah sertifikat atas nama Ibu Mawar. Sampai saat ini persengketaan tersebut masih belum menemukan penyelesaian, dan tanah masih dikuasai Ibu Mawar. Memang tidak selamanya perbuatan baik selalu membuahkan sebuah kebaikan, seperti realita yang dijumpai di Desa Sumokembangsri ini. Perbuatan baik yang membuahkan sebuah kebencian antara satu dengan yang lain. B. Tijauan Hukum Terhadap Penarikan Hibah Kembali Oleh AhliWaris di Desa Sumokembangsri Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Sengketa di Desa Sumokembangsri Kecamatan Balongbendo yang telah disebutkan diatas, yaitu tentang penarikan hibah oleh ahli waris. Apakah memang dalam Hukum Islam memperbolehkan menarik kembali hibah yang sudahdiberikan. Menarik kembali hibah yang sudah diberikan adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji dan tercela, dalam pandangan masyarakat secara umum maupun dalam pandangan Hukum Islam. Dalam sebuah hadist dijelaskan, sebagai berikut:

68 Dari sahabat Ibnu Abbas R.A berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: orang yang meminta kembali harta yang dihibahkan laksana anjing yang muntah yang kemudian memakan kembali muntahannya. 5 (HR. Muslim) Pada dasarnya hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia masih hidup, tanpa adanya imbalan. 6 Sedangkan menurut para Ulama Mazhab Hambali, hibah adalah pemberian milik yang dilakukan oleh orang dewasa yang pandai terhadap sejumlah harta yang diketahui atau yang tidak diketahui namun sulit untuk mengetahuinya. Harta tersebut memang ada, dapat diserahkan dengan kewajiban dengan tanpa imbalan. 7 Dari pengertian hibah diatas, didalamnya mempunyai arti berpindahnya suatu kepemilikan kepada orang lain. Karena pada saat pemberian, barang yang telah diberikan secara otomatis telah beralih kepemilikannya kepada orang lain. Karena itulah hibah yang sudah diberikan tidak boleh ditarik kembali, ini disebabkan si pemberi sudah tidak mempunyai hak kepemilikan lagi. Dalam Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan, bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Ada juga hadist yang menjelaskan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah yang diberikan orang tua kepada anaknya, sebagai berikut; 5 Abi al-husayn Muslim bin al-hajjaj, Shohih Muslim,Juz II, (Bairut: Darul Kutub, 1995), 61 6 Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah,Juz 14,(Bandung:Al Ma arif, 1996), 174 7 Abdurrahman Al Jaziry, al Fiqhi ala al Madzahib al Arba ah, Juz 3, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, 2008), 257

69 dan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa Nabi SAW bersabda, tidak halal, jika seorang laki-laki telah memberikan sesuatu kepada seseorang, lalu ia menarik kembali. Kecuali jika yang memberikan itu bapak terhadap anaknya. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) memang sudah dijelaskan bahwa hibah yang telah diberikan tidak boleh ditarik kembali kecuali hibah yang telah diberikan orang tua kepada anaknya. Namun, tidak menutup kemungkinan orang tua tidak bisa menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada anaknya. Ulama Hanafiah mengatakan, bahwa hibah yang telah diberikan boleh ditarik kembali jika dalam hibah itu tidak disertai balasan atau tidak disertai imbalan, sekalipun hibah itu telah diterima oleh yang dihibahi. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi: seorang laki-laki lebih berhak atas hibahnya selama hibahnya belum dibalas. 8 8 Abu Abdillah bin Zayid Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah,Jus I, (Beirut: Dar Al Fikr, t.t), 752

70 Jumhur ulama berpendapat bahwa rujuk di dalam hibah itu diharamkan, sekalipun hibah itu terjadi diantara saudara atau suami isteri, kecuali bila hibah itu hibah dari orang tua kepada anaknya. 9 Menurut Ulama Hanafiah, ada beberapa ketentuan yang menghalangi penarikan hibah kembali, yaitu; 1. Apabila penerima hibah memberikan imbalan kepada penerima hibah dan pemberi hibah menerima sebagai imbalan hibahnya, maka hibah dalam keadaan semacam ini tidak dapat ditarik kembali. 2. Apabila imbalan itu bersifat maknawi, bukan bersifat harta, seperti hibah untuk mengharapkan pahala dari Allah, hibah untuk mempererat silaturrahim dan hibah untuk memperbaiki hubungan suami istri, maka menurut ulama Hanafiyah, hibah dalam keadaan semacam ini tidak dapat ditarik kembali. 10 Ulama mazhab Maliki mengatakan, pihak pemberi hibah tidak punya hak menarik kembali hibahnya, sebab hibah merupakan aqad yang tetap. Namun sebagian ulama Malikiyah menerangkan bahwa hibah dinilai sempurna dan tetap dengan semata-mata adanya aqad. Jadi untuk kesempurnaan hibah tidak diperlukan adanya pernyataan penerimaan. Demikianlah pendapat yang masyur. Sebagian ulama lain menjelaskan, bahwa adanya penerimaan itu merupakan syarat kesempurnaan hibah itu sendiri. Jika tidak adanya penerimaan, maka hibah tidak dapat berlangsung dan pihak pemberi hibah punya hak untuk 9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah,Juz 14,(Bandung:Al Ma arif, 1996), 191 10 Nasrun Harun, Fiqh Mu amalah,(jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 86

71 manarik kembali hibahnya, kecuali ayah dan ibu keduanya punya hak untuk menarik kembali hibahnya. 11 Jadi menurut ulama Malikiyah, menarik kembali hibah tidak boleh, jika telah terjadi aqad, terutama setelah adanya dari yang dihibahi, kecuali bagi seseorang ayah atau seorang ibu yang menghibahkan sesuatu kepada anaknya, maka ia diperbolehkan menarik kembali hibahnya. Ulama Hanafiyah juga mengatakan, ada hal-hal yang menghalangi penarikan kembali hibah, yaitu: 1. Apabila penerima hibah memberikan imbalan kepada pemberi hibah dan pemberi hibah menerimanya sebagai imbalan hibahnya, maka hibah dalam keadaan semacam ini tidak dapat ditarik kembali. 2. Apabila imbalan itu bersifat maknawi, bukan bersifat harta, seperti hibah untuk mengharapkan pahala dari Allah, hibah untuk mempererat silaturrahim, dan hibah untuk memperbaiki hubungan suami istri, maka menurut ulama Hanafiyah, hibah dalam keadaan semacam ini tidak dapat ditarik kembali. 12 Selain dua hal tersebut, ada juga hal lain yang menghalangi penarikan kembali hibah, yaitu: 1. Orang yang diberi telah menambah pada barang yang diterimanyas ebagai hibah, atau barang hibah telah bertambah dengan tambahan yang menyatu 11 Abdurrahman Al Jaziri, al Fiqhi ala al Madzahib al Arba ah, 507 12 Nasrun Harun, Fiqh Mu amalah,(jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 86

72 dengan barang hibah, seperti seseorang telah diberi kambing betina yang kurus, dan ia memberikannya makan hingga kambing itu menjadi gemuk, maka dalam kondisi ini pihak pemberi hibah tidak boleh menarik kembali hibahnya, sekalipun pada saat yang lain kambing tersebut menjadi kurus seperti semula. 2. Matinya salah satu dari dua orang yang melakukan akad hibah setelah adanya penerimaan. 3. Adanya hubungan atau adanya pertalian suami istri. 4. Adanya hubungan kerabat. Apabila seseorang memberikan sesuatu kepada kerabatnya, walaupun kafir zimmi atau kafir musta man, maka baginya tidak sah (tidak boleh) menarik kembali hibahnya. Kemudian bila seseorang memberikan sesuatu kepada ayahnya, atau puteranya, atau saudaranya atau pamannya, atau muhrim serta nasab lainnya hak baginya untuk menarik kembali hibahnya adalah gugur. Karena barang yang telah dihibahkan atau yang diberikan telah rusak. Karena itu, jika orang yang telah diberi mengakui bahwa barang yang telah diberikan padanya telah rusak, maka pengakuan itu dibenarkan tanpa sumpah, yang berarti jika orang yang diberi hibah mengatakan bahwa barang yang

73 diberikan padanya telah rusak maka bagi si pemberi tidak punya hak untuk meminta ganti rugi. 13 Ayah dan ibu juga dilarang menarik kembali hibahnya disebabkan adanya beberapa perkara yaitu: 1. Orang (anak) yang diberikan hibah telah memanfaatkan hibah tersebut, dengan dijual atau digadaikan atau diproses, sehingga merubah sifat barang tersebut. 2. Pada zatnya barang yang dihibahkan itu telah terjadi proses bertambahnya nilai harga, seperti bertambah besarnya barang yang kecil, bertambah gemuknya binatang yang kurus. 3. Adanya hibah menjadi sebab bertambahnya kepercayaan terhadap anak, sehingga sebagian orang mau memberikan hutang kepadanya, atau mengawinkan putrinya kepada dia, atau jika yang diberi hibah itu anak perempuan sebagian orang mau mengawinkan dengan putranya. Seorang anak yang diberi hibah oleh ayahnya ketika menderita sakit. Dalam keadaan seperti ini si ayah tidak boleh menarik kembali hibahnya, sehingga jikalau anak tadi meninggal dunia, maka hibah itu menjadi hak para ahli warisnya. Jika anak tadi sembuh maka ayah punya hak menarik kembali hibahnya. 14 13 Abdurrahman Al Jaziri, al Fiqhi ala al Madzahib al Arba ah, 504 506 14 Ibid., 506-511

74 Dalam hal ini proses pemberian hibah yang terjadi di Desa Sumokembangsri sudah memenuhi syarat dan rukun hibah yang sudah ada dalam Hukum Islam, inisiatif si pemberi memberikan hibah itu juga karena keinginannya sendiri dan mempunyai tujuan yang baik. Barang yang telah diberikan juga sah milik sepenuhnya si pemberi hibah yang diperoleh selama pernikahannya dengan suaminya, bukanlah harta peninggalan dari orang tua si pemberi. Sudah barang tentu bahwa hibah yang telah diberikan tidak boleh ditarik kembali oleh siapa pun. Penarikan hibah oleh ahli waris yang terjadi di Desa Sumokembangsari jelaslah tidak boleh, ini disebabkan barang yang telah di hibahkan milik seutuhnya dari si pemberi tidak tercampur dengan barang milik orang lain (ahli waris). Diatas sudah dijelaskan, siapa pun tidak boleh menarik kembali hibah yang sudah diberikan. Jangankan orang lain, bahkan orang tua pun tidak boleh menarik kembali hibahnya yang telah diberikan kepada anaknya apabila terjadi beberapa perkara. Kalau dilihat dari pasal 212 Kompilasi Hukum Islam, hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Penarikan hibah oleh ahli waris yang terjadi di Desa Sumokembangsri ini tidak sesuai dengan hukum yang sudah ada dalam KHI.