BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NILAI PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT KERETA API INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Divisi Regional II Sumatera Barat. Daerah Operasi IX. Divisi Regional III Sumatera Selatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi yang dimiliki oleh PT.KAI yang berada di masing masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melibatkan penggunaan software-software komputer yang canggih. Softwaresoftware

KOMPONEN BIAYA DAN FORMULASI PERHITUNGAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI

penumpang dalam jumlah besar (masal), memiliki kenyamanan keselamatan perjalanan yang lebih baik dan lebih sedikit halangannya dibandingkan dengan

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perencanaan Kapasitas

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

1.1 Latar Belakang Masalah. Dipo Lokomotif Sidotopo merupakan tempat perawatan sarana lokomotif

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, bidang sarana dan prasarana akan dihadapkan

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANGKUTAN BARANG DI JALUR PANTURA

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut. Hal itu menjadi prioritas perusahaan dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. Casmaolana, Perencanaan Struktur Rangka... I-1 DIV PPL TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB II TINJAUN PUSTAKA. dimiliki untuk mencapai tujuan perusahaan.

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Ne

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi angkutan penumpang, angkutan barang, dan angkutan non barang.

BAB II LANDASAN TEORI

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Data Pengguna Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK...

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

2 Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Pembagian tanggung jawab yang jelas antara Negara dan Perkeretaapian, khususnya yang terkait dengan pelayanan publik, sangat dibutuhkan. Tindakan mendesak diperlukan untuk revitalisasi sektor tersebut agar kinerjanya lebih baik dan memuaskan publik. Pelayanan perkeretaapian untuk pelayanan umum merupakan pelayanan kunci. Untuk itu diperlukan perkeretaapian berwajah baru, yaitu perkeretaapian yang melakukan perubahan fundamental dalam memandang pelayanan bagi kepentingan umum sebagai elemen kunci, perkeretaapian yang produktif, efisien dan fokus serta berusaha keras memuaskan pengguna jasa, serta mampu bersaing dengan moda transportasi lainnya. Pemerintah masih harus berbuat banyak untuk memberikan prioritas tinggi terhadap konsolidasi perkeretaapian dan melanjutkan inisiatif guna meningkatkan kinerja dan memperluas kapasitas angkutan perkeretaapian. Tindakan mendesak diperlukan guna merevitalisasi sektor perkeretaapian dalam

2 pengertian yang sesungguhnya, sehingga kinerjanya menjadi lebih produktif dan lebih memuaskan publik. Sangat ditekankan agar terjadi perbaikan mendasar pada angkutan perkeretaapian bagi publik. Menurut Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa Pembinaan perkeretaapian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a. Penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. Penetapan, pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan pengembangan perkeretaapian; c. Penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang perkeretaapian; d. Pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada Pemerintah Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan e. Pengawasan terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian. Standar perkeretaapian dapat dikelompokkan atas: 1) Standar manajemen bagi penyelenggara sarana dan prasarana yang mencakup keselamatan operasi, pelayanan, perawatan, pengujian, pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM); 2) Standar produk dan konstruksi (Sarana dan Prasarana) sebagai acuan bagi perawatan dan pengujian;

3 3) Standar prosedur sebagai acuan bagi personil dalam melaksanakan kegiatan operasi, perawatan, pengujian; 4) Standar tanda/ sinyal/ kode. Standar penyelenggaraan dan prosedur bagi sarana dan prasarana mencakup pengadaan/pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan. Standar produk meliputi standar produk untuk Lokomotif, kereta, gerbong dan peralatan khusus. Lokomotif merupakan sarana yang paling penting untuk menjalankan beberapa rangkaian gerbong penumpang dan gerbong barang. Arti dari Lokomotif yaitu merubah energi kinetik menjadi energi mekanik. Indonesia memiliki berbagai jenis Lokomotif yaitu Lokomotif Diesel Mekanik, Lokomotif DH (Diesel Hidraulik) dan Lokomotif DE (Diesel Elektrik). Lokomotif Diesel Mekanik biasanya digunakan untuk langsiran di stasiun, saat ini sudah sangat jarang digunakan. Lokomotif DH digunakan untuk langsiran dan menarik kereta/gerbong untuk keperluan angkutan KA (Kereta Api) lokal. Lokomotif DE digunakan untuk menarik KA yang berkategori KA Andalan. Umur Lokomotif dan Mulai dinas dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Umur Lokomotif dan Mulai Dinas Di Pulau Jawa NO LOKOMOTIF NOMOR MULAI PABRIK JENIS MESIN DAYA LOKOMOTIF DINAS 1 D300 01-30 KRUP MB835B 305 1958 2 D301 01-80 KRUP MB835B /2 305 1952-1963 3 BB200 01-35 EMD EMD 8-567 CR 875 1957 4 BB201 01-02 EMD EMD 12 567 CR 1310 1953 5 BB201 03-11 EMD EMD 12 567 CR 1310 1954 6 BB203 01-11 GE GE7FDL8 1380 1977 7 BB203 12-59 GE GE7FDL8 1380 1983-1985 8 BB300 01-30 KRUP MB820B 625 1985-1959 9 BB301 01-30 KRUP MB12V655 1300 1964 10 BB301 31-45 KRAUSS MAFFEI MB12V655 1300 1964-1965 11 BB301 51-55 KRUPP MTU12V538 1300 1970

4 (Sambungan Tabel 1.1.) 12 BB303 01-57 HENSCHEL MB12V493 940 1970-1984 13 BB304 01-11 KRUP MTU12V552 1410 1976 14 BB304 12-25 KRUP MTU12V552 1410 1983 15 BB305 01-22 HENSCHEL MTU8V396 802 1984 16 CC201 01-38 GE GE7FDL8 1825 1977 17 CC201 39-90 GE GE7FDL8 1825 1983 18 CC201 91-110 GE GE7FDL8 1825 1991 19 CC203 01-12 GE GE7FDL8 2000 1995 20 CC203 13-30 GETI GE7FDL8 2000 1997-1998 21 CC203 31-37 GETI GE7FDL8 2000 1999-2001 22 CC203 38-41 GETI GE7FDL8 2000 2002 23 CC204 01-04 GETI & BYYK GE7FDL8 2000 2003 24 CC204 05-07 GETI & BYYK GE7FDL8 2000 2004 25 CC204 08-09 GE GE7FDL8 2000 2006 Sumber : Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta 2008 Pada tabel 1.1. terlihat jumlah Lokomotif Diesel Elektrik (General Elektrik) yaitu 151 Lokomotif (CC201, CC203, CC204) yang berada diatas 25 tahun sebanyak 25 Lokomotif. Untuk keluaran pabrikan General Motor sebanyak 8 Lokomotif (BB200, BB201) usia diatas 50 Tahun. Jumlah Lokomotif DH diatas 30 Tahun yaitu 67 Lokomotif yang masih dipertahankan operasi di lintas 40 Lokomotif dengan pemeliharaan Perbaikan di DIPO Lokomotif (Tempat Perawatan Lokomotif Harian) & Balai Yasa. Maka dari itu, PT. Kereta Api Indonesia memprogramkan perbaikan secara berkala terhadap lokomotif dan sarana lainnya agar tetap layak operasi. Sedangkan jumlah ketersediaan lokomotif yang masih berdinas (belum apkir) di Pulau Jawa dapat dilihat pada tabel 1.2. berikut ini; Tabel 1.2. Jumlah Ketersediaan Lokomotif Di Pulau Jawa Tahun 2008 SERIE LOKOMOTIF DAERAH DINAS JUMLAH ARMADA LOKOMOTIF BB 303,304 TANAH ABANG 8 CC 201,203 JATINEGARA 30 CC201,203,204 & BB 301,303 BANDUNG 24 CC 201,203 CIREBON 4

5 (Sambungan Tabel 1.2.) CC201,203 & BB 200 SEMARANG PONCOL 8 BB 303,304 & BB 201 CEPU 5 CC 201,203,204 PUWEKERTO 39 BB 301 MADIUN 10 CC 201,203,204 SIDOTOPO 19 BB 301,303,304 JEMBER 8 JUMLAH 155 Sumber : GAPEKA Tahun 2008 Pada tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan armada Lokomotif yang berada di Pulau Jawa sebanyak 155. Berdasarkan hasil wawancara mengenai angka tersebut dengan Bapak Bimo sebagai salah satu kepala unit di Unit Pelaksana Teknik (UPT) Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta pada tanggal 6 Mei 2010 menyatakan bahwa: Pelaksanaan perawatan/perbaikan di Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta baik Semi Pemeriksaan Akhir (SPA) maupun Pemeriksaan Akhir (PA) terhadap Lokomotif dilakukan sebanyak 7,5% dari 155 Lokomotif yang ada di Pulau Jawa atau sebanyak 12 lokomotif per bulan yang harus masuk ke Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta (BYYK). Maka dari itu, pengerjaan setiap Lokomotif yang masuk BYYK harus tepat waktu yang disesuaikan dengan program oleh kantor pusat kereta api karena jika tidak maka akan mempengaruhi ketersediaan lokomotif yang berada dilintas. Lokomotif DE setiap 325.000 km atau setiap 2 tahun dan setiap 650.000 km atau setiap 4 tahun, harus masuk ke UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta untuk melakukan program Semi Pemeriksaan Akhir (SPA) dan Pemeriksaan Akhir (PA). Lokomotif DH setiap 12.000 jam dan setiap 24.000 jam, harus masuk ke UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta untuk melakukan program SPA dan PA. Program SPA dan PA adalah Pemeliharaan/Perawatan berkala terhadap Lokomotif DE/DH di UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta yang sudah

6 direncanakan sejak awal supaya dalam keadaan tetap layak operasi. Pemeliharaan/Perawatan berkala ini membutuhkan waktu satu bulan untuk pengerjaan (Hari Balai Yasa) tetapi cepat atau lambatnya total waktu pengerjaan tergantung dengan kekuatan kapasitas di Balai Yasa ini seperti Peralatan, Tenaga Kerja, Mesin, dan Fasilitas Produksi. Balai Yasa ini juga melayani program seperti; perbaikan yang tidak bisa dilakukan pada setiap DIPO Lokomotif (Tempat Perawatan Lokomotif Harian), pengerjaan Modifikasi, perbaikan maupun Peristiwa Luar Biasa (PLB) atau terjadinya kecelakaan di lintas. Efisiensi Kapasitas Pemeliharaan/Perawatan (SPA/PA) overhaul untuk Lokomotif dapat dilihat pada tabel 1.3. berikut ini. TAHUN Tabel 1.3. Efisiensi Kapasitas Pemeliharaan/Perawatan Lokomotif Tahun 2009-2011 KAPASITAS EFEKTIF (A) LOKOMOTIF OUTPUT AKTUAL (B) SPA/PA Sumber: Workshop UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta 2011 EFISIENSI KAPASITAS (B/A X 100%) KAPASITAS IDEAL 2009 98 100 102% 100% 2010 89 94 106% 100% 2011 94 102 108% 100% Ket : SPA PA : Semi Pemeriksaan Akhir : Pemeriksaan Akhir Efisiensi Kapasitas dalam bentuk persentase (%) pada tabel 1.3. menandakan tingkat efisiensi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Heizer & Render (2006:373) adalah Output aktual sebagai persentase Kapasitas Efektif yang sesungguhnya telah dicapai, bagaimana fasilitas digunakan dan dikelola

7 akan menentukan sulit tidaknya mencapai 100% efisiensi. Tingkat efisiensi kapasitas dalam tabel tersebut menunjukkan tingkat persentase yang melebihi 100 % serta peningkatan pada setiap tahunnya yang artinya UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta belum efisien atau terjadi inefisiensi kapasitas dalam mengelola produksi pemeliharaan/perawatan lokomotif. Hal ini, disebabkan oleh tingginya output aktual terhadap kapasitas efektif. Output Aktual adalah output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi (Hendra,2009:113) atau Lokomotif yang telah berada di UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta yang sedang dilakukan pengerjaan dalam penyelesaian poses produksi pemeliharaan/perawatan (SPA & PA). Sedangkan Kapasitas Efektif yaitu Kapasitas yang diharapkan dapat dicapai dengan keterbatasan operasi yang ada sekarang (Heizer & Render,2006:373) atau perencanaan Lokomotif yang akan masuk ke balai yasa dalam rangka akan dilakukan pengerjaan produksi pemeliharaan/perawatan (SPA & PA). Maka dari itu, ketidaksesuaian perbandingan antara besaran Output aktual dengan Kapasitas efektif akan terjadi over capacity yaitu pendayagunaan sumber daya yang berlebih. Selain itu, pemborosan dalam pemakaian sumber daya akan mengakibatkan proses produksi yang tidak efisien. Pendayagunaan sumber daya dalam kapasitas perlu adanya kesiapan atau perencanaan yang tepat dalam hal pengelolaan ketersediaan suku cadang, kecepatan perakitan dalam hal proses produksi pemeliharaan/perawatan pada setiap bagian, menambah atau mengurangi fasilitas produksi jika fasilitas terlalu besar sebagian fasilitas akan menganggur dan akan terdapat biaya tambahan yang

8 dibebankan pada produksi, jika fasilitas terlalu kecil sebagian lokomotif tidak akan terlayani. Krajewski/Ritzman (1996:288) mengatakan bahwa melaksanakan perencanaan kapasitas berarti: a. Memperkirakan kebutuhan kapasitas di masa depan; b. Mengidentifikasi kesenjangan fasilitas produksi dengan membandingkan teknologi sistem informasi berjalan dengan kapasitas yang tersedia; c. Mengembangkan rencana alternatif untuk mengisi kekurangan pada fasilitas produksi dan; d. Mengevaluasi setiap alternatif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan membuat keputusan akhir. Pelaksanaan perencanaan kapasitas dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan proses produksi telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam mengefisiensi kapasitas yang tersedia. Keputusan dalam rangka perencanaan kapasitas untuk mengefisiensi kapasitas yang tersedia dibagi ke dalam tiga horizon waktu yaitu, Perencanaan jangka panjang (lebih dari 1 tahun) merupakan penambahan sebuah fasilitas dan peralatan yang memiliki lead time panjang, Perencanaan jangka menengah (3 hingga 18 bulan) merupakan penambahan peralatan, karyawan dan jumlah shift, dapat dilakukan subkontrak, dan dapat juga menggunakan persediaan. Perencanaan jangka pendek (1 hingga 3 bulan) yaitu penjadwalan tugas, penjadwalan karyawan dan pengalokasian mesin. UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta memegang dua prinsip utama yaitu Keselamatan dan Kehandalan (safe and reliable). Maka dari itu, strategi

9 yang digunakan pada Balai Yasa ini dalam rangka peningkatan efisiensi kapasitas adalah dengan melakukan perubahan staf yang ada (menambah atau mengurangi jumlah karyawan), menyesuaikan peralatan dan proses berdasarkan kebutuhan melalui pendataan mesin yang tersedia untuk melakukan pembelian mesin tambahan atau menjual mesin yang tidak terpakai baik dalam keadaan masih layak pakai maupun keadaan mesin yang telah rusak atau menyewakan peralatan yang ada. Selain itu, dalam mempertahankan mesin yang tersedia diperlukan melakukan pemeliharaan secara rutin dengan melakukan pelumasan pada setiap mesin oleh golongan/fasilitas terkait yaitu Asisten Manajer Golongan Fasilitas Kerja di UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta. Selanjutnya mengatur tingkat kedatangan Lokomotif dalam melakukan perbaikan rutin dengan fasilitas yang tersedia, memperbaiki metode dan mendesain ulang pada fasilitas produksi dalam melakukan produksi pemeliharaan/perawatan Lokomotif apabila terjadi ketidaksesuaian dengan standar atau cacat. Hal ini untuk meningkatkan hasil produksi yang dilakukan oleh Manajer Unit Perencanaan, Manajer Unit Kelangsungan Kerja dan Manajer Unit Quality Control di Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta. Sehingga dengan dilakukannya strategi efisiensi perencanaan kapasitas diharapkan dua prinsip yaitu Keselamatan dan Kehandalan (safe and reliable) dapat tercapai dengan baik. Perusahaan berharap melalui perencanaan kapasitas dapat mengefisiensi kapasitas yang tersedia dan dapat melayani permintaan produksi sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan hasil produksinya sesuai dengan target yang telah ditetapkan perusahaan. Penetapan faktor-faktor sumber produksi harus

10 sesuai dengan kebutuhan lalu dikelola seefisien mungkin seperti bahan baku, manajemen/organisasi, mesin/peralatan, karyawan, jumlah shift, dan modal sehingga mampu meminimalkan waktu atau lead time dan dapat menghindari kapasitas yang menganggur. Hal ini dapat menimbulkan proses produksi berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengkaji lebih jauh mengenai perencanaan kapasitas dan seberapa besar pengaruh perencanaan kapasitas terhadap efisiensi kapasitas pada UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta dan untuk mencapai tujuan tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Perencanaan Kapasitas Terhadap Efisiensi Kapasitas Di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Setiap perusahaan menginginkan hasil produksinya mencapai hasil yang maksimum sehingga tujuan pelayanan terhadap permintaan dapat terlayani dengan baik. Kegiatan produksi dapat mencapai hasil yang maksimal dengan cara mengefisiensi kapasitas proses produksi yaitu mengatur tingkat permintaan dengan fasilitas yang tersedia baik unit keluaran (output) maupun waktu yang diperlukan. Apabila fasilitas terlalu besar maka akan mengakibatkan adanya fasilitas yang menganggur dan akan terdapat pemborosan pada proses produksi tersebut. Sebaliknya, apabila fasilitas yang tersedia terlalu kecil/sedikit maka akan mengakibatkan adanya permintaan yang tidak terlayani.

11 Tujuan Efisiensi Kapasitas yaitu menerapkan sistem produksi dari memprogramkan Kapasitas dalam memperoleh bahan baku (tenaga kerja, anggaran, mesin, suku cadang dan fasilitas lainnya) lalu memprosesnya untuk menghasilkan barang/jasa yang berkualitas sesuai apa yang telah direncanakan (program). Kualitas yang diharapkan dalam mengefisiensi kapasitas yaitu melakukan penghematan waktu dan bahan baku dalam sistem produksi supaya tidak terjadi pemborosan yang mengakibatkan timbulnya beban biaya, tenaga, waktu dll. Pada Unit Pelaksana Teknik (UPT) Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta dalam melaksanakan sistem produksi perawatan/pemeliharaan terhadap lokomotif diindentifikasi terjadinya inefisiensi kapasitas yang akan menimbulkan over capacity atau kapasitas berlebih dimana pengolahan sumber daya yang tidak tepat guna (boros). Hal ini akan menyebabkan timbulnya pemborosan waktu, mesin dan tenaga kerja. Secara teoritis inefisiensi terjadi akibat perencanan kapasitas yang kurang optimal. Ada empat indikator dalam perencanaan kapasitas yaitu peak capacity, effective capacity, utilization, dan capacity cushion. Hal ini, akan membantu perusahaan untuk mengetahui tingkat efisiensi. UPT Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta melayani produksi pemeliharaan/perawatan Lokomotif, Gerbong GENZET, dan Kereta Rel Diesel (KRD). Maka dari itu, Penulis berfokus pada produksi pemeliharaan/perawatan terhadap lokomotif, karena dilihat dari volume pekerjaannya dalam penyelesaian produksi pemeliharaan/perawatan di UPT Balai Yasa Ketera Api Yogyakarta.

12 Selanjutnya, untuk menunjang proses pembahasan agar menjadi lebih terarah dan memperoleh hasil yang diinginkan, maka dalam penelitian ini penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana gambaran perencanaan kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta? b. Bagaimana gambaran tingkat efisiensi kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta? c. Bagaimana Pengaruh perencanaan kapasitas terhadap efisiensi kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Gambaran perencanaan kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta. b. Gambaran tingkat efisiensi kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta. c. Pengaruh perencanaan kapasitas terhadap efisiensi kapasitas di Unit Pelaksana Teknik Kereta Api Yogyakarta. 1.3.2. Kegunaan Penelitian a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan dapat menambah informasi bagi perkembangan ilmu manajemen

13 operasional, terutama dalam hal perencanaan kapasitas yang dapat digunakan perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi kapasitas. b. Kegunaan Praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan manfaat bagi Unit Pelaksanaan Teknik Balai Yasa Kereta Api Yogyakarta dalam mengatur dan menyelesaikan permasalahan perencanaan kapasitas pada Balai Yasa tersebut.