BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan tesis ini. Yaitu sebagai berikut:

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup. sebagaimana firman-nya dalam surat Az-zariyat ayat 49 :

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III KERAGAMAN KASUS HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DI INDONESIA. A. Kasus Hubungan Seksual Sedarah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. setiap agama selalu menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan. Syarat-syarat perkawinan akan menimbulkan larangan-larangan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara formal dengan Undang-undang (yuridis) baik itu dalam hal pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan wadah yang sah untuk menyalurkan hasrat seksual antara laki-laki dan perempuan yaitu antara suami dan istri, hal ini diatur secara ketat dalam agama islam, dan dalam perkawinanlah hasrat seksual dapat di benarkan, dan di halalkan serta diridloi Allah S.W.T. bahkan lebih dari itu, dalam islam, hubungan seksual akan mendapat pahala bila dilakukan dalam lembaga pernikahan yang sah. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1, memberikan definisi perkawinan sebagai berikut, Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang Pria dan seorang wanita sebagai Suami-Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Apabila definisi diatas kita telaah, maka terdapatlah Lima unsur didalamnya: 1. Ikatan lahir bathin ; 2. Antara seorang Pria seorang wanita ; 3. Sebagai suami-istri ; 4. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal ; 5. Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. 1

2 Menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.dan di dalam penjelasan disebutkan bahwa untuk menjaga kesehatan suami-istri dan keturunan,perlu ditetapkan batas-batas umur untuk perkawinan. Di dalam Deklarasi Universal Hak-hak asasi manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 desember 1948 melalui resolusi 217 a (iii) di dalam Pasal 16 : 1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Merekamempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian. 2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai. 3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara. Dalam perkawinan ada hal-hal yang dibolehkan, dan ada yang dilarang. Perkawinan Sedarah (hubungan sedarah, dan lebih jauh berarti hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, misal bapak dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar-sesama saudara kandung atau saudara tiri) adalah salah satu hal terlarang di dalam hukum Islam.

3 Secara tegas di dalam Al Quran Surah An Nisa: 23 dinyatakan larangannya yang artinya sebagai berikut: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya); (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. 1 Perihal tentang pelarangan perkawinan sedarah sebagaimana yang dimaksud dalam Al-Quran Surat An-Nisa: 23 di atas juga diperkuat kembali di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagaimana diterangkan dalam Pasal 39 KHI, yang menyatakan bahwa Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita disebabkan: 1) Karena pertalian nasab : a. dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya; b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu; c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya 2) Karena pertalian kerabat semenda :...(dan seeterusnya) 1 Al-Quran Surat An-Nisa ayat 23

4 Fenomena perkawinan sedarah telah ada dan dikenal pada masa yang cukup lama. Hal ini dapat diketahui dengan ditemukanya beberapa contoh perkawinan sedarah dalam peradaban sejarah. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pasca invasi Alexander The Great, para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. 2 Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidak berdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidak berdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah: a) Konflik budaya. b) Kemiskinan. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/hubungan_sedarah, 25 Juni 2013.

5 c) Pengangguran. Selain faktor-faktor diatas, Lustig mengemukakan faktor-faktor lain yaitu: 1) Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang menguruskeluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu. 2) Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya. 3) Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kehutuhanuntuk mempertahankan facade kestabilan sifat patriachat-nya. 4) Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluargauntuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali. 5) Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan perananseksual sebagai istri. 6) Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencarinafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest. 7) Anak remaja yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksualnya begitu tinggikarena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini. 3 Fenomena pernikahan sedarah ini akan memunculkan beberapa akibat yang kurang baik bagi perkembangan hidup pelaku maupun keturunanya. Akibat-akibat yang dapat muncul diantaranya yakni; munculnya gangguan psikologis, adanya potensi yang cukup besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental. Di sisi lain akibat dari adanya perkawinan sedarah ini juga menimbulkan masalah lain terhadap anak hasil hubungan perkawinan sedarah tersebut terkait dengan status anak yang dilahirkan, baik secara nasab (garis keturunan), maupun kedudukan hukumnya. 3 Supardi Sadarjoen, Sawitri, 2005. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Bandung: Refika Aditama. Hal. 74.

6 Berdasarkan uraian Latar Belakang Permasalahan di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: TINJAUAN YURIDIS NORMATIF PERKAWINAN SEDARAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah peristiwa hukum Perkawinan Sedarah dilihat dari Hukum Positif Indonesia? 2. Bagaimanakah peristiwa hukum perkawinan sedarah terkait dengan status anak yang dilahirkan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisa peristiwa hukum Perkawinan Sedarah dilihat dari Hukum Positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa peristiwa hukum perkawinan sedarah terkait dengan status anak yang dilahirkan. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan serta pemahaman dan pengetahuan dalam ilmu hukum khususnya mengenai hukum perkawinan serta berbagai akibat hukum yang ditimbulkan dari perkawinan.

7 2. Kegunaan Praktis a. Kegunaan bagi Peneliti Disamping sebagai salah satu persyaratan untuk diperolehnya gelar S1, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan serta memperluas pemahaman dan pengetahuan bagi peneliti sendiri yang kaitanya dengan bidang perkawinan. b. Kegunaan Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan serta memperluas pemahaman dan pengetahuan serta sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi masyarakat pada umumnya yang kaitanya dengan hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan dan akibat hukum yang akan ditimbulkanya. E. Metode Penelitian Dalam metode pendekatan kualitatif suatu realitas atau obyek tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah ke dalam beberapa variabel. Penelitian kualitatif memandang obyek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran, dan utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. 4 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa Deskriptif Kualitatif yakni menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai Hal. 5. 4 Sugiyono. 2012.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. PenerbitCV. Alfabeta Bandung.

8 kondisi, situasi, serta data-data lainya yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang diteliti. 1. Metode pendekatan Metode yang digunakan yakni pendekatan yuridis normatif, yakni pendekatan yang melihat hukum sebagai norma yang ada dan hidup di dalam masyarakat kaitanya dengan perkara hukum. 5 Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji perkara tertentu yang timbul dalam masyarakat ditinjau dari Perundang-undangan yang berlaku. Yang menjadi materi di dalam penelitian ini yakni perilaku individu dan masyarakat yang kaitanya dengan terjadinya perkawinan sedarah (incest). 2. Jenis Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan c) Undang-Undang Kompilasi Hukum Islam (KHI) ; d) Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Pidana ; e) Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; 5 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Pedoman Penulisan Hukum. Malang 2007, hal. 12

9 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang peneliti peroleh dari pustaka, penelitian terdahulu, media masa baik media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan pokok pembahasan yang diteliti. 6 F. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara sebagai berikut: a. Dokumentasi adalah cara untuk memperoleh bahan hukum dengan cara mengkaji kasus melalui dokumen-dokumen tertentu, baik dalam bentuk surat maupun gugatan tertulis, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok-pokok pembahasan penelitian ini. 7 b. Kepustakaan adalah melakukan pengkajian pustaka yang diperoleh dari buku-buku, penelitian terdahulu, media masa baik media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan pokok-pokok pembahasan penelitian ini. 8 G. Teknik Analisa Bahan Hukum Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa Deskriptif Kualitatif yakni menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi, situasi, serta data-data lainya yang berhubungan dengan kasus yang diteliti. 9 6 Loc. cit. 7 Soerjono Soekanto, op cit. hal. 55 8 Ibid. hal. 56 9 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, op cit. hal. 12

10 Setelah dilakukan analisa atas berbagai bahan hukum dan berbagai data lain yang dikumpulkan, maka akan diperoleh jawaban serta kesimpulan atas pokok masalah yang menjadi obyek dalam penelitian ini, yakni mengenai analisa yuridis mengenai peristiwa hukum Perkawinan Sedarah dilihat dari Hukum Positif Indonesia serta status anak yang dilahirkan dari adanya perkawinan sedarah. H. Sistematika Penulisan Dalam penyusuna rangkaian penulisan ini, maka peneliti akan membuat sistematika penulisan untuk memberikan landasan penelitian serta dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, serta dapat mempermudah proses dalam penelitian dengan sistematis dan terstruktur. Adapun sistematika penulisanyanya adalah sebagai berikut: 1. BAB I : PENDAHULUAN Dalam Pendahuluan ini terdapat beberapa sub bab, yaitu: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. 2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai uraian tentang doktrin, pendapat para ahli, kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, serta bahan-bahan kerangka teori yang yang dipakai oleh penulis untuk mendukung analisa terhadap masalah yang diteliti.

11 3. BAB III : PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dilakukan pembahasan atas permasalahan yang menjadi kajian sebagaimana yang telah disebutkan dalam rumusan masalah. Dalam bab pembahasan ini peneliti akan memaparkan data-data hasil penelitian yang telah dianalisa dengan didukung pengumpulan data primer, skunder, dan tersier yang mendukung dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai pendukung analisa atas penelitian ini. 4. BAB IV : PENUTUP Adalah merupakan bab terakhir yang memuat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran / rekomendasi. Kesimpulan yang dimaksud adalah merupakan hasil dari analisa Bab III yang akan disesuaikan dengan pemasalahan yang diteliti, serta dapat disebut juga sebagai ringkasan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dalam Bab I. Selain kesimpulan inti dapat ditambahkan kesimpulankesimpulan lain yang dianggap penting yang berkaitan dengan pokok pembahasan.

12 Kemudian dari kesimpulan-kesimpulan tersebut, maka dimungkinkan timbul hal-hal yang perlu disarankan, sebagai rekomendasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.