Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS. Abstract

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT. Abstract

Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016


METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan


Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer


Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi


DNA & PEMBELAHAN SEL?

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

II. MATERI A. NUKLEUS

PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

Pertumbuhan dan diferensiasi sel

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

Vol 31, No 3 Juli 2007 Subpasase dan starvasi serum fibroblas pada sel 155 B. SISWANTO

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

PEMBELAHAN SEL Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT

HASIL DAN PEMBAHASAN

KLONING HEWAN. Eka Pratiwi Tenriawaru. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

Kloning Manusia. Teresa L. Wargasetia. Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

PROSES GAMETOGENESIS PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN. Gametogenesis pada jantan (spermatogenesis)

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KLONING SEL SOMATIK SUAMI MANDUL

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT

BAB I. PENDAHULUAN A.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

Reproduksi seksual merupakan cara yang paling umum bagi organisma Eukariot untuk menghasilkan turunannya. Reproduksi seksual melibatkan pergantian

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

DAFTAR ISI PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...


CELL CYCLE AND ITS CONTROL: Molecular Mechanism For Regulating Mitotic Events. Oleh: Laili Munawarah

Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme hidup bergantung pada pertumbuhan dan perbanyakan sel itu sendiri. Istilah ini disebut pembelahan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

Dan lain-lainnya hanya di

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN ( G B P P ) (versi Selasa 1 Pebruari 2005)

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

Pada keadaan demikian, kromosom lebih mudah menyerap zat warna, misalnya sudan III, hematoksilin, methylen blue, dan kalium iodida.

PEMBELAHAN DAN SIKLUS SEL

Produksi Parthenogenetik Blastosis Mencit Sebagai Sumber Stem Cell Ratih Rinendyaputri, Uly Alfi Nikmah

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

Pembelahan Sel secara Mitosis dan Meiosis pada Manusia

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Ada ORI dan helikase yang membuka pilinan terus sampai terbentuk replication bubble.

BAB III KLONING PADA MANUSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANISME SEL. Mitosis & Meiosis

POKOK BAHASAN I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan pendahuluan mahasiswa dapat: 1. Memahami ruang lingkup

MAKALAH BIOLOGI PEMBELAHAN MEIOSIS

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

XII. Pengaturan Expresi Gen (Regulation of Gene Expression) Diambil dari Campbell et al (2009), Biology 8th

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

Transkripsi:

3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang meliputi: enukleasi, transfer inti dan aktivasi. Sel resipien adalah oosit pada tahap metaphase II sedangkan sel donor inti adalah sel kumulus. Optimasi dilakukan untuk menentukan dosis hormon PMSG dan hcg, metode aktivasi, dan enukleasi yang paling efektif. Siklus sel donor inti dianalisa dengan menggunakan teknik flowcytometri. Perkembangan praimplantasi embrio kloning secara in vitro dibandingkan dengan embrio hasil fertilisasi in vivo dan embrio partenogenetik. Penambahan senyawa inhibitor enzim Histone Deacetylase yaitu Scriptaid dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi aplikasi teknik TISS dalam menghasilkan embrio kloning yang mampu berkembang hingga tahap blastosis. TINJAUAN PUSTAKA Transfer Inti Sel Somatis Pada tahun 1997, Wilmut dan koleganya di Roslin Institute telah berhasil memanfaatkan teknik TISS untuk memproduksi domba kloning yang pertama di dunia. Domba Dolly adalah mamalia pertama yang dihasilkan bukan dari proses fertilisasi, namun berasal dari inti sel somatis yang ditransfer ke oosit dan selanjutnya dapat melakukan perkembangan embrionik seperti embrio normal. Ada tiga fakta baru yang terungkap dari hasil penelitian tersebut, yaitu (1) sel somatis yang telah berdiferensiasi masih menyimpan potensi untuk dilakukan reprogramming setelah dikultur selama kurun waktu tertentu, (2) sel somatis yang dikultur dengan kondisi rendah/tanpa serum dapat masuk ke dalam tahap G 0 dalam siklus sel, dan (3) aplikasi teknik TISS dapat memprogram inti sel somatis dewasa kembali ke perkembangan tahap embrionik (Wilmut et al. 1997). Keberhasilan kloning Dolly memacu aplikasi TISS pada hewan mamalia lainnya. Beberapa mamalia yang telah berhasil dikloning adalah mencit (Wakayama et al. 1998 ), babi (Tomii et al. 2005), sapi (Kasinathan et al. 2001), ferret (Li et al. 2003; Li et al. 2005), anjing (Lee et al. 2005), tikus (Iannacone et al. 2001), dan kambing (Baguisi et al. 1999). Tingkat efisiensi hasil kloning yang relatif sangat rendah (<5%) menjadi salah satu alasan menjajaki pemanfaatan TISS untuk kepentingan biomedis yaitu memproduksi ntesc. Embrio hasil TISS dikultur secara in vitro hingga mencapai tahap blastosis, namun tidak diimplantasikan melainkan diisolasi ICM-nya dan kemudian dikultur sebagai sel lestari ntesc (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Keunggulan utama ntesc bila dibandingkan dengan sumber ESC yang lain adalah masih memiliki sifat pluripotensi, ekspresi MHC kelas I yang masih rendah, dan berkarakter immune-compatible stem cells (Hochedlinger &

4 Jaenisch 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ntesc yang berasal dari inti sel somatis mempunyai sifat pluripoten dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel, seperti dopaminergic & seronergic neuron dan germ cells (Wakayama et al. 2001). Namun ntesc masih berpotensi memiliki beberapa karakter yang berbeda dengan Embryonic Stem Cell (ESC) alami (bukan hasil TISS). Hal ini diduga dipengaruhi oleh memori epigenetik yang tidak sepenuhnya dapat dihapus dalam proses nuclear reprogramming (Ng & Gurdon 2005). Siklus Sel Resipien dan Donor Inti Keberhasilan nuclear reprogramming pada TISS sangat dipengaruhi oleh sinkronisasi tahapan siklus sel antara sel somatis sebagai donor inti dan sel oosit sebagai resipien. Hal ini menjadi faktor penting karena interaksi antara inti sel somatis dengan sitoplasma oosit merupakan kunci sukses pada awal perkembangan embrionik (Stice et al. 1998). Pada teknik transfer inti, salah satu faktor yang harus diperhatikan dari sel donor inti adalah jumlah kromosom (Kato & Tsunoda 1993). Sel somatis pada tahap G 0 /G 1 mempunyai kromosom diploid (2n), tahap G 2 mempunyai kromosom tetraploid (4n) karena telah mengalami replikasi DNA pada tahap S, dan tahap S mempunyai jumlah kromosom yang bervariasi antara diploidtetraploid (2n-4n) karena bergantung pada posisi awal (sebelum replikasi) atau akhir (setelah replikasi). Perbedaan kandungan protein yang terekspresi pada tiap tahap siklus sel, menjadi faktor penentu untuk memprogram kembali inti sel donor (Dinnyes & Szmolenszky 2005). Oosit yang telah mengalami ovulasi biasanya berada pada metafase II tahap M (MII). Pada tahap tersebut konsentrasi Maturation Promoting Factor (MPF) yaitu kompleks cyclin B-Cdk1 mencapai tingkatan maksimal. Selain itu Cytostatic Factor (CSF) juga memegang kendali regulasi siklus sel dengan mempertahankan kondisi stabil pada MII dan menghambat masuk ke tahap anafase (Schimidt et al. 2006). Konsentrasi MPF sitoplasma oosit pada tahap MII juga dipengaruhi oleh aktivasi (Campbell et al. 1993). Setelah oosit diaktivasi baik secara elektrik maupun secara kimiawi dengan SrCl 2 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh osilasi ion Ca 2+ intraseluler (pasca aktivasi) menginduksi serangkaian reaksi biokimia sehingga CSF akan terdegradasi oleh sistem ubiquitin/ proteosome (Schimidt et al. 2006). CSF yang inaktif akan menyebabkan Anaphase Promoting Complex (APC) aktif dan menghancurkan cyclin A dan B sehingga MPF menjadi tidak aktif (konsentrasi menurun) (McGowan 2003). Sinkronisasi Siklus Sel dan Aktivasi Dalam satu siklus sel secara normal, materi genetik (DNA) harus mengalami satu kali replikasi dan hanya terjadi sekali tahap mitosis. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas mekanisme yang menyebabkan hal tersebut (Campbell et al. 1996). Namun beberapa hasil penelitian,

5 menunjukkan bahwa diduga membran inti mempunyai andil dalam terjadinya replikasi DNA (Campbell et al. 1993). Pada transfer inti dengan resipien pada tahap MII, konsentrasi MPF yang tinggi dapat menyebabkan inti donor mengalami Nuclear Envelope Breakdwon (NEBD) dan Premature Chromosome Condensation (PCC) (Wakayama & Yanagimachi 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua inti sel pada semua tahap siklus sel akan mengalami NEBD dan PCC bila ditansfer ke sitoplasma oosit yang konsentrasi MPFnya tinggi (Campbell et al. 1993). Namun bagaimana efek PCC terhadap proses nuclear reprogramming belum diketahui secara tuntas hingga saat ini (Sung et al. 2006). Inti donor pada tahap G 0, dan G 1 yang masing-masing jumlah kromosomnya diploid (2n) bila ditransfer ke dalam oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid tunggal, lalu mengalami Nuclear Reformation (2n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 4n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom diploid (Campbell et al. 1996). Inti donor pada tahap G 2 yang jumlah kromosomnya tetraploid (4n) bila ditransfer ke dalam sel oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid ganda, lalu mengalami Nuclear Reformation (4n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 8n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom tetraploid (4n). Hal ini menunjukkan bahwa inti donor tahap G 2 tidak sinkron apabila ditransfer pada tahap MII oosit resipien (Campbell et al. 1996). Pada transfer inti ke dalam sel oosit dengan MPF rendah (menurun drastis setelah diaktivasi), menunjukkan bahwa inti donor sel tahap G 0, G 1, dan S akan mengalami replikasi DNA, sehingga sel anakan mempunyai kromosom diploid (2n). Sedangkan inti donor tahap G 2 tidak melakukan replikasi DNA, sehingga pada kromosom sel anakannya menjadi 2n. Hal ini juga memperkuat dugaan bahwa faktor yang mempengaruhi replikasi DNA bukan sekedar karena membran inti yang pecah dan terjadi kondensasi prematur (PCC), tapi diduga juga disebabkan oleh kandungan DNA (kromosom) pada inti donor (Campbell et al. 1996). Ada beberapa cara untuk memperoleh kultur sel pada tahap-tahap tertentu dalam siklus sel. Untuk memperoleh sel pada tahap G 0 /G 1, dapat dilakukan dengan cara mengkultur sel dengan medium tanpa/rendah serum (Wakayama & Yanagimachi 2001). Sinkronisasi tahap G 2 dapat dilakukan dengan cara menambahkan cycloheximide pada medium kultur (Campbell et al. 1993). Tahap metafase dapat diperoleh dengan menambahkan demecolcine (Li et al. 2005) atau nocodazole (senyawa penghambat polimerisasi mikrotubuli) pada medium kultur (Ono et al. 2001). Tahapan penting pada aplikasi TISS adalah pada saat terjadi nuclear reprogramming. Inti sel somatis yang telah ditransfer ke dalam sitoplasma sel oosit akan mengalami perubahan baik secara morfologi maupun molekuler (Choi et al. 2004). Beberapa hipotesis menyatakan bahwa perlakuan aktivasi pada oosit pasca transfer inti merupakan awal dari proses nuclear reprogramming (Loi et al. 2003).

6 Oosit pada tahap metafase II (MII) digunakan sebagai resipen setelah dikeluarkan intinya. Pada tahap MII, oosit akan tetap berada dalam kondisi stabil dan bertahan pada kondisi tersebut karena adanya pengaruh dari CSF (cytostatic factor) (Schimidt et al. 2006). CSF juga menghambat aktivitas APC (Anaphase-Promoting Complex) yang berperan memicu masuk ke tahap anafase (Heuvel 2005). MPF (Maturation Promoting Factor) mencapai konsentrasi tertinggi pada tahap MII (Piotrowska et al. 2000). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa semua inti donor sel somatis yang ditransfer ke dalam sitoplasma sel oosit pada saat konsentrasi MPF tinggi akan mengalami NEBD (Nuclear Envelope Breakdown) dan PCC (Premature Chromosome Condensation) (Campbell et al. 1993). Pecahnya membran inti sel donor akan menyebabkan materi genetik yang terkandung di dalamnya kontak langsung dengan sitoplasma oosit (Chung et al. 2002). MPF aktif yang merupakan kompleks cyclin B-Cdk1 yang terfosforilasi dan dapat menginduksi sel masuk ke tahap pembelahan mitosis atau meiosis, menyebabkan NEBD, kondensasi kromosom dan perubahan pada sitoskeleton dan morfologi sel (Campbell et al. 1996). Aktivasi pada oosit tahap MII merupakan modifikasi dari proses fertilisasi secara alami. Osilasi ion Ca 2+ intraseluler mutlak diperlukan untuk menginduksi proses aktivasi (Vincent et al. 1992). Pada fertilisasi, masuknya sperma ke dalam oosit akan menginduksi sinyal Ca 2+ (Schimidt et al. 2006). Pada aplikasi TISS, aktivasi oosit tahap MII dapat dilakukan secara elektrik maupun secara kimiawi dengan SrCl 2 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh osilasi ion Ca 2+ intraseluler (pasca aktivasi) menginduksi serangkaian reaksi biokimia sehingga CSF akan terdegradasi oleh sistem ubiquitin/proteosome. CSF yang inaktif akan menyebabkan APC aktif dan menghancurkan cyclin A dan B sehingga MPF menjadi tidak aktif (konsentrasi menurun) (Elzen & Pines 2001). Setelah aktivasi, inti sel somatis akan berinteraksi dengan faktor-faktor di sitoplasma dan terjadi proses reformasi inti. Selanjutnya akan terbentuk Pseudopronucleus (ppn). Penambahan Cytochalasin B merupakan upaya untuk mencegah terbentuknya polar body II (PBII) (Wakayama & Yanagimachi 2001). Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah kromosom tetap diploid (2n). Keberhasilan nuclear reprogramming sangat menentukan pola ekspresi genetik selama proses perkembangan dan pertumbuhan embrio kloning (Piedrahita et al. 2004). Modifikasi Epigenetik pada Embrio Kloning Materi genetik (genom) dan urutan DNA pada sel somatik yang menyusun satu individu pada dasarnya sama. Dinamika perubahan gen yang aktif dan non aktif merupakan penyebab terjadinya modifikasi epigenetik. Teknik kloning dapat memfasilitasi modifikasi epigenetik yaitu memprogram kembali sel yang telah berdiferensiasi (sel somatik) menjadi ke tahapan awal embrionik yang bersifat totipoten (Wang et al. 2007). Salah satu pengembangan teknik TISS yang telah dilakukan adalah dengan perlakuan penambahan senyawa penghambat enzim HDAC pada saat

7 proses nuclear reprogramming inti sel donor. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan Trichostatin A (TSA) berhasil meningkatkan keberhasilan perkembangan embrio kloning mencapai tahap blastosis (Enright et al. 2003; Kishigami et al. 2006; Li et al. 2008). Scriptaid merupakan senyawa penghambat deasetilasi histon yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan TSA, yaitu toksisitas yang lebih rendah dan dapat memfasilitasi aktivasi transkripsional (Monneret 2005). Perkembangan Embrionik Praimplantasi Pada Mencit Siklus sel yang pertama setelah terjadi baik secara fertilisasi (alami) maupun aktivasi (pada aplikasi TISS) akan menghasilkan tahap pembelahan 2 sel dengan terbentuk 2 blastomer (Ng et al. 2004). Tahap ini sangat penting untuk perkembangan embrionik pada mencit karena terjadi transisi dari genom maternal menjadi genom embrionik (Hogan et al. 1986). Proses yang terjadi meliputi berkurangnya mrna maternal, genom embrionik mulai aktif melakukan transkripsi, dan terjadi perubahan pola sintesis protein. Khusus pada mencit, peristiwa gagalnya proses perkembangan pada tahap 2 sel sering disebut dengan two cell block (Heindryckx et al. 2001). Setelah melewati pembelahan tahap 8 sel, embrio mamalia umumnya akan mulai mengalami kompaksi (morula). Perkembangan embrio mencit akan mencapai tahap morula pada interval waktu 2-3 hari setelah fertilisasi (Hogan et al. 1986). Embrio akan terus membelah dan diikuti terbentuknya rongga yang berisi cairan yang disebut blastosol. Tahapan sel tersebut adalah blastosis. Secara morfologi embrio pada tahap blastosis dibedakan menjadi dua jenis sel yaitu inner cell mass (ICM) di bagian dalam dan trofoblas di bagian luar. Pada perkembangan pasca implantasi, sel-sel trofoblas akan membentuk plasenta, sedangkan ICM akan berkembang menjadi seluruh jaringan tubuh (Kalthoff 2001).