BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

dokumen-dokumen yang mirip
B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS

BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D

BAB. Kinerja Pengujian

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat

MODULASI TIGA ARAS. oleh Suryo Santoso

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 5 Modulasi Pulsa

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut:

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

Rijal Fadilah. Transmisi Data

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan Switching Amplifier ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu. Noise Shaping

BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER)

DAFTAR GAMBAR. Magnet Eksternal µt Gambar Grafik Respon Daya Output Buck Converter dengan Gangguan Medan

Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

KENDALI MOTOR DC. 3. Mahasiswa memahami pengontrolan arah putar dan kecepatan motor DC menggunakan

MODULASI DELTA ADAPTIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Sistem Komputer. Skripsi Sarjana Komputer. Semester Genap tahun 2003/2004

BAB II LANDASAN TEORI

Penguat Kelas-D dengan RWDM

MAKALAH PENGUAT DAYA

Komunikasi Data. Bab 5. Data Encoding. Bab 5. Data Encoding 1/46

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga

KEGIATAN BELAJAR 3 B. DASAR TEORI 1. MOSFET

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan

Elektronika. Pertemuan 8

Model Transmisi Digital Optik Isyarat Analog Dengan Modulasi Delta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II LANDASAN SISTEM

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan

Praktikum Sistem Komunikasi

Jaringan Komputer Data Encoding Data Enc

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER IV TH 2010/2011

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan.

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN SISTEM

MODULASI DELTA. Budihardja Murtianta. Intisari

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T

12-9 Pengaruh dari Kapasitor Pintas Emiter pada Tanggapan Frekuensi-Rendah

NAMA :M. FAISAL FARUQI NIM : TUGAS:ELEKTRONIKA DAYA -BUCK CONVERTER

PERCOBAAN 5 REGULATOR TEGANGAN MODE SWITCHING. 1. Tujuan. 2. Pengetahuan Pendukung dan Bacaan Lanjut. Konverter Buck

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KENDALI. Kontrol Putaran Motor DC. Dosen Pembimbing Ahmad Fahmi

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

penulisan ini dengan Perancangan Anti-Aliasing Filter Dengan Menggunakan Metode Perhitungan Butterworth. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sampling Teori Sampl

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM

Bab IV Pengujian dan Analisis

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

TEKNIK ENCODING SINYAL

TEKNIK PENGKODEAN SINYAL

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Oleh : Nila Feby Puspitasari

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

Perancangan Sistim Elektronika Analog

Analog to Digital Converter (ADC)

BAB II LANDASAN TEORI

Hasil Oversampling 13 Bit Hasil Oversampling 14 Bit Hasil Oversampling 15 Bit Hasil Oversampling 16

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

PERBAIKAN FAKTOR KERJA PADA PENYEARAH SCR PWM (PULSEWIDTH MODULATION) TIGA FASA MENGGUNAKAN METODE PEMADAMAN AKTIF

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

BAB III RANCANGAN SMPS JENIS PUSH PULL. Pada bab ini dijelaskan tentang perancangan power supply switching push pull

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras keluaran. Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga bagian utama (Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis induktor-kapasitor (LC). Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran bagian tapis LC dapat dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat dihubungkan langsung ke penyuara (Gambar 2.1.b). Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio masukan menjadi rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat audio masukan dan frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi. Pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan pulsa-pulsa hasil modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada keluaran muncul isyarat termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang sering dipakai sebagai modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa (pulse width 7

modulation PWM) dan modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Pada tugas akhir ini penulis menggunakan teknik modulasi/penyandian noise-shaping coding yang merupakan pengembangan dari SDM. Teknik modulasi ini akan dijelaskan secara lebih terperinci pada subbab 2.1. Bagian tingkat daya digunakan untuk memperkuat daya isyarat dari keluaran modulator. Isyarat keluaran modulator yang berupa rentetan pulsa-pulsa akan mengendalikan komponen aktif MOSFET pada bagian tingkat daya sebagai saklar. MOSFET akan dikendalikan dalam dua kondisi saja yaitu saturasi ( ON ) atau cut-off ( OFF ). Oleh karenanya, secara ideal tidak ada disipasi daya yang terjadi pada MOSFET. Hal inilah yang membuat penguat kelas D mempunyai efisiensi yang sangat besar jika dibandingkan dengan penguat konvensional lainnya dimana MOSFET bekerja pada daerah aktif. Bagian tingkat daya pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran diwujudkan dengan penguat jembatan penuh. 2.1. Modulator pada Penguat Kelas D Bagian modulator dari penguat kelas D dapat menghasilkan isyarat keluaran termodulasi lebar pulsa (pulse width modulation, PWM) atau termodulasi rapat pulsa (pulse density modulation, PDM) [4]. PWM dihasilkan dengan membandingkan isyarat masukan dengan isyarat segitiga. Metode PWM ini merupakan metode konvensional dari kelas D. Sedangkan PDM merupakan keluaran dari teknik modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Perbandingan antara PWM dan PDM akan dijelaskan pada subbab 2.1.1. Kemudian pada subbab 2.1.2 akan dijelaskan mengenai teknik modulasi sigma delta (SDM). Penjelasan mengenai SDM akan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan mengenai modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) dimana pada PCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang terjadi pula pada SDM. Pada penjelasan PCM terdapat pemodelan linear dari proses kuantisasi dimana pemodelan ini juga akan digunakan pada pemodelan pengkuantisasi yang ada pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan penjelasan lebih mendalam mengenai SDM dimana akan dibahas pemodelan linear dari SDM dan proses pembentukan derau (noise-shaping) yang diperlukan pada SDM dimana derau pada frekuensi audio ditekan dan meloloskan frekuensi di atasnya. Sehingga SDM menghasilkan SNR yang lebih baik dari PCM. 8

Untuk menghasilkan SNR yang lebih tinggi diperlukan SDM orde tinggi, padahal SDM orde tinggi mempunyai masalah pada ketidakstabilannya. Untuk mengatasi masalah ketidakstabilan pada SDM, maka dikembangkanlah teknik penyandian noise-shaping coding. Noise-shaping coding akan dijelaskan pada subbab 2.1.3. 2.1.1. Modulasi Lebar Pulsa (PWM) dan Modulasi Rapat Pulsa (PDM) Modulator merupakan bagian yang sangat penting dari penguat audio kelas D. Teknik modulasi paling dasar dari penguat kelas D adalah PWM. Isyarat audio analog sebagai isyarat masukan modulator akan diubah menjadi isyarat PWM. Perubahan ini dilakukan dengan cara membandingkan isyarat audio dengan isyarat segitiga yang bersumber dari luar yang mempunyai frekuensi tinggi 5 hingga 50 kali dari frekuensi isyarat audio [3]. Diagram kotak dari penguat kelas D menggunakan PWM dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada tahap ini, penguat masih menggunakan dua aras keluaran. Gambar 2.2. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan Metode PWM [5]. Dalam setiap periode dari isyarat segitiga, lebar pulsa dari isyarat PWM yang terbentuk akan sebanding dengan amplitudo dari isyarat audio analog masukan [4]. Gambar 2.3. memperlihatkan contoh isyarat PWM itu. 9

Gambar 2.3. Contoh Keluaran Isyarat PWM. Warna merah menunjukkan isyarat audio masukan, warna hijau menunjukkan isyarat segitiga dan warna biru isyarat PWM [3]. Selain PWM, penguat kelas D dapat pula menghasilkan isyarat keluaran modulasi rapat pulsa (PDM), PDM dapat dihasilkan dengan teknik modulasi sigma delta (SDM). Diagram kotak penguat kelas D menggunakan SDM dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan SDM. Berbeda dengan PWM, pada PDM, rata-rata dari amplitudo isyarat masukan akan sebanding dengan banyaknya pulsa yang muncul pada keluaran. Gambar 2.5. memperlihatkan contoh dari isyarat PDM. 10

Gambar 2.5. Contoh Keluaran Isyarat PDM (bawah) dengan Isyarat Masukan (atas) [9]. Metode PWM mempunyai kelemahan yaitu ketika duty cyle dari PWM mendekati 100% (terjadi ketika isyarat masukan mempunyai amplitudo yang mendekati amplitudo dari isyarat segitiga) maka diperlukan kecepatan switching yang tinggi dari komponen yang dipakai karena keadaan keluaran akan berubah dengan sangat cepat. Jika komponen switching tidak dapat mengikuti perubahan kondisi yang sangat cepat, maka proses switching menjadi tidak sempurna. Misalnya ketika keluaran dari modulator masih dalam transisi kondisi low menuju high, keluaran sudah harus berubah menuju kondisi low mengakibatkan isyarat keluaran proses switching tidak sempurna dan sebagai akibatnya isyarat keluaran akan mengalami cacat. PDM tidak akan mengalami masalah ini, karena pada SDM perubahan kondisi pada keluaran hanya dapat terjadi tiap periode dari isyarat clock. Hal ini dikarenakan keluaran dari pengkuantisasi dari SDM akan diperbaharui setiap mendapat picuan dari isyarat clock. Isyarat clock ini merupakan isyarat kotak dengan frekuensi tetap, sehingga setiap proses switching akan terjadi secara sempurna. Selain itu, PDM mempunyai kelebihan lain yaitu PDM mendistribusikan energi dari frekuensi tinggi hasil modulasi, sedangkan pada PWM, energi frekuensi tinggi akan terkonsentrasi pada frekuensi isyarat segitiga beserta frekuensi harmonik-harmoniknya [4]. Pada PDM terjadi proses pendistribusian frekuensi dikarenakan pada SDM terdapat proses pembentukan derau (noise-shaping). SDM akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab di bawah ini. 2.1.2. Sigma Delta Modulation (SDM) Sigma delta modulation (SDM) merupakan metode modulasi yang digunakan dalam modulator penguat kelas D untuk mengubah isyarat audio masukan menjadi 11

isyarat pulse density modulation (PDM). Di dalam SDM terjadi proses pembentukan derau (noise-shaping) di dalamnya untuk menekan derau pada frekuensi pada pita tertentu. SDM secara umum mempunyai diagram kotak seperti pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Diagram Kotak SDM. adalah isyarat analog masukan, adalah isyarat error antara dan yang telah ditapis oleh, adalah isyarat keluaran dari SDM. SDM terbagi menjadi dua blok bagian utama yaitu loop filter ( ) dan pengkuantisasi (quantizer). SDM akan dijelaskan dengan melakukan pemodelan linear pada bagian pengkuantisasi. Oleh karena itu, sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu bagian pengkuantisasi dimana hal ini akan dijelaskan menggunakan modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) pada subbab 2.1.2.1. Digunakan PCM karena pada PCM terjadi proses pencuplikan dan proses kuantisasi yang mana kesemuanya itu terjadi pada bagian pengkuantisasi pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan mengenai penjelasan SDM pada subbab 2.1.2.2 dimana penjelasan mengenai SDM akan menggunakan pemodelan linear dari bagian pengkuantisasi yang telah dijelaskan pada bagian PCM. 2.1.2.1. Pulse Code Modulation (PCM) Pulse-code modulation (PCM) akan menyampling isyarat masukan pada frekuensi Nyquist kemudian mengkuantisasi isyarat masukan menjadi N-bit keluaran. PCM membutuhkan aras kuantisasi sebesar. Jarak antara aras kuantisasi ( ) disebut sebagai quantization step yang dapat dituliskan sebagai berikut,. (2.1) Pada Gambar 2.7 dapat dilihat transfer karakteristik untuk 3-bit pengkuantisasi. merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah isyarat masukan. 12

Pengkuantisasi akan mengkuantisasi isyarat ke aras terdekat dari aras pengkuantisasi yang ada. Derau kuantisasi merupakan perbedaan antara masukan dan keluaran hasil pengkuantisasi [9]. Gambar 2.7. Transfer Karakteristik dari 3-bit Pengkuantisasi [9]. Sumbu tegak merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah masukan pengkuantisasi. Pengkuantisasi merupakan sistem yang sangat tidak linear, sehingga efek dari proses kuantisasi pada sinyal masukan dan derau yang dihasilkan dari proses kuantisasi sangat sulit untuk diukur secara pasti. Oleh karenanya dilakukan pendekatan secara linear (Gambar 2.8) dengan beberapa asumsi-asumsi antara lain [9], 1. Derau kuantisasi adalah stasioner (proses acak). 2. Derau kuantisasi tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri dan dengan isyarat masukan ( ). 3. Probablity-density function dari derau adalah uniform pada rentang derau kuantisasi. Gambar 2.8. Model Linear dari Proses Kuantisasi [9]. merupakan isyarat keluaran hasil kuantisasi dan merupakan isyarat masukan, adalah derau kuantisasi. 13

Oleh karenanya, derau dari proses kuantisasi ini merupakan derau putih yang tersebar merata pada berbagai frekuensi hingga frekuensi Nyquist. Gambar 2.9 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi pada ranah frekuensi. Gambar 2.9. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling Fs [10]. untuk N-bit kuantisasi dari sinyal sinusoisal dengan amplitudo dapat dirumuskan sebagai berikut [9],...(2.2). Pada proses kuantisasi dapat dilihat untuk kenaikan 1 bit kuantisasi, SNR akan mengalami kenaikan sekitar 6 db. Untuk mendapatkan yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperbesar frekuensi sampling yang dinamakan sebagai oversampling. Jika frekuensi Nyquist adalah, dan isyarat disampling dengan frekuensi, maka oversampling ratio nya adalah. Derau dari proses kuantisasi akan tersebar pada rentang frekuensi yang lebih lebar, sehingga derau kuantisasi pada fekuensi di bawah frekuensi Nyquist akan berkurang. yang dihasilkan dapat dirumuskan sebagai berikut [9],...(2.3). Dapat dilihat untuk setiap melipatduakan frekuensi sampling, akan naik sebesar 3dB. 14

Gambar 2.10. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling kfs [10]. Gambar 2.10 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi dengan frekuensi sampling k kali dari frekuensi Nyquist pada ranah frekuensi. 2.1.2.2. Pemodelan Secara Linear Modulasi Sigma Delta Modulasi sigma delta (SDM) tersusun dari pengkuantisasi dan tapis di depan pengkuantisasi dan keluaran isyarat hasil kuantisasi yang diumpan balik seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Pengkuantisasi pada SDM akan dikendalikan oleh sinyal error yang telah ditapis ( ) oleh tapis. Dalam melakukan analisis, pengkuantisasi dimodelkan secara linear dan direpresentasikan seperti pada Gambar 2.11. Gambar 2.11. Blok Diagram dari SDM Menggunakan Model Linear pada Bagian Pengkuantisasinya. Pada Gambar 2.11, bagian pengkuantisasi dimodelkan secara linear dengan derau kuantisasi dilambangkan dengan. Melalui asumsi yang telah dijelaskan pada subbab 2.1.2.1 derau bagian kuantisasi merupakan derau putih yang mempunyai 15

komponen frekuensi tersebar merata pada semua frekuensi. Sehingga dalam model linear, keluaran merupakan penjumlahan dari masukan pengkuantisasi dengan derau kuantisasi. Dari pemodelan Gambar 2.11, dapat dicari hubungan antara keluaran dengan derau dan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan. Hubungan antara keluaran dengan derau disebut sebagai noise transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan isyarat masukan seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12. Gambar 2.12. Diagram Kotak Noise Transfer Function. NTF(s) ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,...(2.4). Sedangkan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan disebut sebagai signal transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan derau seperti dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13. Diagram Kotak Signal Transfer Function. ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,...(2.5). 16

Keluaran dari SDM ini dapat ditulis sebagai berikut,...(2.6). Dengan melakukan pendekatan linear, dapat dilihat efek dari tapis terhadap isyarat baik masukan, keluaran dan derau. Dapat dilihat bahwa akan berperan terhadap pembentukan derau pada keluaran. Jika diinginkan derau pada keluaran ditekan pada pita frekuensi audio, maka harus merupakan tapis lolos tinggi. Derau pengkuantisasi akan dilemahkan pada pita frekuensi audio dan diloloskan pada frekuensi tinggi. Oleh karena itu, SDM disebut melakukan pembentukan derau (noise shaping). Gambar 2.14 menunjukkan contoh keluaran dari spektrum isyarat keluaran. Gambar 2.14. Spektrum Isyarat Keluaran Modulator dengan Derau yang Telah Dibentuk pada Frekuensi Tinggi [10]. Pada perancangan SDM, dirancang terlebih dahulu tanggapan yang diinginkan. Kemudian dari dapat dicari tapis dari persamaan (2.4) yang dapat ditulis sebagai berikut,...(2.7). Jika dituliskan sebagai...(2.8), dengan, adalah numerator dari dan adalah denumerator dari. Tapis dapat dituliskan kembali sebagai berikut, 17

...(2.9) Semakin besar orde dari tapis, modulasi sigma delta akan memberikan keuntungan pada kenaikan signal-to-noise ratio ( ). Hal ini dikarenakan terjadinya proses noise-shaping dimana derau akan dipindahkan pada pita frekuensi yang jauh lebih tinggi dari pita audio. ideal untuk SDM orde tinggi (k-orde) dapat dirumuskan sebagai berikut [6],...(2.10). Pada SDM untuk tapis orde 1 (k = 1), dengan melakukan melipatduakan frekuensi sampling akan terjadi kenaikan SNR sebesar 9 db. Pada PCM yang tidak melakukan proses noise-shaping melipatduakan frekuensi sampling hanya akan menaikkan SNR sebesar 3 db. Gambar 2.15. Noise-Shaping pada SDM untuk Orde 1, 2 dan 3 [11]. Dari Gambar 2.15, dapat dilihat bahwa dengan melakukan penambahan orde dari tapis, maka dapat dicapai SNR pada pita frekuensi audio yang lebih tinggi. Namun, SDM dengan orde tinggi (lebih dari dua) mempunyai masalah pada kestabilannya, yaitu sangat tidak stabil. 18

Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan dengan model linear karena adanya umpan balik dari pengkuantisasi yang bersifat sangat tidak linear. Hingga saat ini belum ada yang dapat memecahkan persoalan ketidakstabilan dari SDM orde tinggi [12]. 2.1.3. Noise-Shaping Coding [13 13] Sigma Delta Modulation (SDM) kemudian dikembangkan menjadi noiseshaping coding seperti yang telah dikerjakan pada [13] untuk mengatasi masalah ketidakstabilan orde tinggi pada SDM. Blok diagram noise-shaping coding dapat dilihat pada Gambar 2.16. Gambar 2.16. Diagram Kotak Noise-Shaping Coding [13]. Gambar 2.15 menunjukkan diagram kotak dari teknik penyandian noise-shaping dimana adalah isyarat audio analog masukan, dan merupakan keluaran dari tapis. Isyarat merupakan isyarat error antara masukan r(t) dan keluaran y(t) yang telah ditapis oleh tapis. Sedangkan isyarat akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan mengenai tapis. Keluaran dari akan bergantung dari isyarat dan sesuai dengan aturan kuantisasi yang telah ditentukan. Dari aturan kuantisasi yang telah ditentukan dan persamaan untuk isyarat akan dijabarkan kemudian bahwa isyarat sebagai masukan ke bagian pengkuantisasi akan terbatas nilainya, sehingga penyandi noiseshaping coding yang dibuat stabil. Tapis untuk noise-shaping coding digambarkan lebih jelas pada Gambar 2.17. 19

Gambar 2.17. Tapis pada Noise-Shaping Coding. Tapis ini merupakan tapis dengan dua masukan ( dan ) dan dua keluaran ( dan ). Oleh karenanya tapis ini ditulis dalam bentuk statevariable karena bentuk state variable dapat memperlihatkan hubungan dari suatu sistem yang memiliki banyak input dan banyak output. Tapis dalam state-variable ditulis sebagai berikut [14], G :...(2.11) dengan = state vector (n 1) untuk sistem orde n, = matriks sistem (n n), = matriks masukan (n 1), = matriks keluaran (1 n). Untuk menyederhanakan perhitungan, semua sinyal ternormalisasi terhadap tegangan catu daya ±1. Jika kuantisasi yang dipakai adalah kuantisasi seragam, kuantisasi ternormalisasi untuk N-bit coding adalah, dimana adalah quantization step. Untuk 1 bit kuantisasi atau dua aras kuantisasi, maka aras kuantisasi nya ( ) adalah, sedangkan untuk tiga aras kuantisasi,. Perbedaan antara noise-shaping coding dengan SDM terletak pada loop filter. Pada tapis G(s) ditambahkan satu buah keluaran yang memenuhi persamaan,...(2.12). 20

Isyarat ini menjamin kestabilan dari penyandi noise-shaping yang dibuat [14]. Bagian pengkuantisasi akan melakukan kuantisasi dengan syarat kuantisasi adalah isyarat ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada ( ), bergantung pada isyarat. Sebagai contoh jika, dengan adalah bilangan bulat, maka keluaran kuantisasi dari sinyal adalah : Dengan adanya isyarat yang mengendalikan pengkuantisasi menyebabkan terbatasnya amplitudo isyarat [14]. Sebuah modulator dikatakan stabil jika masukan ke pengkuantisasi terbatas atau dapat dikatakan error sinyal dibatasi [15]. Oleh karenanya, noise-shaping coding menjamin kestabilan dari coder atau modulator. Keterbatasan dari isyarat error yang telah ditapis oleh tapis dapat dilihat dari persamaan-persamaan sebagai berikut,...(2.13.a)...(2.13.b) oleh karena sesuai dengan persamaan (2.12) bahwa maka...(2.14). Bagian pengkuantisasi akan mengkuantisasi sinyal ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada bergantung pada sinyal e, sehingga akan didapatkan,...(2.15) sehingga,...(2.16). Dengan melakukan proses integrasi maka akan didapatkan sebagai berikut,...(2.17.a)...(2.17.b), dimana adalah periode dari frekuensi sampling. Dapat dilihat bahwa error yang telah ditapis akan terbatas pada nilai sehingga modulator dapat dikatakan stabil. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar modulator stabil, yang pertama adalah isyarat tidak boleh overload atau tidak melebihi dari tegangan catu daya yang 21

digunakan. Syarat yang kedua adalah zero dari tapis sumbu imajiner [13]. harus ada di sebelah kiri 2.2. Tingkat Daya dengan MOSFET Pada tugas akhir ini MOSFET dipakai sebagai komponen aktif yang dipakai pada bagian tingkat daya untuk menguatkan isyarat pulsa keluaran modulator. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari MOSFET serta konfigurasi full-bridge dengan MOSFET yang dipakai dalam perancangan sebagai bagian penguat akhir dari penguat audio kelas D yang dirancang. 2.2.1. Konsep MOSFET MOSFET mempunyai impedans masukan yang sangat tinggi dan menyerap daya searah yang sedikit sekali. Hal ini yang menyebabkan MOSFET sangat efisien dalam rangkaian berdayamikro, baik digital maupun analog [16]. Tidak seperti transistor sambungan dua kutub (bipolar junction transistor, BJT), MOSFET tidak membutuhkan pengendali arus yang besar. Demikian pula, MOSFET mempunyai kecepatan operasi yang tinggi dibandingkan dengan BJT, sehingga MOSFET cocok digunakan dalam aplikasi pensaklaran (switching) dengan frekuensi yang cukup tinggi [8]. Terdapat dua jenis MOSFET yaitu MOSFET tipe pengosongan dan MOSFET tipe peningkatan. Kedua jenis MOSFET ini mempunyai operasi kerja yang berbeda. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MOSFET tipe peningkatan yang dipakai penulis dalam perancangan tugas akhir. MOSFET akan bekerja jika tegangan gerbang ( ) lebih besar atau sama dengan tegangan ambang. Besarnya suatu MOSFET biasanya berkisar antara 1 sampai 3 V. Karakteristik ideal dari suatu MOSFET saluran-n tipe peningkatan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.18. 22

Gambar 2.18. Karakteristik Ideal MOSFET Saluran-n Tipe Peningkatan [16]. Dari Gambar 2.13 dapat dilihat ada dua buah daerah kerja MOSFET yaitu daerah trioda dan daerah pinch-off (aktif). Daerah aktif terjadi ketika MOSFET memenuhi kondisi. Pada daerah aktif ini besarnya akan konstan bergantung pada besarnya meskipun tegangan penguras-sumber ( ) dinaikkan. Sedangkan daerah trioda akan terjadi ketika MOSFET berada pada kondisi. Pada daerah trioda, akan bernilai sangat kecil dan menyebabkan akan bernilai maksimum bergantung pada besarnya. Saat kondisi trioda ini, terdapat hambatan searah antara penguras dan sumber yang dinyatakan sebagai parameter. Ketika MOSFET akan dioperasikan sebagai saklar, MOSFET akan bekerja dalam dua kondisi. Yang pertama adalah MOSFET akan bekerja dalam kondisi cut-off atau mati (MOSFET OFF). Pada kondisi cut-off, MOSFET tidak bekerja, hal ini terjadi ketika. Arus penguras ( ) akan bernilai 0 dan akan bernilai maksimum. Hal ini ditunjukkan untuk pada Gambar 2.17 untuk. Yang kedua adalah MOSFET bekerja pada daerah triode, dimana besarnya arus pernguras maksimal dan bernilai mendekati 0 (MOSFET ON). Pada saat kondisi ini terjadi disipasi daya pada MOSFET yang akan terbuang menjadi panas. Besarnya disipasi daya dari MOSFET akan bergantung pada parameter dari MOSFET. 23

2.2.2. MOSFET Konfigurasi Jembatan Penuh (Full Bridge) Sebagai penguat bagian akhir, MOSFET dapat diwujudkan dalam dua konfigurasi yaitu half bridge dan full bridge. Perbedaan konfigurasi half bridge dan full bridge dapat dilihat pada Gambar 2.19. (a) (b) Gambar 2.19. (a). Konfigurasi Half Bridge. (b). Konfigurasi Full Bridge. Konfigurasi full bridge mempunyai kelebihan dibandingkan dengan half bridge antara lain, konfigurasi full bridge tidak mempunyai DC offset seperti pada konfigurasi half bridge, konfigurasi full bridge tidak mengalami terjadinya bus pumping effect seperti pada half bridge dimana catu daya mengalami pemompaan balik dari penggeser aras, sehingga menghasilkan fluktuasi pada tegangan bus [8]. Selain itu, daya keluaran yang dihasilkan pada konfigurasi full bridge dua kali lebih besar dari daya yang dihasilkan half bridge dengan tegangan catu daya yang sama. Pada konfigurasi full bridge, tiga aras keluaran pada penguat dapat diimplementasikan karena pada beban dapat terjadi tiga kondisi keluaran seperti dapat dilihat pada Gambar 2.20, sedangkan pada half bridge, hanya dua aras keluaran saja yang dapat diimplementasikan. 24

(a) (b) (c) (d) Gambar 2.20. (a) dan (b). Kondisi MOSFET pada Full Bridge MOSFET ketika Ada Aliran Arus pada Penyuara. (c) dan (d). Tidak ada aliran arus pada penyuara. Pada Gambar 2.20 (a) dan (b) ada arus yang melewati penyuara, namun berbeda polaritasnya pada penyuara, sedangkan untuk Gambar 2.20 (c) dan (d) tidak ada beda potensial di antara penyuara atau potensial di kedua ujung penyuara sama besarnya sehingga menyebabkan tidak adanya arus yang melewati penyuara. Tabel 2.1 memperlihatkan kondisi yang dapat terjadi pada keluaran dari full bridge mengacu pada Gambar 2.20, beserta kondisi tiap MOSFET (M1, M2, M3, M4), diasumsikan tegangan catu daya Vcc = 1. Tabel 2.1. Kondisi Tiap MOSFET pada Konfigurasi Full Bridge dan Keluarannya. MOSFET Keluaran M1 M2 M3 M4 (OUT+) (OUT-) on off off on 1 off on on off -1 on off on off 0 off on off on 0 25