UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB II GEOLOGI REGIONAL

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

HALAMAN PENGESAHAN...

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

Nugroho Budi Raharjo * Widya Utama * Labolatorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA ITS ABSTRAK

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

STUDI PENERAPAN METODE ANALISIS DERIVATIF PADA DATA POTENSIAL GRAVITASI

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

GEOMETRI BATUAN DASAR (BASEMENT) DAERAH SERANG BANTEN BERDASARKAN DATA GAYABERAT BASEMENT GEOMETRY OF SERANG BANTEN BASED ON GRAVITY DATA

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Identifikasi Struktur Patahan Daerah Panas Bumi Menggunakan Metode Gayaberat dengan Metode Euler Deconvolution dan Second Vertical Derivative

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2.

Unnes Physics Journal

PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III. TEORI DASAR. Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori

PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN

Unnes Physics Journal

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB III GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R.

INTERPRETASI DATA SEISMIK PADA CEKUNGAN X : STUDI KASUS EKSPLORASI GEOFISIKA UNTUK MENCARI AREA PROSPEK MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) SKRIPSI INDRA GUNAWAN 0806399003 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2014

Ringkasan Tugas Akhir/Skripsi Nama, NPM : Indra Gunawan, 0806399003 Pembimbing I : Drs. M. Syamsu Rosid, Ph.D Pembimbing II : Dr. Ir. Agus Guntoro, M.Si Judul (Indonesia) : Identifikasi Basin dan Penentuan Struktur Bawah Permukaan Menggunakan Data Gayaberat (Studi Kasus Cekungan Sumatera Selatan) Judul (Inggris) : Basin Identification and Delineation Subsurface Using Gravity Data (Case Study South Sumatera Basin) Abstrak Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, penentuan lokasi keberadaan cekungan (basin) sangat penting untuk diketahui. Hal ini dikarenakan cekungan (basin) berkaitan erat dengan lingkungan pembentukan batuan induk (source rock). Telah dilakukan pengukuran survei gayaberat pada daerah cekungan Sumatera Selatan. Tujuan dilakukannya pengukuran ini adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang diduga merupakan cekungan (basin) sebagai tempat pembentukan source rock. Pada nilai anomali Bouguer yang didapatkan dari hasil pengukuran selanjutnya dilakukan analisa spektrum untuk membantu mendapatkan model basement cekungan. Pada analisa lebih lanjut, dilakukan pemisahan anomali regional dan residual menggunakan metode Moving Average dan metode Polinomial Trend Surface Analysis untuk mengetahui daerah zona cekungan. Analisa First Derivative dilakukan untuk mengetahui daerah zona struktur patahan pada cekungan. Pada proses pemodelan 2D Forward Modelling, digunakan data sumur, hasil spektrum analisis berupa model kedalaman, peta geologi dan kurva FHD sebagai acuan dalam pemodelan. Hasil dari pemodelan 2D Forward Modelling menunjukkan adanya cekungan dengan kedalaman basement berkisar 2000 m sampai 3000 m. Interpretasi terpadu dari metode pengolahan data gayaberat yang dilakukan didapatkan keberadaan cekungan yang memanjang dari arah Baratlaut ke Tenggara-Selatan. Kata Kunci: zona cekungan, zona struktur patahan, kedalaman basement, pemodelan 2D Forward Modelling

Abstract In oil and gas exploration, determining the location of the basin is very important to be known. It is because the basin is closely related to the formation of the host rock environment (source rock). Geophysical survey using gravity method has been on the South Sumatra basin area. The purpose of this measurement is to determine the areas that are considered basin as the source rock formation. On the value Bouguer anomaly obtained from the results of measurements of the spectral analysis is performed to help get the model basin basement. On further analysis, the separation of regional and residual anomalies using the Moving Average method and Polynomial Trend Surface Analysis method to determine the zone of the basin area. First Derivative analysis was conducted to determine the structure of the fault zone area in the basin. In the modeling process 2D Forward Modeling, used well data, the results of spectral analysis of a model of depth, geological maps and FHD curve as a reference in the modeling. Results of Forward Modelling 2D modeling shows basin with depths ranging from 2000 m to the basement of 3000 m. Integrated interpretation of gravity data processing method conducted found the existence of the basin that extends from the North West to South - East. Keywords : Basin Zone, Fault Sturcture Zone, Depth Basement, twodimensional modelling

1. Latar Belakang Gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi akibat perbedaan densitas secara lateral. Salah satu penerapan metode gayaberat dalam tahap awal eksplorasi minyak dan gas bumi adalah untuk memperkirakan keberadaan cekungan/ basin dan kedalaman basement cekungan. Keberadaan cekungan menjadi penting sebab berkaitan dengan lingkungan pembentukan batuan induk (source rock). Telah dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode gayaberat di daerah cekungan Sumatera Selatan. Pengukuran metode gayaberat dilakukan dengan jarak antar grid (station) sebesar 1 km. Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian Dalam penelitian ini, dilakukan identifikasi struktur bawah permukaan berupa cekungan dan pemodelan struktur bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan nilai kontras densitas batuan hingga kedalaman basement dengan menggunakan data gayaberat yang divalidasi dengan data sumur. Hasil pemodelan gayaberat yang telah divalidasi dengan data sumur diharapan dapat memberikan informasi gambaran struktur bawah permukaan pembentuk cekungan/basin dengan cukup baik sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penentuan tindakan eksplorasi lebih lanjut. 2. Teori Dasar Nilai percepatan gravitasi (g) yang dibutuhkan adalah variasi densitas bawah permukaan dari target benda anomali. Sehingga untuk mendapatkan nilai gaya berat dari target bawah permukaan yang diinginkan perlu dilakukan koreksi data gayaberat, diantaranya : 1. Koreksi Pasang Surut (Tidal Correction) 2. Koreksi Lintang (Latitude Correction) 3. Koreksi Apungan (Drift Correction) 4. Koreksi Udara Bebas (Free- Air Correction/ FAC) 5. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction/BC) 6. Koreksi Medan (Terrain Correction/TC) Setelah melakukan proses koreksi diatas, maka akan didapatkan nilai yang disebut anomali Bouguer (Bouguer Anomali). Anomali Bouguer adalah anomali yang disebabkan oleh variasi densitas secara lateral pada batuan di kerak bumi yang telah berada pada bidang referensi yaitu bidang geoid. Persamaan untuk mendapatkan nilai anomali Bouguer (gab) adalah g = g g g g obs read tidal drift AB = g obs gφ + g FA g B + TC dimana: g read = nilai pembacaan gravitasi di lapangan g tidal = koreksi pasang surut g = koreksi apungan drift g = koreksi lintang φ g = koreksi udara bebas FA g = koreksi Bouguer B TC = koreksi medan

Geologi Regional Urutan Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dari tua ke muda adalah Batuan Pra-Tersier, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, Formasi Kasai, dan Endapan Kuarter. Gambar 2 Peta Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger and Kevin, 2005) Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan a) Batuan Induk (Source Rock) Hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan ini berasal dari batuan induk yang berasal dari batulempung hitam Formasi Lemat (De Coster, 1974), lignin (batubara), batulempung Formasi Talang Akar dan batulempung Formasi Telisa. Formasi Lemat mengalami perubahan fasies yang cepat kearah lateral sehingga bertindak sebagai batuan induk dengan kandungan material organik 1,2 3%. Landaian suhu berkisar 4,8-5,3 C/100 m, sehingga kedalam pembentukan minyak yang komersil terdapat pada kedalaman 2000-3000 m. Sistem pemanasan (kitchen) batuan induk di Cekungan Sumatera Selatan adalah akibat panas yang dihasilkan oleh bidang sesar yang terbuka pada graben/ half graben, sehingga cukup untuk menghasilkan hidrokarbon. b) Migrasi Migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan ditafsirkan sebagai migrasi lateral dan atau migrasi vertikal. Migrasi lateral terjadi pada bagian dalam cekungan. Akibat migrasi ini, terjadi pengisian hidrokarbon pada perangkapperangkap stratigrafi yang terbentuk pada zona engsel (hinge zone). Migrasi secara vertikal terjadi melalui bidang patahan dan bidang ketidakselarasan antara batuan dasar dengan lapisan sedimen diatasnya. Migrasi sekunder memegang peranan penting dalam proses akumulasi dan pemerangkapan hidrokarbon mengingat posisi perangkap merupakan daerah tinggian purba (old basement high). c) Batuan Reservoar Lapisan batupasir yang terdapat dalam Formasi Lemat, Formasi Talang Akar, Formasi Palembang Bawah dan Palembang Tengah dapat menjadi batuan reservoar pada Cekungan Sumatera Selatan. Pada Sub Cekungan Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Air Benakat, Formasi Telisa memiliki interval reservoar dan lapisan penutup bagi reservoar Formasi Baturaja. Pada Sub Cekungan Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Talang Akar dan Baturaja. Porositas lapisan batupasir berkisar antara 15-28%. d) Batuan Penutup Batuan penutup pada umumnya merupakan lapisan lempung yang tebal dari Formasi Telisa, Formasi Palembang Bawah dan Formasi Palembang Tengah. Selain itu, terjadinya perubahan facies kearah lateral atau adanya sesar-sesar dapat juga bertindak sebagai penutup atau tudung. Lempung pada Formasi Telisa menjadi penutup pada reservoar karbonat Formasi Baturaja. e) Jenis Perangkap Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan merupakan

struktur antiklinal dari suatu antiklinorium yang terbentuk pada Plio-Pleistosen seperti pada Formasi Palembang Tengah. Struktur sesar baik normal maupun geser dapat bertindak sebagai perangkap minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping terumbu Formasi Baturaha, bentuk kipas Formasi Lemat, bentuk membaji Formasi Palembang Bawah dan Formasi Talang Akar, dan Lemat dari batupasir karena perubahan facies pada Formasi Talang Akar. Gambar 5. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA) Gambar 3. Play hidrokarbon pada bagian Utara dan Tengah Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974) 3. Metodologi Penelitian Berikut ini adalah peta topografi yang menunjukkan ketinggian/ elevasi di daerah penelitian berdasarkan titik-titik pengukuran pada saat pengukuran data gayaberat. Analisa Spektrum Analisa spektrum digunakan untuk mendapatkan estimasi kedalaman target/objek anomali dalam hal ini adalah basement dari suatu basin atau cekungan. Pada metode ini memerlukan proses Transformasi Fourier dimana penggunaan Transformasi Fourier ini bertujuan untuk mengubah fungsi jarak dan waktu menjadi fungsi bilangan gelombang atau frekuensi (Blakely, 1995). Gambar 6. Peta CBA dengan slice A,B,C,D Untuk Gambar 4. Peta Topografi Daerah Penelitian Pada penelitian ini daerah pengukuran memiliki luas 172 km x 134 km dengan jarak antar stasiun pengukuran sebesar 1 km. Berikut ini adalah hasil grid data yang disajikan dalam bentuk peta kontur berdasarkan nilai CBA. Mendapatkan Lebar Window Pada kurva analisa spektrum akan menampilkan estimasi kedalaman anomali regional dan anomali residual. Berikut ini adalah hasil dari analisa spektrum pada slice A, B, C dan D:

ln A 10 5 Slice A y = - 10728x + 7.0115 R² = 0.63907 y = - 1761.9x + 4.2458 R² = 0.67365 y = - 1.3825x + 1.8148 R² = 4.2E- 05 0 0 0.001 0.002 0.003 0.004 k Gambar 7. Kurva Hasil Analisa Spektrum Pada Slice A ln A 10 5 Slice B y = - 12297x + 7.567 R² = 0.9126 y = - 1505.1x y = + - 104.18x 3.4392 + 1.9928 R² = 0.35962 R² = 0.23633 0 0 0.001 0.002 0.003 0.004 k Gambar 8. Kurva Hasil Analisa Spektrum Pada Slice B ln A 10 5 Slice C y = - 10382x + 6.9675 R² = 0.50977 y = - 3495.1x + 5.6414 y = 3E- 12x + 2.2281 R² = 0.64988 R² = 1E- 28 0 0 0.001 0.002 0.003 0.004 k Gambar 9. Kurva Hasil Analisa Spektrum Pada Slice C ln A 10 5 Slice D y = - 10336x + 6.9741 R² = 0.51379 y = - 2752.5x + 4.765 y = 52.398x + 1.7609 R² = 0.64904 R² = 0.02672 0 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 k Gambar 10. Kurva Hasil Analisa Spektrum Pada Slice D

Tabel 1. Hasil Estimasi Kedalaman Regional dan Residual daerah penelitian Slice Kedalaman Regional (m) Kedalaman Residual A 10728 m 1761.9 m B 12297 m 1505.1 m C 10382 m 3495.1 m D 10336 m 2752.5 m Rata- Rata 10935.75 m 2378.65 m Dari hasil analisa spektrum didapatkan kedalaman anomali regional rata-rata sebesar 10935.75 m atau sekitar 11 Km di bawah permukaan. Sedangkan untuk kedalaman anomali residual rata-rata sebesar 2378.65 m atau hampir 2.4 km. Pada penelitian ini juga dilakukan identifikasi basement dari suatu cekungan menggunakan analisa spektrum. Daerah interest basement cekungan dari penelitian ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu sesuai dengan lintasan P,Q,R dan S pada Gambar 11. Berikut ini adalah lintasan yang dipakai untuk mengetahui kedalaman dari basement pada daerah penelitian. Gambar 12. Slice yang Digunakan Untuk Penentuan Basement dengan Analisa Spektrum Lintasan PP Berikut ini adalah hasil dari Analisa Spektrum lintasan P pada tiap-tiap slice 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Tabel 2. Estimasi Kedalaman dari masing-masing slice pada lintasan P Depth Slice Spasi r (m) (m) 1 8,237.89-2466.6 2 16,505.60-2289.9 3 21,923.80-2243.7 4 30,365.20-2570.7 5 44,539.90-2572.9 6 49,264.90-2176.3 7 61,297.40-2077.8 8 66,589.30-1998.6 Kurva Lintasan P- P' Gambar 11. Lintasan P,Q,R dan S yang Digunakan Untuk Mengetahui Bentuk Basement Slice yang dilakukan pada lintasan P adalah sebagai berikut: Kedalaman (m) 0 0.00 20,000.0040,000.0060,000.0080,000.00-2000 - 4000 Spasi r (m) Gambar 13. Grafik Perkiraan model dari anomali pada lintasan PP Gambar 13. yang berupa grafik kedalaman memberikan gambaran perkiraan bentuk dari model struktur bawah permukaan dengan nilai kedalaman lintasan P-P pada bagian paling bawah (Bottom) pada kedalaman 2572.9 m dan

bagian paling atas (Top) pada kedalaman 1998.6 m. Gambar dibawah ini adalah slice yang digunakan pada lintasan QQ. kedalaman 2438.7 m. Pada Lintasan PP dan QQ menunjukkan pola atau kecenderungan topografi bawah permukaan yang mirip akan tetapi memiliki kedalaman yang berbeda. Selisih bottom pada lintasan PP dan QQ sebesar 357.2 m. Sehingga dapat dikatakan basement pada lintasan PP lebih tinggi dibandingkan lintasan QQ. Gambar 14. Slice yang Digunakan Untuk Penentuan Basement dengan Analisa Spektrum Lintasan QQ Tabel 3. Estimasi Kedalaman dari masing-masing slice pada lintasan QQ Kedalaman (m) Slice Spasi Depth 0-2000 - 4000 1 3810.74-2644.1 2 10862.4-2517.8 3 22236.4-2472.5 4 25989.8-2640 5 36226.4-2930.1 6 49818.4-2452.1 7 58405.9-2527.9 8 71542.9-2438.7 Kurva Lintasan Q- Q' 0 20000 40000 60000 80000 Spasi r (m) Gambar 15. Grafik Perkiraan model dari anomali pada lintasan QQ Pada Gambar 15. Bottom dari basement pada lintasan QQ berada di kedalaman 2930.1 m dan Top berada di Gambar 16. Slice yang Digunakan Untuk Penentuan Basement dengan Analisa Spektrum Lintasan RR Tabel 4. Estimasi Kedalaman dari masing-masing slice pada lintasan RR Slice Spasi Depth 0-2000 - 4000 1 2 3 4 6 7 8 1443.88 5328.17 20147.8 36848.2 58921.2 63085.1 72621.8-2627.2-2555.1-3090.7-2905.2-2943.7-2772.6 Kurva Lintasan R- R' -2517 0 20000 40000 60000 80000 Gambar 17. Grafik Perkiraan model dari anomali pada lintasan RR

Gambar 18. Slice yang Digunakan Untuk Penentuan Basement dengan Analisa Spektrum Lintasan SS Tabel 5 Estimasi Kedalaman dari masing-masing slice pada lintasan SS Slice Spasi Depth 1 2,796.99-2835.5 2 14,435.00-3227.4 3 21,083.20-3152.2 4 35,516.40-2825.2 kedalaman. Perbedaan Bottom antara lintasan RR dan SS sebesar 137.6 m dimana posisi basement lintasan RR lebih tinggi dibandingkan lintasan SS. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman basement dari lintasan RR ke lintasan SS (kearah tenggara-selatan) semakin dalam. Moving Average Prinsip dari metode ini adalah merataratakan nilai anomalinya (CBA). Hasil perata-rataan itu merupakan anomali regional, sedangkan anomali residual didapatkan dari hasil pengurangan anomali CBA (Complete Bouguer Anomaly) dengan anomali regionalnya. Persamaan moving average untuk satu dimensi adalah sebagai berikut. ( i n) +... + Δg( i) +... + Δg( i n) Δg + Δg r ( i) = N Berikut ini adalah anomali regional yang didapatkan dengan menggunakan filter Moving Average dengan lebar window yang digunakan sebesar 21.. 5 43,829.00-2790.1 6 50,554.20-2551.4 7 56,147.30-2108.1 8 68,992.50-2328.2 0-10000.00 20,000.00 40,000.00 60,000.00 80,000.00 Kedalaman (m) - 2000-3000 - 4000 Kurva Lintasan S- S' Spasi r (m) Gambar 19. Grafik Perkiraan model dari anomali pada lintasan SS Pada lintasan R dan S menunjukkan kemiripan pola topografi bawah permukaan. Akan tetapi sama halnya dengan lintasan PP dan QQ, antara lintasan RR dan SS memiliki perbedaan Gambar 20. Peta Anomali Regional Anomali Bouguer merupakan gabungan anomali regional dan anomali residual. Maka untuk mendapatkan anomali residual bisa kita dapatkan dengan mengurangkan anomali Bouguer dengan anomali regional. Hasil anomali residual yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Peta Anomali Residual Polynomial Trend Surface Analysis Salah satu cara lainnya untuk memisahkan anomali regional dan residual ialah dengan menggunakan polynomial trend surface analysis (TSA). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Anomali Bouguer merupakan gabungan dari anomali regional dan residual, maka anomali residual bisa didapatkan dari hasil pengurangan anomali Bouger dengan anomali regional. Anomali regional didapatkan dari persamaan polynomial orde n berdasarkan persamaan di bawah ini:!!!!!!!!!!,! =!! = a!!!,!!!!!!! dimana an-s,s adalah ½ (p+1)(p+2), koefisien p adalah orde pada persamaan polinomial 2D, x dan y adalah koordinat. Berikut ini adalah hasil dari pemisahan anomali regional residual dengan metode polynomial TSA pada orde 1, 2,3, 4 dan 5. Gambar 22. Peta Anomali Regional Polinomial Pada masing-masing orde Pada Peta Kontur Anomali Residual yang dapat dilihat pada Gambar 23, daerah anomali rendah dapat dikelompokkan pada warna biru-hijau yang memiliki nilai anomali gayaberat negatif. Terlihat dugaan cekungan berada di daerah anomali rendah (kontur berwarna biru) pada arah tenggara. Anomali rendah ini diapit oleh diantara dua anomali tinggi, diduga cekungan tersebut merupakan sebuah graben. Hal ini terlihat juga dari adanya kemenerusan daerah anomali rendah tersebut pada orde 1 hingga orde 5. Kemudian pada orde 2, anomali rendah tersebut terlihat menerus hingga kearah baratlaut dan daerah anomali rendah. Diduga daerah anomali rendah tersebut saling terhubung.

Gambar 25. Kurva FHD hasil slicing pada lintasan QQ Gambar 23. Peta Anomali Regional Polinomial Pada masing-masing orde Analisa First Horizontal Derivative Analisa First Horizontal Derivative dilakukan untuk mengetahui keberadaan suatu patahan. Perhitungan FHD dihitung dengan menggunakan persamaan: g( i) g( i 1) FHD = Δx Di mana g merupakan nilai anomali Bouguer (mgal) dan Δx merupakan selisih jarak lintasan (m). Pada analisa derivative ini slice yang digunakan adalah slice yang ada pada Gambar 11. Berikut ini adalah hasil kurva FHD terhadap nilai Δx pada lintasan PP, lintasan QQ, lintasan RR dan lintasan SS. Gambar 26. Kurva FHD hasil slicing pada lintasan RR Gambar 27. Kurva FHD hasil slicing pada lintasan SS Dari kurva FHD yang didapatkan pada masing-masing lintasan PP, lintasan QQ, lintasan RR dan lintasan SS, dapat diketahui keberadaan dan batas zona patahan (sesar). 4. Hasil dan Pembahasan Gambar 24. Kurva FHD hasil slicing pada lintasan PP Pada tabel di bawah ini merupakan data sumur yang terdapat di daerah penelitian. Data sumur ini dapat digunakan sebagai acuan dalam hal penentuan kedalaman dan formasi batuan. Nilai densitas masing-masing formasi

didapatkan dari log RHOB yang dirataratakan berdasarkan batas pada well top nya. Tabel 6. Data Sumur Pemodelan Bawah Permukaan akibat adanya subduksi di sepanjang Trench Sumatera Barat selama masa Eocene hingga Early Oligcence. Perluasan ini menghasilan half graben dimana geometrynya dipengaruhi oleh heterogenitas basement. Dari kurva FHD daerah zona patahan menunjukkan keberadaan half graben yang disebabkan karena patahan naik akibat subduksi. Pada kurva hasil slice residual yang terdapat diatas gambar model, terlihat adanya kontras nilai anomali pada bagian sebelah kiri dan kanan. Pada bagian sebelah kiri perbedaan nilai anomali disebabkan karena adanya struktur berupa patahan sehingga mengakibatnya adanya tinggian dan rendahan. Adanya beda tinggian dan rendahan tersebut mengakibatnya adanya perubahan nilai anomali. Sedangkan pada bagian sebelah kanan kontras anomali disebabkan karena adanya perbedaan litologi. Adanya pengaruh nilai densitas pada baguan metamorf mengakibatkan perbedaan nilai anomali. Model penampang 2-D pada lintasan QQ dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 28. Slice yang Digunakan Untuk Pemodelan 2-D Gambar 29. Penampang 2-D hasil slice pada lintasan PP Dari hasil pemodelan penampang 2-D pada lintasan PP dapat diinterpretasikan keterdapatan patahan naik pada bagian sebelah kanan mengakibatkan basement naik ke atas menjadi tinggian. Menurut Ginger dan Fielding (2012), cekungan Sumatera Selatan terbentuk Gambar 30. Penampang 2-D hasil slice pada lintasan QQ pada model penampang 2-D pada lintasan QQ ini, keberadaan struktur patahan di lintasan ini teridentifikasi dengan baik dari kurva FHD. Pada lintasan QQ ini basement dari cekungan ini memiliki kedalaman yang relatif lebih dalam dari lintasan sebelumnya.

Gambar 31. Penampang 2-D hasil slice pada lintasan RR Gambar 32. Penampang 2-D hasil slice pada lintasan SS Berdasarkan hasil penampang 2-D pada lintasan RR dan SS terlihat bahwa pada lintasan RR keberadaan cekungan/ basin semakin meluas. Akan tetapi Pada lintasan SS terlihat cekungan atau basin semakin mengecil/ mengalami penyempitan pada arah selatan. Baik lintasan RR dan lintasan SS, memiliki bentuk cekungan berupa graben. Sedangkan pada lintasan PP dan lintasan QQ terlihat bahwa basin semakin meluas/ melebar pada arah baratlaut. Gambar 33. Penampang 2-D Gabungan Gambar 34. Delineasi Zona Cekungan (Basin) Pada Daerah Penelitian Berdasarkan Gambar 33 dan Gambar 34 terlihat bahwa zona basin pada daerah penelitian cukup luas. Terlihat adanya kemungkinan kemenerusan zona Basin pada arah Baratlaut-Utara dan Selatan. Pada lintasan QQ dan lintasan RR memperlihatkan bahwa zona basin pada daerah ini saling terhubung. Kemungkinan dugaan adanya zona basin lain terlihat pada daerah Timurlaut-Timur. Oleh karena itu diperlukan survei lanjutan di sebelah Baratlaut, Utara, Timur dan Selatan untuk memastikan kemenerusan zona basin di wilayah ini. 5. Kesimpulan Berdasarkan penelitian pada daerah sekitar cekungan Sumatera Selatan dengan menggunakan metode gayaberat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan hasil analisa spektrum didapatkan estimasi kedalaman yang menunjukkan estimasi kedalaman basin berkisar 2000 m 3000 m. b) Pemisahan anomali regional-residual dengan menggunakan metode polinomial yaitu pada peta residual polinomial orde 2 menunjukkan adanya keterhubungan basement cekungan para arah Baratlaut dengan arah Tenggara-Selatan. Selain itu pada peta residual menunjukkan adanya dugaan basin lain di daerah Timur.

c) Pemodelan penampang 2-D pada penelitian ini menggunakan peta residual polinomial, dikarenakan pada pemisahan anomali regional-residual, metode ini memperlihatkan adanya kemenerusan cekungan pada masingmasing orde. Berdasarkan hasil pemodelan bawah permukaan 2D menunjukkan bahwa zona cekungan pada daerah Tenggara- Selatan menyempit. Sedangkan di bagian tengah pada wilayah penelitian zona cekungan melebar. Daftar Acuan Blakely, R.J. (1995). Potential Theory in Gravity & Magnetic application, Cambridge University Press. De Coster, G.L. (1974). The Geology of The Central and South Sumatera Basin, Proceding IPA Third Annual Convention, Jakarta. Ginger, David and Fielding, Kevin. (2005). The Petroleum Systems and Future Potential of The South Sumatera Basin. Proceedings, Indonesian Petroleum Association.