1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KEADAAN UMUM Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

- Hibah Luar Negeri Langsung - Pinjaman Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang menjadi. andalan lndonesia untuk rnengail devisa dari luar dalam rangka

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. masa ke masa agar dapat diketahui apakah perusahaan mengalami kemajuan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk ekspor maupun komoditi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. Perumusan visi dan misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2013

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari

Krisis moneter yang melanda lndonesia menyebabkan hancurnya industri

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau badan usaha termasuk di dalamnya BUMN perkebunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global

BAB I PENDAHULUAN. para stakeholdernya. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan perusahaan

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

sebagian besar masih dipasarkan sebagai bahan mentah atau nilailharga pada kondisi tersebut masih sangat rendah. Selain ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Rantauprapat. Kabupaten

I. PENDAHULUAN. sawit terbesar di Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Yusuf

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011

I. PENDAHULUAN. mampu memberikan surplus perdagangan yang tinggi dibandingkan sektor

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM Sejarah Pusat Penelitian Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada tahun 2007 Indonesia dikenal sebagai negara penghasil teh terbesar nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

DAFTAR ISI. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Konsep Dasar Balanced Scorecard...

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Dengan demikian pembangunan sektor pertanian khususnya

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berada di daerah khatulistiwa, sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ha), *

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

KEADAAN UMUM Sejarah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTANIAN ADALAH SUATU HAL YANG TIDAK BISA DI TAWAR-TAWAR LAGI, KARENA SEBAGIAN BESAR RAKYAT INDONESIA MENGKONSUMSI BERAS DAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan)

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Selada / Lobak / Bawang / Seledri 10 hari setelah Menabur: ml Hijau Subur / 16 L air setiap 7 hari. Semprotkan seluruh tanaman.

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam, setiap hasil sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kegiatan lainnya, salah satu contoh potensi sumberdaya yang ada di Indonesia adalah lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan. Perkebunan karet, kelapa sawit, coklat, kopi, teh, kina, tebu, dan tembakau merupakan perkebunan dengan skala besar di Indonesia. Luas perkebunan Indonesia pada tahun 2010 menurut jenis tanaman perkebunan besar seperti, karet 472.200 hektar; kelapa sawit 5.032.800 hektar; coklat 95.900 hektar; kopi 48.700 hektar; teh 67.400 hektar; kina 3.000 hektar; tembakau 4.200 hektar dan tebu 429.400 hektar (BPS 2010). Besarnya luas areal perkebunan juga berkontribusi terhadap hasil produksi perkebunan Indonesia. Produksi perkebunan besar menurut jenis tanaman pada tahun 2010 adalah sebesar : karet kering 585.427 ton, minyak sawit 14.290.054 ton, biji sawit 3.240.061 ton, coklat 70.919 ton, kopi 28.677 ton, teh 108.963 ton, kulit kina 600 ton, gula tebu 2.278.127 ton, dan tembakau 4.049 ton (BPS 2010). Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, berdasarkan data BPS (2000) pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 206.264.595 orang. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2010 menjadi 237.641.326 orang (BPS 2010), yang berarti dalam kurun waktu 10 tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 31,3 juta orang, dengan terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya berarti ada potensi lahan produksi perkebunan yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman penduduk. Kekurangan lahan perkebunan akibat bertambahnya jumlah penduduk dapat diatasi dengan memanfaatkan bidang bioteknologi. Perkebunan memerlukan peran bioteknologi untuk menciptakan bibit-bibit unggul baru seperti, masa tanaman tidak menghasilkan lebih singkat, produktivitas tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Adapun produk-produk unggulan bioteknologi yang telah ada saat

2 ini adalah Greemi-G yang bersifat sebagai biofungisida, biofungisida adalah zat anti jamur alami yang dapat melindungi tanaman; Promi yang berfungsi sebagai pengurai limbah sampah organik maupun jerami menjadi pupuk organik; NoBB berfungsi sebagai pemulih bidang sadap karet yang terkena penyakit kering alur sadap (KAS). Selain produk-produk hasil bioteknologi tersebut terdapat juga bibit unggulan hasil kultur jaringan seperti bibit kelapa kopyor, kelapa sawit, kopi, kakao, tebu dan stevia. Kemajuan ilmu bioteknologi di Indonesia masih tertinggal dengan kemajuan bioteknologi yang ada di luar negeri. Di luar negeri telah banyak dilakukan penelitian-penelitian terobosan seperti memetakan genetik kelapa sawit (Billotte et al. 2001), memetakan gen-gen yang terdapat pada tanaman yang telah diinduksi dengan penyakit tertentu ataupun merakit tanaman yang dapat tahan terhadap penyakit (Chaidamsari 2005), dan lain sebagainya. Penelitian di atas berguna menghasilkan penanda-penanda molekuler yang dapat memperpendek masa seleksi. Penanda-penanda yang telah ditemukan di luar negeri seperti Perancis dan Belanda tersebut dapat digunakan di dalam negeri antara lain untuk seleksi dini tanaman yang berumur panjang seperti tanaman kelapa sawit, sehingga tidak menunggu tanaman dewasa seperti yang biasa dilakukan secara konvensioanal yang dapat memakan waktu hingga lima tahun. Adapun sifat unggul yang dapat diidentifikasi antara lain ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan masa tanam (Billotte et al. 2005; Bakoume et al. 2007). Selain telah dilakukannya penelitian mengenai pemetaan genetik, peneliti di luar negeri juga telah berpikir untuk memanfaatkan tanaman tembakau sebagai sumber energi (Bouvier et al. 2000; Veljkovic et al. 2006). Hal ini sangat menarik karena tembakau yang disisipkan dengan gen dari tanaman Arabidopsis dapat meningkatkan energi hingga dua puluh kali lipat, sehingga tanaman tembakau tersebut dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar nabati (Andrianov et al. 2009). Tanaman tembakau yang telah disisipkan gen dari tanaman Arabidopsis dapat menghasilkan bahan bakar sebagai sumber energy baik dari daun maupun dari bijinya. Minyak yang dihasilkan dari biji dapat juga digunakan dalam industry kimia, cat, kosmetik dan sebagai sumber yang kaya akan asam linoleik (Fogher et al. 2011). Penelitian-penelitian seperti ini sebetulnya sangat dibutuhkan di

3 Indonesia. Sejauh ini tanaman tembakau di Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai bahan rokok. Dengan adanya penelitian tersebut maka nilai ekonomis dari tanaman tembakau tersebut dapat ditingkatkan. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) adalah salah satu Unit Kerja riset dan pengembangan yang berbasiskan bioteknologi dari PT Riset Perkebunan Nasional (PT RPN). PT RPN merupakan transformasi dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) sesuai persetujuan Menteri Pertanian melalui Surat Nomor 199/TU.210/M/9/2009 tanggal 9 September 2009. Sebelum LRPI berubah menjadi PT RPN mandat yang diberikan kepada BPBPI adalah melakukan penelitian-penelitian dibidang bioteknologi tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, karet, kelapa sawit, tebu, teh dan kina. Peran BPBPI sangat penting untuk memajukan perkebunan di Indonesia, karena BPBPI adalah satu-satunya balai riset dan pengembangan perkebunan yang berbasiskan bioteknologi di Indonesia. Sesuai mandat yang diberikan kepada BPBPI, BPBPI merupakan balai penelitian yang tidak berorientasi pada profit. Seiring berjalannya waktu LRPI bertransformasi menjadi PT RPN, sehingga BPBPI yang merupakan salah satu unit kerja PT RPN juga diharuskan untuk mandiri dalam membiayai kegiatan operasionalnya seperti pembayaran gaji pegawai, pemeliharaan alat dan pembelian bahan kimia dan lain-lain. Untuk memenuhi biaya dari kegiatan operasionalnya maka BPBPI dituntut untuk menjadi balai penelitian yang berorientasi pada profit. Oleh karena itu BPBPI membutuhkan strategi pengembangan untuk kepentingan usaha jangka panjang. 1.2 Perumusan Masalah Tahun 1901 di Pulau Jawa didirikan enam lembaga penelitian perkebunan, dua di antaranya berada di Kota Bogor yaitu Algemeen Profestation voor Thee dan Profestation voor Rubber. Kedua lembaga penelitian tersebut bergabung dan berganti nama menjadi Balai Penelitian Perkebunan Bogor pada saat perusahaan milik Belanda diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.

4 Tahun 1987 Balai Penelitian Perkebunan Bogor berada di bawah pengelolaan Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I) yang merupakan cikal bakal dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI). Balai Penelitian Perkebunan Bogor terus berganti nama hingga pada tahun 2003 ditetapkan menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI). Dari perkembangan BPBPI yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dilihat bahwa sejak didirikan pada tahun 1901 sampai dengan tahun 2009, BPBPI merupakan lembaga penelitian murni yang terus melakukan penelitian-penelitian sesuai dengan mandatnya. Adapun pembiayaan dari penelitian yang dilakukan didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan juga dari kerjasama dengan dalam dan luar negeri. Untuk membiayai kegiatan operasionalnya, BPBPI mendapatkan dana tambahan dari iuran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan APBN untuk pembangunan sarana dan prasarana penelitian serta membangun sumberdaya manusianya (SDM) Tahun 2009 LRPI bertransformasi menjadi PT RPN sesuai keputusan Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan Nomor 199/TU.210/M/9/2009 tanggal 9 September 2009. Perubahan pada PT RPN tersebut berpengaruh terhadap mandat yang diberikan kepada BPBPI, dimana mandat yang pada awalnya hanya melakukan penelitian-penelitian dibidang bioteknologi tanaman perkebunan saja (sejak 1993), kemudian ditambah lagi harus memenuhi kebutuhan diri sendiri seperti kegiatan operasional yang berlangsung di BPBPI. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi keadaan keuangan BPBPI. Perhitungan surplus atau defisit keuangan BPBPI dari tahun 2008 sampai dengan 2010 menunjukkan penurunan yang sangat signifikan. Tahun 2008 pendapatan BPBPI surplus sebanyak Rp 600.767.013 yang kemudian menurun pada tahun 2009 menjadi Rp 288.814.182, bisa dilihat pada Tabel 1. Tahun 2010 pendapatan dari APBN ditiadakan karena PT RPN telah dianggap mandiri dalam pembiayaan kegiatan operasional (telah menjadi perseroan), namun beberapa unit kerja dari PT RPN belum dapat sepenuhnya mandiri (salah satunya BPBPI). Hal tersebut menyebabkan pada tahun 2010 terjadinya defisit keuangan BPBPI sebesar Rp 1.277.641.757. Pendapatan tambahan BPBPI tidak hanya diperoleh dari APBN saja, tetapi diperoleh juga dana tambahan dari PT RPN. Namun pada tahun 2012

5 pendapatan tambahan yang diberikan kepada BPBPI oleh PT RPN kemungkinan besar ditiadakan. Tabel 1. Perhitungan Surplus atau Defisit Keuangan BPBPI (Juta Rupiah) 2008 2009 2010 Penerimaan Tambahan - Droping Dana PT RPN 3.207,5 3.694,6 2.795,9 - Penerimaan APBN 1.728,8 2.520,4 0 Pendapatan 6.726,6 5.530,5 8.616,3 Pengeluaran 1.062,2 11.456,8 12.689,9 TOTAL 600,7 288,8-1.277,6 Sumber : Laporan Tahunan BPBPI 2010 Dengan ditiadakannya dana yang selama ini didapatkan dari PT RPN dan APBN, maka BPBPI dituntut untuk menambah pendapatan utama untuk membiayai kegiatan operasionalnya, mengingat pada tahun 2010 BPBPI telah mengalami defisit sebesar Rp 1.277.641.757. Untuk itu BPBPI harus memiliki strategi yang sesuai dengan kompetensinya untuk menangani kekurangan pendapatan yang sedang dialami. Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang terdapat pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, khususnya yang terkait dengan proses penentuan strategi pengembangan bisnis. Perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi BPBPI dalam mencapai visi dan misinya? 2. Alternatif strategi apa saja yang dapat digunakan untuk pengembangan di BPBPI? 3. Bagaimana prioritas strategi yang dapat direkomendasikan kepada BPBPI? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian mengenai strategi pengembangan bisnis di BPBPI bertujuan untuk: 1. Menentukan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi BPBPI dalam mencapai visi dan misinya

6 2. Menyusun alternatif strategi untuk pengembangan di BPBPI 3. Merumuskan prioritas strategi untuk pengembangan di BPBPI. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat Sebagai: 1. Sumbangan pemikiran bagi BPBPI dalam rangka menentukan strategi pengembangan bisnis 2. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana menambah wawasan dalam mengaplikasikan teori yang telah diterima selama mengikuti perkuliahan pada Sekolah Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB) 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh : 1. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia 2. Penelitian dilaksanakan dalam lingkup kajian aspek strategi yaitu perumusan prioritas strategi pengembangan bisnis di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia 3. Kajian dilakukan sampai dengan tahap penentuan prioritas strategi, sedangkan tahap implementasi dan evaluasi diserahkan kepada manajemen BPBPI.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB 7