Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

IV. METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI TINGKAH ALPHA MALE MONYET HITAM (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

POTENSI TUMBUHAN PAKAN ALAMI bagi MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) di HUTAN LINDUNG GUNUNG MASARANG

PERBANDINGAN AKTIVITAS HARIAN DUA KELOMPOK MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO-BATUANGUS, SULAWESI UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Aktivitas Harian Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi 2) Alumni Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi * korespodensi:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi

Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

Densitas dan Jenis Pakan Burung Rangkong (Rhyticeros cassidix) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

INVENTARISASI JENIS TUMBUHAN PAKAN MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) BATUPUTIH, SULAWESI UTARA

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

ESTIMASI KEPADATAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATUANGUS KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

MATERI DAN METODE. Materi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

TINGKAH LAKU MAKAN ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA TASIK OKI SULAWESI UTARA

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KOMPOSISI PAKAN TIKUS EKOR PUTIH (Maxomys hellwandii) DI KANDANG. COMPOSITION OF FEED WHITE-TAIL RAT (Maxomys hellwandii) IN THE CAGE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

PERILAKU KEWASPADAAN MONYET HITAM SULAWESI PULAU BACAN, MALUKU UTARA

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

STUDI ANALISIS MONYET EKOR PANJANG DAN KEARIFAN LOKAL DI WENDIT WATER PARK MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

Transkripsi:

JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara Maria Y. Cambu a*, Deidy Y. Katili a, Lalu Wahyudi a, Saroyo a a Jurusan Biologi, FMIPA, Unsrat, Manado K A T A K U N C I Macaca Pola pemeliharaan Afiliatif Agonistik K E Y W O R D S Macaca Pattern of maintenance Affiliative Agonistic AVAILABLE ONLINE 30 Juli 2013 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemeliharaan, tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan agonistik. Data yang diambil bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi penurun tingkah laku sosial afiliatif dan agonistik terhadap M. nigra dan M. nigrescens yang berada dalam kandang di Taman Marga Satwa Tandurusa, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. Angka tertinggi untuk tingkah laku sosial afiliatif terdapat pada kandang ke-2 yaitu berjumlah 65 kali grooming dan tingkah laku agonistik yang terendah atau nol (0) terdapat pada kandang ke-1. Perlu diperhatikan letak dan ukuran kandang, aktivitas makan, pola pemeliharaan, tingkah laku sosial grooming dan agonistik terhadap M. nigra dan M. nigrescens sebagai satwa endemik Sulawesi. A B S T R A C T This study was aimed to determine the pattern of maintenance, affiliative social behavior (grooming) and agonistic. The data taken was descriptive. The results showed that there has been a lowering of social affiliative behavior and agonistic against M. nigra and M. nigrescens caged at Tandurusa Wildlife Park, District Aertembaga, Bitung, North Sulawesi. The highest figure for affiliative social behavior (grooming) was found in cage 2, which was 65 times of grooming and the lowest or zero (0) agonistic behavior was found at cage 1. It is important to pay attention to the location and size of cages, feeding activity, patterns of care, grooming and social behavior agonistic against M. nigra and M. nigrescens as an endemic species in Sulawesi. 1. Pendahuluan M. nigra dan M. nigrescens merupakan satwa liar yang langka dan endemik Sulawesi Utara sehingga dilindungi di Indonesia berdasarkan UU RI No. 5 Tahun 1990 dan PP RI No.7 Tahun 1990. Berdasarkan data tahun 1998, populasi Macaca diperkirakan kurang dari 100 ekor dan terus mengalami penurunan. M. nigra dan M. nigrescens hidup dan berkembang biak dalam suatu ekosistem hutan alam tertentu dan berasosiasi dengan lingkungannya dan merupakan hewan yang bersifat homoiotherm (Alikodra, 1989). M. nigra dan M. nigrescens hidup pada berbagai tipe habitat, mulai dari habitat teresterial sampai habitat akuatik (dapat berada dipinggiran sungai) (Wilson et al., 1996). M. nigra dan M. nigrescens dapat menempati tipe habitat berupa hutan maupun bukan hutan seperti kawasan perkebunan dan pertanian (Alikodra, 1990). UU No. 5 Thn. 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999 menyatakan bahwa perburuan liar, pembakaran hutan, pembukaan lahan pertanian, dapat menyebabkan M. nigra dan M. nigrescens kehilangan habitatnya. Oleh sebab itu M. nigra dan M. nigrescens dipaksakan (diambil) dari habitatnya kemudian dikandangkan seperti yang dilihat di *Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT, Jl. Kampus Unsrat, Manado, Indonesia 95115; Email address: cambumaria@yahoo.co.id Published by FMIPA UNSRAT (2013)

JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 89 Taman Marga Satwa Tandurusa, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara di mana M. nigra dan M. nigrescens dikonversi di kandang dengan ukuran yang tidak memadai sehingga jauh dari kondisi kelayakan dan berdampak stres pada M. nigra dan M. nigrescens tersebut. Menurut Sriati, 2007, stres adalah keadaan di mana individu merasa terancam oleh lingkungannya. Individu stres berusaha untuk menyeimbangkan antara psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut, maka sangat menarik untuk diteliti dan dievaluasi pola tatalaksana pemeliharaan dan tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan agonistik terhadap M. nigra dan M. nigrescens yang ada di sana. Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana pola pemeliharaan, tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan agonistik terhadap M. nigra dan M. nigrescens yang berada di Taman Marga Satwa Tandurusa, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemeliharaan, tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan agonistik M. nigra dan M. nigrescens yang berada di Taman Marga Satwa Tandurusa, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai pola pemeliharaan, tingkah laku sosial M. nigra dan M. nigrescens yang berada di Taman Marga Satwa Tandurusa, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. Ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan mengenai pola pemeliharaan, tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan agonistik terhadap M. nigra dan M. nigrescens. 2. Metodologi 2.1. Variabel Pengamatan Data yang diambil yaitu bersifat deskriptif dengan mencatat pola pemeliharaan dan tingkah laku sosial (tingkah laku grooming dan agonistik) dari M. nigra dan M. nigrescens yang berada di Taman Marga Satwa Tandurusam, Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. Penelitian ini tidak mencatat aktivitas harian secara individual tetapi lebih ke tingkah laku sosial seperti tingkah laku grooming dan tingkah laku agonistik (konflik). Pengamatan ini dilaksanakan tiap hari di lokasi penelitian yang dimulai pukul 07.00-17-00 waktu setempat yaitu mencatat tingkah laku sosial seperti tingkah laku afiliatif (grooming) dan agonistik dan penelitian ini selama dua minggu, data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel sosiometrik guna mempermudah perhitungan tingkah laku sosial seperti tingkah laku afiliatif (grooming) dan agonistik/konflik. 2.2. Analisis Data Analisis data bersifat deskriptif yaitu dengan mejelaskan pola pemeliharaan dan tingkah laku sosial seperi tingkah laku afiliatif (grooming) dan tingkah laku agonistik/konflik dari M. nigra dan M. nigrescens. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Kandang Terdapat 5 kandang yang terbuat dari besi dengan ukuran 2x2m, masing-masing kandang ditempati oleh 1, 2 dan 3 ekor jenis Macaca per kandang. Kandang pertama ditempati 2 ekor, kandang ke dua ditempati 3 ekor, kandang ke tiga ditempati 2 ekor, kandang ke empat ditempati 2 ekor dan kandang ke lima ditempati 1 ekor sehingga total terdapat 10 ekor Macaca, yaitu M. nigra dan M. nigrescens yang terdiri dari 3 ekor Macaca jantan (1 M. nigra dan 2 M. nigrescens) dan 7 ekor monyet betina (M. nigra) dengan kelompok umur anak-anak, remaja dan dewasa. Letak antara kandang pertama dengan kandang ke-2 terdapat kandang kuskus dan antara kandang ke-2 dan ke-5 saling berdekatan sedangkan kandang ke-3 dan ke-4 disekat atau dibatasi oleh pagar besi. Menurut Sasmita et al., (1983), untuk menghindari penyakit dan stres terhadap satwa yang dilindungi, alangkah baiknya memperhatikan letak antara kandang yang satu dengan kandang yang lain serta ukuran kandang, sehingga tidak saling berdekatan dan juga dapat mempermudah dalam proses kebersihan kandang. M. nigra dan M. nigrescens yang berada di kandang sangat tidak mendukung tingkah laku sosial afiliatif (grooming) dan tingkah laku agonistik dan aktivitas makan sangat berkurang sehingga mengakibatkan kesehatan tubuh terganggu seperti kekurangan gizi, kondisi tubuh melemah sehingga muda terserang penyakit seperti virus, bakteri, jamur, amoeba dan infeksi cacing parasite (Sasmita et al., 1983). Kandang dibersihkan sekali dalam sehari yaitu pagi hari 07.00-12-00 dan khusus untuk kandang monyet yaitu pukul 09.00-09.30, kandang dibersihkan dengan menggunakan sapu dan air (kandang disiram dengan air dan paling lama 3 menit). Menurut penelitian Saroyo (2005), M. nigra dan M. nigrescens ini hidup di hutan dan menempati salah satu bagian hutan dengan daerah jelajah (volume ruang) seluas 119-232 ha dan jelajah harian sepanjang 1,8-4,1 km dengan rata-rata 3,05 ± 0,58 km dan 1,7-3,3 km dengan rata-rata 2,09±0,34 km per hari. Volume ruang yang maksimal dan kebutuhan pakan yang tercukupi dapat mendukung kelangsungan hidup dari M. nigra dan M. nigrescens, sedangkan jika dibandingakan dengan M. nigra dan M. nigrescens yang berada di kandang sangat tidak mendukung tingkah laku sosial seperti tingkah laku grooming dan tingkah laku agonistik dan aktivitas makanpun sangat

90 JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 berkurang sehingga mengakibatkan kesehatan tubuh terganggu seperti kekurangan gizi, kondisi tubuh melemah sehingga mudah terserang penyakit seperti virus, bakteri, jamur, amuba dan infeksi cacing parasit (Sasmita et al., 1983). 3.2. Makan dan Minum Air minum yang diberikan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). M. nigra dan M. nigrescens biasanya diberi makan buah pepaya, buah jagung dan buah pisang (Tabel 1).. Tabel 1 - Jenis makanan dan waktu pemberian No Waktu Pemberian Makanan Pagi Jenis Siang Jenis Sore Jenis 1 09.00-09.30 Pepaya 13.00-13.30 Jagung 16.00-16.30 Pisang 2 09.00-09.30 Jagung 13.00-13.30 Pisang 16.00-16.30 Pepaya Makanan yang diberikan selalu bergantian, misalnya hari senin di waktu pagi hari diberi makan buah pepaya, siang hari diberi makan buah jagung, sore hari diberi makan buah pisang, kemudian untuk hari selasa jenis makanan diubah seperti pagi hari diberi makan buah jagung, siang hari diberi makan buah pisang dan sore hari diberi makan buah pepaya, dan seterusnya (O'brien dan Kinnaird, 1997). 3.3. Pengamatan Tingkah Laku Afiliatif dan Agonistik Hasil pengamatan tingkah laku afiliatif dan gonistik ditunjukkan pada Tabel 2 sampai 9. Tabel 2 - Tingkah laku afiliatif di kandang no. 1 Waktu Jantan 9 15 12 Betina 9 15 12 Jumlah 9 15 12 Jumlah nilai total =36 kali grooming antara monyet jantan dan monyet betina Pada pengamatan tingkah laku sosial/ grooming untuk kandang pertama (Tabel 2), terlihat bahwa di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 9 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 15 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 12 kali grooming. Jumlah nilai total yang didapat yaitu berjumlah 36 kali grooming antara keduanya. Pengamatan tingkah laku sosial/ grooming (Tabel 3) untuk kandang ke-dua, di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 15 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 30 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 20 kali. Jumlah nilai total yang didapat yaitu 65 kali grooming antara ketiganya. Tabel 3 - Tingkah laku afiliatif di kandang no. 2 Waktu Pengamatan Data Jantan 15 15 30 30 20 20 Betina 15 15 30 30 20 20 Betina 15 15 20 20 Jantan Betina Betina Jantan Betina Betina Jantan Betina Betina Jumlah 15 30 20 Jumlah nilai total = 65 kali grooming antara satu monyet jantan dan dua monyet betina Pengamatan tingkah laku sosial/grooming (Tabel 4) untuk kandang ke-tiga di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 9 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 15 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 7 kali. Jumlah nilai total yang didapat 31 kali grooming antara keduanya.

JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 91 Tabel 4 - Tingkah laku afiliatif di kandang no. 3 Jantan 9 15 7 Betina 9 15 7 Jumlah 9 15 7 Jumlah nilai total = 31 kali grooming antara kedua monyet Pengamatan tingkah laku sosial/grooming (Tabel 5) untuk kandang ke-empat di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00, yaitu berjumlah 5 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 10 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 7 kali. Jumlah nilai total yang didapat 22 kali grooming antara keduanya. Tabel 5 - Tingkah laku afiliatif di kandang no. 4 Jantan 5 10 7 Betina 5 10 7 Jumlah 5 10 7 Jumlah nilai total = 22 kali grooming antara monyet jantan dan monyet betina Pengamatan tingkah laku sosial agonistik/konflik (Tabel 6) antara kedua hewan untuk kandang pertama, di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah nol (0), siang hari Tabel 6 - Tingkah laku agonistik di kandang no. 1 pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah nol (0), dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah nol (0). Jumlah nilai total yang didapat yaitu 0 (nol) atau tidak terjadi konflik. Jantan - - - Betina - - - Jumlah - - - Jumlah nilai total = 0. Tidak terjadi konflik antara monyet jantan dan monyet betina Pengamatan tingkah laku sosial agonistik/ konflik (Tabel 7) antara ketiga hewan untuk kandang ke-dua, di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 7 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 25 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 9 kali. Jumlah nilai total yang didapat yaitu 41 kali terjadi konflik. Tabel 7 - Tingkah laku agonistik di kandang no. 2 Jantan 7 7 25 25 9 9 Betina 7 7 25 25 9 9 Betina 7 7 25 25 9 9 Jantan Betina Betina Jantan Betina Betina Jantan Betina Betina Jumlah 7 25 9 Jumlah nilai total = 41 kali terjadi konflik antara ketiga monyet

92 JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 Pengamatan tingkah laku sosial agonistik/ konflik (Tabel 8) antara kedua hewan untuk kandang ke-tiga, di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 4 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 7 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 5 kali. Jumlah nilai total yang didapat yaitu 16 kali terjadi konflik. Tabel 8 - Tingkah laku agonistik di kandang no. 3 Jantan 4 7 5 Betina 4 7 5 Jmlh 4 7 5 Jumlah nilai total = 16 kali terjadi konflik antara kedua monyet Pengamatan tingkah laku sosial agonistik/ konflik (Tabel 9) untuk kandang ke-empat, di waktu pagi hari pukul 07.00-09.00 yaitu berjumlah 10 kali, siang hari pukul 10.00-13.00 yaitu berjumlah 30 kali, dan sore hari pukul 14.00-17.00 yaitu berjumlah 15 kali. Jumlah nilai total yang didapat yaitu 65 kali terjadi konflik. Tabel 9 - Tingkah laku agonistik di kandang no. 4 Jantan 10 40 15 Betina 10 40 15 Jumlah 10 40 15 Jumlah nilai total = 65 kali terjadi konflik antara monyet jantan dan monyet betina Pengamatan tingkah laku sosial grooming yang lebih menonjol tedapat pada kandang nomor 2 dengan jumlah nilai yang dimiliki 65 kali grooming. Hal ini dimungkinkan karena M. nigra pada kandang ini masih remaja. Hasil pengamatan tingkah laku sosial grooming pada kandang ke-1 (M. nigra dan M. nigrescens), ke-3 (M.nigra), dan ke-4 (M.nigra dan M. nigrescens) menunjukkan bahwa jarang terjadi grooming karena M. nigra dan M. nigrescens yang sudah dewasa. Pengamatan pada kandang nomor 2 dan 4 memperlihatkan Macaca jantan suka melompatlompat dalam kandang, dan bergantungan di besi. Pengamatan pada kandang nomor 1 memperlihatkan aktivitas Macaca jantan dan Macaca betina lebih suka menyendiri. Pengamatan tingkah laku sosial agonistik (konflik) yang lebih menonjol atau tidak terjadi konflik antara Macaca jantan dan Macaca betina terdapat pada kandang nomor 1 yang berisi Macaca jantan dan Macaca betina yang sudah dewasa. Pada kandang nomor 4 sering terjadi konflik, dengan jumlah nilai yang dimiliki yaitu 75 kali terjadi konflik antara Macaca jantan dan Macaca betina. 4. Kesimpulan Tata laksana pemeliharaan dan tingkah laku sosial M. nigra dan M. nigrescens di Taman Marga Satwa Tandurusa, tidak memadai dilihat dari luas kandang dan fasilitas kandang yang tidak sesuai kebutuhan habitatnya. Pemberian jenis makanan juga mengabaikan kebutuhan M. nigra dan M. nigrescens sebagai hewan omnivora. Sarana kebutuhan untuk aktivitas M. nigra dan M. nigrescens sebagai hewan liar tidak disediakan seperti panjat dan berayun. Tingkah laku sosial grooming dan tingkah laku sosial agonistik (konflik) sering terjadi di dalam kandang yang disebabkan oleh lingkungan habitat dan pasangan. Kondisi stres yang dialami M. nigra dan M. nigrescens sebagai akumulasi kondisi pemeliharaan secara keseluruhan. Daftar Pustaka Alikodra, H.S. 1989. Pengelolaan Satwaliar, jilid I. PAU-IPB, Bogor. Alikondra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar, jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat

JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 93 Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut pertanian Bogor. Bogor. O'Brien, T. G. and Kinnaird, M. F. 1997. Behavior, Diet, and Movement of Sulawesi Crested Black Macaque (Macaca nigra). Int. J. primata; 18: 321-351. Sasmita, R., Arifin, M. Z., Subagio, W., Soedarto, Kaspe, L. 1983. Insiden Nematoda Saluran Pencernaan pada beberapa Jenis Primata di Kebun Binatang Surabaya, dalam Prosiding Simposium Nasional Penyakit Satwa Liar, FKH Unair dan Kebun Binatang Surabaya. 2005-214. Saroyo. 2005. Karateristik Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) Di Cagar Alam Tangkoko Batuangus Sulawesi Utara. Manado. http://resources.unpad.ac.id/unpad content/uploa ds/publikasi_dosen/tinjauan%20tentang%20str es.pdf. Diakses 20 november 2012. Sriati, A, 2007. Tinjauan Tentang Stres. Available online at:http://resources.unpad.ac.id/unpad content/uploads/publikasi_dosen/tinjauan%20 tentang%20stres.pdf. Diakses 20 november 2012. Wilson, D.E, Cole, F.R, Nichols, J.D, Rudran, R dan Foster, M.S. 1996. Measuring and Monitoring Biological Diversity, Standard Methods for Mammals. Smithsonia Institution Press. http://www.scribd.com/doc/7852148/komposi si-dan-kelimpahan-mamalia-di-perkebunan- Kelapa-Sawit-Pt-Asiatic-Persada.