ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut

FAKTOR RISIKO PENULARAN MALARIA DI DESA PAMOTAN KABUPATEN PANGANDARAN. The Risk Factor of Malaria in Pamotan Village Pangandaran District

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

Faktor Risiko Penularan Malaria Di Jawa Barat (Kajian Epidemiologi Tentang Vektor, Parasit Plasmodium,

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

Survei Entomologi Dalam Penanggulangan Wabah Malaria

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENINGKATAN KASUS MALARIA DI DUSUN BENDAWULUH, DESA BEJI, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

REKONFIRMASI TERSANGKA VEKTOR DALAM PENINGKATAN KASUS MALARIA DI DESA KEBUTUH DUWUR KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

Proses Penularan Penyakit

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

Potensi Penularan Malaria di Desa Sigeblog, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara

ARTIKEL SURVEIDINAMIKA PENULARAN MALARIA DIDESA BANJARETNO, KECAMATAN KAJORAN, KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN KEBERADAAN PEKERJA MIGRASI KE DAERAH ENDEMIS MALARIA DAN JARAK KE TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR DENGAN KEBERADAAN PARASIT MALARIA

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

KUESIONER. Petunjuk : Lingkari jawaban yang menurut saudara paling benar. 1. Salah satu upaya pemberantasan malaria dilakukan dengan surveilans

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KELAMBU BERINSEKTISIDA DI DESA ENDEMIS MALARIA DI KABUPATEN WONOSOBO * * Bina Ikawati, Bambang Yunianto, Rr Anggun Paramita D

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

KONFIRMASI ENTOMOLOGI KASUS MALARIA PADA SEPULUH WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN BULUKUMBA

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

Bionomik Nyamuk Anopheles spp di Desa Sumare dan Desa Tapandullu Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

Rataan Kepadatan A. punctulatus yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah di Desa Dulanpokpok, periode Mei-Agustus 2009

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.

IR n = 0, ,157*CH3 n-2 0,052*CH3 n-4 + 0,066*CH3 n-5 + 0,826*TR2 n-2-0,387*tx2 n-2 0,492* n-2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

Bio-assay Test on the Result of Indoor Residual Spraying (IRS) Application in Malaria Disease Control

HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Studi Klimograf Perubahan Cuaca dan Bangkitan Malaria di Kabupaten Banjarnegara

Hubungan Pengetahuan dengan Peran Serta Masyarakat Pada Program Pemberantasan Malaria Di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

DESKRIPSI BIONOMIK NYAMUK Anopheles Sp DI WILAYAH KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016

Transkripsi:

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai dengan perubahan lingkungan dan iklim makro maupun mikro. Salah satu komponen lingkungan, yaitu curah hujan berpengaruh terhadap fluktuasi kepadatan vektor, Jluktuasinya seringkali berulang pada pola yang hampir sama setiap tahunnya. Dengan demikian fluktuasi kepadatan vektor juga akan berulang dengan pola yang sama pula. Untuk mengetahui fluktuasi curah hujan dan kepadatan vektor, telah dilakukan survei vektor malaria dan pengamatan curah hujan di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi pada bulan Maret 2006 sampai dengan Februari 2007 dengan periode bulanan. Dari survei itu diketahui, bahwa curah hujan mempunyai hubungan erat dengan kepadatan nyamukan. aconitus yang juga berhubungan erat dengan fluktuasi kesakitan malaria. Kepadatan vektor malaria akan tinggi pada musim hujan, dengan demikian kesakitan malaria akan tinggi juga pada musim hujan. Karena itu, curah hujan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam penerapan sistem kewaspadaan dini untuk merencanakan kegiatan antisipasi penularan lanjutan sehingga tidak menjadi kejadian luar biasa. Kata kunci: SKD-KLB malaria, curah hujan, kepadatan nyamuk. Pendahuluan Malaria merupakan penyakit yang bisa muncul dan berulang kembali sesuai dengan perubahan lingkungan 1 dan masih menjadi masalah kesehatan global, karena selain menyerang penduduk usia produktif, juga banyak menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita serta wanita. 2 Malaria muncul kembali dengan mengikuti perubahan fenomena alam 3 yang biasanya dalam periode lima atau sepuluh tahunan, 4 misalnya karena perubahan lingkungan yang berkaitan dengan pertumbuhan nyamuk Anopheles spp. 3 Pada tahun 2005 dan 2006, jumlah kesakitan malaria di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sukabumi, mengalami penurunan di bandingkan tahun sebelumnya. Kesakitan malaria di Kabupaten Sukabumi, tahun 2001 adalah 0,38%o (kesakitan per 1.000 penduduk) dan naik menjadi 8,02%o pada tahun 2002, selanjutnya turun menjadi 4,76%o pada tahun 2004 dan turun lagi menjadi 3,429%o pada tahun 2005. Meskipun pada tahun 2004, di wilayah Kabupaten Sukabumi kasus malaria jumlahnya menurun, tetapi kasus malaria banyak dilaporkan di dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Lengkong yang disertai dengan kematian, sehingga dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) malaria. 5 Ketika jumlah kasus malaria sedang menurun dan tidak begitu berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat di suatu wilayah, perencanaan kegiatan antisipasi tetap diperlukan apabila kasus malaria meningkat kembali sehingga penularan lanjutan dan KLB bisa dikendalikan. Sebagai bahan perencanaan diperlukan pemahaman data yang berkaitan dengan lingkungan seperti curah hujan, kepadatan vektor (nyamuk Anopheles spp) serta angka kesakitan malaria. Data curah hujan diperlukan karena akan berpengaruh terhadap habitat vektor; fluktuasi kepadatan vektor dan kesakitan malaria diperlukan karena secara epidemiologi merupakan faktor penentu penyebaran dan fluktuasi kesakitan malaria, 6 di samping adanya manusia (host) yang rentan. 7 Sebagai salah satu bahan pertimbangan Loka Litbang P2B2 Ciamis 34 Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007

dalam perencanaan kegiatan antisipasi kenaikan kasus malaria agar tidak menjadi KLB, telah dilakukan survei dengan tujuan mengetahui kepadatan vektor, fluktuasi curah hujan dan fluktuasi kesakitan malaria serta hubungan di antara ketiga faktor tersebut. Metoda dan Cara Kerja Survei dilakukan selama 12 bulan, mulai bulan Maret 2006 sampai dengan Februari 2007 di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi yang merupakan daerah endemis malaria tinggi (High Case Incidence). Setiap bulan, dilakukan penangkapan nyamuk di 3 rumah pada malam hari mulai jam 18.00 sampai dengan jam 06.00 di dalam (indoor) dan luar rumah (out door). Penangkapan dilakukan dengan umpan badan (human landing collection ) selama 40 menit per jam, kemudian istirahat selama 20 menit dan dilanjutkan penangkapan pada jam berikutnya. Jumlah penangkap nyamuk sebanyak 6 orang, di setiap rumah ditempatkan 2 orang yang menangkap di dalam dan luar secara bergantian. Nyamuk yang tertangkap, dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan tempat dan jam penangkapan, selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Jawa. Suhu dan kelembaban udara diukur setiap jam, kemudian dihitung angka maksimal dan minimal. Data curah hujan didapat dari pengukuran yang dilakukan oleh kantor camat, data dianalisa indeks dan hubungannya dengan fluktuasi kepadatan nyamuk serta angka kesakitan malaria yang dikutip dari Puskesmas. Hasil Kegiatan a. Habitat Perkembangbiakan Habitat perkembangbiakan vektor malaria yang ditemukan adalah sawah bertingkat dengan sumber air berasal dari mata air dan air hujan; larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan di mata air. kolam dan parit. b. Fauna nyamuk Nyamuk Anopheles spp. yang ditangkap saat menggigit manusia terdiri dari 5 spesies yaitu An. aconitus, An. maculatus, An. barbirostris, An. vagus dan An. kochi dengan kepadatan yang berbeda. Nyamuk yang paling banyak adalah An. aconitus sebanyak 119 ekor atau 82,07% (26 ekor menggigit di dalam rumah dan 93 ekor lagi menggigit di luar rumah). Selanjutnya nyamuk An. maculatus sebanyak 14 ekor atau 9,66% (8 ekor menggigit di dalam rumah dan 6 ekor menggigit di luar rumah), nyamuk An. barbirostris sebanyak 9 ekor atau 6,21%, An. vagus sebanyak 2 ekor atau 1,31% serta An. kochi sebanyak 1 ekor atau 0,69%. Yang tertangkap sedang istirahat di dinding dalam rumah terdiri dari 3 spesies yaitu An. aconitus sebanyak 46 ekor, An. maculatus sebanyak 9 ekor dan An. barbirostris sebanyak 2 ekor. Sedangkan nyamuk yang tertangkap sedang istirahat di kandang ternak terdiri dari 5 spesies, terbanyak nyamuk An. barbirostris sebanyak 482 ekor, nyamuk An. Aconitus sebanyak 379 ekor, nyamuk An. maculatus sebanyak 42 ekor, nyamuk An. vagus sebanyak 39 ekor serta nyamuk An. kochi sebanyak 12 ekor (Tabel 1.). Tabel 1. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap dengan Landing Collection Bulan Februari 2006 s.d. Januari 2007 (Selama 12 bulan) di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Spesies Nyamuk An. aconitus An. maculatus An. barbirostris An. vagus An. kochi Jumlah Jumlah 119 14 9 2 1 145 Menggigit % 82,07 9,66 6,21 1,38 0,69 Istirahat Dinding 46 9 2 0 0 57 Istirahat di Kandang 379 42 482 39 12 954 Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007 35

c. Kepadatan Nyamuk Spesies nyamuk yang berpeluang menjadi vektor malaria di lokasi penelitian adalah An. aconitus dan An. maculatus, sebab kedua spesies ini telah terbukti sebagai vektor malaria di tempat lain di Indonesia, 8 karena itu yang diamati fluktuasi kepadatan menggigitnya hanya kedua spesies tersebut. Dan jumlah nyamuk yang menggigit, selanjutnya dihitung kepadatan menggigit orang perjam atau man hour density (MHD) serta menggigit per malam atau man biting rate (MBR). Karena penularan malaria bisa terjadi di dalam maupun di luar rumah, maka kepadatan menggigit nyamuk di dalam dan di luar rumah, digabungkan untuk diambil nilai rata-ratanya. Selama 12 bulan survai, nyamuk An. aconitus yang menggigit di dalam atau di luar rumah, ada di setiap jam survai dengan kepadatan berfluktuasi. Rata-rata kepadatan An. aconitus per jam, paling rendah pada jam 05.00-06.00 dengan MHD 0,08 sedangkan puncaknya pada jam 21.00-22.00 dengan MHD 0,42. Rata-rata kepadatan nyamuk An. maculatus per jam, paling rendah pada jam 01.00-02.00 dengan MHD 0,04 sedangkan puncaknya pada jam 20.00-21.00 dengan MHD 0,21 (Gambar 1). Nyamuk An. aconitus yang menggigit di dalam atau di luar rumah ditemukan di setiap bulan dengan kepadatan per bulan berfluktuasi; kepadatan paling rendah dengan MBR 0,04 pada bulan Mei dan Mi 2006, kepadatan paling tinggi pada bulan Juni dengan MBR 0,56 (Gambar 2. dan Gambar 3.). Gambar 1. Rata-rata Kepadatan Menggigit Nyamuk An. aconitus dan An. maculatus Bulan Maret 2006 s.d. Februari 2007 di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Gambar 2. Hubungan Indek Curah Hujan Bulan Februari 2006 s.d. Januari 2007 dengan Kepadatan Menggigit (MBR) Nyamuk An. aconitus Bulan Maret 2006 s.d. Februari 2007 Di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi 36 Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007

Sedangkan nyamuk An. maculatus hanya ditemukan selama 6 bulan dengan kepadatan paling rendah pada bulan April 2006, Agustus 2006 dan Januari 2007 dengan MBR 0,04, kepadatan paling tinggi ada pada bulan Juni 2006 dengan MBR 0,21 (Gambar 4. dan Gambar 5.). Gambar 3. Hubungan Kepadatan Menggigit (MBR) Nyamuk An. aconitus Bulan Maret 2006 s.d. Februari 2007 dengan Angka Kesakitan Malaria Bulanan (MoPI) Bulan April 2006 s.d. Maret 2007 Di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Gambar 4. Hubungan Indek Curah Hujan Bulan Februari 2006 s.d. Januari 2007 dengan Kepadatan Menggigit (MBR) Nyamuk An. maculatus Bulan Maret 2006 s.d. Februari 2007 Di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Gambar 5. Hubungan Kepadatan Menggigit (MBR) Nyamuk An. maculatus Bulan Maret 2006 s.d. Februari 2007 dengan Angka Kesakitan Malaria Bulanan (MoPI) Bulan April 2006 s.d. Maret 2007 Di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007 37

d. Hubungan Curah Hujan Dengan Kepadat-an Nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus Tinggi rendahnya curah hujan akan mempengaruhi keberadaan habitat perkembangbiakan vektor malaria. Curah hujan tidak mempengaruhi populasi vektor dewasa pada bulan yang sama, tapi baru akan berpengarah pada bulan berikutnya sesuai dengan siklus hidup nyamuk di alani. Di Kecamatan Lengkong, selama tahun 2006, hujan turun selama 8 bulan, di bulan Mi, Agustus, September dan Oktober tidak turun hujan, dengan ketinggian curah hujan yang berbeda. Untuk mengetahui hubungan curah hujan dengan MBR, dilakukan uji korelasi dengan variabel bebas indek curah hujan (ICH) dan variabel terikat MBR rata-rata di dalam dan luar rumah nyamuk An. aconitus dan An. maculatus. Pada ct=fo,05, dari uji korelasi satu arah, diketahui terdapat hubungan antara ICH dengan MBR nyamuk An. aconitus dengan menghasilkan P value 0,000; sedangkan dengan MBR nyamuk An. maculatus, ICH tidak terdapat hubungan yang bermakna, P value 0,368. Dari uji regresi, diketahui bentuk hubungan antara ICH dengan MBR nyamuk An. aconitus adalah: Y = 0,0001305 X + 0,223, dimana X adalah ICH dan Y adalah MBR nyamuk An. aconitus bulan berikutnya. e. Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus dengan Kesakitan Malaria Tinggi rendahnya MBR nyamuk vektor, akan mempengaruhi tinggi rendahnya penularan malaria, di samping keberadaan parasit serta kekebalan host. Meskipun desa Lengkong merupakan daerah endemis malaria tinggi, tapi pada taliun 2006, penderita malaria tidak ditemukan setiap bulan hanya ada selama 9 bulan, di bulan lain tidak tercatat ada penderita yang disertai dengan gejala klinis. Data kesakitan malaria dikumpulkan dari Puskesmas setempat, kemudian dihitung angka kesakitan bulan atau monthly parasite incidence (MoPI) dengan rumus, jumlah penderita malaria selama satu bulan dibagi jumlah penduduk kali konstanta (1.000). Untuk mengetahui hubungan MBR dengan MoPI, dilakukan uji korelasi dengan variabel bebas MBR rata-rata di dalam dan di luar rumah nyamuk An. aconitus dan An. maculatus, dan variabel terikat MoPI pada bulan berikutnya. Pada a=0,05, dari uji korelasi satu arah, diketahui adanya hubungan antara MBR nyamuk An. aconitus dengan MoPI pada bulan berikutnya, P value 0,000; sedangkan MBR nyamuk An. maculatus tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan MoPI. P value 0,480. Dari uji regresi, diketahui bentuk hubungan antara MBR nyamuk An. aconitus dengan MoPI adalah Y = -0,681 X + 0,628, dimana X adalah MBR nyamuk An. aconitus dan Y adalah MoPI bulan berikutnya. Pembahasan Di antara spesies nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dan paling dominan menggigit di dalam dan luar rumah serta mempunyai hubungan (hasil uji korelasi) dengan kesakitan malaria adalah spesies An. aconitus, dengan demikian diduga yang menjadi vektor malaria di Desa Lengkong Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi adalah nyamuk An. aconitus. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Subdit Malaria, bahwa salah satu ciri nyamuk yang menjadi vektor malaria di suatu wilayah adalah jumlah menggigitnya paling dominan dibanding spesies lainnya di samping berumur panjang dan aktif menggigit manusia serta di tempat lain pernah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. 9 Sedangkan menurut Munif A., vektor utama malaria di Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi adalah An. aconitus dan sekundernya adalah An. maculatus. 10 Habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang paling luas dan positif larva setiap bulan adalah sawah bertingkat dengan air bersumber dari mata air dan air hujan. Dari uji regresi antara ICH dengan MBR, diketahui MBR nyamuk An. aconitus akan tinggi pada musim hujan. Hal ini sesuai dengan buku Epidemiologi Malaria yang mengatakan bahwa sawah paling potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. pada saat tanaman padi sedang rimbun. 9 Kesakitan malaria salah satunya dipengaruhi oleh fluktuasi kepadatan menggigit nyamuk 6, fluktuasi populasi nyamuk berkaitan 38 Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007

dengan keadaan lingkungan, salah satunya adalah curah hujan; karena itu, variabel curah hujan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam penularan malaria sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan pengendalian malaria maupun kegiatan antisipasi KLB malaria. Ini sesuai dengan yang dikemukakan Rozendaal, J., bahwa perencanaan program pemberantasan malaria harus berdasarkan pada analisa situasi yang salah satunya mempertimbangkan faktor lingkungan dan iklim." Selain itu, perencanaan kegiatan akan lebih baik lagi bila didukung oleh hasil surveilans kesakitan malaria karena bisa mengetahui fluktuasi dan besaraya sumber penularan malaria. 12 Di Desa Lengkong, MBR nyamuk An. aconitus dan An. maculatus tinggi pada musim hujan yang pada tahun 2006 puncaknya pada bulan Mei saat padi di sekitar lokasi survei berumur sekitar 2 sampai 3 bulan dan sebagian sudah menjelang panen; dengan demikian maka pengamatan kesakitan malaria perlu ditingkatkan pada kondisi seperti ini dan sebulan sesudahnya. Tujuannya untuk menemukan penderita dan segera dilakukan pengobatan dini agar tidak menjadi sumber penularan. Pengendalian vektor malaria yang cocok di wilayah yang bionomik vektornya seperti ini adalah dengan penyemprotan rumah atau indoor residual spraying (IRS) karena terdapat nyamuk yang istirahat di dinding rumah, tapi tidak cocok dengan pemasangan kelambu berinsektisida karena nyamuk sudak aktif menggigit sejak jam 18.00 dan puncaknya pada jam 21.00 di mana penduduk biasanya belum tidur. Selain itu, karena populasi nyamuk yang istirahat di kandang cukup tinggi, penggunaan ternak besar sebagai cattle barrier yang ditempatkan di antara habitat perkembangbiakkan nyamuk dengan pemukiman penduduk, bisa digunakan untuk mengurangi jumlah nyamuk yang menggigit manusia. Penularan malaria sangat berkaitan dengan kepadatan vektor dan intensitas sumber penularan; kepadatan vektor salah satunya dipengaruhi oleh curah hujan. Karena itu curah hujan dan fluktuasi kesakitan malaria bisa dijadikan sebagai bahan sistem kewaspadaan dini untuk antisipasi mencegah KLB. Mengacu kepada bentuk hubungan antara ICH dengan MBR nyamuk An. aconitus, maka bisa diperkirakan fluktuasi besaran angka kesakitan malaria yang akan muncul. Dengan demikian bisa direncanakan jadwal kegiatan antisipasi, misalnya dengan intensifikasi penemuan penderita serta pemenuhan logistik, sehingga ketika peningkatan jumlah kasus terjadi. bisa segera ditanggulangi. Selain itu, perkiraan kemunculan malaria juga perlu didukung dengan kesakitan malaria bulanan sebagai sumber penularan. Secara epidemiologi, penularan malaria akan terjadi setelah melewati masa inkubasi ekstrinsik dan intrinsik yang keseluruh-annya selama 4 (empat) minggu, 9 maka dan pengamatan curah hujan mendukung dan didukung data kesakitan malaria, maka bisa diperkirakan kemunculan kesakitan baru malaria. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa spesies nyamuk Anopheles spp. yang dominan menggigit manusia dan berpeluang menjadi vektor malaria adalah nyamuk An. aconitus dan An. maculatus dengan habitat potensial adalah sawah, mata air dan sungai yang aimya bersumber dari mata air dan air hujan. Curah hujan mempunyai hubungan dengan kepadatan nyamuk An. aconitus yang juga berhubungan erat dengan fluktuasi kesakitan malaria. Karena itu curah hujan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam penerapan sistem kewaspadaan dini untuk merencanakan kegiatan antisipasi peningkatan penularan malaria. Daftar Pustaka 1. WHO, A Global Strategy for Malaria Control, 1993. 2. Eylenbosch, W.J., Noah, N.D., Surveillance in Health and Disease. Oxford University Press, London, 1988. 3. Service, M.W., Mosquito Ecology. Oxford University Press. London, 1976. 4. Suroso, T., Review Program ICDC-ADB Tahun 1997-2002, Jakarta, 2002. 5. Dinkes Kab. Sukabumi., Laporan Tahunan Program Pemberantasan Penyakit Menular Kabupaten Sukabumi Tahun 2000, Sukabumi, 2001. 6. Bates, A., The Natural History of Mosquitoes and Plasmodium Parasites. Gloucester, Mass. Peter Smith, New York, 1970. 7. Russell P.P. et al., Practical Malariology, Oxford Univercity Press, London, 1963. 8. Departemen Kesehatan R.I., Modul Entomologi Malaria: Morfologi dan Identifikasi Nyamuk dan Jentik, Jakarta, 1999. Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007 39

9. Subdit Malaria Depkes RI, Epidemiologi Malaria. Materi Latihan Managemen P2Malaria Untuk Kasubsi Vektor Kabupaten, Jakarta, 1998. lo.munif A., Soekirno M., Suwarto., Bionomi Sebagai Dasar Pengendalian Vektor Malaria Di Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi. http://www.ekologi.litbang.depkes.go. id/data/ abstrak/mrul200501.pdf. ll.rozendaal, J., Panduan Perencanaan dan Evaluasi Program Pemberantasan Malaria: Analisa Situasi Malaria Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten. ICDC Project. Ministry Of Health, DG CDC & EH and Asian Development Bank, Jakarta, 2003. 12.Subdit Malaria Depkes RI, Sistem Surveilans Dalam Program Penanggulangan Malaria Di Indonesia. Epidemiologi Malaria, Jakarta, 2002. 40 Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007