I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

KEDELAI-WHEAT GERM SEllAGAI PRODUK SARAPAN FUNGSIONAL

BAB I LATAR BELAKANG

Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari 44 Yogyakarta

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dibuat dengan menambahkan santan, gula merah, daun pandan dan. pisang.menurut Veranita (2012), bolu kukus adalah bolu yang berbahan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk indonesia setiap tahun menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. baik di daerah tropis salah satunya yaitu tanaman munggur. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. kenyataan menunjukkan bahwa terigu lebih bersifat adaptif dibandingkan pangan

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I. PENDAHULUAN. berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman singkong adalah komoditas tanaman umbi-umbian yang dapat

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Ketergantungan manusia terhadap pangan yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah produksi pangan yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa kelaparan (Indrasti, 2004). Salah satu upaya penanggulangan kebutuhan pangan menurut Andarwulan dan Winarno (1997), adalah dengan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan hasil-hasil pertanian baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru maupun usaha untuk diversifikasi pangan. Di Indonesia, salah satu upaya yang telah dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan memanfaatkan umbi-umbian terutama yang mengandung karbohidrat tinggi. Ragam hayati umbi-umbian sangat banyak tetapi hanya beberapa saja yang dibudidayakan secara intensif. Umbi-umbian memegang peranan yang sangat penting bagi masyarakat di bagian timur Indonesia, sebagai cadangan makanan yang dapat menyelamatkan diri dari bahaya kelaparan. Dari beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia, talas belitung atau kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) adalah jenis umbi yang pemanfaatanya masih sangat terbatas. Talas belitung merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim tropis dan tidak memerlukan pengairan. Tanaman talas belitung ideal untuk mengisi tanah 1

2 kosong yang banyak terdapat di pedesaaan, sekaligus untuk menambah karbohidrat non-beras (Indrasti, 2004). Dalam perkembangannya, talas belitung semakin tergeser oleh umbi-umbian jenis lain. Talas belitung kurang popular dibandingkan ubi kayu (singkong) dan ubi jalar, akibatnya produk talas belitung yang beredar di masyarakat kurang bervariasi dan masih berupa produk olahan sederhana, sehingga minat masyarakat untuk mengonsumsinya masih rendah. Sementara menurut Andarwulan dan Winarno (1997), talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama dan substitusi karbohidrat di beberapa negara termasuk di Indonesia. Selain itu sebagai bahan baku industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses menjadi makanan bayi (di USA), kue-kue (di Filipina dan Kolombia) serta roti (di Brazilia) sementara di Indonesia dibuat menjadi makanan enyekenyek, dodol talas, dan cheese stick talas. Talas belitung kaya akan karbohidrat serta mengandung protein, lemak, serat, vitamin C, kalsium, fosfor dan besi. Kadar karbohidrat talas belitung mencapai 17-26%, kadar protein 1,3-3,7% dan kadar serat 0,6-1,9% (Lingga, 1989) sementara komposisi kimia tepung talas belitung menurut Ridal (2003) adalah untuk kadar karbohidrat mencapai 70,73%(bk), kadar protein 0,69%(bk) dan kadar serat 2,16%(bk). Pemanfaatan talas dengan basis teknologi yang telah ada yakni talas telah diproses dalam bentuk tepung talas, namun produk olahan berbasis tepung talas belum banyak ditemukan di masyarakat Indonesia

3 (Dewi dkk., 2008). Hal inilah yang mendorong penulis untuk memanfaatkan potensi talas dan tepung talas menjadi produk olahan yang meningkatkan nilai talas di masyarakat yakni dalam bentuk flakes atau sereal siap saji. Produk flakes dipilih mengingat flakes merupakan sereal siap saji yang dapat memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan kalori dalam waktu yang relatif singkat serta tanpa perlu repot-repot memasak, tetapi hanya perlu menambahkan susu sebagai campurannya. Beberapa produk flakes yang dapat ditemui di pasaran yakni flakes gandum, flakes jagung, flakes kentang dan sebagainya. Produk flakes yang ada di pasaran haruslah mengandung karbohidrat yang tinggi. Oleh sebab itu, pemilihan bahan baku dalam pembuatan flakes biasanya mengandung karbohidrat yang tinggi, tidak hanya itu menurut Anggiarini (2004), produk flakes umumnya juga masih memerlukan adanya komplementasi susu cair sebagai komplemen protein dalam konsumsi pangan. Konsumen terbesar produk flakes rata-rata di pasaran adalah anak-anak yang kebanyakan membutuhkan asupan zat gizi lengkap tidak hanya karbohidrat, tetapi juga protein, lemak, energi, vitamin, mineral, air dan serat. Selain memanfaatkan talas belitung (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) sebagai sumber karbohidrat, penelitian ini juga memanfaatkan kecambah kacang kedelai (Glycine max (L). Merill) sebagai sumber protein. Penggunaan kecambah kacang kedelai dipilih karena menurut

4 penelitian Yasa (2009) menyebutkan bahwa penggunaan tepung kecambah kacang hijau, kecambah kacang kedelai dan kecambah kacang merah dapat meningkatkan kadar protein makanan sapihan tradisional rata-rata sebesar 34%. Semakin besar proporsi penambahan kecambah kacang semakin besar mutu gizi dan energi Makanan Sapihan Tradisional. Penambahan kecambah kedelai dengan proporsi 50% menghasilkan makanan sapihan tradisional dengan protein dan energi tertinggi. Salah satu karakteristik produk sereal sarapan yang diinginkan oleh konsumen pada umumnya adalah kerenyahannya, sehingga sereal sarapan dapat bertahan lebih lama setelah penambahan susu. Kondisi ini dapat dicapai dengan penambahan pati dalam bentuk tepung, baik itu pati yang belum mengalami modifikasi ataupun pati yang telah termodifikasi (Gaman, 1981). Penggunaan maltodekstrin sebagai salah satu hasil hidrolisis pati diketahui dapat mempertahankan kerenyahan lebih lama pada produk flakes pisang. Hasil penelitian Triyono (2010), menunjukan bahwa hasil flakes pisang terbaik diperoleh dari proporsi subtitusi tepung pisang dengan tepung terigu 90%:10% dan perlakuan penambahan maltodekstrin sebesar 15% sehingga menghasilkan karakteristik flakes pisang berkadar air 1,69%; kadar pati 61,63; kadar serat 2,28 % dan hasil organoleptik terhadap kesukaan warna (2,15); rasa (2,13); aroma (2,10); kerenyahan (2,22). Dengan demikian, kualitas flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill) dengan variasi maltodekstrin diharapkan

5 dapat memenuhi kriteria sebagai pangan alternatif dan memiliki karakteristik yang disukai oleh konsumen. B. Keaslian Penelitian Beberapa Penelitian yang terkait dengan produk flakes antara lain penelitian Yasa (2009) mengenai Keefektifan Berbagai Jenis Tepung Kecambah Kacang Meningkatkan Mutu Makanan Sapihan Tradisional, Penelitian Tahura (2008) Pengaruh Tingkat Subtitusi Tepung Kacang Hijau (Vigna Radiata L.Wilezck) Pada Tepung Ubi Kayu (Manihot Utilisima Pohl) Terhadap Karakteristik Flakes dan penelitian Andarwulan dkk., (2004) tentang peningkatan kualitas gizi produk flakes dengan judul formulasi flakes triple mixed Ubi Jalar-Kecambah Kedelai-wheat germ sebagai produk sarapan fungsional untuk anak-anak. Beberapa penelitian lain tentang produk flakes seperti, penelitian Triyono (2010) tentang Pengaruh Maltodekstrin dan Substitusi Tepung Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Karakteristik Flakes. Hasil penelitian Triyono (2010), yang menggunakan variasi maltodekstrin 5%, 10% dan 15% menunjukan karakteristik flakes pisang dengan kerenyahan terbaik terdapat pada variasi maltodekstrin sebesar 15%. Penelitian Suani (2009) mengenai Produk Makanan Ringan (Flakes) Berbasis Jagung Sebagai Sumber Protein Untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Penelitian mengenai kualitas flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill) dengan variasi maltodekstrin memang belum ada, oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan memenuhi

6 kriteria keaslian penelitian sebagai penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. C. Rumusan Masalah 1. Apakah maltodekstrin berpengaruh terhadap kualitas (sifat fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik) flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill)? 2. Berapakah variasi maltodekstrin yang dapat menghasilkan flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill) dengan kualitas terbaik dan disukai oleh konsumen? D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh maltodekstrin terhadap kualitas (sifat fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik) flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill). 2. Mengetahui variasi maltodekstrin yang dapat menghasilkan flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) Merill) dengan kualitas terbaik dan disukai oleh konsumen.

7 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu dan nilai jual talas belitung/kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) dengan diolah menjadi flakes agar dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu penelitian ini berguna untuk menghasilkan makanan praktis dan siap saji yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan termasuk anak-anak, sebagai alternatif makan pagi yang berenergi dan mengandung protein yang tinggi serta tekstur yang renyah.