Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Health Belief dengan Perilaku Compliance pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RSUD Al Ihsan

Studi Deskriptif Mengenai Health Belief pada Mahasiswa Perokok Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

Hubungan Health Belief dengan Perilaku Compliance pada Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Al-Islam Bandung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional. Sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah sosialisasi JKN pada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

PERUBAHAN PERILAKU SEHAT & TEORI PERUBAHAN PERILAKU SEHAT

HEALTH BELIEF MODEL. (Teori Kepercayaan Kesehatan)

1

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain, bahkan merokok dapat menyebabkan kematian. Laporan dari World

BAB II LANDASAN TEORI. Sarafino (2006), mendefinisikan treatment delay sebagai rentang waktu

Studi Mengenai Profil Health Belief pada Member di Y Fitness Bandung Study of Profil Health Belief of Member in Y Fitness Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua dan lemah adalah siklus hidup yang akan dilalui oleh semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas seseorang salah satunya adalah penyakit hipertensi.hipertensi atau

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

Hubungan Health Belief dengan Health Locus Of Control pada Lansia Etnis Tionghoa Hipertensi di Kelompok Senam Aerobik Tegalega

LAMPIRAN. repository.unisba.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada teori Health Belief Model dari Rosenstock dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NYERI DAN EFEK PLASEBO

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

HUBUNGAN PERCEIVED BENEFIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. baik di negara maju maupun di negara berkembang. World Health Organization

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tyas Kusuma Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya

BAB II TINJAUAN TEORITIS

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. darahnya biasanya disebabkan perilaku mereka(alwani, 2012).

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 1,2 milyar. Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang dilakukan akan lebih optimal. Menurut WHO (1947) sehat dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

Obat Diabetes Paling Ampuh

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Transkripsi:

Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Resna Nurfitriyana & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Hipertensi primer merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi yang penyebabnya gangguan dari faktor gen, gaya hidup, dan berat badan. Penderita diharuskan melakukan pemeriksaan dokter, mengkonsumsi obat, dan menampilkan perilaku sehat. Jika tidak mentaati dapat membawa penderita pada penyakit berbahaya seperti jantung dan stroke, bahkan menyebabkan kematian. Peneliti menemukan penderita-penderita hipertensi primer di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang dengan sengaja mengabaikan pengobatan dan memiliki perilaku yang tidak sehat. Keyakinan bahwa perilaku compliance dalam menjalankan pengobatan akan mempengaruhi kesehataan disebut dengan health belief. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran health belief pada penderita hipertensi primer non compliance di RSHS Bandung. Subyek yang digunakan adalah 10 penderita hipertensi primer non compliance di RSHS Bandung dengan teknik purposive sampling. Data yang diperoleh merupakan data ordinal. Pengumpulan data digunakan dengan menggunakan kuesioner health belief. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa 60% penderita hipertensi primer non compliance di RSHS Bandung memiliki health belief yang rendah, dan 40% memiliki health belief yang tinggi. Subyek meyakini bahwa penyakitnya bukanlah ancaman sehingga pengobatan yang dilakukan dihayati tidak banyak memberikan manfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Data juga menunjukkan bahwa adanya informasi maupun pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung belum mengarahkan subyek untuk mematuhi pengobatan atau menampilkan perilaku sehat. Keyword : penderita hipertensi, non compliance, health belief Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat adalah keadaan sehat fisik, mental dan kesejahteraan sosial (Ogden, 2007: 47). Kesehatan adalah hal yang didambakan oleh setiap manusia, untuk itu penting menjaga kesehatan. Ada beberapa manfaat dari hidup sehat, antara lain tubuh menjadi bebas dari berbagai gangguan penyakit. Pada tubuh yang sehat, manusia akan mampu melakukan yang terbaik dari kemampuan maksimal yang dimiliki. Untuk itu perlu dilakukan upaya mewujudkan kesehatan yang optimal, yaitu dengan meningkatkan kesadaran hidup sehat, upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pengobatan yang dilakukan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan yang profesional. Salah satu penyakit yang dapat membahayakan keselamatan dan kecacatan bagi penderitanya adalah penyakit kardiovaskular, yaitu suatu istilah untuk gangguan yang menyebabkan penyakit jantung (kardio) dan pembuluh darah (vaskular). Sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular sangat berbahaya bagi kesehatan. Penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling terkenal adalah penyakit jantung dan stroke. Faktor utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah hipertensi. Data penelitian Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukan hipertensi dan penyakit kardiovaskular masih cukup tinggi dan bahkan cenderung meningkat (Januari, 2014). Penyakit hipertensi merupakan salah satu penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Menurut Yogiantoro (2006) bahwa hipertensi esensial (primer) merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi yang penyebabnya adalah gangguan dari beberapa faktor yaitu gen, gaya hidup, berat badan, dan sisanya hipertensi sekunder yaitu tekanan darah tinggi yang disebabkan karena gangguan pembuluh darah atau organ tubuh tertentu seperti ginjal, kelenjar adrenal, dan aorta penyebab hipertensi skunder biasanya berasal dari penyakit ginjal dan kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu seperti pil KB, obat-obatan sejenis kortikosteroid. Penyebab lain yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin) yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Survey yang dilakukan di lapangan menemukan bahwa terdapat penderita hipertensi primer dan berusia dewasa masih menampilkan perilaku-perilaku tidak sehat, antara lain merokok, makan sembarangan tanpa mengikuti anjuran medis, tidak berolahraga, begadangan, dan tidak melakukan pengobatan 269

secara rutin. Sekalipun mereka telah mendapatkan informasi dari dokter bahwa perilaku-perilaku tidak sehat seperti diatas akan membuat kesehatannya semakin memburuk atau penyakitnya semakin parah, mereka berpikir bahwa selama tidak ada efek yang langsung terasa, maka tidak berbahaya. Selain itu, menjaga perilaku sehat dan melakukan anjuran medis secara terus-menerus sepanjang hidup mereka membuat para penderita hipertensi ini merasa jenuh dan lelah, sehingga membuka peluang bagi munculnya perilaku tidak mematuhi anjuran medis (non compliance). Perilaku non compliance pada para penderita hipertensi primer ini juga dipengaruhi oleh keyakinan mereka bahwa hipertensi bukanlah penyakit yang mengancam atau berbahaya, terutama ketika tekanan darah dalam keadaan stabil. Secara umum diyakini bahwa seseorang akan mengambil tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengontrol kondisi gangguan kesehatan tergantung dari health belief yang dimilikinya (Rosenstock 1974). Health belief model yang dikembangkan oleh Becker (1974) digunakan untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap perilaku pencegahan penyakit dan kepatuhan (Notoatmojo, 1990). Health belief model menganggap bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan maupun sikap (Graeff, 1993). Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemujaraban pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku kesehatannya. Health Belief Model Health belief model telah digunakan sebagai pedoman kerangka kerja dalam intervensi perilaku kesehatan baik untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku kesehatan. Selama dua dekade terakhir, penelitian lebih banyak dilakukan untuk mengukur health belief model. Penelitian terbaru health belief model terus menekankan pada keyakinan kesehatan individu. Untuk dapat meninjau health belief model perlu dipertimbangan dari tiga aspek health belief model yang paling dibutuhkan yaitu komponen health belief model, hubungan antara komponen health belief model, dan bagaimana menggunakan health belief model untuk memahami dan mengubah perilaku kesehatan masyarakat secara signifikan. The health belief model merupakan teori value-expectancy, dimana proses mental seperti thinking, reasoning, hypothesizing atau expecting merupakan komponen penting dan konsekuensi dari suatu tingkah laku adalah hal yang juga penting. Ketika konsep value-expectancy dikembangkan dalam konteks tingkah laku yang berhubungan dengan kesehatan, interpretasinya adalah sebagai berikut: 1. Keinginan untuk menghindari penyakit atau ingin sehat (value) 2. Keyakinan bahwa tingkah laku kesehatan yang spesifik dapat menyembuhkan atau mengurangi gejala penyakit (expectancy). Harapan atau expectancy ini kemudian dikembangkan sejauh mana seorang individu meyakini kerentanan tubuhnya terhadap penyakit tertentu dan seberapa parah penyakit tersebut, serta kemungkinan untuk mengurangi ancaman penyakit tersebut melalui suatu tindakan. Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut health belief model, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada: (a) ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan kesehatan menurut kondisi mereka; (b) keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut, apakah perlu penanganan untuk menjaga kesehatan atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Tambahan untuk penilaian terdahulu, petunjuk untuk berperilaku (cues to action) diduga dapat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan. Contoh : media masa, keluarga 270

yang lain atau teman, artikel, koran, dan sebagainya. Menurut Rosenstock (1974) terdapat 5 komponen dalam Health Belief Model (HBM), yaitu: 1. Persceived Susceptibility. Hal ini mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang resiko dari kondisi kesehatan dan kerentanan terhadap penyakit yang dihadapi. 2. Perceived Severity. Mengenai keseriusan dari suatu penyakit untuk melakukan pengobatan meliputi evaluasi, konsekuensi medis dan klinis. Kerentanan dan keparahan menjadi ancaman yang dirasakan. 3. Perceived Benefits. Pemikiran pribadi terhadap kerentanan penyakit yang diyakini serius (dianggap ancaman) akan menghasilkan kekuatan yang mengarah pada tingkah laku mengenai tindakan efektif untuk mengurangi ancaman penyakit. Serta pertimbangan manfaat atau keuntungan dan kerugian yang dialami. 4. Perceived barriers. Aspek negatif dari tindakan kesehatan atau hambatan yang dirasakan untuk melakukan tingkah laku yang dianjurkan. Menganalisis biaya dan manfaat yang terjadi, berbahaya (memiliki efek samping negatif), sulit, menyenangkan atau menyakitkan, nyaman, memakan waktu, dan sebagainya. 5. Cues to action. Kesiapan untuk mengambil tindakan (kerentanan yang dirasakan dan manfaat yang dirasakan). Petunjuk untuk berperilaku, dapat berupa berbagai macam informasi dari luar seperti media publikasi atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena ingin mendapatkan kejelasan mengenai gambaran health belief penderita hipertensi primer non compliance. Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang berjumlah 10 orang. Peneliti menggunakan dua buah alat ukur dalam penelitian, yaitu alat ukur compliance yang disusun untuk mengidentifikasi apakah subjek tergolong compliance atau non compliance. Sedangkan yang kedua adalah alat ukur health belief yang disusun untuk mendapatkan gambaran health belief penderita hipertensi primer non compliance. Hasil Penelitian Pengukuran health belief pada penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menghasilkan data sebagaimana Tabel 1, sedangkan hasil perhitungan komponen yang membentuk health belief adalah seperti Tabel 2. Tabel 1 Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kategori F % Median Negatif 6 60 Positif 4 40 Jumlah 10 100 155 Tabel 2. Prosentase Komponen Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Komponen Negatif (%) Positif (%) Perceived Susceptibility 30 70 Perceived Saverity 50 50 Perceived Benefit 60 40 Perceived Barriers 40 60 Cues to Action 60 40 271

Grafik 2. Prosentase Komponen Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran, terdapat 60% penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang memiliki health belief negatif dan sebanyak 40% lainnya memiliki health belief positif. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa subyek tidak menjadikan penyakitnya sebagai ancaman bagi dirinya, selain itu pertimbangan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari melakukan pengobatan yang sesuai anjuran dokter dirasakan subyek lebih banyak merugikan dibandingkan memberikan keuntungan. Subyek juga tidak meyakini adanya isyarat atau stimulus yang muncul, baik diluar maupun didalam dirinya yang mendorong untuk melakukan tindakan kesehatan seperti pencegahan penyakit atau pengobatan. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang bekaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, yang mencakup menjaga pola makan, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum-minuman beralkohol dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stres, dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan (Becker, 1979). Health belief adalah keyakinan akan kesehatan yang dimiliki seseorang yang dapat memprediksi kemungkinan individu melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan. Dalam hal ini perilaku penderita hipertensi yang memiliki health belief positif diharapkan memiliki keyakinan bahwa melakukan pencegahan atau pengobatan sebagai penderita hipertensi primer adalah langkah yang tepat demi menjaga kesehatannya. Secara umum diyakini bahwa seseorang akan mengambil tindakan untuk mencegah, mengurangi, atau mengontrol kondisi gangguan kesehatan jika individu menganggap dirinya rentan terhadap kondisi tersebut, individu akan memilih tindakan yang serius karena individu percaya bahwa tindakan yang dilakukan akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan terhadap keparahan penyakit, dan individu percaya bahwa hambatan dapat diantisipasi sesuai dengan manfaat yang didapatkan (Rosenstock, 1974, dalam Health Behavior and Health Educational). Belief didefinisikan sebagai kemungkinan yang sifatnya subjektif mengenai hubungan antara suatu objek dari belief dan objek-objek yang lain, nilai, konsep atau ciri-ciri/atribut, (Fishben & Ajzen, 1975 dalam Taylor, 1999). Sebagai penderita hipertensi yang penyakitnya dapat menyebabkan penderita terkena penyakit berbahaya seperti penyakit jantung dan stroke yang bahkan dapat menyebabkan kematian mendadak, seharusnya subyek memiliki belief yang positif mengenai kesehatan. Belief yang dimiliki oleh sebagian besar penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung mengenai kesehatannya adalah negatif, sehingga kesadaran akan pentingnya mematuhi anjuran medis maupun memiliki perilaku sehat terlihat rendah. Belief mengenai kesehatan yang negatif membuat subyek tidak merasakan keefektifan dalam melakukan upaya pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi bahaya yang mengancam kondisi kesehatannya. Belief dikonsepkan sebagai proses awal yang dapat menjelaskan perilaku seseorang, walaupun memang belief seseorang yang positif belum tentu akan membuat perilakunya selalu menjadi positif, karena masih ada proses-proses lain yang terjadi sebelum belief ini selanjutkan akan menjadi perilaku, tetapi jika dijelaskan secara teoritis maka dengan adanya belief yang positif kecenderungan perilaku seseorang akan menjadi positif, sikapnya juga menjadi positif, sehingga akan menghasilkan perilaku yang positif pula (Fishben dan Azjen : 1970 dalam Ogden, 1997;28). 272

Jika dilihat berdasarkan komponen health belief, untuk komponen perceived susceptibility menunjukkan sebanyak 70% penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung meyakini bahwa penyakit yang dideritanya memiliki resiko dan kerentanan yang memungkinkan penderita mengalami kondisi yang lebih parah bahkan mudah terkena serangan penyakit yang menyebabkan kematian mendadak. Resiko yang diketahui subyek adalah penyakit jantung dan stroke. Namun, ada juga sejumlah 3 (30%) subyek meyakini bahwa penyakit hipertensi yang dideritanya tidak memiliki resiko yang berbahaya dan bukanlah penyakit yang serius atau mematikan. Semua resiko dan kerentanan yang dapat terjadi pada penderita hipertensi menjadikan ancaman tersendiri bagi subyek, karena subyek juga memiliki rasa ketakutan mengingat kemungkinan terserangnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh hipertensi, seperti data yang didapatkan yaitu sebanyak 50% subyek memiliki perceived severity yang positif. Untuk menghilangkan rasa ketakutan itu subyek menjalankan apa yang diperintahkan oleh dokter terutama jika subyek merasakan gejala-gejala dari hipertensi. Sebagian lagi dari subyek sebanyak 50% meyakini bahwa dirinya tidak akan terserang penyakit yang disebabkan oleh hipertensi jika tidak ada gejala hepertensi yang dialami atau dirasakan sehingga mereka menganggap tidak perlu ada penanganan medis lebih lanjut dan bahkan mengabaikan pola hidup yang seharusnya dijalankan sebagai penderita hipertensi karena baginya penyakit hipertensi bukanlah penyakit yang mengancam. Dapat dilihat juga dari perbandingan antara komponen perceived benefit dan perceived barrier, sebanyak 60% subyek memiliki perceived benefit yang negatif, subyek meyakini bahwa usaha yang dilakukan dalam pengobatan sebagai penderita hipertensi tidak begitu memberikan keuntungan bagi kesehatannya. Data tersebut sesuai dengan komponen perceived barrier dimana terdapat 60% subyek memiliki perceived barrier yang positif yaitu subyek meyakini lebih banyak kerugian yang didapat dibandingkan dengan keuntungannya dalam menjalankan pengobatan. Disisi lain, terdapat 40% subjek yang memiliki perceived benefit yang positif karena subyek meyakini dengan melakukan pengobatan dan menjaga pola hidup memberikan keuntungan bagi subyek dalam menjaga kesehatannya. Tingginya perceived benefit berbanding terbalik dengan perceived barrier, 40% subyek memiliki perceived barrier yang negatif. Pada komponen cues to action berdasarkan data yang ada terdapat 60% subyek tidak melihat adanya isyarat atau stimulus yang muncul untuk mendorong melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan baik dari dalam maupun luar diri. Isyarat ini dapat berupa simtom sakit yang dirasakan, informasi mengenai bahaya penyakit baik dari dokter, sesama penderita hipertensi primer, maupun media. Pengalaman negatif yang didapatkan subyek dari keluarga ataupun teman yang terserang penyakit berbahaya akibat hipertensi atau meninggal juga tak membuat subyek takut dan khawatir kerena subyek meyakini hidup telah ditentukan oleh Allah SWT. Penutup Health belief negatif yang terdapat pada sebagian besar penderita hipertensi primer non compliance di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung disebabkan adanya penilaian bahwa penyakit yang diderita bukanlah penyakit yang berbahaya atau mematikan sehingga kepatuhan pada anjuran medis atau dalam melakukan pengobatan dinilai masih belum diperlukan. Artinya, mereka meyakini bahwa kepatuhan dalam menjalankan pengobatan secara teratur lebih banyak memberikan kerugian pada diri mereka, antara lain menjenuhkan, lelah, merasa banyak aturan, adanya efek samping dari obat yang diminum. Kondisi tersebut menunjukkan perceived benefit dan perceived barrier yang negatif. Akibatnya, subjek tidak terdorong dan mengarahkan dirinya untuk melakukan tindakan kesehatan (cues to action). Daftar Pustaka Glanz, Karen, et al.(2002). Health Behavior And Health Education Theory And Research And Practice Third Edition. Canada: John Wiley & Sons inc. Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi UNISBA. Ogden, Jane. (1997). Health Psychology A Textbook. Philadelphia: Open University Press. Ogden, Jane. (2007). Health Psychology A Textbook Fourth Editional. Open University Press. MC Graw Hill. Sheridan, Charles L & Sally A Radmacher.(1992). Health Psychology Challenging The Biomedical Model. Canada: John Wiley & Sons inc. 273

Silalahi, Uber. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama Smet, Bart.(1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama. Taylor. Shelley E.(1999). Health Psychology. Singapore: McGraw Hill, inc. 274