BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat beberapa jenjang pendidikan, mulai dari Play Group

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran di Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memiliki kondisi fisik yang cacat bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ( Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa era globalisasi ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

Angket Optimisme. Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap. persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan.

BAB I PENDAHULUAN. Kusta atau Leprae merupakan salah satu penyakit tertua di dunia. Catatancatatan

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sejak tahun 2004 hingga 2010,

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus mendebarkan hati. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan ibu berperan di dapur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang merusak sel-sel hati (liver)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif semakin sering terdengar dan dialami oleh masyarakat

juga kelebihan yang dimiliki

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. otak atau ke bagian otak tertentu. Stroke dapat menyebabkan kerusakan permanen

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan anak yang sehat secara fisik dan mental. Pada kenyataannya tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang diharapkan oleh orang tua, terlebih

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia, namun tidak semua

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wanita mempunyai kecenderungan untuk mencari dan menemukan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. netra), cacat rungu wicara, cacat rungu (tunarungu), cacat wicara, cacat mental

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan fenomena sosial yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Undang Pendidikan Tinggi, 2012). Dijenjang pendidikan tinggi mahasiswa tidak

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian beban studi, praktikum, PKLI dan skripsi. Namun, dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi merupakan hakhak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling. 1. Berusia dewasa madya antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. tersebut biasanya sudah memikirkan dan merencanakan banyak hal dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membicarakan tentang pendidikan memang tidak ada habisnya. Tidaklah heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur menunjukkan peningkatan. Jumlah penduduk yang relatif besar merupakan potensi yang besar pula untuk memasarkan pelbagai program pendidikan. Banyak pihak yang mendirikan institusi pendidikan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta, kesemuanya menawarkan keunggulan dan keunikan tertentu. Adapun pelaksanaan pendidikan formal di Indonesia, secara umum dilakukan mengikuti jenjang-jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Proses pembelajaran di Perguruan Tinggi tidak ubahnya seperti pelaksanaan pendidikan di jenjang pendidikan sebelumnya; yaitu mempersyaratkan pertemuan tatap muka, menyelesaikan tugas-tugas, menyelenggarakan ujian tengah semester dan ujian akhir semester, serta tugastugas lainnya. Sedikit perbedaan terletak dalam menentukan kelulusan pada jenjang pendidikan perguruan tinggi, mahasiswa harus menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. 1

2 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, skripsi adalah karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya. Proses penyusunan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, yang akan diteliti ini, sedikit memiliki perbedaan dibandingkan dengan proses penyusunan skripsi di jurusan atau fakultas lain di lingkup Universtas X. Di Fakultas Psikologi saat menyelesaikan skripsinya mahasiswa akan dibimbing oleh dua orang dosen pembimbing. Kedua pembimbing tersebut disebut sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II. Pembimbing I berperan memberikan arahan konseptual, sedangkan Pembimbing II bertindak sebagai reader. Sebelum mengontrak skripsi, mahasiswa harus mengikuti rangkaian mata kuliah prasyarat yang secara berurutan diungkapkan berikut ini: Metodologi Penelitian 1, Metodologi Penelitian Lanjutan, Usulan Penelitian, dan diakhiri dengan skripsi. Kesemua mata kuliah tersebut ditempuh dalam semester yang berurutan dengan mata kuliah sebelumnya merupakan persyaratan bagi mata kuliah berikutnya. Pada mata kuliah Usulan Penelitian, yang sebenarnya merupakan bagian dari skripsi, mahasiswa harus menuntaskan bab satu hingga bab tiga dari usulan penelitian yang akan dijadikan skripsinya itu. Untuk menuntaskan Usulan Penelitian ini, mahasiswa harus melakukan proses bimbingan secara individual dan berkesinambungan dengan dosen pembimbing yang telah ditentukan.

3 Adapun yang menjadi ketertarikan peneliti adalah pada proses penyelesaian Usulan Penelitian itu sendiri, dimana sebagian besar mahasiswa di Fakultas ini tidak berhasil menyelesaikan Usulan Penelitian dalam kurun waktu satu semester, sehingga harus mengontrak Usulan Penelitian Lanjutan pada semester berikutnya. Secara tidak langsung, kenyataan ini berdampak pada masa studi mahasiswa, yaitu setidak-tidaknya menjadi bertambah satu semester. Panjangnya mata rantai proses penyusunan skripsi yang bermula dari mengikuti mata kuliah Metodologi Penelitian 1 hingga penyusunan skripsi, diantaranya menjadi penyebab rata-rata mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X Bandung baru dapat menyelesaikan jenjang studi S1-nya dalam kurun waktu lima tahun atau 10 semester. Proses penyusunan skripsi menjadi dua bagian yaitu Usulan Penelitian dan Skripsi, tidak dengan sendirinya dapat memperpendek mata rantai penyusunan skripsi setidaknya bila dilihat dari segi waktu yang dihabiskan. Menurut wawancara peneliti kepada lima mahasiswa yang sedang mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan, ada beberapa hal yang menjadi catatan panjangnya waktu yang diperlukan, yaitu menjalani proses bimbingan individual dengan dua orang dosen Pembimbing yang terus menerus hingga menemukan kesepakatan persepsi dalam pengerjaan Usulan Penelitian Lanjutan ini, yang ternyata dirasa cukup menguras ketahanan fisik dan psikologis mahasiswa bersangkutan. Sebenarnya, fakultas menyediakan mata kuliah Metodologi Penelitian dan Metodologi Penelitian Lanjutan dalam dua semester berurutan dengan maksud

4 agar para mahasiswa memahami tata cara penyusunan skripsi secara baik dan benar dari segi metodologis. Dalam Metodologi Penelitian Lanjutan, mahasiswa diharuskan menyusun suatu rencana penelitian yang secara kurikuler diantisipasi sebagai jembatan menuju Usulan Penelitian. Artinya, rancangan penelitian yang telah tertuang dalam karya ilmiah pada mata kuliah Metodologi Penelitian Lanjutan ini sangat terbuka kemungkinannya untuk dilanjutkan menjadi Usulan Penelitian pada semester berikutnya, dan kemudian menjadi sebagian dari materi skripsi. Hanya saja fenomena yang terjadi adalah, sebagian besar mahasiswa tidak berhasil melanjutkan topik penelitian yang telah tertuang dalam Metodologi Penelitian Lanjutan itu menjadi Usulan Penelitian, karena dosen pembimbing dari kedua mata kuliah tersebut seringkali berbeda. Perbedaan dosen pembimbing akan membedakan pula persepsi, pemahaman, latar belakang kajian yang dimiliki, pengalaman membimbing, dan perbedaan-perbedaan mendasar lainnya, sehingga Metodologi Penelitian Lanjutan yang sebelumnya telah disetujui oleh dosen pembimbingnya dinilai tidak layak untuk dilanjutkan menjadi Usulan Penelitian oleh dosen pembimbing Usulan Penelitian. Keterangan berikut yang diperoleh peneliti adalah mahasiswa Fakutas Psikologi Universitas X kota Bandung ini menyarankan agar mata kuliah Metodologi Penelitian diberikan satu semester saja, sehingga akan memperpendek mata rantai penyusunan skripsi. Selain itu, mahasiswa ini juga menyatakan keharusan untuk dibimbing oleh dua orang dosen pembimbing ternyata dalam pelaksanaannya memunculkan beberapa kendala, khususnya bagi mahasiswa

5 yang harus menjalaninya. Pada kenyataannya, kedua orang dosen pembimbing tidak jarang memiliki persepsi berbeda tentang topik yang diteliti, sehingga mahasiswa menjadi sulit untuk menentukan harus memberikan revisi menurut masukan pembimbing I atau pembimbing II. Proses bimbingan dengan dua orang dosen pembimbing ini juga tidak dapat dijalani dengan mudah dan lancar. Keharusan untuk berulang-ulang melakukan bimbingan sehubungan dengan feed back, diskusi judul atau topik yang akan diteliti, perbaikan Latar Belakang Masalah, dan penataan ulang Kerangka Pikir sesuai dengan masukan kedua orang dosen Pembimbing bukanlah tugas mudah yang harus dilewati mahasiswa bersangkutan. Dibutuhkan keuletan tersendiri, misalnya dari segi waktu, adalah sulit sekali untuk menyocokkan waktu yang disediakan oleh dosen pembimbing dan waktu yang dimiliki mahasiswa. Hal ini sangat bisa dimaklumi mengingat kesibukan dosen tidak hanya membimbing, melainkan ada tugas-tugas lain yang harus dilaksanakan secara berimbang. Secara spesifik, mahasiswa yang diwawancarai oleh peneliti menyatakan bahwa hambatan terbesar yang dialami saat menyusun Usulan Penelitian adalah ketika menentukan dan memastikan judul penelitian. Satu dari mahasiswa tersebut mengatakan, setelah dirinya mengajukan lima belas judul, barulah dosen pembimbing menyetujui judul Usulan Penelitiannya. Satu orang mahasiswa mengatakan revisi terbanyak terjadi saat mengerjakan Latar Belakang Masalah, yaitu sebanyak delapan kali sebelum akhirnya disetujui untuk melanjutkan ke bagian berikutnya. Sekitar 10% mahasiswa mengatakan paling lama saat

6 mengerjakan Kerangka Pikir. Berdasarkan fenomena di atas, tidak sedikit mahasiswa yang setelah melakukan bimbingan berulang-ulang tapi masih belum juga memperoleh persetujuan dari dosen pembimbingnya lalu menjadi malas dalam mengerjakan Usulan Penelitiannya itu. Mahasiswa perlu ulet dan bekerja keras, karena hanya mahasiswa yang uletlah yang akan mampu bertahan saat harus berulang-ulang melakukan revisi berdasarkan hasil umpan balik dari dosen pembimbing. Sebenarnya pihak Fakultas Psikologi Universitas X Bandung menyusun rangkaian kurikulum di atas dengan tujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mengerjakan skripsi, sehingga nantinya akan memperpendek masa studi mahasiswa, akan tetapi pada kenyataannya, tidak lebih dari 10% mahasiswa dari satu angkatan yang sama mampu menyelesaikan studinya tepat delapan semester. Selebihnya membutuhkan waktu lebih dari itu. Dalam menyelesaikan dan menghadapi tantangan yang ada, yaitu proses penyelesaian Usulan Penelitian Lanjutan, banyak faktor dalam diri mahasiswa yang akan turut menentukan. Faktor-faktor itu diantaranya adalah motivasi intrinsik, self-regulation, dan optimisme. Berdasarkan wawancara kepada mahasiswa yang sedang menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan diperoleh penjelasan bahwa pada umumnya mereka malas dan kurang termotivasi untuk menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan secara konsisten, karena merasa setelah melakukan proses bimbingan sekian lama masih belum juga memperoleh persetujuan dari dosen pembimbing. Sementara disisi lain, mahasiswa dihadapkan

7 pada deadline pengumpulan Usulan Penelitian sehingga terpikir tidaklah mungkin untuk mengejarnya, sehingga akan memperpanjangnya pada semester berikutnya. Di pihak lain, mahasiswa yang berhasil menuntaskan penyusunan Usulan Penelitian dalam satu semester secara sama menegaskan perlunya kegigihan dalam mengerjakan Usulan Penelitian, terutama tidak mengeluh, rajin melakukan bimbingan, konsisten memprioritaskan proses penyusunan Usulan Penelitian dibandingkan aktivitas lainnya, dan tetap optimistis. Ini berarti optimisme merupakan kunci kekuatan yang perlu tetap dipertahankan pada diri mahasiswa yang sedang menyelesaikan Usulan Penelitian termasuk Usulan Penelitian Lanjutan. Optimisme merujuk pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab dari suatu peristiwa baik dan buruk dalam kehidupannya (Seligman, 1990). Apabila dikaitkan dengan mahasiswa yang sedang menyusun Usulan Penelitian Lanjutan, maka mahasiswa bersangkutan dikatakan optimistis bila dirinya mampu menjelaskan pelbagai penolakan, revisi, dan umpan balik yang diterimanya sebagai bagian dari membangun dari proses penyelesaian usulan penelitian yang sedang dilakukanya, memandang kekeliruan-kekeliruan yang dibuatnya sehingga menimbulkan kritik dan feed back dari pembimbing sebagai sesuatu yang bersifat spesifik yaitu sebatas usulan penelitian yang sedang diselesaikannya, dan memandang keseluruhan rangkaian proses bimbingan usulan penelitian yang tidak ringan ini sebagai sesuatu yang mengggugah atau menantang untuk bekerja keras dan berusaha lebih baik. Sedangkan jika keadaannya berlawanan, yaitu feed

8 back dan revisi yang harus dikerjakan berulang-ulang sebagai sesuatu yang bersumber dari kelemahan sendiri, sehingga menyebabkan mahasiswa bersangkutan merasa dirinya tidak mampu bahkan tidak menggerakkannya untuk berbuat lebih baik, maka mahasiswa tersebut dapat dikatakan pesimistik. Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada 10 orang mahasiswa yang tengah menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan didapatkan penjelasan, bahwa kegagalan mengerjakan Usulan Penelitian dalam satu semester dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi rasa malas setelah mengalami penolakan berkali-kali, sebagaimana yang dirasakan oleh 70% mahasiswa yang diwawancarai. Sedangkan 30% sisanya menjawab masih disibukkan oleh beban mata kuliah lainnya, kurang memahami teori, dan sibuk mengerjakan hobi lainnya. Sedangkan hambatan eksternal yang paling dirasakan oleh 90% mahasiswa ini adalah sulitnya menyocokkan waktu dengan dosen pembimbing sehingga proses bimbingan seringkali terkendala oleh kegagalan dalam menyepakati waktu bimbingan. Sekitar 90% mahasiswa yang disurvai mengatakan bahwa keharusan mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan ternyata mempengaruhi kehidupan mereka, yaitu memperpanjang masa kuliah, merusak rencana-rencana masa depan yang pernah mereka susun, dimarahi oleh orangtua, dan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sementara itu 10% sisanya mengatakan keharusan untuk menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan ini tidak menimbulkan dampak apapun bagi kehidupannya. Terkait dengan langkah selanjutnya, keseluruhan mahasiswa

9 yang disurvai menyatakan akan berusaha lebih giat lagi di semester depan agar tidak memperpanjang lagi penyelesaian Usulan Penelitian. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat, bahwa pada dasarnya Usulan Penelitian Lanjutan yang harus ditempuh oleh para mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memberikan dampak optimisme yang beragam. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui secara empirik seperti apakah gambaran optimisme pada mahasiswa yang mengontrak Usulan Penelitian Lanjutan ini berdasarkan penelusuran dimensi-dimensi permanence, pervasiveness, dan personalization-nya. 1.2 Identifikasi Masalah Melalui penelitian ini ingin diketahui seperti apakah gambaran optimisme para mahasiswa yang sedang mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan di Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai explanatory style para mahasiswa yang sedang mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan di Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung.

10 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui explanatory style pada diri mahasiswa yang sedang mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan, khususnya dilihat dari dimensi-dimensi permanence, pervasiveness, dan personalization. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Memanfaatkan teori explanatory style dalam mengkaji keadaan yang melatarbelakangi mahasiswa yang mengontrak Usulan Penelitian Lanjutan guna memahami secara komprehensif setiap dimensi dari optimisme itu sendiri. 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Memberi informasi khususnya bagi para mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang mengontrak dan akan mengontrak Usulan Penelitian, tentang optimisme sehingga mereka dapat merancang kiat-kiat untuk mengerjakan Usulan Penelitian dengan lebih baik.

11 b. Memberikan gambaran bagi fakultas psikologi Universitas X di Bandung, khususnya bagi para dosen mengenai gambaran optimisme para mahasiswanya, sehingga dapat dilakukan tindak lanjut untuk meningkatkan performa para mahasiswa tersebut. c. Memberi informasi khususnya bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini atau sedang melakukan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.5 Kerangka Pemikiran Sudah merupakan kewajibannya, jika seorang mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikan Strata1 (S1), harus mengerjakan skripsi sebagai akhir dari rangkaian kurikulum yang harus diselesaikan. Pada Fakultas Psikologi, proses pengerjaan Skripsi tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu bab satu sampai dengan bab tiga menjadi bagian dari Usulan Penelitian; sedangkan bab empat dan lima menjadi bagian dari skripsi. Pada saat pengerjaan Usulan Penelitian, mahasiswa diwajibkan melakukan bimbingan individual dengan dua orang dosen pembimbing yang telah ditetapkan fakultas. Saat melakukan proses bimbingan tersebut, mahasiswa akan dihadapkan dengan pelbagai revisi sesuai umpan balik yang diberikan oleh dosen pembimbing hingga akhirnya Usulan Penelitian tersebut dipandang layak untuk diajukan ke tahap seminar.

12 Fenomena yang terjadi di fakultas Psikologi Universitas X ini adalah, sebagian besar mahasiswa tidak berhasil menyelesaikan Usulan Penelitian dalam kurun waktu satu semester sehingga mengharuskannya mengontrak Usulan Penelitian Lanjutan pada semester berikutnya. Agar dapat menyelesaikan Usulan Penelitiannya Lanjutan ini, maka dibutuhkan motivasi yang kuat. Selain motivasi yang kuat, mahasiswa penting juga mengembangkan beliefs bahwa dirinya akan dapat menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan. Melalui beliefs itulah, mahasiswa dapat kembali bangkit jika mengalami umpan balik untuk merevisi secara berulang-ulang bagian demi bagian dari usulan penelitian lanjutan yang tengah disusunnya berdasarkan masukan dari dosen pembimbing. Seligman (1990) menyatakan bahwa yang menentukan tinggi rendahnya optimisme pada diri seseorang adalah kebiasaannya dalam menjelaskan situasi yang terjadi pada dirinya, hal ini yang disebut sebagai explanatory style. Explanatory style ini lebih dari sekedar kata-kata atau keluhan yang diucapkan individu ketika menghadapi pelbagai peristiwa baik atau buruk yang menimpanya. Mahasiswa yang harus mengontrak Usulan Penelitian Lanjutan akan menjelaskan kegagalannya tersebut dengan explanatory style dirinya sendiri. Terdapat tiga dimensi dalam explanatory style yang menentukan apakah mahasiswa tersebut optimis atau pesimis, yaitu dimensi permanence, pervasiveness, dan personalization.

13 Dimensi yang pertama, permanence, merupakan penjelasan mahasiswa tentang jangka waktu berlangsungnya masalah yang sedang dihadapi. Penjelasan yang bersifat permanen terhadap kegagalan dan keharusan secara terus-menerus guna memperbaiki Usulan Penelitian Lanjutan yang tengah diselesaikannya itu akan menimbulkan ketidakberdayaan berkepanjangan, sedangkan penjelasan yang bersifat sementara akan menimbulkan daya tahan. Saat mengalami kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya, mahasiswa yang optimis menjelaskan kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya tersebut sebagai sesuatu yang bersifat sementara waktu (temporer) sehingga menggugahnya untuk meningkatkan kemampuan diri termasuk bersemangat untuk bangkit dari keterpurukan. Sebaliknya pada mahasiswa yang pesimis, kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya ini relatif akan terus menetap dan berubah menjadi keputusasaan sehingga mahasiswa ini akan terus-menerus merasakan ketidakberdayaan dalam jangka waktu yang relatif lama, dan memungkinkan mahasiswa ini akan menyerah atau menunda untuk melanjutkan Usulan Penelitian Lanjutan (Permanence Bad = PmB). Sedangkan saat mengalami keberhasilan dalam menyelesaikan bagianbagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya, mahasiswa yang optimis akan memberikan penjelasan atas kejadian baik yang dialaminya itu sebagai sesuatu yang bersifat permanen, yang didasari oleh kegigihan dan konsistensi dalam

14 mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan. Oleh karena itu, mahasiswa ini cenderung mengerahkan usaha yang lebih besar setelah berhasil menyelesaikan bagian demi bagian dari Usulan Penelitian Lanjutan yang sedang disusunnya. Sedangkan mahasiswa yang pesimis berpendapat bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya yang didapatkannya itu akan dimaknakan berlangsung sementara saja, sehingga walaupun nantinya mereka berhasil menyelesaikan bagian demi bagian dari Usulan Penelitian Lanjutan itu, tidak akan memacunya untuk mengerahkan usahanya kembali (Permanence Good = PmG). Dimensi kedua, yaitu pervasiveness, merupakan penjelasan mahasiswa tentang ruang lingkup masalah yang sedang dihadapi. Saat mengalami kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya, mahasiswa yang optimis akan memiliki penjelasan yang bersifat spesifik tentang keadaannya, yaitu bahwa kesulitan yang ada harus diatasi sehingga kegagalan tersebut tidak memengaruhi aspek-aspek kehidupan yang lain. Sebaliknya, mahasiswa yang pesimis merasa bahwa kegagalan dalam menyelesaikan bagianbagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya tersebut bersifat universal, sehingga merekapun akan memandang dirinya tidak berdaya mengatasi kesulitan dalam aspek-aspek kehidupannya yang lain (Pervasiveness Bad = PvB). Saat mengalami keberhasilan, mahasiswa yang optimis percaya bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan bagian-bagian dalam Usulan Penelitian Lanjutannya merupakan hasil kerja kerasnya sehingga secara tidak langsung akan

15 berdampak pada peluang keberhasilan dalam aspek kehidupan yang lain. Sedangkan pada mahasiswa pesimis, jika mereka merasakan keberhasilan dalam salah satu bagian yang diperbaiki dari Usulan Penelitian Lanjutan yang sedang dikerjakannya, maka mereka akan memaknakannya dengan menggunakan penjelasan spesifik, bahwa keberhasilan itu hanya terjadi pada bagian tertentu saja dari usulan penelitian lanjutan yang sedang diselesaikannya dan tidak mempengaruhi aspek kehidupan mereka yang lain. (Pervasiveness Good = PvG). Dimensi ketiga adalah personalization, yang terdiri atas internalization dan externalization, merupakan penjelasan mahasiswa mengenai siapa penyebab dari masalah yang sedang mereka hadapi. Ketika mahasiswa menghadapi keharusan untuk memperbaiki berkali-kali bagian-bagian dari Usulan Penelitian Lanjutan sebagaimana yang diumpanbalikkan oleh dosen pembimbing, maka terbuka kemungkinan untuk menyalahkan diri sendiri sebagai sumber kelemahan (internalisasi) atau menyalahkan orang lain (eksternalisasi) sebagai sumber kesulitan. Ketika mengalami kegagalan dalam mengerjakan bagian-bagian Usulan Penelitian Lanjutannya, mahasiswa yang optimis akan menyalahkan pihak eksternal, misalnya dosen pembimbing sulit ditemui atau teman-teman dan keluarga yang kurang mendukung mereka (Personalization Bad - External = PsB - External). Sedangkan mahasiswa yang pesimis akan menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalannya itu dan akan berpikir bahwa diri mereka tidak berharga dan tidak berbakat (Personalization Bad - Internal = PsB - Internal).

16 Ketika mengalami keberhasilan dalam meyelesaikan bagian-bagian dari Usulan Penelitian Lanjutan yang sedang dikerjakannya, maka mahasiswa yang optimis akan memandang keberhasilan itu sebagai hasil kerja keras dan kegigihannya karena pada dasarnya dirinya memiliki kapasitas kemampuan memadai untuk menyelesaikan Usulan Penelitian Lanjutan tersebut (Personalization Good - Internal = PsG - Internal). Sedangkan pada mahasiswa yang pesimis, keberhasilan menyelesaikan salah satu bagian dari Usulan Penelitian Lanjutannya dianggap dikarenakan faktor eksternal, misalnya karena dosen pembimbing mudah ditemui dan secara konsisten berkomitmen tinggi untuk menyediakan waktu bimbingan secara teratur, selain karena memperoleh dukungan dan keluarga dan teman-teman (Personalization Good - External = PsG - External). Ketiga dimensi dalam explanatory style pada individu, termasuk mahasiswa yang sedang menempuh Usulan Penelitian Lanjutan, sudah terbentuk sejak masa anak-anak, dan cenderung menetap seumur hidupnya (Seligman, 1995 : 52). Ketiga dimensi dalam explanatory style tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu explanatory style significant person, kritik orang dewasa, dan krisis yang dialami saat masa anak-anak (Seligman, 1990). Faktor yang pertama dan paling utama adalah explanatory style dari significant person mahasiswa tersebut saat mereka masih anak-anak. Dalam kebanyakan kasus, significant person adalah ibu. Menurut Seligman (1990), optimisme degree dari significant person tidak akan jauh berbeda dari optimisme

17 degree individu tersebut. Seorang individu (anak) akan belajar dari perkataan dan perbuatan significant person. Karena perkataan dan perbuatan significant person didengar dan dilihat berulang-ulang, maka hal tersebut akan mempengaruhi explanatory style anak saat dewasa. Apabila anak sering mendengar significant personnya mengomentari hal baik yang terjadi pada diri significant person tersebut sebagai sesuatu yang akan berlangsung selamanya (dimensi permanence), mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan menganggapnya sebagai kemampuan dari dirinya sendiri (dimensi personalization); maka mahasiswa tersebut akan membentuk pola demikian sebagai pola explanatory stylenya. Sebagai contoh, jika saat masih anak-anak dan ibunya memaknai hal baik yg menimpanya sebagai sesuatu yang akan berlangsung selamanya, mempengaruhi aspek kehidupan yang lain, dan menganggapnya sebagai kemampuan dari dirinya sendiri; maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang opsimis. Sebaliknya jika anak sering mendengar bahwa significant personnya mengomentari hal baik yang terjadi pada diri significant person tersebut sebagai sesuatu yang sesekali terjadi (dimensi permanence), spesifik pada kejadian yang berlangsung (dimensi pervasiveness), dan merupakan bantuan dari pihak luar (dimensi personalization); maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya. Sebagai contoh, jika saat masih anakanak dan ibunya mengalami hal baik yg menimpanya sebagai sesuatu yang hanya

18 sesekali terjadi, spesifik pada kejadian yang berlangsung, dan merupakan bantuan dari pihak luar; maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang pesimis. Apabila anak sering mendengar bahwa significant personnya mengomentari hal buruk yang terjadi pada diri significant person tersebut sebagai sesuatu yang sesekali terjadi (dimensi permanence), spesifik pada kejadian yang berlangsung (dimensi pervasiveness), dan bukan selalu merupakan akibat dari kesalahannya (dimensi personalization); maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya. Sebagai contoh, jika saat masih anak-anak dan ibunya mengalami hal buruk yg menimpanya sebagai sesuatu yang hanya sesekali terjadi, spesifik pada kejadian yang berlangsung, dan bukan selalu merupakan akibat dari kesalahannya; maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang optimis. Sebaliknya, jika anak sering mendengar significant personnya mengomentari hal buruk yang terjadi pada diri significant person tersebut sebagai sesuatu yang akan berlangsung selamanya (dimensi permanence), ikut merusak aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan menganggapnya sebagai kesalahan dari dirinya sendiri (dimensi personalization); maka mahasiswa tersebut akan membentuk pola demikian sebagai pola explanatory stylenya. Sebagai contoh, jika saat masih anak-anak dan ibunya mengalami hal buruk yg

19 menimpanya sebagai sesuatu yang akan berlangsung selamanya, ikut merusak aspek kehidupan yang lain, dan menganggapnya sebagai kesalahan dari dirinya sendiri; maka mahasiswa tersebut akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang pesimis. Faktor kedua adalah kritik yang diterima anak dari orang dewasa yang ada di sekitar anak tersebut. Anak cenderung mempercayai kritik yang mereka dengar dari orang dewasa dan bagaimana cara orang dewasa memberikan kritikan itu pada dirinya. Hal ini membentuk explanatory style bagi anak tersebut. Apabila orang dewasa di sekitar mereka mengatakan bahwa keberhasilan mereka itu bersifat menetap (dimensi permanence), mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan merupakan kemampuan dari dirinya sendiri (dimensi personalization); maka mereka akan mempercayai hal tersebut sampai mereka dewasa dan akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang optimis. Sebaliknya ika orang dewasa di sekitar mereka mengatakan bahwa keberhasilan mereka itu bersifat sementara (dimensi permanence), tidak mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan merupakan bantuan dari pihak luar (dimensi personalization); maka mereka akan mempercayai hal tersebut sampai mereka dewasa dan akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang pesimis.

20 Apabila orang dewasa di sekitar mereka mengatakan bahwa kegagalan mereka itu bersifat sementara (dimensi permanence), tidak mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan dikarenakan kelalaian pihak luar (dimensi personalization); maka mereka akan mempercayai hal tersebut sampai mereka dewasa dan akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang optimis. Sebaliknya jika orang dewasa di sekitar mereka mengatakan bahwa kegagalan mereka itu bersifat menetap (dimensi permanence), akan mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness), dan merupakan kelalaian dirinya sendiri (dimensi personalization); maka mereka akan mempercayai hal tersebut sampai mereka dewasa dan akan menciptakan pola yang serupa sebagai pola explanatory stylenya yang memungkinkan dirinya terbentuk sebagai mahasiswa yang pesimis. Faktor yang terakhir adalah krisis yang dialami anak pada masa kanakkanak. Krisis-krisis yang dialami seorang anak dan mempunyai dampak pada kehidupan mereka misalnya peristiwa kehilangan orangtua disaat mereka masih kecil dan masih bergantung pada orangtua mereka. Kehilangan seperti ini sifatnya menetap, karena orangtua yang sudah meninggal tidak mungkin hidup lagi dan mengubah seluruh aspek kehidupan anak kembali. Anak yang mengalami krisis pada masa kanak-kanak dan berhasil melewati krisis tersebut, akan percaya bahwa kejadian buruk yang menimpanya hanya bersifat sementara (dimensi permanence), dan dapat diubah sehingga tidak

21 mempengaruhi area kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness). Sedangkan anak yang mengalami krisis pada masa kanak-kanaknya dan tidak berhasil mengatasinya, sehingga masih merasakan dampaknya walaupun krisis itu sudah berlalu akan membentuk pola bahwa kejadian buruk yang menimpanya bersifat permanen (dimensi permanence), dan tidak dapat diubah sehingga akan mempengaruhi aspek kehidupan yang lain (dimensi pervasiveness). Dipengaruhi ketiga faktor itulah, explanatory style seorang anak terbentuk. Explanatory style tidak akan mempengaruhi bagaimana mahasiswa tersebut saat melakukan bimbingan dengan dosen pembimbingnya, akan tetapi explanatory style menentukan perilaku mahasiswa tersebut, apakah mereka langsung menyerah atau tetap berusaha menyelesaikannya, walaupun telah gagal menyelesaikan Usulan Penelitian dalam satu semester dan diminta untuk memberikan revisi berulang-ulang.

22 Dimensi-dimensi explanatory style : Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X Bandung yang gagal mengerjakan UP dalam satu semester Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat optimisme : 1. Explanatory style significant person, 2. Kritik orang dewasa, 3. Krisis yang dialami saat anakanak. 1. Permanence : belief mahasiswa dalam menjelaskan menetap atau tidaknya keberhasilan dan kegagalan yang terjadi saat mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan. 2. Pervasiveness : belief mahasiswa dalam menjelaskan ruang lingkup keberhasilan dan kegagalan yang terjadi saat mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan. 3. Personalization : belief mahasiswa dalam menjelaskan faktor di balik keberhasilan dan kegagalan yang terjadi saat mengerjakan Usulan Penelitian Lanjutan.

23 1.6 Asumsi 1. Mahasiswa yang sedang mengerjakan usulan penelitian lanjutan memerlukan optimisme untuk menuntaskan tugasnya. 2. Optimisme diperlukan agar mahasiswa tetap dapat mempertahankan konsistensi dan semangatnya untuk menyelesaikan usulan penelitian lanjutan. 3. Perbedaan antara mahasiswa yang optimis dengan mahasiswa yang pesimis dalam menyelesaikan usulan penelitian lanjutan, akan tercermin melalui pandangan dan penilaiannya atas keberhasilan atau kegagalan dalam menjalani proses bimbingan. 4. Mahasiswa yang optimis akan menilai keberhasilan dalam menyelesaikan bagian-bagian dari usulan penelitian lanjutannya sebagai sesuatu yang sifatnya menetap, dapat mempengaruhi aspek kehidupan yang lain, dan merupakan hasil kerja kerasnya. 5. Mahasiswa yang optimis akan menilai kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dari usulan penelitian lanjutannya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, tidak mempengaruhi aspek kehidupan yang lain, dan memang merupakan kesalahannya. 6. Mahasiswa yang pesimis akan menilai keberhasilan dalam menyelesaikan bagian-bagian dari usulan penelitian lanjutannya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, tidak mempengaruhi aspek kehidupan yang lain, dan merupakan bantuan dari pihak luar.

24 7. Mahasiswa yang pesimis akan menilai kegagalan dalam menyelesaikan bagian-bagian dari usulan penelitian lanjutannya sebagai sesuatu yang sifatnya menetap, mempengaruhi aspek kehidupan yang lain, dan dikarenakan hambatan pihak luar.