III. METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas dan mengalir dari bagian selatan kaki Gunung Slamet di Desa Pajerukan bertemu menjadi satu dengan Sungai Klawing serta bermuara di Sungai Serayu. Secara geografis terletak antara 7 o 12 30 LS sampai 7 o 21 31 LS dan 109 o 12'31" BT sampai 109 o 19 10 BT, dengan ketinggian 24 m 810 m di atas permukaan laut. Sungai Pelus memiliki panjang ±28 km dan melalui wilayahwilayah antara lain, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Baturraden, Kecamatan Purwokerto Utara, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Kembaran, Kecamatan Sokaraja, dan Kecamatan Kalibagor (Gambar 3.1). Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 3.1. Peta Sungai Pelus Kabupaten Banyumas (Balai PSDA) Keterangan: Stasiun 1 : Telaga Sunyi Stasiun 2 : Desa Pandak Stasiun 3 : Desa Ledug Stasiun 4 : Desa Sokaraja Stasiun 5 : Desa Pajerukan Stasiun V 7
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sungai Pelus Kabupaten Banyumas, analisis fisika-kimia di Laboratorium Lingkungan, dan pengamatan serta identifikasi sampel makrozoobentos di Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman mulai bulan Maret hingga Agustus 2014. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Variabel yang digunakan adalah variabel bebas berupa faktor kimia-fisika dan variabel tergantungnya adalah kelimpahan, dominansi dan keanekaragaman makrozoobentos. Parameter yang digunakan adalah parameter utama dan parameter pendukung. Parameter utamaberupa jumlah dan jenis individu makrozoobentos, serta parameter pendukungnya yakni suhu, kedalaman, substrat dasar, arus, TSS, TDS, DO, CO 2 bebas, BOD, COD dan amonia.pengambilan sampel dilakukan pada 5 stasiun penelitian yang ditentukan berdasarkan rona lingkungan yang berbeda (Tabel 3.1). Setiap stasiun diulang sebanyak tiga kali dengan interval waktu 2 minggu. Setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel pada 3 titik, yaitu daerah tepi kiri, tengah dan tepi kanan di komposit. Tabel 3.1.Stasiun Pengambilan Sampel Stasiun Koordinat Keterangan I. Telaga Sunyi, Kecamatan Baturraden II. Desa Pandak, Kecamatan Baturraden III. Desa Ledug, Kecamatan Kembaran IV. Kelurahan Sokaraja, Kecamatan Sokaraja V. Desa Pajerukan, Kecamatan Kalibagor 07 o 18 29. 0 LS dan 109 o 14 30. 1 BT 07 o 23 38. 5 LS dan 109 o 14 54.2 BT 8 Merupakan daerah hulu sungai dengan kondisi lingkungan sekitar berupa hutan. Kondisi lingkungan sekitar berupa pemukiman penduduk, persawahan, perikanan dan peternakan. 07 o 24 59. 8 LS dan 109 o 15 Kondisi lingkungan sekitar berupa 58.3 pemukiman penduduk, persawahan BT dan industri rumah tangga. 07 o 28 08. 4 LS dan 109 o 18 13. 8 BT 07 o 28 33. 1 LS dan 109 o 19 03. 6 BT Kondisi lingkungan sekitar berupa pemukiman penduduk, persawahan, perkotaan dan industri rumah tangga. Kondisi lingkungan sekitar berupa pemukiman penduduk, persawahan dan MCK.
D. Cara Kerja 1. Pengambilan Sampel Air 1. Pengambilan sampel air untuk DO, CO 2 bebas dan BOD menggunakan metode botol Winkler. Pengukuran DO dan CO 2 bebas dilakukan secara insitu (lapangan), dan pengukuran BOD dilakukan secara eksitu di Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. 2. Pengambilan sampel air untuk pengukuran COD, TSS, TDS menggunakan dirigen. Setelah sampel air diambil, dirigen yang berisi air sampel diletakkan di dalam cool box, yang selanjutnya akan dianalisis di Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. 2. Pengambilan dan Pengawetan Sampel Makrozoobentos Sampel makrozoobentos diambil menggunakan jala surber berukuran 30 x 30 cm. Untuk mengambil sampel makrozoobentos, jala surber diletakan di dasar sungai dengan posisi melawan arus. Kemudian substrat dasar di dalam bingkai (ukuran 30 x 30 cm) jala surber diaduk-aduk agar makrozoobentos yang terdapat pada substrat masuk ke dalamnya. Substrat dan makrozoobentos dipisahkan dengan cara menyaring substrat menggunakan saringan bertingkat. Sampel makrozoobentos yang didapat diawetkan dengan alkohol 70% dalam plastik sampel berlabel. 3. Identifikasi Sampel Makrozoobentos Sampel makrozoobentos yang telah diawetkan kemudian diamati dengan menggunakan alat bantu mikroskop stereo, selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi dari Marwoto et al. (2011), Robba et al. (2003), Burch (1989), Edmondson (1959), APHA (1992) dan Clarke (1981). 4. Pengukuran Parameter Fisika Perairan 4.1 Pengukuran Suhu (Metode Pemuaian APHA (1992)) Pengukuran suhu menggunakan termometer. Sebelum mengukur suhu air sebaiknya diukur pula suhu udara sebagai pembanding. Waktu pengukuran dicatat. Suhu udara diukur dengan menggunakan termometer. Suhu air diukur dilakukan dengan cara termometer Celcius dicelupkan ke dalam perairan sekitar satu menit, setelah angkanya konstan, kemudian dibaca skalanya dan dicatat. 9
4.2 Pengukuran Kedalaman Kedalaman diukur menggunakan alat depth sounder. Bagian ujung depan depth sounder ditempelkan ke permukaan air, lalu tekan tombol on, angka yang nampak menunjukkan kedalaman perairan dicatat. 4.3 Substrat Dasar Pengamatan substrat dasar dilakukan secara insitu dan secara visual, dengan asumsi presentasi perbandingan substrat. 4.4 Mengukur Kecepatan Arus Kecepatan arus diukur menggunakan metode pelampung, yakni bola pelampung diikat dengan tali sepanjang 10 m, kemudian dihanyutkan ke sungai. Waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 10 m dihitung dengan menggunakan stopwatch, kemudian dicatat. 4.5 Mengukur TSS (Total Suspended Solid) (Metode SNI 06-6989.26 : 2004) Air sampel disaring menggunakan kertas Whattman no. 1. Kertas milipore dibilas dengan akuades, kemudin dioven pada suhu 105 C selama 1 jam, lalu dinginkan dengan desikator kabinet selama 15 menit. Kertas milipore tersebut ditimbang sebagai berat awal (x). Ambil air sampel yang telah disaring dengan kertas Whattman no. 1, kemudian disaring dengan kertas milipore yang telah ditimbang tersebut. Filtrat yang tersaring beserta kertas milipore tersebut dioven selama 1 jam pada suhu 105 C. Masukkan ke dalam desikator kabinet selama 15 menit. Kertas milipore ditimbang sebagai berat akhir (y). Besarnya TSS dihitung dengan rumus berikut. TSS = mg.l -1 (3-1) Y = berat kertas saring + zat tersuspensi X = berat kertas saring awal 10
4.6 Mengukur TDS (Total Disolved Solid) (Metode SNI 06-6989. 27 : 2005) Kertas milipore dan cawan porselin dibilas dengan akuades, kemudian dioven pada suhu 180 C selama 1 jam, lalu dinginkan dengan desikator kabinet selama 15 menit. Kertas milipore dan cawan porselin tersebut ditimbang, berat cawan porselen sebagai berat awal (x). Ambil air sampel kemudian disaring dengan kertas milipore yang telah ditimbang. Air yang lolos saringan dituang ke cawan porselin sebanyak 30 ml. Cawan porselin dioven pada suhu 108 C selama 24 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang sebagai berat akhir (y). TDS ditentukan dengan rumus sebagai berikut: TDS = mg.l -1 (3-2) Y = berat cawan porselin + residu X = berat cawan porselin 5. Pengukuran Parameter Kimiawi Perairan 5.1 Mengukur ph (Metode Alaerts dan Santika (1987)) Kertas indikator ph diambil satu lembar dan dicelupkan ke dalam air sungai. Perubahan warna yang terjadi pada kertas ph dicocokkan dengan warna standar pada kemasan dan catat hasilnya. 5.2 Mengukur Oksigen Terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) (Metode SNI 06-6989. 14 : 2004). Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml MnSO 4 dan 1 ml KOH-KI menggunakan pipet seukuran ke dalam botol Winkler, botol ditutup kembali. Botol dikocok perlahan sampai larutan MnSO 4 dan KOH-KI homogen dengan air sampel. Setelah itu didiamkan 2 menit sampai timbul endapan berwarna coklat. H 2 SO 4 pekat ditambahkan sebanyak 1 ml dengan pipet seukuran dan botol ditutup kembali. Botol dikocok perlahan atau dibolak-balik hingga semua endapan menjadi larut dan berwarna coklat kekuningan. Seratus ml diambil dengan menggunakan gelas ukur dan tuang ke dalam Erlenmeyer. Indikator 11
amilum ditambahkan 3-5 tetes hingga berwarna biru tua, lalu dengan Na 2 S 2 O 3 0,025 N dititrasi hingga warna biru tersebut hilang/jernih. Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukkan ke dalam rumus untuk menghitung kadar oksigen terlarut. DO = x p x q x 8 mg.l -1 (3-3) p = jumlah Na 2 S 2 O 3 0,025 N yang digunakan dalam titrasi (ml) q = normalitas larutan (0,025 N) 8 = bobot setara dengan O 2 5.3 Mengukur Karbondioksida Bebas (Metode Titrimetri dari Wetzel dan likens (1992)) Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml, kemudian 100 ml sampel air dalam botol Winkler diambil menggunakan gelas ukur dan dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer. Indikator PP sebanyak 3-5 tetes ditambahkan (jika berubah warna menjadi pink berarti CO 2 tidak terdeteksi karena kadar yang terlalu kecil sehingga tidak perlu dititrasi). Kemudian dititrasi menggunakan Na 2 CO 3 0,01 N. sampai larutan berubah warna menjadi pink. Jumlah titran yang digunakan dicatat, dimasukkan dalam rumus untuk menghitung kadar CO 2 bebas. Kadar CO 2 bebas = mg.l -1 (3-4) p = jumlah Na 2 CO 3 0,01 N yang digunakan dalam titrasi (ml) q = normalitas larutan (0,01 N) 22 = bobot setara dengan CO 2 5.4 BOD 5 (Metode SNI 06-2503 : 1991) Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml, kemudian diencerkan dengan tingkat pengenceran 1 : 1. Air pengencer terdiri dari larutan FeCl 3, CaCl 2, buffer fosfat dan MgSO 4 masing-masing 1 ml tiap liter air pengencer. Sampel yang telah diencerkan dimasukkan dalam 2 botol Winkler volume 250 ml. Botol Winkler pertama diperiksa kandungan oksigennya yang dinyatakan sebagai DO 0 hari, sedangkan 12
botol Winkler kedua diperiksa setelah 5 hari dan dinyatakan sebagai DO 5 hari. Blanko digunakan akuades dengan perlakuan sama seperti cara kerja untuk air sampel. Kandungan BOD dihitung dengan persamaan : (3-5) X 0 = kandungan O 2 terlarut sampel hari ke-0 X 5 = kandungan O 2 terlarut sampel hari ke-5 B 0 = kandungan O 2 terlarut blanko hari ke-0 B 2 = kandungan O 2 terlarut blanko hari ke-5 P = faktor pengenceran 5.5 Mengukur COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode SNI 06-6989. 15 : 2004) Sampel air dan blanko berupa akuades sebanyak 10 ml, dituangkan ke dalam Erlenmeyer berasah, lalu ditambahkan 5 ml larutan K 2 Cr 2 O 7 0,25 N dan dikocok secara perlahan hingga homogen dan setelah itu dimasukkan 4 buah batu didih. Sampel tersebut ditambahkan 15 ml H 2 SO 4 pekat. Setelah itu ditempatkan di kondensor dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 365 C.Setelah 2 jam, kondensor dimatikan dan sampel ditunggu hingga dingin. Setelah dingin sampel diencerkan hingga 100 ml menggunakan akuades dan diteteskan indikator feroin sebanyak 4 tetes. Sampel dititrasi dengan larutan FAS (Fero Amonium Sulfat) sampai warna hijau-biru menjadi warna merah bata. Pemberian larutan dan titrasi pada blanko dilakukan dengan cara yang sama. Jumlah titran dicatat, dan dimasukkan dalam rumus sebagai berikut. Kandungan COD = (3-6) a = ml FAS yang digunakan pada titrasi blanko b = ml FAS yang digunakan pada titrasi sampel N = normalitas larutan FAS 13
5.6 Mengukur Amonia (Metode SNI 06-2479 : 1991) Sampel air sebanyak 50 ml dipindahkan ke dalam tabung Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 1 ml larutan ZnSO 4, dihomogenkan. Kemudian ditambahkan NaOH 6 N sampai timbul endapan putih. Sampel disaring menggunakan kertas Whattman no. 1, lalu ditambahkan 1-2 tetes reagen EDTA dan dihomogenkan. Sampel yang telah ditambahkan EDTA dipindahkan dalam tabung Erlenmeyer 50 ml dan ditambahkan regen Nessler, kemudian dihomogenkan, diamkan selama 10 menit. Setelah itu untuk mengetahui absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 nm. E. Metode Analisis Semua data yang terkumpul akan dianalisis. Data yang diperoleh berupa kelimpahan, kelimpahan relatif, dominansi, keanekaragaman makrozoobentos serta nilai pengukuran parameter fisika dan parameter kimia yang dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dilakukan interpretasi. 1. Kelimpahan Kelimpahan makrozoobentos dihitung berdasarkan jumlah individu persatuan luas (ind.m -2 ) menurut Odum (1971) dengan rumus perhitungan sebagai berikut: K = (3-7) K = indeks kelimpahan jenis (ind.m -2 ) a = luas bingkai jala surber (cm 2 ) b = jumlah total individu makrozoobenthos yang tertangkap (ind) 2. Kelimpahan Relatif (KR) Kelimpahan relatif merupakan kelimpahan jenis makrozoobentos ke-i dengan jumlah total seluruh jenis makrozoobentos, dapat dirumuskan sebagai berikut: KR = ( ) (3-8) 14
KR = kelimpahan relatif ni = jumlah spesies ke-i N = jumlah total individu 3. Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan makrozoobentos secara matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman populasi dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman menurut Odum (1971) adalah: (3-9) H = indeks keanekaragaman pi = perbandingan individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis (ni/n) Kategori nilai indeks Shannon-Wiener menurut Wilhm & Dorris dalam Dahuri et al. (1987) dalam Suwondo et al.,(2004), mempunyai kisaran nilai tertentu yaitu : H < 1 : keanekaragaman rendah 1 <H < 3 : keanekaragaman sedang H > 3 : keanekaragaman tinggi Nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh, dibandingkan dengan status perairan dilihat dari nilai indeks keanekaragaman menurut Lee et al. (1978) dalam Simbolon (2012) untuk menentukan tingkat keanekaragaman makrozoobentos yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Data yang diperoleh disajikan dalam tabel dan dilakukan interpretasi. Tabel 3.2. Status Pencemaran Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Nilai Indeks Status Perairan Keanekaragaman >3 Tidak tercemar 2,0 > 3,0 Tercemar sangat ringan 1,6 > 2,0 Tercemar ringan 1,0 > 1,5 Tercemar sedang < 1 Tercemar berat 15
4. Indeks Dominansi (Odum, 1971) Untuk melihat ada tidaknya dominansi oleh jenis tertentu pada makrozoobentos maka digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1971) yang dihitung dengan menggunakan persamaan: ( ) (3-10) Keterangan: C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu tiap jenis N = Jumlah total individu Dengan kategori indeks dominansi : C mendekati 0 ( C < 0,5) = tidak ada jenis yang mendominansi C mendekati 1 ( C > 0,5) = ada jenis yang mendominansi 16
F. Bagan Alir Penelitian Survei Penentuan Stasiun Penelitian Pengambilan Sampel Air dan Makrozoobentos Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V Parameter Kimia Parameter Fisika Parameter Biologi (Makrozoobentos) ph DO CO 2 bebas COD BOD Amonia Suhu Kedalaman Penetrasi Cahaya TSS TDS Kecepatan Arus Subsrat Dasar Kelimpahan Dominansi Keanekaragaman Analisis Data 1. Kualitas fisika-kimia perairan Sungai Pelus Kabupaten Banyumas. 2. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Sungai Pelus Kabupaten Banyumas. 3. Kualitas perairan Sungai Pelus Kabupaten Banyumas berdasarkan keanekaragaman makrozoobentos. 17