IMPLEMENTASI PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) MENJADI PAJAK DAERAH DI KOTA BANJARMASIN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengelompokan, mencapai tujuan, penugasan orang-orang dengan. terhadap setiap individu untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Transkripsi:

295 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 IMPLEMENTASI PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) MENJADI PAJAK DAERAH DI KOTA BANJARMASIN TOMY HARIADI Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriftif. Sumber data yang digunakan adalah person, place, dan paper dengan klasifikasi data berupa data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, teknik dokumentasi, dan teknik observasi. Teknik analisis data menggunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Secara umum implementasi pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin telah berjalan dengan lancar dan baik. Peraturan daerah dan peraturan pelaksana terkait dengan proses pemungutan PBB-P2 telah diterbitkan walaupun belum semuanya rampung diselesaikan pada awal masa pengalihan. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah kapasitas sumber daya manusia (SDM) pelaksananya dan sarana dan prasarana pendukungnya. Terdapat korelasi antar variabel-variabel pada implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin. Variabel-variabel tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik. Keempat variabel tersebut, yaitu kebijakan yang diidealkan (idealised policy), kelompok sasaran (target groups), unsur pelaksana (implementing organization), dan environment factor (unsur-unsur lingkungan). Korelasi antar variabel tersebut diharapkan sesuai kondisi yang diinginkan dalam perumusan kebijakan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah di Kota Banjarmasin, yaitu proses pengalihan PBB-P2 berjalan dengan smooth dengan cost yang minim, stabilitas penerimaan PBB-P2 tetap terjaga dengan tingkat deviasi yang dapat diterima, dan wajib pajak tidak merasakan adanya penurunan kualitas pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin, yaitu sumber daya manusia (SDM) pelaksananya, anggaran pelaksanaan pengalihan, peralatan yang mendukung, organisasi dan manajemen. Kata Kunci : Implementasi, Desentralisasi Fiskal, Pajak Daerah 1. Latar Belakang Pengalihan Pajak Bumi dan (PBB-P2) dari pajak pusat menjadi pajak daerah merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, karena disamping memiliki justifikasi teknis, pengalihan Pajak Bumi dan (PBB-P2) menjadi pajak daerah diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah satu sarana untuk peningkatan kualitas belanja daerah (local spending quality). Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Kehadiran UU PDRD akan menggantikan UU PDRD yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

296 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak pusat yang dialihkan menjadi Pajak Daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaaan dan Perkotaan (PBB-P2). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan telah menetapkan bahwa PBB tergolong sebagai pajak pusat. Walaupun berstatus sebagai pajak pusat, penerimaan pajak tersebut diserahkan kepada daerah kabupaten/kota melalui dana bagi hasil pajak. 2. Rumusan Masalah Rumusan penelitian ini adalah bagaimana implementasi pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin? dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin. 4. Tinjauan Pustaka Definisi Desentralisasi Konsep desentralisasi yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan implikasi yang sangat mendasar terutama menyangkut kebijakan fiskal dan kebijakan administrasi negara. Rondinelli dan Cheema (1983), mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer perencanaan, pengambilan keputusan dan atau kewenangan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi pusat di daerah, unit administrasi lokal, organisasi semi otonomi dan parastatal (perusahaan), pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah. Perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan sentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintahan lokal). Desentralisasi Fiskal Dalam kaitannya dengan fiskal, Waluyo (2007,3) mengungkapkan bahwa desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Pendapat ini bersesuaian dengan prinsip yang dianut pemerintah dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, yakni money follows function yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masingmasing tingkat pemerintahan. Selain itu desentralisasi fiskal adalah salah satu kebijakan pemerintah pusat yang mempunyai prinsip dan tujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance), meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional, tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil; mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Disamping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan kewenangan memungut pajak daerah dan retribusi daerah (local taxing power). Kebijakan transfer ke daerah, terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus. Adapun Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang

297 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 merupakan komponen terbesar dari dana transfer ke daerah. Konsep Implementasi Kebijakan Publik Secara etimologis, dalam kamus Webster implementasi berasal dari kata to implement mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu (to provide the means for carrying out), menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (to give practical effect to). Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat yang dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Mazmanian dan Sebastier dalam Wahab (2001:68) mendefinisikan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari bahasa inggris policy. Carl Friedrich (1963) dalam Wibawa (2010:2) menyebutkan Kebijakan adalah arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan atau kesempatankesempatan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu. Sedangkan Thomas R. Dye (1971) dalam Wibawa (2010:02) menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Hal ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan bermasyarakat, karena tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Beberapa ahli membagi proses penyusunan kebijakan dalam beberapa tahap. Salah satu ahli politik yang membagi proses penyusunan kebijakan tersebut adalah William Dunn (1999), yaitu : Tahap Penyusunan Agenda; Tahap Formulasi Kebijakan; Tahap Adopsi Kebijakan; Tahap Implementasi Kebijakan; dan Tahap Evaluasi Kebijakan. Konsep Implementasi Kebiajakan Dalam kamus Webster sebagaimana yang dikutip Abdul Wahab (1997) dirumuskan secara pendek bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekusi, atau Dekrit Presiden). Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno (2012:102), menjelaskan pula bahwa implementasi kebijakan adalah Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersamasama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan akan lebih mudah dipahami apabila menggunakan suatu model atau kerangka pemikiran tertentu. Suatu model akan memberikan gambaran kepada kita secara bulat lengkap mengenai sesuatu objek, situasi, atau proses. Model yang digunakan penulis adalah model proses atau alur Smith (Quade dalam Luankali (2007:142)) proses implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan. Keempat variabel dalam implementasi kebijakan tersebut, yaitu: Kebijakan yang diidealkan (idealised policy), yakni pola-pola interaksi ideal yang telah mereka definisikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan; Kelompok sasaran (target groups), yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan; Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan; Environment factor, yakni unsur-unsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

298 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 Pengertian Pajak Soemitro (1977) mendefinisikan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar penggeluaran umum (lihat Mardiasmo, 2003:1). Sedangkan Rochmad Sumitro (1979:23) merumuskan pengertian pajak sebagai berikut Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Sudah sejak dahulu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi salah satu sumber utama penerimaan daerah. Hal ini dikarenakan meskipun PBB adalah penerimaan pajak pusat namun keseluruhan hasilnya diserahkan kepada daerah. Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan PBB tersebut selama ini dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagian daerah dari dana bagi hasil pajak. Menurut B.N. Marbun (2005:174) dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibagikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. B.N. Marbun (2005:174-175) menjelaskan bahwa salah satu sumber dana bagi hasil adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana persentase dana bagi hasil tersebut adalah 90% untuk daerah dan 10% untuk pusat. B.N. Marbun (2005:175) menyatakan bahwa adapun dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebesar 90% dibagi lagi sebagai berikut : 16,2% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas-kas daerah Provinsi; 64,8% untuk daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas daerah Kabupaten dan Kota; dan 9% untuk biaya pemungutan. Akhmad Makhfatih dan Chairul Agus Saptono (2010:148) mendefinisikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Selanjutnya Akhmad Makhfatih dan Chairul Agus Saptono (2010:148-149) menjabarkan apa yang dimaksud dengan pengertian bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan Akhmad Makhfatih dan Chairul Agus Saptono (2010:149) menjelaskan pengetian bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Pengertian Pajak Daerah Konsep pajak daerah tidak berbeda dengan konsep pajak negara. Perbedaannya hanya jenis pajak, cakupan fungsi, dan tingkatan pemerintah yang mengelolanya. Menurut Akhmad Makhfatih dan Chairul Agus Saptono (2010:37) pajak daerah adalah pungutan kepada masyarakat, yang menjadi hak prerogatif pemerintah daerah, tanpa ada kontraprestasi secara langsung. Marihot P. Siahaan (2008:10) menjelaskan yang dimaksud dengan Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Selain itu Rochmad Sumitro (1979:29) merumuskan pajak daerah atau pajak lokal ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti Provinsi, Kota maupun Kabupaten. Sedangkan menurut Siagian merumuskan pajak daerah sebagai pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah dengan Undang-Undang.

299 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 5. Metode Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriftif dan desain penelitian induktif. Penelitian ini dilaksanakan di Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan. Sumber data yang digunakan adalah person, place, dan paper dengan klasifikasi data berupa data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, teknik dokumentasi, dan teknik observasi. Teknik analisis data menggunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. 6. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Implementasi Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi Pajak Daerah di Kota Banjarmasin Implementasi pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin akan lebih mudah dipahami apabila menggunakan suatu model atau kerangka pemikiran tertentu. Komponen-komponen apa saja yang terdapat pada objek, situasi atau proses dalam pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin, akan penulis bahas dengan menggunakan model implementasi kebijakan model proses atau alur Smith. Terdapat korelasi antar variabelvariabel pada implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin. Variabel-variabel tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik. Keempat variabel tersebut, yaitu kebijakan yang diidealkan (idealised policy), kelompok sasaran (target groups), unsur pelaksana (implementing organization), dan environment factor (unsur-unsur lingkungan). Korelasi antar variabel tersebut diharapkan sesuai kondisi yang diinginkan dalam perumusan kebijakan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah di Kota Banjarmasin, yaitu proses pengalihan PBB-P2 berjalan dengan smooth dengan cost yang minim, stabilitas penerimaan PBB-P2 tetap terjaga dengan tingkat deviasi yang dapat diterima, dan wajib pajak tidak merasakan adanya penurunan kualitas pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin, yaitu : 1. Sumber daya manusia (SDM) pelaksananya, 2. Anggaran pelaksanaan pengalihan, 3. Peralatan yang mendukung, dan 4. Organisasi dan manajemen. 7. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan disimpulkan bahwa implementasi pengalihan Pajak Bumi dan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin, secara umum proses implementasi pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin telah berjalan dengan lancar dan baik. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang efektif akan dilaksanakan pada 1 Januari 2013 dan Peraturan Pelaksana terkait dengan proses pemungutan PBB-P2 telah diterbitkan walaupun belum semuanya rampung diselesaikan pada awal masa pengalihan. Hal penting yang masih perlu ditingkatkan adalah kapasitas sumber daya manusia (SDM) pelaksananya dan sarana dan prasarana pendukungnya. Untuk melihat sejauh mana potensi PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah, masih memerlukan penelitian lanjutan setelah data penerimaan PBB-P2 tahun 2013 dapat diperoleh. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengalihan Pajak Bumi dan

300 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksananya; Anggaran Pelaksanaan Pengalihan; Peralatan yang mendukung; dan Organisasi dan manajemen. Keempat faktor tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu keberhasilan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah di Kota Banjarmasin sangat tergantung dari keharmonisan korelasi antar faktor tersebut. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Luankali, Bernandus, (2007), Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan, Jakarta, Amelia Press. Makhfatih, Akhmad dan Chairul Agus Saptono, (2010), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Berdasarkan Undangundang Nomor 28 Tahun 2009, Yogyakarta, Metha Studio. Marbun, B.N., (2005), Otonomi Daerah 1945-2005 Proses dan Realita, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. Mardiasmo, (2003), Dasar dasar Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi. Safi i, (2007), Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah Perspektif Teoritik, Malang, Averroes Press. Siahaan, Marihot P, (2008), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah edisi 1-3, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Sumitro, Rochmad, (1979), Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Jakarta, Eresco. Wahab, Solichin Abdul, (2001), Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakasanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara. Waluyo, (2007), Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), Bandung, Mandar Maju. Wasistiono, Sadu, (2005), Kapitaselekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung, Fokus Media. Winarno, Budi, (2012), Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus), Yogyakarta : CAPS. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012.

301 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun Anggaran 2013. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesan dan Perkotaan. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah.