BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita hipertensi di dunia mencapai 1 milyar orang. Laporan WHO

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Chan, sekitar 1 miliar orang di dunia menderita hipertensi, dan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. 2. di vena sehingga menimbulkan kenaikan tekanan vena. 3 Penyebab utama gagal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antihipertensi di RSUP DR.Sardjito Yogyakarta. Berdasarkan database ASKES jumlah data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. meningkatnya potensi risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (InfoDatin, 2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015,

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

KEPATUHAN PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI SEBAGAI PREDIKTOR LAJU KEJADIAN DAN BIAYA RAWAT INAP

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

BAB I PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama.di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan stroke iskemik sebagai kasus utamanya (Fenny et al., 2014). Penderita penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa

I. PENDAHULUAN. merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : KIRNIA TRI WULANDARI J

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di berbagai belahan dunia. Prevalensi penyakit hipertensi terus meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Data global yang dilaporkan oleh Kearney et al. (2005) berdasarkan penelusuran literature MEDLINE yang dipublikasikan dari tanggal 1 Januari 1980 sampai 31 Desember 2002 menunjukkan total penderita hipertensi di seluruh dunia mencapai hampir 1 milyar jiwa atau tepatnya 972 juta jiwa pada tahun 2000. Jumlah penderita hipertensi di negara berkembang diperkirakan sekitar 639 juta jiwa hampir dua kali lipat dari jumlah penderita hipertensi di negara maju yang berkisar 333 juta jiwa (Kerney et al., 2005). Penderita hipertensi diperkirakan terus meningkat secara kuantitatif di seluruh dunia. Pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi diperkirakan meningkat sangat pesat hingga 60%. Ini berarti pada tahun 2025 terdapat sekitar 1,56 milyar penderita hipertensi di seluruh dunia. Namun demikian peningkatan antar belahan bumi diduga tidak merata. Jika di negara maju persentase penderita hipertensi diperkirakan meningkat sebesar 24%, di negara berkembang persentase penderita hipertensi diperkirakan meningkat jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 80% (menjadi 1,15 milyar jiwa) pada tahun 2025 (Kerney et al., 2005). 1

Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita hipertensinya yang tinggi. Data Riskesdas di tahun 2013 menunjukkan rata-rata prevalensi hipertensi di seluruh provinsi Indonesia sebesar 25,8%. Provinsi-provinsi tertentu justru angka penderita hipertensinya lebih tinggi, antara lain Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur, Jawa Barat, dan Gorontalo (Kemenkes, 2013). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk kelompok provinsi di Indonesia dengan jumlah penderita hipertensi yang cukup tinggi, yaitu di atas 25% (Kemenkes, 2013). Salah satu Kabupaten di Provinsi DIY, yaitu kabupaten Bantul termasuk kabupaten dengan jumlah penderita hipertensinya tinggi pula, yaitu sebesar 26,12% (Dinkes Bantul, 2014). Di RSUD Panembahan Senopati Bantul dilaporkan di tahun 2011 bahwa hipertensi berada diurutan pertama dalam 10 besar penyakit pada pasien rawat jalan disamping low back pain, diabetes mellitus (DM), surgical follouw-up care, dispepsia, arthosis, epilepsi, nasofaringitis akut, tuberculosis (TBC), dan insulinindependent DM. Jumlah pasien hipertensi yang ada di pelayanan rawat jalan sebanyak 12.411 pasien (Dinkes Bantul, 2014). Penyakit hipertensi pada dasarnya termasuk dalam golongan penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu lama. Mengingat luaran utama dari terapi hipertensi adalah menurunkan atau mencegah terjadinya kejadian penyakit kardiovaskular seperti infark miokard yang berujung pada risiko kematian (WHO, 2003 a ; Chobanian et al., 2003). Oleh sebab itu diperlukan ketaatan (adherence) pasien untuk menggunakan obat antihipertensi. 2

Dampak dari penggunaan antihipertensi secara taat dapat mengurangi terjadinya kejadian penyakit kardiovaskular 38% lebih besar dibandingkan dengan pasien hipertensi yang tidak taat dalam menggunakan antihipertensi (Mazzaglia et al., 2009). Ketaatan penggunaan antihipertensi dapat menurunkan risiko rawat inap (hospitalization) karena penyakit kardiovaskular. Penurunan risiko rawat inap pada pasien hipertensi yang taat dalam mengkonsumsi antihipertensi diketahui lebih rendah 19% dibandingkan dengan pasien hipertensi yang tidak taat dalam mengkonsumsi antihipertensi (Sokol et al., 2005). Tidak hanya ketaatan minum obat antihipertensi yang perlu dilakukan oleh pasien hipertensi. Disisi lain, penggunaan antihipertensi harus dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Dalam istilah klinis perlu persisten dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Persistensi didefinisikan sebagai perilaku pasien dalam menggunakan obat secara terus menerus dalam waktu yang lama (Sikka et al., 2005; Cramer et al., 2008; Halpern et al., 2010). Artinya, penggunaan obat dilihat dari lamanya pasien menggunakan obat. Tidak taat dalam menggunakan obat antihipertensi berarti pasien sudah meninggalkan dosis terapi selama berlangsungnya pengobatan, sedangkan tidak persisten dalam menggunakan obat antihipertensi berarti pasien telah menghentikan penggunaan obat lebih cepat dari penggunaan obat semestinya, yaitu untuk pengobatan hipertensi membutuhkan penggunaan obat yang lama atau seumur hidup pasien. Untuk itu peningkatan tekanan darah sangat jelas terlihat pada pasien yang tidak persisten menggunakan obat antihipertensi dibandingkan 3

dengan pasien yang tidak taat menggunakan obat antihipertensi (Halpern et al. 2010). Penjelasan di atas menggambarkan bahwa ketaatan dan persistensi memiliki konstruksi pemahaman yang berbeda, tapi memiliki tujuan yang sama demi tercapainya pengobatan yang efektif. Ketaatan merupakan tindakan pasien dalam menggunakan obat atas dasar resep yang ditulis dokter, seperti waktu penggunaan obat, dosis obat yang digunakan, dan frekuensi penggunaan obat. Definisi dari ketaatan penggunaan obat adalah perilaku pasien dalam menggunakan obat berdasarkan interval peresepan dan regimen dosis yang diresepkan oleh dokter. Berdasarkan definisi yang ada maka dalam pengukuran ketaatan penggunaan obat memerlukan data dosis obat dan interval resep obat yang digunakan atau dikenal dengan medication possesion ratio (Cramer et al., 2008). Data tersebut umumnya dapat diperoleh melalui monitoring electronic, sehingga penelitian ketaatan penggunaan obat lebih baik dilakukan dalam penelitian yang sifatnya prospektif. Pengukuran ketaatan dengan pengumpulan data retrospektif yang menggunakan basis data klaim peresepan obat kurang tepat untuk digunakan karena data waktu penggunaan obat, dosis obat, dan frekuensi penggunaan obat biasanya tidak tersedia. Pengukuran ketaatan dilaporkan dalam bentuk persentase (Cramer et al., 2008). Berbeda halnya dengan persistensi, dimana pengukuran persistensi dapat dilakukan secara prospektif maupun retrospektif karena yang mau dilihat adalah lamanya pasien menggunakan obat dari awal pengobatan sampai dihentikannya 4

pengobatan. Analisis persistensi membutuhkan jumlah hari pengobatan yang harus diikuti antara pengambilan resep pertama dengan pengambilan resep berikutnya sampai berakhirnya periode pengobatan. Antar waktu pengambilan resep obat pertama dengan pengambilan resep berikutnya ditetapkan berdasarkan gap (jeda waktu maksimum). Analisis persistensi penggunaan obat lebih banyak dilakukan pada pasien dengan penyakit kronik. Persistensi merupakan variabel kontinu berupa lamanya hari penggunaan obat, sehingga untuk memudahkan analisis dibuat dalam bentuk variabel dikotomi, yaitu dengan mengelompokkan persisten dan tidak persisten dalam menggunakan obat (Cramer et al., 2008). Perilaku pasien dalam menggunakan antihipertensi secara persisten memberikan dampak klinis bagi pasien hipertensi, antara lain: a. Dapat mengendalikan penurunan tekanan darah. Dari hasil kajian Prandin et al. (2007) disimpulkan bahwa penggunaan antihipertensi yang dilakukan secara persisten menghasilkan pengendalian penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi lebih baik dibandingkan subyek yang tidak persisten menggunakan antihipertensi (Prandin et al., 2007). Kajian Bramlage dan Hasford (2009) juga menyimpulkan hasil yang sama. b. Dapat mencegah terjadinya end point of cardiovascular death, seperti infark miokard, stroke dan rawat inap karena penyakit gagal jantung (heart failure) (Bohm et al., 2013). c. Jika di satu sisi persistensi dapat mengendalikan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, serta mencegah terjadinya penyakit 5

kardiovaskular, di sisi lain juga diketahui bahwa persistensi berkaitan dengan besarnya biaya obat yang harus dibelanjakan (Esposti et al., 2010; Esposti et al., 2004), terutama jika pasien mengganti-ganti (switch) jenis antihipertensi yang dikonsumsi, meskipun atas saran dokter (Muszbek et al., 2008). Sebaliknya, biaya pengobatan diperkirakan menjadi lebih besar jika pasien harus dirawat di rumah sakit karena berkembangnya penyakit kardiovaskular akibat tidak persisten dalam menggunakan antihipertensi (Wagner et al., 2008; Duh et al., 2009). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat adalah sistem pembiayaan kesehatan (health insurance) yang diterapkan oleh suatu negara. Di negara maju sistem pembiayaan kesehatan sudah bersifat mapan, dimana pembiayaan kesehatan sudah sepenuhnya dijamin oleh perusahaan asuransi. Kajian Briesacher et al. (2007) menyimpulkan bahwa pasien hipertensi yang ditanggung sepenuhnya pembiayaan obat yang digunakan oleh perusahaan asuransi dapat meningkatkan persistensi penggunaan obat antihipertensi berkisar 11% sampai 19% dibandingkan pasien hipertensi yang tidak ditanggung pembiayaan obatnya oleh perusahaan asuransi atau membeli obat menggunakan uang pribadi (Briesacher et al., 2007). Hasil kajian yang dilakukan oleh Foster et al. (2011) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa pasien peserta asuransi yang pembiayaan pengobatan sepenuhnya dijamin oleh perusahaan asuransi cenderung lebih persisten dalam menggunakan obatnya dibandingkan dengan pasien peserta asuransi yang 6

pembiayaan pengobatannya tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Perbedaan persistensi penggunaan obat antihipertensi diantara kedua kelompok sebesar 10% (Foster et al., 2011). PT Askes (Persero) merupakan perusahaan asuransi terbesar di Indonesia. Perusahaan ini sudah menerapakan sistem managed care sejak tahun 1968. Sistem managed care merupakan sistem pelayanan kesehatan berdasarkan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya yang tepat serta efisien. Salah satu yang diatur dalam managed care adalah pola tarif pembiayaan yang ditetapkan dalam pelayanan kesehatan. Pola tarif pembiayaan yang diberlakukan bersifat retrospektif (fee for services dan reimbursment) maupun prospektif (kapitasi, tarif paket, dan budget) (PT Askes (Persero), 2010). Permasalahannya sistem pembiayaan kesehatan PT Askes (Persero) masih bersifat parsial. PT Askes (Persero) belum mampu menjamin semua pembiayaan kesehatan termasuk pembiayaan obat yang digunakan oleh peserta Askes di rumah sakit. Sejak PT Askes (Persero) bersatatus hukum menjadi PT/Persero melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1992, maka Askes diwajibkan sebagai lembaga yang harus mencari keuntungan. Disisi lain, Askes juga diwajibkan untuk membayar pajak, dividen kepada pemerintah sebagai pemilik. Dana pembiayaan kesehatan sepenuhnya berasal dari peserta Askes, yaitu Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun. Artinya, Pemerintah belum memberikan bantuan pembiayaan kesehatan. Pemerintah hanya memberikan subsidi tidak langsung kepada Askes melalui tarif khusus Askes di Rumah Sakit Pemerintah (Sulastomo, 2002). 7

Tarif tersebut dirasakan sangat rendah bagi rumah sakit. Hal ini dikarenakan tarif pembiayaan kesehatan yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri belum mampu mengikuti perkembangan tarif pelayanan kesehatan yang diberlakukan setiap rumah sakit untuk masyarakat umum (Sulastomo, 2002). Oleh sebab itu, pembiayaan kesehatan yang dilakukan peserta Askes baik itu di pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan maupun rawat inap di rumah sakit tidak sepenuhnya dapat dijamin oleh PT Askes (Persero). Hal ini memungkinkan peserta Askes untuk dikenakannya iur biaya. Adanya perbedaan karakteristik pola penjaminan pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang ada di negara maju dan di Indonesia diduga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero) dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap luaran klinis yang berbeda pula. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa perlu dilakukannya assesment atau penilaian terhadap persistensi penggunaan obat. Dalam hal ini dilakukan penilaian terhadap persistensi penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero). Penelitian ini juga mengkaji luaran klinis berupa kejadian dan biaya rawat inap yang dialami pasien hipertensi pada kelompok yang persisten dan tidak persisten dalam menggunakan obat antihipertensi dengan menggunakan basis data klaim resep (claimed prescribing database) PT Askes (Persero). 8

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apakah yang secara dominan berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero)? 2. Faktor-faktor apakah yang secara dominan berpengaruh terhadap kejadian rawat inap pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero)? 3. Apakah laju kejadian rawat inap pada pasien hipertensi yang persisten menggunakan antihipertensi lebih lambat daripada pasien hipertensi yang tidak persisten menggunakan antihipertensi? 4. Apakah biaya untuk mengatasi luaran klinis berupa rawat inap pada kelompok pasien hipertensi yang persisten menggunakan antihipertensi lebih rendah daripada kelompok pasien hipertensi yang tidak persisten menggunakan antihipertensi? 9

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa persistensi penggunaan obat antihipertensi merupakan prediktor kejadian dan biaya rawat inap pada penderita hipertensi. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini, adalah: a. Mencari faktor-faktor yang secara dominan berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero). b. Mencari faktor-faktor yang secara dominan berpengaruh terhadap kejadian rawat inap pada pasien hipertensi peserta auransi PT Askes (Persero). c. Mencari perbedaan laju kejadian rawat inap pada pasien hipertensi yang persisten menggunakan antihipertensi dengan pasien hipetensi yang tidak persisten menggunakan antihipertensi. d. Mencari perbedaan biaya untuk mengatasi luaran klinis berupa rawat inap pada kelompok pasien hipertensi yang persisten menggunakan antihipertensi dan pasien hipertensi yang tidak persisten menggunakan antihipertensi. 10

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi praktis dan sumbangan teoritis sebagai berikut: 1. Implikasi Praktis a. Memberikan rekomendasi bagi klinisi dalam menerapkan pola manajemen pengobatan hipertensi agar penggunaan obat antihipertensi dapat dilakukan secara persisten pada pasien hipertensi, sehingga tercapainya tujuan utama pengobatan hipertensi dalam mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. b. Memberikan kontribusi bagi pelayanan kefarmasian untuk dapat memberikan konseling berupa informasi dan edukasi kepada pasien hipertensi terhadap pentingnya penggunaan obat antihipertensi secara persisten serta dampak jangka panjang dalam mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. c. Memberikan kontribusi bagi pihak PT Askes (Persero) dalam membuat kebijakan manajemen pelayanan kesehatan bagi peserta asuransi terutama pada pasien hipertensi dalam penyediaan obat secara berkelanjutan kepada pasien hipertensi agar terhindar dari risiko luaran klinis. Hal tersebut berdampak pada pembiayaan kesehatan yang lebih besar ketika harus mengatasi luaran klinis yang tidak diharapkan. 11

2. Sumbangan teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu parameter dalam mengendalikan dan mencegah morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi yang persisten menggunakan obat antihipertensi. b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu parameter dalam keberhasilan pengobatan hipertensi. 12

E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian persistensi yang dilakukan pada umumnya mengevaluasi persistensi berdasarkan pemilihan jenis antihipertensi di awal pengobatan hipertensi. Kajian Bramlage dan Hasford (2009) mengevaluasi persistensi penggunaan antihipertensi (diuretik thiazid, BB, CCB, ACE inhibitor, dan ARB) berdasarkan penelusuran literature review yang dikumpulkan dari tahun 1995 - Oktober 2008. Dari delapan (8) kajian yang ditelusuri melalui literature review menyimpulkan bahwa persistensi dipengaruhi pemilihan jenis antihipertensi yang dilakukan di awal pengobatan hipertensi. Kajian yang sama juga dilakukan oleh penelitian lainnya (Gogovor et al.,2007; Hasford et al., 2007; Briesacher et al.2007, Bourgault et al., 2005). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan penelitiannya kohort retrospektif. Penelitian ini menggunakan basis data klaim resep pengobatan PT Askes (Persero). Penelitian ini tidak hanya melihat faktor jenis pemilihan antihipertensi di awal pengobatan yang berpengaruh terhadap persistensi, tapi mengevaluasi faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi seperti faktor usia, faktor jenis kelamin, faktor jenis terapi, faktor jenis farmakoterapi, faktor komorbiditi, dan faktor konsistensi farmakoterapi. 2. Penelitian tentang faktor faktor yang berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi pernah dilakukan oleh Van Wijk et al. (2008), dimana penelitian ini dilakukan di tiga negara, yaitu Amerika (Pennsylvania), 13

Kanada (British Columbia), dan Belanda. Penelitiannya bersifat observasional yang diikuti penggunaan obat antihipertensi selama 6 tahun. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif. Pasien dikatakan tidak persisten jika dalam 180 hari tidak melakukan pengambilan obat antihipertensi kembali terhitung dari tanggal terakhir pengambilan obat. Penelitian ini mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi (faktor usia, faktor jenis kelamin, faktor pemilihan jenis antihipertensi, faktor komorbiditi). Esposti et al. (2002) juga melakukan kajian yang sama mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persistensi (Esposti et al., 2002). Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan adalah pasien dikatakan tidak persisten jika lebih dari 30 hari pasien tidak melakukan pengambilan obat antihipertensi kembali terhitung dari tanggal terakhir pengambilan obat atau penggunaan obat antihipertensi kurang dari 6 bulan. Penelitian ini tidak hanya mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persistensi, tetapi mengevaluasi dampak persistensi penggunaan antihipertensi terhadap laju kejadian dan biaya rawat inap terutama pada pasien hipertensi yang persisten dan tidak persisten menggunakan obat antihipertensi berdasarkan basis data klaim resep pengobatan peserta asuransi PT Askes (Persero). 3. Penelitian tentang dampak klinis terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi sudah dilakukan oleh Prandin et al. (2007) mengevaluasi dampak persistensi penggunaan antihipertensi terhadap pengendalian penurunan tekanan darah. Kajian ini dirancang berdasarkan studi kohort 14

prospektif yang melibatkan pasien hipertensi rawat jalan di Klinik Hipertensi, Italia. Kajian yang sama juga dilakukan oleh Bramlage dan Hasford (2009) berdasarkan penelusuran literature review. Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan adalah peneliti mengevaluasi dampak persistensi penggunaan antihipertensi terhadap laju kejadian dan biaya rawat inap pada pasien hipertensi. Penelitian ini dirancang berdasarkan studi kohort retrospektif dengan menggunakan basis data klaim resep pengobatan peserta asuransi PT Askes (Persero). 4. Bohm et al. (2013) mengevaluasi dampak persistensi penggunaan obat antihipertensi terhadap luaran utama penyakit kardiovaskular (end point of cardiovascular death). Penelitian ini dilakukan di 40 negara pada 25.620 pasien dengan rancangan penelitian randomized placebo controlled trial. Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan adalah peneliti mengevaluasi dampak persistensi penggunaan antihipertensi terhadap laju kejadian dan biaya rawat inap pada pasien hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitiannya kohort retrospektif. Penelitian ini menggunakan basis data klaim resep pengobatan peserta asuransi PT Askes (Persero). Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persistensi penggunaan obat antihipertensi dan dampaknya terhadap laju kejadian dan biaya rawat inap di Indonesia dengan menggunakan basis klaim resep (claimed prescribing database) PT Askes (Persero), sepengetahuan penulis belum pernah 15

dilaporkan. Peneliti mencoba melakukan penilaian persistensi penggunaan obat antihipertensi dengan melihat dampaknya terhadap laju kejadian dan biaya rawat inap pada pasien hipertensi peserta asuransi PT Askes (Persero). 16