BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua setelah Brazil, dan mempunyai banyak tumbuhan berkhasiat obat.

dokumen-dokumen yang mirip
STANDARDISASI EKSTRAK METANOL KULIT KAYU NANGKA (Artocarpus heterophylla Lamk.) SKRIPSI

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MATERIA MEDIKA HERBAL

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tempuyung (Sonchus arvensis L) adalah salah satu tanaman obat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kalsium oksalat (CaC 2 O 4 ) dan kalsium karbonat (CaCO 3 ) adalah bahan

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

5. Media Mekanisme kerja antimikroba Pengukuran aktivitas antibiotik Ekstraksi Kromatografi Lapis Tipis

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAUN SALAM (Sizygium polyanthum [Wight] Walp.) SKRIPSI

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

STANDARISASI EKSTRAK DAUN SOM JAWA (Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn) UNTUK MENJAMIN MUTU PENGGUNAAN SEBAGAI OBAT HERBAL

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan B. Cara Penelitian Pengambilan dan Determinasi Sampel Ekstraksi Sampel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Agustiningsih. Achmad Wildan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang. Mindaningsih Sekolah Menengah Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

MATERIA MEDIKA INDONESIA

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

ANALISIS KLT-BIOAUTOGRAFI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

DAFTAR ISI JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea

ANALISIS UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN RAMUAN JAMU DAN VOLUME AIR PENYARI TERHADAP MUTU EKSTRAK YANG DIHASILKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

DESTILASI SECARA UMUM

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati terbesar kedua setelah Brazil, dan mempunyai banyak tumbuhan berkhasiat obat. Keanekaragaman ini merupakan modal potensial untuk pengembangan obat baru. Obat yang sedang dikembangkan adalah obat-obat yang mempunyai berbagai aktivitas seperti asam urat dan peluruh air seni atau diuretik. Tempuyung merupakan salah satu obat herbal yang mempunyai aktivitas sebagai diuretik. Tempuyung (Sonchus arvensis L.) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di Jawa dan Sumatra. Daun tempuyung dapat berkhasiat sebagai obat diuretik (Imelda, 2006). Aktivitas tempuyung sebagai obat asam urat ditunjukkan pada pemberian infusa daun tempuyung 10% secara in vitro pada ph 6,2 pada tikus yang menderita asam urat dapat menurunkan kadar asam urat setelah 24 jam pemberian (Mulyadi et al, 2003). Selain itu ekstrak tempuyung juga menunjukkan aktivitas Glutation Peroxsidase pada konsentrasi 1,22378 IU/mL (Rahaju, 2009). Hasil penelitian (Sudibyo, et al 2004) menunjukkan bahwa ekstrak etanolik tempuyung mempunyai aktivitas penghambatan Glutation s-transferase kelas umum (alpha, mu, dan pi) secara in vitro pada organ paru, usus halus, dan ginjal. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan adanya senyawa baru yang ditemukan pada ekstrak Sonchus arvensi yaitu asam quinik dan dua eudesmanolida (Xu et all, 2008). Dua senyawa sesquiterpen lakton baru yang diisolasi dari Sonchus 1

2 arvensis (L) (asteraceae) mempunyai aktivitas antibakteri pada mulut yaitu Streptococcus mutan ATCC 25175 dengan MIC 15,6 dan 62,5 µg/ml (Xia et al., 2010). Saintifikasi jamu yang akan dilakukan pada jamu di Indonesia mengharuskan bahan untuk pembuatan jamu yang berupa ekstrak maupun simplisia harus dilakukan uji praklinisnya dan standardisasinya untuk memperoleh bahan obat alam yang bermutu. Bahan baku obat yang berasal dari lahan pertanian maupun dari tanaman liar kandungan bahan kimanya tidak dapat dijamin selalu konstan karena adanya berbagai variabel yang dapat mempengaruhi jumlah dan kandungan bahan kimia dari tanaman tersebut (Anonim, 2000). Selain itu kandungan senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia. Oleh karena itu dilakukan penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak untuk menjamin mutu dan kualitas suatu produk obat tradisional. Penelitian ini dilakukan dengan menetapankan beberapa parameter spesifik dan non spesifik terhadap ekstrak air herba tempuyung (Sonchus arvensis). Peyarian ekstrak herba tempuyung dilakukan menggunakan air karena jika menggunakan etanol dapat dimungkinkan etanol masih tertinggal di dalam ekstrak walaupun sudah diuapkan. Parameter spesik meliputi senyawa identitas ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, penetapan kadar fenolat total, penetapan kadar flavonoid total, dan penetapan kadar chemical marker. Penetapan parameter non spesifik meliputi parameter cemaran aflatoksin, cemaran mikroba, kadar air, kadar abu, kadar abu larut asam, dan cemaran logam berat. Hal ini dilakukan

3 untuk menentukan kualitas ekstrak yang mempuyai standar (kimia, biologi, dan farmasi) serta batas-batas aman dari ekstrak herba tempuyung sebagai produk bahan obat alam yang bermutu dan aman. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dikembangkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana nilai parameter non spesifik yang meliputi cemaran aflatoksin, cemaran mikroba, kadar air, kadar abu, kadar abu larut asam, dan cemaran logam ekstrak air herba tempuyung (Sonchus arvensis L.)? 2. Bagaimana nilai parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, pola kromatogram, kadar chemical marker, penetapan kadar fenolat total dan penetapan kadar flavonoid total pada ekstrak air herba tempuyung (Sonchus arvensis L.)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Menetapkan beberapa parameter non spesifik, meliputi parameter kadar air, kadar abu, kadar abu larut asam, cemaran logam berat, cemaran aflatoksin, cemaran mikroba pada standardisasi ekstrak air Herba tempuyung (Sonchus arvensis L.). 2. Menetapkan beberapa parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, pola kromatogram, penetapan

4 k kadar flavonoid, penettapan fenolaat total dan n kadar cheemicall marrker pada s standardisas si ekstrak air herba tempuuyung (Soncchus arvensiis L). D. Tin njauan Pusttaka 1 Tanamaan Tempuyu 1. ung S Sistematika tanaman tem mpuyung : Kingdom : Plantae Divisi : Spermattophyta Kelas : Angiosppermae Ordo : Monokootiledone Family : Asteraceae Spesies : Sonchuss Arvensis L L. (Widisih et al, 2004) a. Nama N Lain Tempuyun ng Nama daerah dari tempuyungg adalah lem mpung, jom mbang, galibbug, rayana ( (Sunda), tem mpuyung (Jawa). Niu sshe tou (Cinna), laitron des champ p (Prancis), s show thistle (Inggris) (Sulaksana et all, 2004). b. Uraian U Tan naman Gambar 1. Tanaman Teempuyung

5 Tumbuh liar di Jawa, di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 50 m sampai 1.650 m diatas permukaan laut. Tumbuh di tempat terbuka atau sedikit kenaungan, di tempat bertebing, di pematang, di pinggir saluran air yang baik tata airnya. Tanaman tempuyung tingginya 65-150 cm. Batang tanaman tempuyung berlubang dan bergetah hijau. Daunnya tunggal, bagian bawah membentuk roset akar, bentuk lonjong atau lanset, ujung runcing dan pangkal bertoreh warna hijau. Warna daun hijau keunguan, permukaanya licin, dan tepinya berombak serta bergigi tidak beraturan. Di dekat pangkal batang, daun yang bergigi terpusat membentuk roset dan yang terletak di sebelah atas berselang-seling memeluk batang. Bunga tempuyung berbentuk malai, kelopaknya berbentuk lonceng, berbulu dan mahkotanya berbentuk jarum berwarna putih atau kuning. Buah tempuyung berbentuk kotak, berusuk lima dan berwarna hitam. Biji tempuyung berukuran kecil, bobotnya ringan dan berbentuk serbuk (Widisih et al, 2004). c. Kandungan Kimia Daun Sonchus arvensis mengandung senyawa Lipida (diasil galaktosilgliserol; monoasilgalaktosil gliserol dan diasil digalaktosil gliserol); golongan flavonoid; flavon (apigenin-7-glikosida; luteolin-7glukosida; luteolin-7- glukoronida; luteolin-7-rutinosida; aeskuletin (suatu golongan senyawa kumarin) (Sudarsono et al, 1996). d. Manfaat Daun tempuyung dapat berkhasiat sebagai obat diuretik (Imelda, 2006). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan aktivitas tempuyung sebagai obat asam urat. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa pemberian 10% infusa

6 daun tempuyung secara in vitro pada ph 6,2 pada hewan uji yang menderita asam urat dapat menurunkan kadarnya setelah 24 jam pemberian (Mulyadi et al, 2003). Selain itu ekstrak tempuyung juga menunjukkan daya hambat perkembangan sel model dan pada konsentrasi 1,22378 IU/mL menunjukkan aktivitas GPx (Rahaju, 2009). Hasil penelitian (Sudibyo et al, 2004) menunjukkan bahwa ekstrak etanolik tempuyung mempunyai aktivitas penghambatan Glutation s-transferase kelas umum (alpha, mu, dan pi) secara in vitro pada organ paru, usus halus, dan ginjal. e. Monografi Ekstrak Tempuyung Monografi ekstrak tempuyung berdasarkan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) berbentuk kental, berwarna coklat, bau tidak spesifik, rasa agak pahit. Kandungan kimia ekstrak tempuyung terdiri atas 7-glukosilluteolin, 7- glukosilapigeni, kaemferol, kumarin, dan garam potassium. Senyawa marker dalam esktrak tempuyung adalah 7-glukosilluteolin. Parameter nonspesifik yang meliputi kadar air tidak boleh lebih dari 12,5%, kadar abu total tidak boleh lebih dari 13,9%, dan kadar abu tidak larut asam tidak boleh lebih dari 8,9% (BPOM, 2004). 2. Metode Penyarian Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati atau hewani. Pembuatan sediaan ekstrak bertujuan agar zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 1995). Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistensinya menjadi tiga, yaitu ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering (Voigt, 1971).

7 Penyarian adalah penarikan zat pokok yang digunakan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih, kemudian zat yang diinginkan akan larut. Sistem pelarut yang digunakan dalam penyarian harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989). Metode penyarian yang digunakan tergantung pada wujud, kelarutan, kandungan dan stabilitas zat dari bahan yang akan disari (Harborne, 1987). Cairan penyari yang digunakan yaitu air, etanol, etanol-air, dan eter. Penyarian pada pembuatan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol-air (Anonim, 1979). Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim, 1986). 3. Standardisasi Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam arti memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standard umum dan parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop), kandungan kimianya tidak dijamin selalu konstan

8 karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan obat (invivo) disebabkan beberapa aspek diantaranya aspek genetik (bibit), lingkungan (tempat tumbuh dan iklim), rekayasa agronomi (fertilizer dan perlakuan selama masa tumbuh), serta panen (waktu dan paska panen) (Anonim, 2000). 4. Parameter-parameter Standar Ekstrak Parameter-parameter standar ekstrak terbagi menjadi 2, yaitu : a. Parameter Non Spesifik 1). Parameter Kadar Air Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan cara yang tepat yaitu titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Anonim, 2000). 2). Parameter Kadar abu Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan organik. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Anonim, 2000).

9 3). Kadar abu tidak larut asam Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu pada penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ketika dilarutkan dengan pelarut asam (Anonim, 2000). 4). Parameter Cemaran Logam Berat Parameter cemaran logam berat adalah menetukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000). 5). Parameter Cemaran Aflatoksin Parameter cemaran aflatoksin merupakan parameter yang menetukan adanya aflatoksin dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tujuan dari parameter ini adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflotoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Anonim, 2000). 6). Parameter Cemaran Mikroba Parameter cemaran mikroba digunakan untuk menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis. Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000). Persyaratan parameter non spesifik ekstrak secara umum

10 ditunjukkan pada Tabel 1 yang merupakan persyaratan parameter non spesifik ekstrak secara umum (Saifudin et al, 2011). Tabel 1. Persyaratan parameter non spesifik Parameter Persyaratan Angka Lempeng Total < 10 koloni/g (ALT) Coliform < 3 koloni/g Kapang dan Khamir < 10 koloni/g E. coli (-) negative S. aureus (-) negative Salmonella sp. (-) negative Kadar Air 1 Ekstrak kering 2 Ekstak Kental 3 Ekstrak Cair < 10 % 5-30 % > 30 % b. Parameter spesifik 1). Parameter Identitas Ekstrak Parameter ini meliputi : a). Diskripsi tata nama antara lain : nama ekstrak, nama latin, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan. b). Senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Tujuannya yaitu memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas. 2). Parameter Organoleptik Ekstrak Parameter ini meliputi penggunaan panca indera dalam mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuannya yaitu pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin. 3). Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

11 Parameter senyawa terlarut yaitu melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya yaitu memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. 4). Uji Kandungan Kimia Ekstrak a). Parameter pola kromatogram Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dan Kromatografi Gas). b). Kadar chemical marker Parameter ini memiliki pengertian dan prinsip yaitu dengan tersedianya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara densitometri dapat dilakukan penetapan kadar chemical marker tersebut. Tujuan parameter ini yaitu memberikan data kadar senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi (Anonim, 2000) c). Kandungan Total fenolat Fenol merupakan senyawa kimia yang sering ditemukan dalam tanaman. Kandungan fenolat total sering ditetapkan dengan metode Folin Ciocalteu.

12 d). Total Flavonoid Prinsip dari metode ini adalah penetapan kadar flavonoid sebagai aglikon yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl 3 yang selektif dengan penambahan (Anonim, 2000). 6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Densitometer Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit untuk analisis dan jumlah cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase gerak), pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi (Stahl, 1985). Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hrf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100 (Stahl, 1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada deteksi senyawa tertentu. Misalnya dalam

13 tanaman yang banyak mengandung flavonoid menggunakan AlCl 3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat (Markham, 1988). Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT),yaitu : a). Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007). b). Analisis Kuantitatif Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (atau secara in situ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).

14 E. Keterangan Empiris Penetapan beberapa parameter standardisasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas ekstrak yang mempuyai standar (kimia, biologi, dan farmasi) serta batas-batas aman dari ekstrak air herba tempuyung sebagai produk bahan obat alam yang bermutu dan aman.