BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2005 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam pasal 1

BAB II KAJIAN TEORI. mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL MAKE A MATCH DI KELAS 4 SDN SELOKAJANG 3 KABUPATEN BLITAR ARTIKEL

10. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

47. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melakukan observasi awal terhadap hasil belajar siswa di kelas IV SDN 3 Tabongo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada saat belajar di sekolah, guru jarang memberi penjelasan kepada siswa

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

seperti adanya fasilitas-fasilitas yang ada di sekolah seperti bangunan sekolah yang baik, juga tersedia alat atau media pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh. Hamidah SDN 1 Cakranegara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dan melalui pendekatan mata pelajaran untuk kelas tinggi (kelas IV s.d VI).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini dari Amelliyani Salsabil, mahasiswa fakultas ilmu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang disusun guna meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta manusia manusia yang

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MATERI AKTIVITAS EKONOMI MELALUI MODEL MAKE A MATCH DI KELAS IV SDN II ARYOJEDING KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Esthi Santi Ningtyas, Emy Wuryani Program Studi PGSD-FKIP, Universitas Kristen Satya Wacana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam UU Sistem. didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Oleh: Rusmiati SD Negeri 1 Punjul Karangrejo Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik dilihat dari prestasi bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 OKTOBER 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berkwalitas, karena matematika merupakan sarana berfikir bagi siswa untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

OLEH. : Nurdin Dunggio. Nim : : Pendidikan Ekonomi. : Meyko Panigoro, S.Pd, M.Pd ABSTRAK

SITI WARTINI, SMA NEGERI 2 CEPU, BLORA, JAWA TENGAH, INDONESIA SITI WARTINI. Publikasi PTK, Telp : ,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA BIDANG STUDI IPS MATERI BENUA AFRIKA DENGAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN METODE BARTER SOAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS VIII-F SMPN 3 NGUNUT SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan atau mewujudkan pendidikan nasional yaitu menurut Undangundang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang diperlukan bagi setiap manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DAN IPS MELALUI KELOMPOK KECIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi). Pada saat ini peserta didik menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Untuk itu mata pelajaran IPS di tingkat SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global. Mendasarkan tujuan IPS tersebut, maka belajar IPS tidak hanya menekankan pada pengetahuan yang paling rendah proses berpikirnya (cognitif 1), tetapi perlu ditingkatkan proses berfikirnya ke tingkat tinggi yakni analisis, evaluasi dan mencipta (C4,C5, dan C6), sehingga siswa mampu memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Manusia, tempat dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Sistem sosial dan budaya 4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

Tujuan IPS akan dicapai melalui kompetensi peserta didik yang ditetapkan pada Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). SK adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester. SK terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku yang harus dicapai dan berlaku secara nasional. KD merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi. Adapun SK dan KD IPS untuk kelas 5 pada semester 1 dijelaskan melalui tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 SK dan KD IPS Kelas 5 Semester 1 Standar Kompetensi 1. 1. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia Kompetensi Dasar 1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.2 Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya 1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia 2.1.2 Hasil Belajar Bloom (dalam Suprijono 2011:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berkenaan dengan hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, penilaian dan penciptaan. Senada dengan hal itu, menurut Oemar Hamalik (2004:16) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa dapat menerimanya. Mendasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa karena perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketika siswa mengerjakan tes akan memperoleh skor sebagai hasil pengukuran dari aspek kognitif. Tes merupakan salah satu teknik dalam pengukuran hasil belajar, yang alat ukurnya atau instrumen berupa butir soal. Sedangkan untuk mengukur aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, teknik pengukurannya menggunakan teknik non tes dengan instrumen tanya jawab, diskusi, presentasi dan untuk mengukur aspek psikomotorik yang menunjukkan ketrampilan siswa, teknik pengukurannya berupa teknik non tes dengan instrumen observasi yang berupa rubrik ketrampilan bertanya dan rubrik ketrampilan menjawab. Pengukuran yang dilakukan di atas dimaksudkan untuk mengetahui besarnya skor hasil belajar siswa. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:47), pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberi angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Instrumen tes digunakan untuk pengukuran yang bersifat kuantitatif, sedangkan instrumen non tes digunakan untuk pengukuran yang bersifat kualitatif. Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non-tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, siswa diminta untuk menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan siswa, misalnya potensi siswa. Teknik non tes berkaitan dengan kemampuan siswa pada aspek afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti, Endang, (2008:3-19), teknik non tes dapat berupa:

1. Observasi Observasi terdiri dari observasi formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, dan observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. 2. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. 3. Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (attitude questionnaires). 4. Work sample analysis (analisa sampel kerja) Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya. 5. Task analysis (analisis tugas) Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan. 6. Attitude scale (likert scale or semantic differential) Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. 7. Portofolio Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. 8. Komposisi dan presentasi Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya. 9. Proyek individu dan kelompok

Kegiatan dalam proyek adalah mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan, yang pelaksanaannya dapat secara individu maupun kelompok Hasil dari pengukuran dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Evaluasi sebagai proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu (Wardani Naniek Sulistya dkk, (2012:51)). Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Dengan demikian hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh dari hasil pengukuran tes dan non tes. 2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Make A Match (MM) Model pembelajaran tipe MM menurut Lorna Curran (1994) adalah model pembelajaran untuk mencari pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (dapat berupa soal atau jawaban), lalu secepatnya siswa tersebut mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dipegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran tipe MM akan riuh, tetapi sangat asyik dan menyenangkan. Senada dengan pendapat Loma Curran (1994), Hisyam Zaini dkk (2008: 32) menyatakan bahwa model pembelajaran MM adalah model pembelajaran yang cukup menyenangkan, digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya maupun materi yang baru diajarkan. Model pembelajaran MM adalah suatu tipe model pembelajaran konsep. Model pembelajaran ini mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan (Komalasari, 2010: 85). Menurut Sugiyanto (2008) model dalam pembelajaran mencari pasangan (MM) merupakan salah satu contoh pembelajaran kooperatif metode struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan- kawan. Salah satu keunggulan model ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam bentuk soal-jawab dengan suasana yang menyenangkan, dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh ahli mengenai model pembelajaran MM, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran MM merupakan model pembelajaran untuk mencari pasangan soal dan jawaban yang dipegang oleh siswa yang berbeda. Langkah langkah pembelajaran dengan model MM menurut Lorna Corran (1994) adalah: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu soal maka harus mencari pasangan yang memegang kartu jawaban soal secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya. 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7. Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa. 8. Kesimpulan/penutup. Menurut Suyatno (2009:121) langkah yang diterapkan dalam model pembelajaran MM adalah: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulan/penutup Sugiyanto (2008:47) menyatakan langkah-langkah model pembelajaran MM sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik (tulisan atau gambar); 2) Setiap peserta didik mendapatkan satu kartu; 3) Setiap peserta didik mencari pasangannya masing-masing (sesuai dengan isi kartunya); 4) Peserta didik bergabung dengan pemegang kartu yang memiliki topik sama dengan dirinya (menjadi satu kelompok); 5) Setiap kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara bersama-sama; dan 6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dimuka kelas. Dari beberapa langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe MM menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe MM yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Menyiapkan beberapa kartu soal dan jawaban 2. Siswa mendapatkan satu buah kartu soal atau jawaban 3. Mencari pasangan soal dan jawaban yang sesuai 4. Mendapat poin 5. Demikian terus menerus 6. Membuat kesimpulan 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Rifka Isnaini pada tahun 2011 pada siswa kelas 5 di SDN Kidul Dalem 2 Malang dengan judul, Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Make A Match Di SDN Kidul Dalem 2 Malang, menunjukkan bahwa nilai hasil belajar siswa kelas 5 SDN Kidul Dalem 2 Kota Malang rendah, hal ini nampak dari dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih bersifat pasif; guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan, sehingga siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari, menemukan sendiri pengetahuan atau sikap dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran MM pada mata pelajaran IPS kelas 5 SDN Kidul Dalem 2 Kota Malang dengan materi menghargai

peranan para tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, siswa kelas 5 SDN Kidul Dalem 2 Malang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam setiap siklus ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yaitu pada tahap tindakan pada siklus I sebesar 61,1%; dan pada siklus II mengalami kenaikan menjadi 100 %. Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa dari siklus I naik 38,9% ke siklus II. Dalam setiap siklus ketuntasan hasil belajar pada tes akhir siswa mengalami peningkatan yaitu pada nilai awal sebelum tindakan adalah 13,7%, pada siklus I ada 48,3% dan siklus II ini mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu 100%. Ketuntasan hasil belajar pada tes akhir siswa dari nilai awal ke siklus I naik 34,6% dan dari siklus I ke siklus II naik 51,7%. (http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/ksdp/article/view/12169 diakses 19 Juli 2011) Penelitian senada dilakukan oleh Maryuni dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPS Tentang Sejarah Masuknya Agama Di Indonesia Melalui Model Pembelajaran Mencari Pasangan Bagi Siswa Kelas 5 Semester 1 SDN 01 Cangakan Kecamatan Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar IPS melalui model pembelajaran mencari pasangan (MM) bagi siswa kelas 5 semester 1 SD Negeri 01 Cangakan Kabupaten Karanganyar Tahun 2009/2010. PTK ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi penelitian ini siswa kelas 5 yang berjumlah 15 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi, tes, dokumentasi, angket dan catatan dalam KBM. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum penelitian (tes awal) pemahaman siswa terhadap pelajaran IPS hanya 46,7% yaitu 7 siswa tuntas berarti terdapat 53,3% yaitu 8 anak yang belum tuntas, pada siklus I tentang pemahaman konsep menjadi 80% yaitu 12 siswa yang tuntas berarti meningkat sebesar 33,3% dan pada siklus II jumlah siswa tuntas menjadi 100% atau naik sebesar 20%. Peningkatan ini bukan hanya dari pemahaman konsep saja tetapi juga dari aspek keaktifan siswa, ini ditunjukkan dengan keaktifan siswa yang mula-mula hanya 55,67%, pada siklus I menjadi 81,30% meningkat 25,6% dan pada siklus II menjadi 89,79 meningkat menjadi 8,49%. Faktor pendukung keberhasilan penerapan model pembelajaran ini karena siswa sangat senang belajar sambil bermain, disamping itu alat dan bahan yang digunakan mudah diperoleh dan harganya relatif murah, proses

pembuatan sangat mudah. Faktor penghambat penerapan model pembelajaran ini adalah terbatasnya buku sumber materi sehingga siswa hanya mengandalkan buku paket yang dimiliki, namun jalan keluarnya dengan meringkas materi dari buku elektronik. Hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran mencari pasangan (MM) dapat meningkatkan keaktifan siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa yang mula-mula hanya 55,67% pada siklus I menjadi 81,30% yaitu meningkat 25,63%; dan pada siklus II menjadi 89,79 % yaitu meningkat 8,49% dari siklus I. Penelitian lain dilakukan oleh Muharif berjudul Penerapan Model Cooperatif Learning Make A Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas 5 Dalam Pembelajaran IPS di SDN 010 Gabung Makmur Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak tahun 2010, dengan tujuan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai aktivitas siswa untuk kerjasama (KRJ) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 10 siswa yang mendapat sangat aktif, 11 siswa yang mendapat aktif, 2 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk keseriusan (KSR) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 8 siswa yang mendapat sangat aktif, 12 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk ketepatan siswa (KTT) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 9 siswa yang mendapat sangat aktif, 11 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk kemampunan bertanyan (KB) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 8 siswa yang mendapat sangat aktif, 13 siswa yang mendapat aktif, 2 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk aktivitas menulis (AM) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 7 siswa yang mendapat sangat aktif, 13 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Sedangkan nilai tes siswa siklus I pertemuan pertama terdapat 11 siswa yang mendapat sangat baik, 8 siswa yang mendapat nilai baik, 4 siswa yang mendapat nilai cukup baik dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang baik. Pada siklus II terdapat 18 siswa yang mendapat sangat baik, 3 siswa yang mendapat baik, 2 siswa yang mendapat nilai cukup baik dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang baik. Untuk nilai aktivitas guru pada

siklus II pertemuan keempat sebanyak 5 item (55,6%) pada posisi sangat sempurna dan 4 item (44,4%) pada posisi sempurna. (http://www.garuda.kemdiknas.go.id/jurnal/detil/id/4:3522/q/make%20a%20match/offset/0/li mit/15 diakses Kamis, 21 Juli 2011) 2.3 Kerangka Pikir Kegiatan pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa. Guru harus dapat menciptakan komunikasi yang memberikan kemudahan bagi siswa agar mampu menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Kenyataannya komunikasi dalam pembelajaran tidak dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Guru menggunakan metode pembelajaran yang monoton yaitu ceramah. Siswa hanya menerima informasi saja tanpa adanya kegiatan praktek, sehingga membuat siswa menjadi cepat bosan dan mengantuk. Siswa tidak memiliki kreatifitas, tidak mempunyai kesempatan berpartisipasi aktif dalam KBM sehingga prestasi belajar yang dihasilkan rendah. Pada kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasil belajar yang diperoleh siswa masih dibawah KKM sebesar 80, karena siswa tidak dapat mengerjakan tes secara optimal. Kondisi seperti ini memerlukan suatu perbaikan, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe MM. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe MM adalah: 1. Membagi beberapa kartu soal dan jawaban kepada siswa 2. Siswa mendapatkan satu buah kartu soal atau jawaban 3. Mencari pasangan soal dan jawaban yang sesuai 4. Mendapat poin 5. Demikian terus menerus 6. Membuat kesimpulan Penjelasan secara rinci disajikan melalui gambar 2.1. berikut ini:

KD1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia Pembelajaran konvensional Hasil Belajar KKM 80 Model pembelajaran Tipe Make a Match Pengukuran Mendapat satu kartu soal Mendapat satu kartu jawaban Mendapat kartu tidak memikirkan jawaban memikirkan soal Memikirkan tidak Mencari pasangan Mencari pasangan Mendapat pasangan Mendapat poin (skor) Skor Aktivitas Tes Formatif Hasil Belajar IPS KKM 80 Gambar 2.1 Skema Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Tipe MM 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, peningkatan hasil belajar IPS dapat diupayakan melalui model pembelajaran tipe MM siswa kelas 5 SD Negeri Ketitang Wetan 01 Pati semester 1 tahun 2013-2014.